Anda di halaman 1dari 14

IJMA DAN QIYAS

MAKALAH

KELOMPOK IV

Aqmal Aqza (205120059)

Dila Saswan (205120007)

Riska (205120134)

Siti Herniati (205120023)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU

2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang Puji.

Syukur kami panjatkan ke hadirat-Nya karena dengan rahmat, karunia, serta


taufik dan HidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat memenuhi tugas untuk
membuat Makalah tentang Ijma dan qiyas Meskipun banyak kekurangan didalam-
Nya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai USHUL FIQH yang akan kami uraikan
dalam Makalah ini.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan kami di masa depan. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapa pun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 4


B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 4
C. TUJUAN ....................................................................................................... 4

BAB II: PEMBAHASAN ......................................................................................... 5

A. PENGERTIAN IJMA DAN QIYAS ............................................................. 5


B. MACAM-MACAM IJMA‟ DAN QIYAS .................................................... 6
C. KEDUDUKAN IJMA‟ DAN QIYAS DALAM AGAMA ISLAM .............. 11
D. PENTINGNYA IJMA‟ DAN QIYAS DALAM AGAMA ISLAM ............. 12

BAB III: PENUTUP .................................................................................................. 13

A. KESIMPULAN .............................................................................................. 13
B. SARAN .......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijma‟ dan qiyas adalah salah satusumber hukum islam yang memiliki tingkat
kekuatan argumentasi dibawah dalil-dalil Nash (Al-Qur‟an dan Hadits) ia merupakan
dalil pertama setelah Al-Qur‟an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam
menggali hukum-hukumislam.

Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma‟ dan
qiyas itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur‟an dan Al
Hadits, mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu
sendiri (Al-Qur‟an dan Hadits).

Ijma‟ dan qiyas muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan
ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.

“Khalifah Umar Ibnu Khattab ra. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat
untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka telah
sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum
yang telah disepakati.

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang di maksud dengan ijma‟ dan qiyas?
B. Sebutkan Macam-macam ijma‟ dan qiyas?
C. Jelaskan Kedudukan ijma‟ dan qiyas dalam agama Islam?
D. Jelaskan Pentingnya ijma‟ dan qiyas dalam agama Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ijma‟ dan qiyas
2. Untuk mengetahui macam-macam ijma dan qiyas
3. Untuk mengetahui kedudukan ijma dan qiyas dalam agama islam
4. Untuk mengetahui pentingnya ijma dan qiyas dalam agama islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijma’ dan Qiyas


1. Ijma

Ijma secara bahasa atau lughah memiliki definisi sebagai mengumpulkan


perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya.
Sedangkan Ijma menurut istilah memiliki pengertian sebagai kebulatan pendapat
seluruh ahli ijtihad sesudah wafatnya Rasululluah SAW., pada suatu masa atas
sesuatu hukum syara‟.

Ijma adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa sepeninggal


Rasulullah SAW., tentang suatu hukum syar‟I mengenai suatu peristiwa tertentu.

Ijma menurut para ahli yaitu:

a. Imam Al- Gazali

Ijma merupakan sebuah kesepakatan dari umat Nabi Muhammad SAW.,


mengenai suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan
agama.

b. Imam Al Subki

Ijma didefinisikan sebagai suatu kesepakatan dari para mujtahid setelah Nabi
Muhammad SAW wafat dan berkenaan dengan segala persoalan yang
berkaitan dengan hukum syara.

c. Ali Abdul Razak

Ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid Islam yang terjadi pada suatu
masa dan atas perkara hukum syara.

Jadi ijma merupakan kesepakatan para ahli atau para ulama dalam
menyelesaikan suatu perkara atau persoalan yang berkaitan dengan agama islam.
Sehingga ketika ada masalah yang mengarah ke agama Islam, dan belum ada
ketentuannya di dalam Al Quran maupun Al hadits . Maka dicari penyelesaiannya
dengan ijma tadi, setelah didiskusikan oleh para ahli dan para ulama. Selain

5
menggunakan ijma, perkara Islam juga diselesaikan dengan qiyas yang nanti
dijelaskan di bawah.

2. Qiyas

Qiyas menurut arti bahasa arab ialah penyamaan ,membandingkan atau


pengukuran, menyamakan sesuatu dengan yang lain. Secara Terminologi (istilah)
Menurut ulama ushul Qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al-Qur‟an dan Hadist dengan cara membandingkannya dengan
sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.

