Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“IJTIHAD”
USHUL FIQH & KAIDAH
Dosen Pengampu:
Abd. Ghafur, M.E.I

Disusun Oleh: Kelompok 3

1. Putri Rindi Mustikasari


2. Muhammad Futuhul Arifin

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita,
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran
bagi kita semua.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni
ibu/bapak Abd. Ghafur, M.E.I. yang telah membimbing serta mengajarkan kami,
dan mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul “IJTIHAD”
dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu kami sehingga terselesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur
dengan tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
selama penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik
secara moril maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman
sekalian.

Kraksaan, 13 Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

2.1 Pengertian ..............................................................................................3

2.2 Dasar Hukum .......................................................................................3

2.3 Syarat-syarat Ijtihad .............................................................................4

2.4 1.Yang Diperbolehkan Dalam Ijtihad ...................................................5

2.Yang Dilarang Dalam Ijtihad .............................................................5

BAB III PENUTUP ................................................................................................6

3.1 Kesimpulan.............................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ijtihad


Ijtihad menurut istilah merupakan upaya untuk menggali suatu hokum
yang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya,
ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga
sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa
taklid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula
(kebangkitan atau pembaruan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa
dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan
kehidupan yang semakin kompleks. Tidak semua hasil ijtihad merupakan
pembaruan bagi ijtihad yang lama sebab ada masanya hasil ijtihad yang baru
sama dengan hasil ijtihad yang lama. Bahkan sekalipun berbeda hasil ijtihad
yang baru tidak akan mengubah hasil ijtihad yang lama.
Ijitihad menurut syariat islam yang disampaikan Allah SWT melalui Al-
Qur’an dan Rasulullah SAW melalui sunnah secara komprehensif, memerlukan
penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sangat serius. Karena di dalam
keduanya terdapat lafazh-lafzh yang memerlukan penafsiran. Sementara itu,
nash Al-Qur’an dan sunnah teah berhenti, padahal waktu terus berjalan dengan
sejumlah peristiwa dan persoalan hidup yang datang bergantian. Oleh karena
itu, diperlkan ijtihad yang merupakan salah satu upaya untuk menggali hukum
syara’ melalui sumber-sumber syara’ yaitu Al-Qur’an,Sunnah, dan ijma.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian ijtihad?
2. Apa dasar hukum ijtihad?
3. Apa saja syarat-syarat ijtihad?
4. Apa saja objek yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam ijtihad?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ijtihad
2. Untuk mengetahui dasar hukum ijtihad
3. Untuk mengtahui syarat-syarat ijtihad
4. Untuk mengetahui objek yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam
ijtihad

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab “‫ ”جهد‬yang berarti
“pencurahan segala kemampuan untuk memperoleh sesuatudari berbagai
urusan”.Sederhananya, ijtihad berarti “sungguh-sungguh” atau “bekerja keras
dan gigih untuk mendapatkan sesuatu”. Sedangkan secara teknis menurut
Abdullahi Ahmed An-Na’im ijtihad berarti penggunaan penalaran hukum
secara independent untuk memberikan jawaban atas sesuatu masalah ketika al-
Qur’an dan al-Sunnah diam tidak memberi jawaban.
Pengertian ijtihad menurut ulama ushul fiqh inilah yang dikenal oleh
masyarakat luas. Adalah Ibrahim Hosen yang dalam hal ini mewakili kelompok
ahli fiqh dalam definisi ijtihad membatasinya dalam bidang fiqh saja, yaitu
bidang hokum yang berhubungan dengan amal. Sedangkan bagi sebagian ulama
lainnya, seperti Ibn Taimiyah mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku dalam
dunia tasawuf.

2.2 Dasar Hukum Ijtihad


Dasar hukum diperbolehkannya melakukan ijtihad antara lain firman
Allah SWT., dalam Q.S. Al Baqarah : 149 “Dan darimana saja kamu keluar
(datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram”. Dari ayat
tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berada jauh dari Masjidil Haram,
apabila akan shalat, dapat mencari dan menentukan arah itu melalui ijtihad
dengan mencurahkan akal pikirannya berdasarkan indikasi atau tanda-tanda
yang ada.
Dalam sebuah hadits Nabi, juga dijelaskan bahwa Muadz bin Jabal
ketika diutus menjadi Gubernur di Yaman pernah berijtihad dalam memutuskan
suatu perkara. Ketika itu Muadz ditanya oleh Rasulullah SAW., “Dengan apa
engkau menjatuhkan hukum?” Muadz menjawab, “Dengan kitab Allah (al
Qur’an) jawab Muadz!” Rasulullah bertanya lagi, “Kalau engkau tidak dapat
keterangan dari al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya menggalinya dari Sunah

