Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Luqathah .............................................................................................. 1
1.2. Dasar Hukum ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Macam – macam Luqathah ................................................................................... 4
2.2. Rukun dan Persyaratan .......................................................................................... 5
2.3. Hukum Luqathah ................................................................................................... 6
2.4. Mekanisme dan Prosedur ...................................................................................... 6
2.5. Mekanisme Pemeliharaan Barang Hilang ............................................................. 7
BAB III STUDI KASUS
1.1. Uraian Kasus ......................................................................................................... 9
BAB IV KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... iii

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Luqathah


1.1.1. Pengertian Luqathah Secara Bahasa
Luqathah secara bahasa bisa disebutkan dengan 4 sebutan menurut Ibnu Malik,
seorang ahli ilmu nahwu (grammar bahasa arab).
 Pertama : ( ‫ )لقاطة‬Luqaathah, yaitu dengan memanjangkan huruf qaaf.
 Kedua, ( ‫)لقطة‬Luqthah, yaitu dengan mendhammahkan huruf laam dan mensukunkan
huruf qaaf.
 Ketiga, (‫ )لقطة‬Luqathah, sebagaimana yang akan kita pakai dalam kuliah ini.
 Keempat, [‫ ]لقط‬Laqath.

1.1.2. Pengertian Luqathah Secara Definisi


Bisa dikatakan bahwa Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya dan
ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari pemiliknya,
para ulama berbeda pendapat tentang tindakan / sikap yang harus dilakukan.

1.2. Dasar Hukum


1.2.1. Al-Qur’an

Artinya:
“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan
kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah
orang-orang yang bersalah.” (QS. Al-Qashash : 8)

1.2.2. Sunnah
Ditutur dari ‘Iyadh ibn Himar bahwa Rasulullah SAW Bersabda:

1
“Barang siapa menemukan barang hilang, hendaknya ia mencari kesaksian dan
orang adil, menjaga tempat dan pengikatnya. Apabila pemiliknya datang, ia lebih
baik berhak dengannya. Apabila tidak datang, ia adalah harta Allah yang bisa
diberikan kepada orang yang dikehendaki.” (HR Ahmad dan Imam yang Empat,
kecuali Al-Tirmidzi. Hadis ini sahih menurut Ibn Khuzaimah, Ibn Al-Jarud, dan Ibn
Hibban)

Dituturkan dari Abdurrahman ibn Utsman Al-Taimi r.a. bahwa:

“Nabi SAW, melarang mengambil barang hilang milik orang yang berhaji.” (HR
Muslim)

Dituturkan dari Zaid ibn Khalid Al-Juhani r.a. bahwa Rasulullah SAW, bersabda:

“Barang siapa menyembunyikan hewan yang tersesat, ia orang sesat selama belum
mengumumkannya.” (HR Muslim)

Dituturkan dari Al-Miqdam ibn Ma’dikariba r.a. bahwa Rasulullah SAW, bersabda:

“Ingatlah, tidak halal binatang buas bertaring, keledai negeri, dan mengambil
barang temuan milik orang kafir mu’ahad (orang kafir yang mengadakan perjanjian
dengan kaum Muslim), kecuali ia tidak memerlukannya lagi.” (HR Abu Daud)

1.2.3. Pendapat Ulama


Menurut Muhammad al-syarbini al-khatib pengertian al-Luqhathah
ialahsesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang
menemukan tidak mengetahui mustahiqnya (pemiliknya);
Syaikh syihab al-din al-qalyubi dan syaikh umairah mendefinisikan al-
luqhathah ialah sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus semerbak

2
ditemukan bukan didaerah harby (daerahnya orang-orang yang merdeka), tidak
terpelihara dan tidak dilarang karena kekuatanya, yang menemukan tidak mengetahui
pemilik barang tersebut;
Syaikh Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan luqhathah
adalah sesuatu yang disia-siakan oleh pemiliknya, baik karena jatuh lupa atau yang
seumpamanya;
Al-Imam Taqiy al-Din Abi Bakr Muhammad al-Husaini, luqathah ialah
Pengambilan harta yang mulia sebab tersia-siakan untuk dipeliharanya atau
dimilikinya setelah diumumkan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Macam – macam Luqathah