Imam Syafi‟I mendefinisikan qiyas sebagai upaya pencarian (ketetapan


hukum) dengan berdasarkan dalil-dalil terhadap sesuatu yang pernah diinformasikan
dalam al-Qur‟an dan hadis.

Dalam kitab Ar-Risalah Imam Syafi‟i juga berkata, “Qiyas adalah suatu yang
dipecahkan berdasarkan dalil-dalil yang disesuaikan dengan informasi yang tersirat
dalam al-Qur‟an atau hadis, karena keduanya adalah kebenaran hakiki yang wajib
dijadikan sumber.

B. Macam-Macam Ijma’ dan Qiyas


1. Macam-macam Ijma’

Ijma‟ ditinjau dari cara penetapannya ada dua:

a. Ijma’ Sharih

Yaitu semua para mujtahid (pejuang islam) mengemukakan pendapat mereka


masing-masing secara jelas dengan sistem fatwa atau qadha (memberi keputusan).
Artinya setiap mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan yang mengungkapkan
secara jelas tentang pendapatnya,dan kemudian menyepakati salah satunya.

b. Ijma’ Sukuti (diam)

Yaitu pendapat sebagian ulama tentang suatu masalah yang diketahui oleh
para mujtahid lainnya, tapi mereka diam, tidak menyepakati atau pun menolak
pendapat tersebut secara jelas. Ijma‟ sukuti dikatakan sah apabila telah memenuhi
beberapa kriteria berikut : Diamnya mujtahid itu betul-betul tidak menunjukan
adanya kesepakatan atau penolakan. Bila terdapat tanda-tanda yang menunjukan
adanya kesepakatan, yang dilakukan oleh sebagian mujtahid. Maka tidak dikatakan

6
ijma‟sukuti, melainkan ijma‟ sharih. Begitu pula bila terdapat tanda-tanda penolakan
yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid, itupun bukan ijma‟sukuti.

Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup lama, yang bisa dipakai untuk
memikirkan permasalahannya, dan biasanya dipandang cukup untuk mengemukaka
hasil pendapatnya.

Permasalahan yag difatwakan oleh mujtahid tersebut adalah permasalahan


ijtihadi, yang bersumberkan dalil-dalil dzani (dugaan). Sedangkan permasalahan yang
tidak boleh di-ijtihadi atau yang bersumber dari dalil-dalil tidak qath‟I (pasti), jika
seorang mujtahid mengeluarkan pendapat tanpa didasari dalil yang kuat, sedangkan
yang lainnya diam. Hal itu tidak bisa disebut ijma‟.

 Contoh ijma‟ sukuti

Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum‟at, yang
diprakarsai oleh sahabat Utsman bin Affan r.a. pada masa kekhalifahan beliau.
Para sahabat lainnya tidak ada yang memprotes atau menolak ijma‟ Beliau
tersebut dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda menerimanya mereka
atas prakarsa tersebut.

Selain macam-macam ijma‟ diatas, terdapat pula beberapa macam ijma‟ yang
dihubungkan dengan masa terjadinya, tempat terjadinya atau orang-orang yang
melaksanakannya. Ijma‟-ijma‟ itu adalah :

a. Ijma’ sahabat,

yaitu ijma‟ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.

 Contoh ijma‟ sahabat

Ijma‟ sahabat tentang pemerintahan. Wajib hukumnya mengangkat


seorang imam atau khalifah untuk menggantikan Rasulullah dalam
menyangkut urusan agama dan dunia yang disepakati oleh para Sahabat
Rasulullah.

b. Ijma’ khulafaur rasyidin,

yaitu ijma‟ yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
bun Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa keempat orang
itu hidup.

7
 Contoh ijma‟ fi‟ly dari Khulafa‟ Rosyidin

Shalat tarawih adalah shalat dilakukan sesudah sholat isya‟ sampai


waktu fajar. Bilangan rakaatnya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah
adalah 8 rakaat. Umar bin Khattab mengerjakannya sampai 20 rakaat.
Amalan Umar bi Khattab ini disepakati oleh ijma‟. Ijma‟ ini tergolong
ijma‟ fi‟ly dari Khulafa‟ Rosyidin.

c. Ijma’ syaikhan,

yaitu ijma‟ yang dilakukan oleh Abu Bakar dab Umar bin Kattab.

d. Ijma’ ahli madinah,

yaitu ijma‟ yang dilakukan oleh ulama-ulama madinah. Madzhab Maliki


menjadikan ijma‟ ahli madinah ini sebagai salah satu sumber hukum islam. Menurut
pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa ijma‟ mujthahid Madinah saja sudah
merupakan kesimpulan ijma‟.

e. Ijma’ ulama kuffah,

yaitu ijma‟ yang dilakukan oleh ulama-ulama kuffah. Madzhab Hanafi


menjadikan ijma‟ ulama kuffah sebagai salah satu sumber hukum islam.

