Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PINJAMAN (ARIYAH)”

Dosen Pengampu : Dra. Murniati Ruslan, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

WAFIQ NUR AZIZAH (205120039)


IKA ZULFIANI (205120049)
RHEYNALDI (205120043)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat serta
salam semoga selalu dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW.

Alhamdulillah atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan


Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Pinjaman (Ariyah)”. Makalah ini ditulis sebagai bahan diskusi serta
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih Muamalah.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Palu, 29 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan.................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................

2.1 Pengertian ‘Ariyah.............................................................................................

2.2 Dasar Hukum ‘Ariyah.......................................................................................

2.3 Rukun dan Syarat ‘Ariyah................................................................................

2.4 Pembayaran Pinjaman, Meminjam Pinjaman, dan Menyewakannya...........

2.5 Tanggung Jawab Peminjam..............................................................................

2.6 Tatakrama berutang..........................................................................................

2.7 Adab Pinjam Meminjam...................................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................................

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................

3.2 Saran...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana yang kita ketahui, Islam adalah agama yang paling sempurna,
agama keselamatan, yang dari padanya telah sempurna segala ketentuan yang menjadi
rambu-rambu dalam menjalani kehidupan. Bagi yang ingin selamat dunia akhirat maka
ia harus taat pada semua rambu dan tunduk pada segala ketentuan. Oleh karena itu dalam
kehidupan sehari-hari, praktek berislam harus kita-kita laksanakan dalam berbagai aspek,
termasuk dalam urusan minjam-meminjam. (Ariyah)

Sebagaimana yang kita lihat kondisi zaman semakin lama semakin tidak teratur,
antara yang boleh dan yang dilarang sudah semakin samar, yang halal dan yang haram
semakin tipis. Ditambah lagi dengan manusianya yang menyepelekan hal-hal yang sudah
ada aturannya dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan,
seperti meminjam tanpa izin pemiliknya, dst. Maka dari itu kita sebagai muslim yang
taat terhadap ketentuan agama islam harus memperhatikan hal-hal yang sudah ditetapkan
oleh agama kita dan tidak menyepelekan peraturan-peraturan agama.

Seperti kita ketahui, dalam ketentuan Ariyah ada beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya Al-Muir dan Al-Mustair adalah orang yang berakal dan dapat
bertindak atas nama hokum, tidak diperkenankan orang yang hilang akal melakukan
akad ‘Ariyah, barang yang dipinjam bukan bukan jenis barang yang apabila
dimanfaatkan akan habis atau musnah, seperti makanan, minumana. Jadi hanya
diperbolehkan meminjam barang yang utuh dan tidak musnah, contohnya buku atau
barang lain yang dapat dimanfaatkan oleh peminjam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diketahui rumusan masalah


sebagai berikut.
1. Apa pengertian ‘ariyah ?
2. Apa dasar hukum ‘ariyah ?
3. Apa saja rukun dan syarat ‘ariyah ?
4. Bagaimanatanggung jawab peminjam ?
5. Bagaimana tatakrama peminjam ?
6. Bagaiman adab pinjam meminjam ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari


pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa itu ‘ariyah
2. Untuk mengetahui dasar hukum ‘ariyah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat ‘ariyah
4. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab peminjam
5. Bagaimana tatakrama berutang
6. Bagaimana adab pinjam meminjam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ‘Ariyah

Menurut bahasa ‘ariyah berarti pinjaman. Menurut istilah artinya adalah


mengambil manfaat barang kepunyaan orang lain secara halal dengan jangka waktu
tertentu untuk dikembalikan lagi tanpa mengurangi atau merusak zatnya.

Definisi ‘ariyah yang dikemukaan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1. Ulama Hanafiah

Menurut syara’ ‘ariyah adalah kepemilikan atas manfaat tanpa disertai dengan
imbalan.
2. Ulama Malikiyah

Sesungguhnya ‘ariyah itu adalah kepemilikan atas manfaat yang bersifat


sementara tanpa disertai dengan imbalan.
3. Ulama Syafi’iyah

Hakikat ‘ariyah menurut syara’ adalah dibolehkannya mengambil manfaat


dari orang yang berhak memberikan secara sukarela dengan cara-cara pemanfaatan
yang dibolehkan sedangkan bendanya masih tetap utuh, untuk kemudian
dikembalikan kepada orang yang memberikannya.
4. Ulama Hanbaliyah

‘Ariyah adalah kebolehan memanfaatkan suatu barang tanpa imbalan dari


orang yang memberi pinjaman atau lainnya.

