Di susun Oleh :
MOHAMAD ARIEF
Kelas B
1
Zunun Mujib, Keadilan sahabat Menurut Mazhab dalam Islam, Makalah, 2011. Hlm 1
B. PENGERTIAN DAN CARA MENGETAHUI SHAHABAH
1) Pengertian Shahabah
a. Secara Etimologi
Shahabah secara Etimologi merupakan kata bentukan dari kata “ash-
Shuhbah” (Persahabatan), yang tidak mengandung pengertian persahabatan
dalam ukuran tertentu, tetapi berlaku untuk orang yang menyertai orang lain,
sedikit ataupun banyak.2
b. Secara Terminologi
1) Menurut Pembahasan Ilmu Hadis
Yang dimaksud dengan sahabat adalah :
وما ت على االء سالم. هو من لقي النبي صلى هللا عليه و سلم مسلما: ا لصحا بى
Artinya : “sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW.
Dalam keadaan beragama islam dan wafat pun dalam keadaan beragama
islam.”
2) Imam Bukhari
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya mengatakan, diantara kaum muslimin
yang pernah menyertai Nabi saw, pernah melihat beliau termasuk sahabat
beliau.3
3) Ibn Hazm
Sahabat adalah setiap orang yang pernah bermujalasah dengan nabi saw,
meski hanya sesaat, mendengar dari beliau meski hanya satu kata,
menyaksikan beliau menangani suatu masalah dan tidak termasuk orang-
orang munafik yang kemunafikannya berlanjut sampai populer dan meninggal
dalam keadaan seperti itu.4
4) Sa’id bin Musayyab
Tiada kami anggap sebagai sahabat melainkan mereka yang menetap
bersama Rasulullah saw setahun atau dua tahun dan pernah ikut berperang
bersama Nabi sekali maupun dua kali.5
5) Ibn Hajar
Sahabat merupakan orang yang pernah bertemu dengan Nabi saw, dalam
keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan iman pula.6
2
Muhammad ‘Ajaj Al-khathib, Ushul Al-Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007), hlm 377
3
Ibid. hlm 377
4
Ibid. hlm 377
5
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta, Amzah, 2015), hlm 102
6
Loc. cit. hlm 377
Yang Dari definisi yang dikemukakan diatas, disamping terdapat
rumusan-rumusan lainnya yang pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan
yang diatas, pada prinsipnya ada 2 unsur yang disepakati oleh para ulama dalam
menetapkan seseorang yang disebut sahabat, yaitu :
1) Ia pernah bertemu dengan Rasulullah saw, dan
2) Pertemuan tersebut terjadi dalam keadaan dia beriman dengan beliau dan
meninggal dunianya juga dalam keadaan beriman (Islam)
Dengan rumusan tersebut, maka mereka yang tidak bertemu dengan Rasulullah
atau pernah bertemu tapi dalam keadaan beriman, atau bertemu dalam keadaan
beriman, namun meninggal dunia tidak dalam keadaan beriman, maka ia tidak
dapat disebut Sahabat.7
Para muhadditsin cendrung memilih kriteria yang lebih luas dalam
pengertian sahabat karena melihat kemuliaan dan keagungan Rasulullah
barakahnya yang melimpah kepada orang mukmin yang berjumpa dengannnya.
Karena itu, mereka menetapkan bahwa sahabat adalah orang yang pernah
melihat Rasulullah SAW dalam keadaan beriman.8
Orang yang pernah bergaul dengan Rasulullah dalam keadaan Islam
dan beriman, tetapi kemudian murtad seperti Abdullah bin jahsy dan Abdullah bin
Kathai bukan di anggap lagi sebagai sahabat. Akan tetapi seorang sahabat yang
saat Nabi masih hidup maupun setelah wafat, masih dapat dimasukkan dalam
golongan sahabat, bukti dalam hal ini ialah yang dikemukakan oleh Hafidh ibnu
hajar tentang kisah al-Asy’as bin Qais yang pernah murtad. Dikala ia menghadap
Abu Bakar as-Shiddiq r.a. sebagai tawanan perang ia mengatakan kembali
kepada agama Islam, pernyataan ini diterima oleh Abu Bakar dan bahkan terus
dinikahkan dengan saudara perempuannya. Tidak seorang pun ahli hadits
kesahabatannya dan pentakhrijan hadits-haditsnya yang termuat dalam musnad-
musnadnya dan lain-lainnya.9
7
Darliana Sormin, kedudukan Sahabat dan Adhalahnya. Jurnal. hlm 5
8
Op.cit. hlm 377
9
Fatchur Rohman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung, Alma’arif, 1974), hlm 282
Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, Amir bin Jarah) yang mendapat jaminan
surga secara tegas
b. Khabar Masyur dan Mustafidh yang berada dibawah status mutawatir, seperti
Dhimam bin Tsa’labah dan Akasyah ibn Tsa’labah.
c. Salah seorang sahabat memberikan kabar bahwa seseorang berstatus sahabat.
