KELOMPOK V :
1. Sakinatul Usra
Tahun 2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari jalan gelap menuju jalan terang benderang
Kami mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
Wassalamualaikum wr. wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari- hari kita selalu melakukan kegiatan- kegiatan yang
tidak lepas dari peranan syari’at atau hukum- hukum seperti shalat, puasa, jual beli
dan lain sebagainya. Semua itu membutuhkan hukum agar kita tidak salah arah
dalam landasan agama. Untuk mengetahui hukum - hukum syariat agama, para
ulama telah berjihad untuk mengetahui hukum yang telah dijelaskan didalam Al-
tertulis untuk melakukannya. Alqur’an dan Hadits merupakan satu kesatuan yang
dalil nash yang kehujjahannya diakui dan disepakati oleh umat islam di seluruh
Dalam era sekarang, banyak kita jumpai hal- hal yang pada zaman rasul tidak
kesepakatan para ulama ( ijma’), maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
pengertian ijma’, macam- macam ijma’, kedudukan ijma’ dalam hukum islam, dan
1
3. Apa saja macam-macam Ijma’?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ijma’ menurut bahasa Arab bererti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu
hal, seperti perkataan seseorang yang berarti “kaum itu telah sepakat (sependapat)
Menurut istilah ijma’, ialah kesepakatan mujtahid ummat Islam tentang hukum
syara’ dari peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah SAW meninggal dunia.
muslimin yang ada pada waktu itu sepakat untuk mengangkat seorang khalifah dan
Jumhur ushul fiqih, sebagai mana dikutip Wahbah al-Zuhaili, Muhammad Abu
Zahrah, dan ‘Abdul Wahhab Khalaf, merumuskan ijma’ dengan “ kesepakatan para
mujtahid dari umat Muhammad saw. Pada suatu masa, setelah wafatnya rasulullah
(amaliyah praktis). Definisi ini , menurut ketiga tokoh ushul fiqih ini, Bahwa ijma’
tersebut hanya dilakukan dan disepakati oleh para mujtahid Muslim pada suatu
3
masa setelah wafatnya Rasulullah saw. Jumhur ulama fiqih menganggap perlu
Rasulullah saw. Karena selama Rasulullah saw. Masih hidup seluruh permasalahan
yang timbul bisa ditanyakan langsung kepada beliau , sehingga tidak diperlukan
ijma’. Mujtahid yang melakukan ijma’, menurut rumusan definisi jumhur Ulama
ini, tidak perlu seluruh mujtahid, tetapi cukup mujtahid yang hidup pada masa
tertentu, sehingga para mujtahid pada setiap generasi boleh melakukan ijma’ ,
Namun demikian, apabila pada suatu masa ketika dilakukan ijma’ ada diantara
mujtahid yang tidak setuju dengan hukum yang ditetapkan tersebut, maka hukum
1. Kesepakatan suatau hukum dilahirkan oleh beberapa orang mujtahid dan tidak
dikatakan ijma’ jika hukum itu hasil dari ijtihad satu orang.
3. Kesepakatan harus dari seluruh mujtahid pada zamannya yang beraasal dari
perbuatan.
4
2.2.2 Syarat-syarat Ijma’
mujtahid adalah orang islam yang baligh, berakal, mempunyai sifat terpuji dan
atau mereka belum mencapai derajat mujtahid tidak bisa dikatakan ijma’, begitu
pula penolakannya.
Sebagian ulama berpandangan bahwa ijma’ itu sah apabila dilakukan oleh
sebagian besar mujtahid, karena yang dimaksud ijma’ termasuk juga kesepakatan
sebagian besar dari mereka. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa kesepakatan
sebagian besar mujtahid itu adalah hujjah, meskipun tidak dikategorikan sebagai
kesepakatan terhadap dalil shahih yang mereka jadikan landasan penetapan hukum.
Kesepakatan yang dilakukan oleh ulama selain umat Muhammad SAW tidak
bisa dikatakan ijma’. Hal itu menunjukkan adanya umat para nabi lain yang ber-
ijma’. Adapun ijma’ umat Nabi Muhammad SAW tersebut telah dijamin bahwa
5
4. Dilakukan setelah wafatnya nabi
Ijma’ itu tidak terjadi ketika nabi masih hidup, karena nabi senantiasa
1) Ijma’ Sharih
Yaitu para mujtahid pada satu masa itu sepakat atas hukum terhadap suatu
mencerminkan pendapatnya.
2) Ijma’ Sukuti
terhadap suatu peristiwa dengan fatwa atau putusan hukum. Dan sebagian yang lain
Mengenai ijma’ Sukuti ini, para ulama terbagi dalam tiga pendapat;
a) Ulama Syafi’i dan mayoritas Fuqaha tidak memasukan ijma’ sukuti ini kedalam
katagori ijma’.
6
b) Pendapat sebagian Fuqaha memasukan ijma’ sukûti ke dalam katagori ijma’,
c) Ijma’ sukûti dapat dijadikan argumentasi (hujah) akan tetapi tidak termasuk
Argumentasi ulama yang tidak menganggap ijma’ sukuti sebagai hujjah syar’iyyah
adalah :
a) Orang yang diam tidak dapat di anggap sebagai orang yang berpendapat.