Para ulama fiqh membagi Luqathah menjadi dua macam, yaitu berbentuk harta
selain binatang dan berbentuk binatang ternak yang tersesat dari pemiliknya. Apabila
yang ditemukan itu hewan ternak, menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah,
penemunya boleh memungut hewan ternak itu dan hewan itu menjado amanah di
tangannya dan wajib dikembalikan kepada pemiliknya jika telah diketahui. Demikina
juga hukumnya terhadap harta temuan selain hewan ternak.
Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-
macam benda temuan itu adalah sebagai berikut:
a) Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang
lama seperti emas, perak, dan jenis barang berharga dan kekayaan lainnya. Barang
semacam ini wajib diumumkan dengan menerangkan enam macam perkara, wadah,
tutup, tali pengaman, jenis barang, jumlah dan berat barang, serta dia harus
menaruhnya di tempat penyimpanan yang layak. Sewaktu memberitahukannya nanti
hendaklah sebagian dari sifat-sifat itu diterangkan dan jangan semuanya agar tidak
tidak terambil orang-orang yang tidak berhak.
b) Benda-benda yang tidak bertahan lama dan tidak dapat diawetkan, seperti makanan
sejenis kurma basah yang tidak dapat dikeringkan, sayuran, berbagai jenis makanan
siap saji,buah-buahan dan sebagainya. Penemu diperkenenkan memilih antara
mempergunakan barang itu, asal dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan
yang punya barang ; atau ia jual, uangnya hendaklah di simpan agar kelak dapat
diberikan kepada pemiliknya bila bertemu.
c) Binatang yang kuat ; berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang
buas, misalnya unta, kerbau, atau kuda. Binatang seperti lebih baik dibiarkan saja.
d) Binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang
buas. Bintang seperti ini hendaklah diambil. Sesudah diambil diharuskan melakukan
salah satu dari tiga cara : Pertama disembelih, lalu dimakan, dengan syarat sanggup
membayar harganya apabila bertemu dengan pemiliknya”. Kedua Dijual dan
uangnya disimpan agar dapat diberikannya kepada pemiliknya . Ketiga Dipelihara
dan diberi makan dengan maksud menolong semata – mata. Sewaktu – waktu

4
penemu bertemu dengan pemilik hewa tersebut, penemu bisa
mengembalikan/mengganti hewan tersebut.

2.2. Rukun dan Persyaratan


Rukun– rukun luqathah itu orang yang menemukan (latif) dan benda yang ditemukan
(malqut) dan penemuannya (luqat).
Berikut adalah syarat-syarat dari Luqathah:
1. Persyaratan yang berhubungan dengan orang yang menemukan barang luqathah
1.1. Menurut Ar-Syarqawi (As-syarqawi ala at-Tahrir, Jus II, h. 154), Syaratnya
ialah orang islam, mukallaf, adil, merdeka, tidak dalam pengampunan dengan
sebab ketidak tahuannya (bodoh).
1.2. Menurut Ar-Ramli (Nihayah al-Muhtaj ila syarh al-Minhaj, Jus V, h.449),
orang yang boleh menemukan barang temuan itu bagi mukallaf, merdeka,
orang kaya, atau fakir, orang islam, adil, cerdas, maka jika orang yang
menemukan luqathah itu anak-anak atau orang gila atau orang fasiq atau orang
di bawah pengampuan dengan sebab bodoh sekalipun orang kafir menjadi
islam maka hakim harus mengambil darinya.
Menganalisa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa syarat yang
berhubungan dengan orang yang menemukan luqathah adalah :
1. Muslim
2. Mukallaf
3. Adil
4. Merdeka
5. Tidak di bawah pengampuan karena bodoh.

2. Persyaratan Yang Berhubungan Dengan Benda Yang Ditemukan


Persyaratan yang berhubungan dengan benda yang ditemukan tersebut tidak menjadi
masalah karena benda yang ditemukan tidak ditentukan jenis bendanya seperti
hewan ataupun yang lainnya, namun persyaratan yang dimaksud adalah melihat
kepada keadaan menemukannya, dengan demikian tidak ditentukan jenis benda yang
ditemukannya.

5
2.3. Hukum Luqathah
Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi
tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengmbilan barang temuan antara lain
sebagai berikut:
a) Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang
tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu
dengan sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu
tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Menurut suatu pendapat , hukum memungut luqathah wajib, jika
luqathah ditemukan ditempat yang tidak aman.
b) Sunnah, sunnah mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut
percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan
sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambilpun barang –barang tersebut tidak
dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
c) Makruh, Imam Malik dan kelompok Hanabilah juga sepakat bahwa memungut
barang temuan itu hukumnya makruh, alasannya adalah karena seseorang tidak
boleh mengambil harta saudaranya serta dikhawatirkan orang yang mengambil itu
bersifat lalai menjaga atau memberitahukannya.