Misalnya Hamamah ibn abu Hamamah ad-Dausiy yang meninggal di Ashbahan
karena sakit perut, lalu Abu Musa al-Asy’ari memberikan kesaksian bahwa ia
mendengar dari Nabi saw.
d. Seseorang mengabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilannya dan
kesejamanannya dengan Nabi saw.
e. Seseorang tabai’iy mengkhabarkan bahwa seseorang serstatus sebagai
sahabat. Ini didasarkan pada diterimanya “tazkiyah” dari satu orang. Sebenarnya
bisa saja memadukan yang ketiga dengan yang kelima, yaitu berdasarkan
khabar dari orang yang bisa diterima kesaksiannya. Kesahabatan merupakan
status yang tidak bisa dimiliki seseorang kecuali ada dalil atau saksi yang
memenuhi syarat-syarat kesaksian. Bila ada saksi yang bisa memenuhi syarat,
maka barulah seseorang bisa mendapatkan status sahabat.10
10
Op.cit. hlm 381
11
Abbas, Kritik Hadis; Standar Orisinalitas Sunnah. Jurnal 2 (Vol 2, juli-Des 2014), hlm 116-117
mengorbankan jiwa raga dan harta mereka, dihadapan Rasulullah saw demi
mengharap ganjaran yang baik.12
Imam Nawawi mengatakan bahwa, pendapat Jumhur itu telah menjadi
Ijma’. Oleh karena itu, pendapat yang mengharuskan penyelidikan keadilan sahabat,
pendapat yang membedakan apakah terlibat dalam fitnah pembunuhan atau tidak dan
lain sebagainya tidak perlu diperhatikan. Sebaiknya kita berhusnudhan. Karena ada
dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis nabi dan ijma’ para ulama yang menjelaskan keadilan
mereka.
1. Dalil-dalil tentang keadilan Sahabat dari Al-Qur’an
a. QS. Al-Fath ayat 18
Artinya :
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui
apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka
dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).
12
Afrizal Nur, Legitimasi Al_Qur’an dan Hadist Terhadap Sahabat Nabi saw: Kritik Pelecehan JIL kepada Abu Hurairah RA,
e-Jurnal Usuludin 2 (Vol. 16 ,juli 2010), hlm 157
c. QS. At-Taubah ayat 100
Artinya :
Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan surga-surga yang mengalir didalamnya sungai-
sungai; mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.
13
op.cit. hlm 386
d. Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari dan Muslim
Rasulullah saw bersabda :
Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi sesudah
mereka, kemudian generasi sesudah mereka, dan kemudian mereka
menebarkan kedustaan.14
Berdasarkan landasan normatif diatas dapaat dtegaskan bahwa semua sahabat Nabi
saw adalah adil, dengan arti bahwa mereka tidak pernah mendustakan hadis-hadis
Nabi dengan sengaja tanpa memungkiri bahwa mereka maksum sebagaimana halnya
Nabi. Adapun peristiwa yang terjadi pada masa fitnah, mereka sama-sama berijtihad
dalam mengambil dan menentukan sikap, jika mereka berada dalam Ijtihad yang
benar, maka mereka mendapatkan dua pahala, jika keliru mereka mendapat satu
pahala. Para sahabat adalah orang yang paling mau menerima kebenaran jika mereka
berada dalam pandangan yang salah dan cepat bertaubat kepada Allah swt.15
14
op.cit. hlm 388
15
op.cit. hlm 115
16
Ibid. hlm 115
17
Mahmud Amir, Adalat Al-Sahabah dalam Perspektif Sunnni dan Shi’ah. e-jurnal. Mutawatir 2 (Vol 4, Desember 2014),
hlm 338
Perbedaan dalam menyikapi kapasitas sahabat sebagai orang yang punya
otoritas menyampaikan sunnah atau hadis Nabi saw pada generasi tabi’in pada
akhirnya menjadi penyebab perbedaan sistem isnad yang ada dalam khasanah ilmu
hadis dari masing-masing kelompok. Selain itu, ketidaksamaan masing-masing
kelompok dalam memandang sahabat, berpengaruh terhadap hadis yang mereka
terima dan yakini kebenarannya.