Dengan demikian seorang mujtahid yang diam tidak dapat dipandang sebagai
b) Diam tidak dapat dipandang sebagai setuju karena diamnya seorang mujtahid
c) Dengan segala kemungkinan diatas, maka diam tidak dapat dipandang sebagai
hujah untuk menerima pendapat seorang mujtahid, maka ijma’ sukuti tidak
beralasan bahwa;
a) Pada dasarnya diam tidak dapat dikatagorikan hujah kecuali sesudah merenung
atau berpikir. Oleh karena itu jika ada seorang yang berdiam sesudah berpikir
suatu sikap.
b) Pada umumnya tidak semua pemberi fatwa (Mufti) itu memberikan keterangan
7
c) Diamnya seorang mujtahid setelah merenung terhadap hukum (hasil ijtihad
orang lain) yang bertentangan dengan hukum yang benar menurut ijtihadnya
mujtahid dapat dianggap ridla terhadap hasil ijtihd orang lain. Jika ia tidak rela
serta tidak mau mengemukakan pendapat ynag benar menurut hasil ijtihadnya
a) Ijma’ Qath’i yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ diyakini benar terjadi, tidak ada
kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang ditetapkan
b) Ijma’ Dhanni yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ masih ada kemungkinan
bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda
Ijma’ Sahabat, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.
a. Ijma’ khulafaurrasidin, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu bakar, umar,
Ustman dan Ali bin abi thalib. Namun setelah Abu bakar meninggal dunia ijma’
b. Ijma’ Shaikhan, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu bakar dan Umar bin
Khatab.
c. Ijma’ ahli Madînah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama Madinah. Namun
terjadi perbedaan antara Imam Malilki dan Imam Syafi’i. menurut Imam Syafi’i
8
tidak dimungkinkan terjadinya ijma’ secara universal, sedangkan menurut
d. Ijma’ Ulama kufah, yaitu ijma’ yang dialakukan oleh ulama kufah sehingga
Madzhab Hanafi menjadikan ijma’ ulama kufah sebagai salah satu hukum
Islam.
Yang artinya :
Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu(umat islam), umat yang adil
2. Surat luqman 31 : 15
Yang artinya :
Yang artinya:
petunjuk dengan kebenaran, dan dengan kebenaran itu (pula) mereka menjalankan
keadilan.
9
2. Hadits mu’awiyah ibnu abi sufyan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim
Jumhur ulama telah sepakat bahwa ijma’ sharih itu merupakan hujjah secara
qath’i, wajib mengamalkannya dan haram menentangnya. Bilas udah terjadi ijma’
pada suatu permasalahan maka ia menjadi hukum qath’i yang tidak boleh ditentang,
dan menjadi masalah yang tidak boleh di-ijtihadi lagi.Namun, sebagian dari
golongan Syi’ah dan Khawarij berpendapat bahwa ijma’ itu tidak termasuk hujjah.
Sebagian dari mereka tidak memandang ijma’ sukuti sebagai hujjah, bahkan tidak
menyatakan sebagai ijma’. Diantara mereka adalah pengikut Imam Maliki dan
Imam Syaf’i. Mereka berargumen bahwa diamnya sebagian mujtahid itu mungkin
saja menyepakati sebagian atau bisa juga tidak sama sekali. Jika demikian adanya,
10
tidak bisa dikatakan adanya kesepakatan dari seluruh mujtahid. Berarti tidak bisa
Sebagian besar golongan Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan
bahwa ijma’ sukuti merupakan hujjah yang qath’i seperti halnya ijma’ sharih.
lainnya, bila memenuhi persyaratan adanya ijma’ sukuti, bisa dikatakan sebagai
dalil tentang kesepakatan mereka sehingga bisa dikatakan sebagai ijma’ karena
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ijma’ merupakan salah satu metode yang dipakai ulama mujtahidin dalam
tidak ditemukan nash dalam al-qur’an maupun dalam al-sunnah yang dapat
Apabila suatu peristiwa terjadi dan memerlukan ketentuan hukum dan peristiwa
Dan sesuai dengan skema sumber hukum islam pada masa-masa sebelumnya,
ijma’ merupakan urutan yang terakhir. Ijma’ merupakan satu prinsip untuk
merupakan pembatas terhadap qiyas dan merupakan pembatas terhadap qiyas yang
Adapun ijma' ditinjau dari sudut cara menghasilkannya, ada dua macam
yaitu:Ijma' Shorih dan Ijma' Sukuti. ljma' bila ditinjau dari segi dalalahnya terbagi
kepada dua, yaitu: Ijma' yang qoth'i dalalahnya atas hukum (yang dihasilkan) dan
3.2 Saran
kekurangan. Kami berharap kritik dan saran kepada seluruh pembaca agar dalam
12
pembuatan makalah yang akan datang dapat terselesaikan dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaiakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
2022
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/07/ijma.html diakases
30 Mei 2022
http://mytelisikadress.blogspot.com/2015/11/v-behaviorurldefaultvmlo_29.html
14