Ijma‟ dipandang tidak sah, kecuali bila mempunyai sandaran, sebab ijma‟
bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Selain itu fatwa dalam masalah agama
tanpa sandaran adalah tidak sah.

Ditinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma', dapat dibagi kepada:

a. ljma`qath`i,

yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu adalah qath'i (pasti) diyakini benar
terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian
yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang
lain.

b. ljma`Zhanni,

yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu Zhanni (dugaan), masih ada
kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan
berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang dilakukan pada
waktu yang lain.

8
2. Macam-macam Qiyas

Qiyas mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut


didasarkan pada tingkat kekuatan hukum karena adanya illat yang ada pada asal dan
furu‟, adapun tingkatan tersebut pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Qiyas Awlawi ( ‫) قياس اولوي‬

Yaitu bahwa „illat yang terdapat pada far‟u (cabang) lebih utama daripada
„illat yang terdapat pada ashl (pokok). Misalnya mengqiyaskan hukum haram
memukul kedua orang tua kepada hukum haram mengatakan “ah” yang terdapat
dalam surat al-Isra‟ ayat 23.

             

             

Artinya : “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah


selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “( Q.S. Al Isra’ :
23 )

Karena alasan („illat) sama-sama menyakiti orang tua. Namun, tindakan


memukul dalam hal ini cabang (far‟u) lebih menyakiti orang tua sehingga hukumnya
lebih berat dibandingkan dengan haram mengatakan “ah” pada ashl.

b. Qiyas Musawi ( ‫) قياس مساوي‬

yaitu qiyas di mana illat yang terdapat pada cabang (far‟u) sama bobotnya
dengan bobot „illat yang terdapat pada ashl (pokok). Contohnya keharaman memakan
harta anak yatim berdasarkan firman Allah surah An-nisa‟ : 10.

9
           

  

artinya : Sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Dari ayat diatas kita dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau
kesalahan pengelolaan atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta
tersebut juga dilarang seperti memakan harta anak yatim tersebut.

c. Qiyas al-Adna ( ‫) قياس األدنى‬,

Yaitu qiyas di mana „illat yang terdapat pada furu‟ (cabang) lebih rendah
bobotnya dibandingkan dengan „illat yang terdapat pada ashl (pokok).

Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba
fadhal (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua
bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus ini, illah hukumnya
adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan
ditakar. Namun ada segi yang lain dari illah gandum yang tidak terdapat pada apel,
apa itu? Apel tidak makanan pokok. Oleh karenanya, illah yang ada pada apel lebih
lemah dibandingkan dengan illah yang ada pada gandum yang menjadi makanan
pokok.

Apabila dilihat dari segi jelas atau tidak jelasnya „illat yang menjadi landasan
hukum, maka qiyas dapat dibagi menjadi dua macam :

a. Qiyas Jali,

Yaitu qiyas yang dinyatakan „illatnya secara tegas dalam Al Quran dan
Sunnah atau tidak dinyatakan secara tegas dalam kedua sumber tersebut, tetapi
berdasarkan penelitian kuat dugaan bahwa tidak ada perbedaan antara ashl dan
cabang dari segi kesamaan „illatnya. Misalnya, mengqiyaskan memukul kedua orang
tua dengan larangan mengucapkan “ah” sebagaimana dalam contoh qiyas awla di
atas. Menurut Wahbah al-Zuhaili, qiyas jali ini meliputi apa yang disebut dengan
qiyas awla dan qiyas musawi.

10
b. Qiyas Khafi,

Yaitu qiyas yang illatnya di istinbatkan atau ditarik dari hukum ashl.
Misalnya, mengqiyaskan pembunuhan dengan memakai benda tajam karena ada
kesamaan „illat antara keduanya, yaitu kesengajaan dan permusuhan pada
pembunuhan dengan benda tumpul sebagaimana terdapat pada pembunuhan dengan
menggunakan benda tajam.

