Penyusun:
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa Rasulullah SAW, permasalahn yang timbul selalu bisa ditangani dengan baik dan
pengambilan sumber hukumnya adalah Al-Qur’an dan Rasulullah SAW. dan apa bila ada suatu
hukum yang sekirannya kurang dimengertioleh para sahabat maka hal tersebut dapat ditanyakan
langsung kepada baginda Rasulullah SAW. Akan tetapi, setelah beliau wafat, para sahabat agak
sedikit kesulitan dalam memutuskan permasalahan-permasalahan yang terjadi yang dalilnya tidak
ditemukan / tersurat dalam AlQur’an dan Al-Hadist. Padahal permasalahan yang muncul semakin
kompleks, oleh karena itu muncullah Ijma’ dan Qiyas.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB I .............................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB II ............................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 4
A. Pengertian Ijma’ dan Qiyas ................................................................................................. 4
B. Macam-macam ijma’ dan qiyas ........................................................................................... 4
C. Urgensi Ijma’ dan Qiyas ...................................................................................................... 7
Kesimpulan .................................................................................................................................. 9
BAB III ........................................................................................................................................... 9
PENUTUP ...................................................................................................................................... 9
Saran ............................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 10
BAB II
PEMBAHASAN
Macam-macam ijma’
Macam ijma sendiri berdasargan pembagiannya yang diakukn oleh para ulama
ushul fiqh baik klasik maupun konteporer. Sepkat bahwa ijama dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Ijma Al Shorikh
Ijma shorikh merupakan ijma dimana para ahli ijtihad atau ulama
masing-masing mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan atau
tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh
ahli ijtihad lain. Istilah lain untutk menyebut ijma jenis ini cukup
beragam. Ada yang menyebutya ijma bayani, ijma qauli, ijma hakiki,
dan ain sebagainya. Namun meskpiun sebutannya berbeda, dari segi
definisi tetaplah sama. Sehingga anda bisa menyebutnya dengan ijma
hakiki maupun sebutan lain yang mengarah pada ijma sarih.
2. Ijma Al Sukuti
Ijma al sukuti adalah ijma yang terjadi ketika para ulma
memutuskan untuk diam dimna diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini
adalah karena setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli
ijtihad lainnya.
Ditinjau dari segi dan waktu dan tempatnya, ijma ada beberapa macam,
yakni:
Ijma Ummah yaitu kesepakatan seluruh mujtahid dalam satu
masalah pada suatu masalah tertentu.
Ijma Shahaby yaitu kesepakatan semua ulama’ sahabat dalam
suatu masalah.
Ijma Ahli Kuffah yaitu kesepakatan ulam’-ulam’ kuffah dalam
suatu masalah.
Ijma Khalifah yaitu kesepakatan empat khalifah (Abu
Bakar,Umar, Utsman, dan Ali). Dalam suatu masalah.
Ijma Syaikhoni yaitu kesepakatan pendapat antara Abu Bakar
dan Umar Bin Khattab dalam suatu masalah.
Ijma Ahli Bait yaitu kesepakatan pendapat dari ahli bait
(Keluarga Rasul).
Contoh-contoh ijma’
1) Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum’at,
yang di prakarsai oleh sahabat Utsman bin Affan r.a. pada masa
kekhalifan beliau.para sahabat lainnya tidak ada yang memprotes atau
menolak ijma’beliu tersebut dan diamnya para sahabat lainya adalah
tanda menerimanya mereka atas prakarsa tersebut. Contoh tersebut
merupakan ijmal’ sukuti.
2) Upaya pembentukan al-qur’an yang dilakukan pada masa
khalifah Abu Bakar As-Shiddiq r.a.
3) Kesepakatan ulama atas keharaman minyak babi yang di
qiyaskan atas keharaman dagingnya.
4) Para ulama mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan,
sedangkan riba diharamkan.
5) Para imam madzab sepakat atas keharaman ghasab (perampasan
hak orang lain).
6) Para imam madzab sepakat bahwa antara kerbau dan sapi adalah
sama dalam perhitungan zakat.