Namun ada juga pendapat golongan Syi’ah yang menyatakan bahwa
sahabat yang adil adalah mereka yang ikut berjuang bersama Ali ra serta mengakui
kewaliannya. Pendapat ini disandarkan pada alasan bahwa Ali ra adalah orang yang
pertma masuk Islam, Ia juga wali Allah swt, saudara Nabi saw dan berada dalam
asuhannya sejak masih kecil, ayah dari cucu Nabi, suami perempuan suci, panglima
perang melawan kemusrikan, panglima pasukan muslim, pembunuh musuh Islam,
orang yang paling jujur dan mampu membedakan yang baik dan buruk, putra abu
Thalib- paman dan pelindung Nabi saw.18
Beberapa hadis yang dijadikan sandaran golongan Shi’ah untuk
meragukan keadilan Sahabat diantaranya :
1. Menurut Nasruddin At-Tusi
“mereka yang memerangi saidina Ali adalah kafir dan mereka yang menentangnya
adalah fasik”
2. Menurut al-allamah al-Hilli
“Orang yang memerangi Ali adalah Kafir karena sabda Nabi saw. Yang bermaksud
“orang yang memerangi engkau berarti memerangi aku, tidak shak lagi orang yang
memerangi Nabi saw adalah kafir, adapun orang yang menentangnya maka ulama-
ulama kita berbeda pendapat. Ada yang menghukumkan mereka kafir karena
mereka menolak suatu yang pasti di sisi agama yaitu nas yang jelas dan Mutawatir
tentang keimanan saidina Ali. Dan ada pula yang mengatakan mereka adalah
cacat.19
Diantara hadis-hadis yang menjadi pegangan golongan Syi’ah terkompilasi
dalam lima kitab yaitu al-Kafi karya al-Kulayni (w.329 H), Man la Yahduruh al-Faqih
karya Ibn Babawayh (w. 381 H), Tahdhib al-Ahkam dan al-Istibsar karya al-Tusi (w.
460 H) dan Nahj al-Balaghah karya al-Sharif al-Radi (w. 406 H).20
18
.................., Keadilan sahabat (Studi Atas Al-Shahabatu Kulluhum ‘Udul), Makalah, 2018. Hlm 4
19
Muhsin Huda, Keadilan sahabat Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Makalah, 2010. Hlm 1
20
Op.cit. hlm 338
E. TINGKATAN SAHABAT
Tepat sekali bila ulama hadits memberikan sebutan sahabat untuk setiap
orang yang meriwayatkan satu hadis atau satu kalimat dari nabi SAW. Kemudian
mereka memperluas pengertiannya, sehingga mereka menganggap setiap orang yang
pernah melihat beliau sebagai sahabat. Mereka berpendapat demikian karena
kemulian kedudukan Nabi SAW. Hanya saja para sahabat r.a itu mempunyai tingkatan-
tingkatan yang tidak sama. Disana ada sahabat yang terdahulu memeluk agama Islam
yang bersahabat dengan Nabi SAW. Dalam waktu lama menghabiskan dan
mengorbankan harta serta darah mereka untuk kepentingan Islam. Ada diantara
mereka yang melihat beliau Nabi SAW. Sekali saja pada haji wada’. Ada pula yang
selalu menyertai beliau siang dan malam, ketika beliau di rumah dan di tengah
perjalanan, ketika beliau berpuasa dan tidak berpuasa, ketika beliau sedang bercanda
dan ketika serius, serta mengetahui perjuangan dan tata cara beliau menunaikan
ibadah haji. Mereka mengetahui banyak tentang perbuatan-perbuatan yang sekecil-
kecilnya yang beliau lakukan dan sunnah-sunnah yang mulia.21
Dengan demikian, tidak masuk akal kedudukan semua sahabat adalah
sama dan hal ini tidak bisa diterima menurut kaca mata keadilan dan logika. Oleh
karena itu umat Islam bersepakat bahwa sahabat bertingkat-tingkat. Para ulama hadits
berbeda pendapat dalam tingkatan-tingkatan sahabat, ada yang mengatakan lima
tingkatan, seperti yang diungkapkan Ibnu saad. Dan hakim mengatakan ada dua belas
tingkatan, dan ada yang mengatakan lebih dari itu. Tetapi pendapat yang paling
masyhur adalah pendapat Hakim. Tingkatan-tingkatan menurut Hakim yaitu :
1. Sahabat yang memeluk agama Islam di Makkah, yaitu Khulafaur Rasyidin.
2. Sahabat-sahabat yang masuk Islam sebelum berlangsungnya musyawarah
penduduk Makkah di Darun-Nadwah (untuk membunuh Nabi ).