2.2 Dasar Hukum ‘Ariyah

Dasar hukum ‘ariyah adalah sebagai berikut:


1. Q.S. Al Madinah (5): 2

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
2. Hadits Anas bin Malik

Dari Anas bin Malik ia berkata, “Telah terjadi rasa ketakutan (atas serangan
musuh) di kota Madinah. Lalu Nabi S.A.W. meminjam seekor kuda dari Abi
Thalhah yang diberi nama Mandub, kemudian beliau mengendarainya. Setelah
beliau kembali beliau bersabda, ‘Kami tidak melihat apa-apa, dan yang kami
temukan hanyalah lautan.’’ (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Dari ayat Al Qur’an dan hadits tersebut, membuktikan bahwa ‘ariyah
diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam.

2.3 Rukun dan Syarat ‘Ariyah

Menurut ulama’ Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah ijab dan qobul. Sedangkan
menurut jumhur ulama termasuk Syafi’iyah, rukun ‘ariyah adalah:

 Orang yang meminjamkan


 Orang yang meminjam
 Barang yang dipinjamkan
 Shighat

Syarat-syarat dalam ‘ariyah berkaitan dengan rukun-rukunnya. Berikut syarat-


syarat ‘ariyah:

1. Syarat-syarat orang yang meminjamkan

Orang-orang yang meminjamkan sesuatu harus memiliki kemampuan tabarru’


(pemberian tanpa imbalan), yang meliputi:

 Baligh. Menurut ulama Hanafiyah, baligh tidak dimasukkan dalam syarat ‘ariyah
melainkan cukup mumayyiz.
 Berakal
 Bukan orang yang boros atau pailit
 Orang yang meminjamkan harus pemilik atas barang yang manfaat akan
dipinjamkan.

2. Syarat-syarat orang yang meminjam

Orang yang meminjam harus memenuhi syarat-syarat berikut


 Orang yang meminjam harus jelas
 Orang yang meminjam harus memiliki hak nafkah atau memiliki wali yang
memiliki sumber nafkah.
3. Syarat-syarat barang yang dipinjam

Barang yang memiliki syarat sebagai berikut:


 Barang tersebut bisa diambil manfaatnya, baik pada waktu sekarang maupun
nanti.
 Barang yang dipinjamkan harus berupa barang yang mubah, yakni barang yang
diperbolehkan untuk diambil manfaatnya menurut syara’ bukan barang yang
diharamkan.
 Barang yang dipinjamkan apabila diambil menfaatnya tetap utuh.

4. Syarat-syarat shighat

Shighat disyaratkan harus menggunakan lafal yang berisi pemberian izin kepada
peminjam untuk memanfaatkan barang yang dimiliki oleh orang yang meminjamkan.

2.4 Pembayaran Pinjaman, Meminjam, Menyewakannya

Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam
memiliki hutang kepada yan berpiutang (mu’ir). Setiap utang wajib dibayar sehingga
berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran
utang juga termasuk aniaya. Rasulullah saw bersabda:
“orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya”. (HR. Bukhori
dan Muslim).

Meminjam Pinjaman Dan Menyewakan


Abu hanifa dan malik berpendapat bahwa peminjam boleh meminjamkan benda-
benda pinjaman kepada orang lain. Sekalipun pemiliknya belum mengizinkannya jika
penggunaannya untuk hal-hal yang tidak berlaianan dengan tujuan pemakaian pinjaman.
Menurut madzhab hambali, peminjam boleh memanfaatkan barang peminjaman atau
siapa saja yang menggantikan statusnya selama peminjamannya berlangsung, kecuali
jika barang tersebut disewakan. Haram hukumnya menurut Hambaliah menyewakan
barang pinjaman tanpa seizing pemilik barang.

Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda pinjaman tersebut kepada orang
lain, kemudian rusak ditangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan salah
seorang diantara keduanya. Dalam keadaan hal ini, lebih baik pemilik barang meminta
jaminan kepada pihak kedua karena dialah yang memegang ketika barang itu rusak.
Perubahan Status
Status amanah pada ‘ariyah dapat berubah menjadi status tanggungan disebabkan
oleh beberapa alasan sebagai berikut:
1. Ditelantarkan. Misalnya menempatkan barang di tempat yang tidak aman.
2. Tidak dijaga dengan baik ketika menggunakan.
3. Menggunakan barang pinjaman secara berlebihan tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku menurut kebiasaan.
4. Menyalahi cara menjaga barang yang disepakati. Tidak sesuai pesan dari orang yang
meminjamkan barang tersebut.
2.5 Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang


tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik karena pemakaian yang berlebihan
maupun karena yang lainnya. Demikian menurut Idn Abbas, Aisyah, Abu Hurairah,
Syai’I dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh Samurah, Rasulallah Saw.
Bersabda: “Pemegang kewajiban menjaga apa yang ia terima, hingga ia
mengambilkannya”.

Sementara para pengikut hanafiyah dan Malik berpendapat bahwa, peminjam


tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakan yang
berlebihan, karena Rasulallah Saw. Bersabda:
“Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan”
(Dikeluarkan al Daruquthin)

Kewajiban Peminjam
 Mengembalikan batang itu kepada pemiliknya jika telah selesai. Rasulullah SAW
bersabda : “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus
membayar”. (HR. Abu Dawud)
 Merawat barang pinjaman dengan baik. Rasulullah SAW bersabda : “Kewajiban
meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu”. (HR.
Ahmad)

2.6 Tatakrama Berutang

Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau


utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai
berikut :
a. Pinjam meminjam supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak yang meminjam
dengan menghadirkan 2 (dua) orang saksi laki-laki atau seorang saksi laki-laki dan 2
(dua) orang saksi perempuan.
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa”. (Q.S. Al-
Baqarah : 282)
b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar kebutuhan yang mendesak disertai niat
dalam hati akan membayar/mengembalikannya.
c. Pihak yang memberi pinjaman hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada
pihak yang meminjam. Bila yang meminjam tidak mampu mengembalikan, maka
yang berpiutang hendaknya membalaskannya.
d. Pihak yang meminjam bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya
dipercepat pembayaran pinjamannya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berarti
berbuat zalim.

2.7 Adab Pinjam Meminjam

Adab pinjam meminjam terbagi 2 yaitu untuk musta’ir dan mu’ir :


a. Untuk Musta’ir

 Tidak meminjam kecuali dalam kondisi darurat


 Berniat melunasinya
 Berusaha untuk meminjam kepada orang yang shalih
 Meminjam sesuai dengan kebutuhan
 Lunasi tepat pada waktunya dan jangan menundanya
 Membayar dengan cara yang baik
b. Untuk Mu’ir

 Niat yang benar dalam memberi pinjaman


 Bersikap aik dalam menagih pinjaman
 Memberi tenggang waktu jika yang meminjam belum mampu membayar pada
waktunya
 Menghapus pinjaman bagi yang tidak mampu mengembalikanya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Menurut bahasa ‘ariyah berarti pinjaman. Menurut istilah artinya adalah mengambil
manfaat barang kepunyaan orang lain secara halal dengan jangka waktu tertentu
untuk dikembalikan lagi tanpa mengurangi atau merusak zatnya.
2. Dasar hukum ‘ariyah adalah sebagai berikut:
 Q.S. Al Madinah (5): 2

 “Hadits Anas bin Malik


3. Menurut ulama’ Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah ijab dan qobul. Sedangkan menurut
jumhur ulama termasuk Syafi’iyah, rukun ‘ariyah adalah:
 Orang yang meminjamkan
 Orang yang meminjam
 Barang yang dipinjamkan
 Shighat
4. Kewajiban Peminjam
 Mengembalikan batang itu kepada pemiliknya jika telah selesai. Rasulullah
SAW bersabda : “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu
harus membayar”. (HR. Abu Dawud)
 Merawat barang pinjaman dengan baik. Rasulullah SAW bersabda : “Kewajiban
meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu”. (HR.
Ahmad)

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami susun, bila ada kesalahan dalam penulisan juga
kekurangan dalam segi pembahasan mohon di maklumi. Dengan segala kerendahan hati,
kami sebagai penyusun makalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman dan dosen agar dapat memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Faiz M, 2017. Kumpulan Makalah : Makalah Ariyah.


http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-ariyah.html?m=1

Anggraini E, 2016. Makalah Fiqih Muamalah Ariyah.


https://www.academia.edu/36492280/MAKALAH_FIQIH_MUAMALAH_ARIYAH

Anda mungkin juga menyukai