2.4. Mekanisme dan Prosedur


Berikut merupakan prosedur dari Luqathah antara lain:
1) Penemu menemukan sebuah barang temuan atau hewan ternak yang tersesat.
2) Penemu wajib memberitahukan atau mengumumkan bahwa ada barang yang
ditemukannya. Caranya: yang pertama adalah mengenali atau mengamati tanda-tanda
yang membedakan dengan barang lain dan mengamati jenis dan ukurannya. Setelah
itu, dengan mengumumkan kemasan (tempat) dan pengikatnya. Dengan hanya
memberi tahu kemasan atau tempatnya saja, orang yang mengaku pemilik dapat
dimintai keterangannya mengenai barangnya yang hilang. Hal ini mungkin untuk
menjaga jatuhnya barang tersebut kepada yang bukan pemiliknya.Jika dalam satu
tahun pemiliknya tidak kunjung ditemukan, maka barang atau hewan tersebut dapat
dimanfaatkan dengan syarat diganti apabila pemiliknya datang.
3) Apabila pemiliknya datang dan ia dapat menyebutkan tanda atau ciri-ciri barang
tersebut dengan pas dan sesuai dengan yang ditemukan, maka penemu harus
menyerahkannya kepada orang tersebut.

6
4) Jika pemiliknya tidak datang juga, waktu maksimal untuk mengumumkannya selama
satu tahun. Setelah satu tahun tidak ada yang mengaku sebagai pemilik, maka penemu
dapat memanfaatkannya untuk dirinya atau orang lain. Namun jika pemilik yang
sebenarnya datang setelah lewat waktu yang telah diumumkan, namun ia tidak lagi
mengenal ciri-ciri barang atau benda yang dicari, maka barang tersebut tidak boleh
diberikan kepadanya.

2.5. Mekanisme Pemeliharaan Barang Hilang


Dalam hal ini, maka unsur pemeliharaan harus ditempuh dengan cara atau sesuai
atas apa yang diatur dengan sistem wadi'ah. Menyangkut wadi'ah itu sendiri adalah
sesuatu benda yang dikategorikan kepada hal-ihwal penitipan. Atau suatu perintah
dimana seseorang mendapat kepercayaan untuk menjaga harta yang ditinggalkan.
Dikarenakan status hukum barang temuan itu dibolehkan untuk diambil, maka
anjuran atasnya juga dituntut untuk memeliharanya. Dengan demikian, identitas
kepercayaan seseorang untuk menerima tanggungan dalam rangka memelihara barang
temuan menjadi tindakan yang tidak boleh disia-siakan. Meski demikian, oleh sebagian
ulama menjelaskan bahwa barang temuan itu memiliki kebebasan untuk dipergunakan
oleh si penemunya.
Adapun bentuk tanggungan yang dibebankan kepada si penemu, sekiranya ia telah
menyedekahkan dan atau memanfaatkan barang tersebut kepada hal lain, maka ulama
juga berbeda paham dalam hal ini; perlu diganti dengan uang atau menjadi tanggungan
dalam bentuk apapaun, tergantung permintaan si pemilik barang tersebut.
Dalam pandangan imam Malik, bahwa barang temuan itu tetap menjadi tanggungan
(ganti rugi; biaya) bagi si penemu sekiranya ia telah melakukan tindakan, baik dengan
cara menyedekahkan dan atau memanfaatkan. Alasan imam Malik lantaran barang
temuan itu adalah serupa dengan wadi'ah (barang titipan), sehingga bagaimana pun
keadaan barang tersebut tentu tidak berpindah status kepemilikan kepada orang lain (si
penemu); karenanya jika rusak perlu mengganti atau membayarkannya.

7
Berikut bagan prosedurnya:

Penemu menemukan barang


hilang

Saat pemilik datang, penemu


wajib mengganti barang yang
Penemu mengumumkan barang
sudah digunakannya dan
hingga batas waktu 1 tahun
dikembalikan ke pemiliknya
lagi.