3. Sahabat yang ikut berhijrah ke Habsyah.
4. Sahabat yang berbaiat pada Baiat ‘Aqabah awal.
5. Sahabat yang berbaiat pada Baiat ‘Aqabah kedua. Sebagian mereka dari kaum
Anshar.
6. Sahabat angkatan pertama yang menyusul berhijrah bersama Nabi SAW. Ketika
beliau baru sampai Kuba sebelum memasuki Kota Makkah.
7. Sahabat yang ikut serta dalam perang Badar.
8. Sahabat yang hijrah ke Madinah pada waktu antara terjadinya perang Badar dan
perjanjian Hudaibiyah
9. Sahabat yang mengikuti Baitur Ridwan.
21
Op.cit. hlm 380
10. Sahabat yang berhijrah ke Madinah pada waktu antara terjadinya perdamaian
Hudaibiyah dan penaklukan Kota Makkah. Seperti Khalid bin walid, Amru bin Ash
dan Abu Hurairah.
11. Sahabat yang masuk Islam ketika terjadinya penaklukan Kota Makkah.
12. Anak-anak yang melihat Nabi pada saat penaklukan Kota Makkah, pada waktu
haji Wada’ dan peristiwa lainnya.22
22
Op.cit. hlm 381
G. KESIMPULAN
Dari semua uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Para Ulama menetapkan bahwa yang dikatakan sahabat adalah orang yang pernah
bertemu Rasulullah saw, yang mana pertemuan tersebut mereka dalam keadaan
beriman sampai mereka meninggal.
2. Untuk mengetahui sahabat bisa dengan melalui kabar Mutawatir, kabar Musyhur,
dan Mustafidh, melalui pengakuan diri sendiri oleh seorang yang adil.
3. Para Ulama hadist sepakat bahwa seluruh sahabat adil dalam konteks ilmu hadis,
tetapi banyak juga yang berpendapat yang bertentangan mengenai keadilan
sahabat dalam meriwayatkan hadis seperti golongan Mu’tazilah dan Syi’ah,
sebagian ulama berpendapat bahwa keadilan sahabat harus diteliti dan diuji karena
sahabat juga manusia yang tidak lepas dari berbuat kesalahan.
4. Jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis diantaranya adalah Abu Hurairah (5374),
abdullah Ibn Umar bin al-khaththab (2630), A’isyah Umm al-Mukmin (2210), Jabir
Ibn Abdullah (1540), Abu Said al-Khudri (1170).
H. DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul Al-Hadits, Penerjamah: M.Qadirun Nur Ahmad
Musyafiq, 2007. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Khon Majid A, 2015. Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah.
Rahman Fatchrr, 1974. Ikhtisar Musthalahah Hadits, Bandung: PT Alma’arif.
Zunun Mujib, 2011. Keadilan sahabat Menurut Mazhab dalam Islam, Makalah. di akses
dari https://keadilansahabat.wordpress.com/2011/07/22/makala-keadilan-
sahabat-menurut-mazhab-dalam-islam/.
Afrizal Nur, 2010. Legitimasi Al_Qur’an dan Hadist Terhadap Sahabat Nabi saw: Kritik
Pelecehan JIL kepada Abu Hurairah RA. e-Jurnal Usuludin Vol 16 hal 2
diakses dari http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/671
Abbas, 2014. Kritik Hadis; Standar Orisinalitas Sunnah. Jurnal Vol 2 juli-Des 2014.
diakses dari http://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/view/465.
Darliana Sormin, ........., kedudukan Sahabat dan Adhalahnya. Jurnal. diakses dari
http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/al-muaddib/article/download/103/103.
Mahmud Amir,2014. Adalat Al-Sahabah dalam Perspektif Sunnni dan Shi’ah. e-jurnal.
Mutawatir Vol 4 hal 2 diakses dari of http://digilib.uinsby.ac.id/1327/
Muhsin Huda, 2010. Keadilan sahabat Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Makalah.
diakses dari http://www.geocities.ws/ahasan12/Keadilan.doc.
.................., 2018. Keadilan sahabat (Studi Atas Al-Shahabatu Kulluhum ‘Udul), Makalah.
diakses dari https://freertikel.blogspot.com/2014/09/keadilan-sahabat-studi-
atas-al.html.