7) Ulama’sepakat tentang dibolehkannya daging dhob karena
diamnya nabi adalah membolehkan.
8) Ulama sepakat tentang kewajiban sholat lima waktu sehari
semalam dan semua rukun islam.
9) Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah adalah wajib.
10) Jumhur ulama sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara
lahiriah saja, tidak secara batiniah.
Macam-macam Qiyas
Para ulama seperti asy-Syaukani dan al-Amidi enjelaskan bahwa qiyas dapat dibagi
dalam beberapa segi. Di antaraya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan segi kekuatan ‘illat hukum
a. Qiyas aulawi
Qiyas aulawi adalah qiyas yang ‘illat nya mewajibkan adanya
sebuah hokum. Hokum tersebut disamakan (cabang) yang memiliki
kekuatan hokum lebih utama, daripada tempat yang menyamakannya atau
ashal. Contoh seperti mengatakan seruan atau kata “uh”, ‘buset”, dan
“eh” kepada orang tua. Tidak hanya itu, kat-kata lainnya yang kurang
pantas maka hukumnya haram. Hal ini sesuai firman allah yang ada di
dalam QS. Al-Isra ayat 23. Yang artinya: maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”.
b. Qiyas musawi
Qiyas musawi adalah qiyas yang ‘illat nya mewajibkan adanya
suatu hokum yang sama, di antara hukum yang ada pada ashal. Serta
hokum yang ada di furu atau cabang. Contohnya seperti haram
hukunyanya memakan harta anak yatim. Firman allah yang ada dalam
QS. An-Nisa ayat 10, yang atinya: sesungguhnya orang-orag yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan
api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyal-
nyal.
c. Qiyas adna
Qiyas adna adlah ‘illat yang ada di far’u atau cabang, memiliki
bobot yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ‘illat yang ada di
ashal. Contohnya adanya kandungan yang membuat mabuk di dalam
minuman keras seperti bir, lebih rendah dari sifat yang membuat mabuk
di dalam kandungan minuman keras khamr, yang diharamkan di dalam
al-qur’an.
2. Berdasarkan segi kejelasan ‘illat hukum
a. Qiyas jaly
Qiyas jaly adalah qiyas yang ‘illat nya ditegaskan oleh nas secara
bersama. Dengan penetapan hukum ashal. Atau ‘illat nya ditegaskan tidak
oleh nas, tetapi bisa dipastikan bahwa tidak ada sebuah pengaruh dari
perbedaan di antara ashar dan faru’. Contoh seperti di dalam kasus,
seorang musafir perempuan dsn laki-laki yang diperbolehkan mengqosor
salatnya ketika dalam perjalanan. Sekalipun diantara keduanya memiliki
perbedaan, yaitu perbedaan jenis kelmin. Akan tetapi, perbedaan tersebut
tidak akan mempengaruhi kebolehan mengqosor salat. Sebab ‘illat nya
adalah sama-sama sedang dalam perjalanan.
b. Qiyas khafy
Qiyas khafi adalah qiyas yang ‘illat nya tidak disebutkan di
dalam nash. Contoh sperti mengqiyaskan pembunuhan yang dilakukan
dengan benda berat, kepada kasus pembunuhaan yang dilakukan dengan
benda tajam di dalam pembelakukan hukum qiyas. Karena ‘illat nya
sama, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan unsur
kesengajaan.(Asrowi, 2018)
Kesimpulan
Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca. Dan sebelum penulis menutup Makalah ini, Penulis ingin memohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila ada yang kurang berkenan dalam penyusunan
Makalah ini. Akhirnya, Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat-Nya
dan menerangkan pikiran-pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai rasa terima kasih penulis atas segala petunjuk-Nya. Sebagai penutup
Penulis sungguh sangat berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Aaminn.
DAFTAR PUSTAKA
Asrowi. (2018). Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam. Jurnal Aksioma Al-Musaqoh, 1(1),
30–49.
Drs. Zakaria Syafi’ie. (1997). Ijma Sebagai Sumber Hukum Islam (Kajian Tentang
Kehujjahan Ijma Dan Pengingkarannya). Al-Qalam, 67(13), 28–36.