3
Rasul.” Rasulullah pun bertanya, “Kalau engkau tidak mendapati keterangan
dalam sunah Rasulullah SAW.?” Muadz menjawab, “Saya akan berijtihad
dengan akal saya dan tidak akan berputus asa. Rasulullah menepuk pundak
Muadz bin Jabal menandakan persetujuan. Dari dialog di atas (antara Nabi dan
Mu‘adz bin Jabal) dapat disimpulkan bahwa ketika al Qur’an tidak memberikan
nash-nash yang mengatur sesuatu, dan hadits juga demikian, maka ijtihad
diperlukan, yang dalam prakteknya ijtihad dilakukan apabila nash itu tidak
memberi petunjuk yang jelas.

2.3 Syarat - Syarat Ijtihad

Orang yang berijtihad disebut mujtahid, yang menurut jenisnya


kemudian bagi menjadi 4 macam, yaitu :
a. Mujtahid Mutlak, yaitu orang yang melakukan ijtihad langsung secara
keseluruhan dari al Qur’an dan al Hadits, dan seringkalil mendirikan madzhab
tersendiri seperti halnya para sahabat dan imam yang empat, yaitu Syafi’i,
Hambali, hanafi dan Maliki).
b. Mujtahid Madzhab, yaitu para mujtahid yang mengikuti suatu
madzhab dan tidak membentuk madzhab tersendiri, tapi dalam beberapa hal,
dalam berijtihad mereka berbeda pendapat dengan imamnya, misalnya, imam
Syafi’i tidak mengikuti pendapat gurunya (Imam Malik)dalam bebearapa
masalah.
c. Mujtahid Fil Masa’il (Ijtihad parsial dalam hal-hal tertentu), yaitu
orang-orang yang berijtihad hanya pada beberapa masalah saja, jadi tidak dalam
arti keseluruhan, namun mereka tidak mengikukti satu madzhab, misalnya,
Hazairin berijtihad tentang hukum kewarisan Islam. Mahmus Junus berijtihaad
tentang hukum perkawinan, dll.
d. Mujtahid muqayyad, yaitu orang-orang yang berijtihad yang
mengikatkan diri dan mengikuti pendapat ulama salaf, dengan kesanggupan
untuk menentukan mana yang lebih utama dan menentukan pendapat yang
berbeda beserta riwayat yang lebih kuat di antara riwayat itu, begitupun mereka

4
memahami dalil-dalil yang menjadi dasar pendapat para mujtahid yang diikuti.
Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah :
a. Menguasai bahasa Arab, cara memahami arti dan maknanya, baik dari
segi lafal maupun susunan kalimatnya.
b. Pengetahuan yang luas tentang kandungan al Qur’an.
c. Pengetahuan yang luas dalam bidang sunnah

2.4 1. Yang Diperbolehkan dalam Ijtihad


Dasar dibolehkannya ijtihad adalah karena keterbatasan nash al-Qur’an
dan Sunnah jika dibandingkan dengan banyaknya peristiwa yang dihadapi oleh
umat manusia. Salah satu contoh ijtihad dalam kehidupan zaman sekarang, para
ulama melakukan ijtihad dalam proses penentuan 1 Ramadhan dan juga 1
Syawal. Para ulama berdiskusi untuk menentukan dan menetapkan 1 Ramadhan
dan 1 Syawal berdasarkan perhitungan serta hukum yang ada sebelumnnya.

2. Yang Dilarang dalam Ijtihad


Tidak sembarangan orang bisa berijtihad, karena fungsi ijtihad sebagai
sumber hokum islam akan mempengaruhi semua orang islam di dunia.

5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan singkat yang telah kami tulis diatas dapat di Tarik
kesimpulan. Ijtihad merupakan petunjuk hokum yang sangat penting dalam
perumusan hokum islam sebagai upaya menjawab persoalan-persoalan
kemanusiaan yang konkrit serta penjabaran konsepsi islam dalam segala
aspeknya, Selain itu ijtihad adalah juga merupakan salah satu hal yang dalam
menyelesaikan permasalahan dalam hal kejumudan islam dan ketaqdilan
penganutnya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiyar, Amsal. Filsafat ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008.

Hakim, Atang Abd, Fiqh Perbankan Syari’ah, Bandung; Refika Aditama, 2011.

Huda, Nurul dkk. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis, Jakarta: Kencana.
2007.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT raja Grafindo Persada,


2007.

Karim. Adiwarman Azwar, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Kontemporer.


Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2002.

Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Persfektif Islam), Yogyakarta: BPFE, 2005.

Anda mungkin juga menyukai