C. KEDUDUKAN IJMA’ DAN QIYAS


1. Kedudukan Ijma’

Kebanyakan ulama‟ mengetahui bahwa ijma‟ merupakan sumber hukum yang


kuat dalam menetapkan hukum islam dan menduduki tingkatan ketiga dalam sumber
hukum islam. Kekuatan ijma‟ sebagai sumber hukum islam ditunjukkan dalam
nash Al-Qur‟an dan Al-Hadist, diantaranya ialah: QS. An-Nisa: 59.

…           

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul


(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu”

Dengan demikian, pada dasarnya ijma‟ dapat dijadikan alternative dalam


menetapkan hukum suatu peristiwa yang di dalam Al-Qur‟an atau Al-Hadist tidak ada
atau kurang jelas hukumnya.

2. Kedudukan Qiyas

Dalam peranannya pada agama islam, qiyas sebagai hujjah (sumber hukum)
islam yang keempat setelah al-Qur‟an, al-hadist, dan ijma‟. Seperti yang sudah kita
ketahui, bahwa qiyas merupakan salah satu proses ijtihad, maka Imam Syafi‟i
mengatakan bahwa ijtihad itu sesungguhnya adalah mengetahui jalan-jalan qiyas.
Oleh sebab itu, mujtahid harus mengetahui tentang qiyas dengan benar serta
memungkinkan mujtahid untuk memilih hukum asal yang lebih dekat dengan objek.
Mereka berpendapat demikian dengan berpegang kepada

a) Firman Allah SWT:

11
"Hendaklah kamu mengambil I’tibar (contoh / ibarat / pelajaran). Hai orang-orang
yang berfikiran". (Q.S. Al-Hasyr : 2)

Karena i‟itibar artinya adalah "Qiyash-Syai‟i-bisy-Syai‟ (Membanding


sesuatu dengan sesuatu yang lain).

D. PENTINGNYA IJMA’ DAN QIYAS DALAM AGAMA ISLAM

Apabila kita tidak mendapatkan hukum dalam al-Qur‟an maupun dalam as-
Sunnah, maka kita tinjau apakah para ulama‟ kaum muslimin telah ijma‟. Apabila
ternyata demikian, maka ijma‟ mereka kita ambil dan kita laksanakan.

Para ulama bersepakat bahwa yang dijadikan landasan oleh ijma‟ hanyalah
Al-Qur‟an dan Sunnah. Sementara itu untuk qiyas masih terdapat perbedaan
pendapat. Dalam hal ini para fuqaha terbagi menjadi tiga pendapat:

1. Qiyas tidak dapat dijadikan landasan bagi ijma‟, karena qiyas mempunyai
beberapa segi yang bermacam-macam. Di segi lain kehujjahan qiyas bukanlah
sesuatu yang disepakati, sehingga tidak mungkin qiyas dapat dijadikan
landasan bagi ijma‟.
2. Qiyas dengan segala bentuknya dapat dijadikan sandaran ijma‟, karena qiyas
adalah hujjah syar‟iyyah yang didasarkan pada dalil-dalil nash.
3. Apabila illat suatu qiyas disebutkan dalam nash atau sudah jelas sehingga
tidak memerlukan pembahasan yang mendalam yang dapat menimbulkan
perbedaan persepsi, maka qiyas dapat dijadikan landasan oleh ijma‟.
Sebaliknya jika illat suatu qiyas tidak jelas atau tidak disebutkan dalam nash,
maka qiyas tersebut tidak dapat dijadikan landasan ijma .

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan


bahwa ijma‟ dan qiyas adalah suatu dalil syara‟ yang memiliki tingkat kekuatan
argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil-dalil
setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-
hukum syara‟.

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma‟ dan qiyas
dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada
beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.

Adapun dari ijma‟ dan qiyas itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat
tertentu, agar dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai
hujjah/ sumber hukum.

Serta dari ijma‟ dan qiyas itu sendiri terdapat beberapa macam. Dari beberapa
versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam pandangan ulama‟ mengenai ijma‟ dan
qiyas itu sendiri.

B. Saran

Jadikanlah makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-


sumber Islam (ijma‟ dan qiyas) demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat
(masyarakat) adil dan makmur. Kami sadar, dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritikan dan konstruktif demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007.

Drs. Moh. Rifa‟i. Usul Fiqih. Bandung: PT. Alma‟arif 1973.

Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Usul Fiqih. Pustaka Amani, Jakarta 2003.

14

Anda mungkin juga menyukai