Jika dalam satu tahun pemilik


tidak datang, penemu dapat
memanfaatkan barang yang
ditemukannya

8
BAB III
STUDI KASUS

1.2. Uraian Kasus


Permasalahan barang temuan ( luqathah ) ini banyak terjadi di kalangan masyarakat,
sehingga kajiannya dapat dilihat melalui studi kasus yang terjadi di masyarakat Desa Aek
Goti Kecamatan Silangkitang salah satu desa yang berada di Labuhan Batu Selatan. Salah
satu yang pernah terjadi di masyarakat adalah menemukan barang bergerak yaitu berupa
benda telepon genggam (handphone) . Dalam kasus yang pernah terjadi bahwa pihak
pemilik barang menuntut agar dikembalikan kepadanya dan juga seseorang penemu
barang yang tercecer meminta agar benda yang di temukan tersebut segera di pulangkan
kepadanya.
Namun pihak pihak penemu barang tidak langsung mengembalikannya, bahkan
penemu barang meminta agar mengemukakan ciri-ciri atau sifat benda yang tercecer
tersebut, setelah pemilik barang mengemukakan syarat syarat yang di minta si penemu
dan ciri-ciri sudah benar tanpa harus mendatangkan sanksi yang dapat memperkuat
tuntutan pihak penemu barang tersebut, tetapi setelah ciri-ciri jelas masyarakat yang telah
menemukan barang meminta imbalan kepada korban dengan membayar uang sebesar
600.000.00. dengan membayar imbalan korban dapat membawa barang temuan tersebut.
Dengan demikian pihak penemu barang sudah lari dari aturan yang di tetapkan oleh imam
syafi’i yang mengatakan apabila datang kepadamu seseorang yang menyatakan bahwa
itu adalah miliknya dengan menyebutkan ciri-ciri atau bendanya apabila tidak cukup
boleh membawa saksi dan tidak boleh memberatkannya.
Berdasarkan uraian terdahulu dapat diketahui bahwa terjadi praktek yang tidak
sesuai di masyarakat Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang yang berbeda dengan
mazhab syafi’i dalam hal barang temuan (luqathah) imam syafi’i tidak membenarkan
bahwa barang yang di temukan harus dikembalikan dengan membayar imbalan atau
memberatkan dengan jumlah yang besar, imam syafi’i menjelaskan bahwa barang
temuan ( luqathah ) harus di kembalikan apabila datang seorang yang menemukakan ciri-
ciri atau bukti bukti bahwasanya barang di temukan adalah milik nya. Adapun kehilangan
barang kemudian ia mengumumkan barang siapa yang menemukan barang yang hilang
akan di beri imbalan, ini di perbolehkan karena sudah ada ijab Kabul di awal (perjanjian
di awal), berbeda dengan barang temuan yang hilang tetapi penemu memaksa dengan
memberi uang barang temuan dapat kembali.

9
Pada dasarnya pendapat mazhab syafi’i untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi
adanya penipuan, atau penekanan kepada pemilik barang, sehingga pemilik cukup
memberikan ciri dan sifat barang temuan tersebut (luqathah) sehingga pihak pemilik
diwajibkan mendatangkan saksi sebagai pembukti yang sesuai dan pas, logikanya jika
tidak dihadirkan saksi dapat mengakibatkan penipuan, dan dengan adanya saksi lebih
memperjelas bahwasanya barang tersebut adalah miliknya. Oleh karena itu pendapat
mazhab syafi’i untuk menutupi agar tidak terjadi penipuan, bahkan agar harta tidak jatuh
kepada pihak yang tidak berwenang memilikinya. Antisipasi pendapat mazhab syafi’i
tersebut merupakan langkah positif agar sama-sama menjaga hak dan kewajiban bagi
pihak pemilik barang luqathah tersebut. Teristimewa menjaga harta orang lain agar tidak
jatuh kepada pemilik yang tidak berhak memilikinya.

10
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Luqathah adalah penemuan barang yang hilang dari pemiliknya baik karena lupa
maupun jatuh tercecer dijalan. Bagi Muslim, saat melihat barang yang memiliki nilai
tersebut harus diambil atau diselamatkan dengan tujuan untuk membantu sesama.
Ketika orang itu menemukannya, dia bisa menimbang keadaannya dan
lingkungannya. Jika dia sanggup bertindak amanah, dia berhak mengambilnya. Terlebih
ketika dia yakin barang ini bisa terancam keselamatannya jika jatuh ke tangan orang lain.
Penemu wajib mengumumkannya selama setahun. Jika ada yang datang mengaku
memilikinya, dia bisa minta dirinya untuk menyebutkan ciri-cirinya. Jika ternyata tidak
sesuai, tidak boleh dia serahkan, kecuali jika dia memiliki bukti yang lain.
Jika pemiliknya tidak datang setelah diumumkan selama setahun, dia bisa
memanfaatkannya. Dengan komitmen, jika pemiliknya datang, dia akan serahkan ke
pemiliknya / mengganti yang sudah dimanfaatkannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Nasrun. 2000. FIQH MUAMALAH. Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta.
Sarwat, Ahmad. FIQH MUAMALAH.
Mardani. 2012. FIQH MUAMALAH SYARIAH: FIQH MUAMALAH. Jakarta:Kencana.
Rambe, Nur Hayani. 2017. HUKUM MENGEMBALIKAN BARANG TEMUAN
(LUQATHAH) YANG DI TEMUKAN SESEORANG DENGAN MEMINTA IMBALAN
KEPADA PEMILIK BARANG MENURUT PERSPEKTIF IMAM SYAFI’I (Studi
Kasus Desa Aek Goti Kecamatan SilangKitang Kabupaten Labuhan Batu Selatan).
Skripsi thesis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN SU. Diambil dari:
http://repository.uinsu.ac.id/2822/
Mahfudhan. 2016. SISTEM PEMELIHARAAN BARANG TEMUAN: Studi Terhadap KUH
Perdata dan Hukum Islam. Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah. Petita, Volume 1
Nomor 2. Diambil dari: http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/petita/index.

iii

Anda mungkin juga menyukai