Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Para sahabat nabi SAW adalah orang yang mulia yang Allah pilih untuk
menemani Nabi-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menggabungkan ilmu dan
amal dalam kehidupannya, mereka mengorbankan harta jiwa untuk islam dan
kaum muslimin. Oleh karena itu mereka lah tauladan kita setelah para nabi dan
rasul.
Sebagai umat islam kita dituntut untuk mengetahui keutamaan nabi dan
sahabatnya yang membawa umat manusia dari zaman tidak berpendidikan ke
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan, dan yang awalanya biadab menjadi
beradab.
Oleh karena itu penulis akan membuat sebuah makalah yang berjudul
“Keutamaan Sahabat Nabi” dan akan membahas tentang keutaman-keutamaan
sahabat nabi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis paparkan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Siapakah yang boleh disebut sebagai sahabat nabi?
2. Apa saja kah nash- nash yang mengutamakan sahabat nabi?
3. Bagaiamanakah sahabat nabi dapat meraih keistimewaan dan
keutamaan bagi para nabi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Siapakah yang boleh disebut sebagai sahabat nabi.
2. Untuk mengetahui Apa saja kah nash- nash yang mengutamakan
sahabat nabi.
3. Bagaiamanakah sahabat nabi dapat meraih keistimewaan dan
keutamaan bagi para nabi.
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Sahabat
Menurut M.’Ajjaj al-Khatib, dalam bukunya Al-Sunnah Qabl al-
Tadwin sebagaimana yang dikutip oleh Nawir Yuslem dalam bukunya
Ulumul Hadis, kata sahabat (Arab: Shahabat), dari segi kebahasaan adalah
musytaq (turunan) dari kata shuhbah yang berarti “orang yang menemani
yang lain, tanpa ada batasan waktu dan jumlah”. Berdasarkan pengertian
inilah para ahli Hadis mengemukakan rumusan mereka tentang sahabat
sebagai berikut:
1. Sahabat ialah orang yang bertemu Rasulullah saw., dengan pertemuan
yang wajar sewaktu Rasulullah saw. masih hidup, dalam keadaan Islam
dan beriman.
2. Maksud kata “bertemu” disini adalah “bergaul”. Jadi, orang yang tidak
dapat melihat karena buta misalnya Ibn Ummi Maktum tetapi karena
bergaul dengan Nabi, maka termasuk sahabat,1
Menurut definisi di atas orang yang telah pernah bergaul dengan
Nabi, walaupun ia tidak pernah meriwayatkan Hadis dari beliau, tetapi
dikategorikan sahabat. Orang yang pernah bergaul dengan Nabi, dalam
keadaan Islam dan Iman, kemudian murtad, seperti Abdullah bin Jahasy
dan Abdullah bin Khathai, bukan lagi disebut sahabat. Tetapi bila sahabat
yang murtad itu kemudian masuk Islam dan beriman kembali, maka masih
dapat dikategorikan sebagai sahabat. Hal ini seperti yang dikemukakan
Ibnu Hajar al-Asqalani tentang Asy’as bin Qais yang pernah murtad,
kemudian dikala menghadap kepada Abu Bakar as-Shiddiq sebagai
tawanan perang ia menyatakan kembali masuk Islam. Abu Bakar
menerima keislamannya itu, bahkan ia mengawinkannya dengan saudara
perempuannya.

1
Basri Ibrahim, “Kedudukan Sahabat Dan’adalahnya Dalam Periwayatan Hadis,” Jurnal
Sintesa 7, no. 2 (2008): 2.
Ahmad bin Hanbal mengatakan sahabat Rasul adalah orang yang
pernah hidup bersama beliau, sebulan atau sehari, atau sesaat atau hanya
melihatnya”. Sa’id bin Musayyab, seorang pemuka tabiin, mengatakan,
sahabat adalah orang-orang yang hidup bersama Rasulullah selama satu,
dua tahun dan pernah ikut berperang bersamanya satu atau dua kali.
Menurut Ibnu Hajar al-Haitami, sahabat adalah “orang yang pernah
berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. dan orang itu menjadi mukmin
dan hidup bersama beliau baik lama atau sebentar, baik orang tersebut
meriwayatkan Hadis atau tidak dari Nabi, atau orang yang pernah melihat
beliau sekali atau orang - orang yang tidak pernah melihat beliau karena
buta.
Menurut Ibn al-Shalah (577-643) dalam bukunya Ulum al-Hadist
sebagaimana yang dikutip oleh Nawir Yuslem dalam bukunya Ulumul
Hadis, mengatakan bahwa yang dimaksud sahabat dikalangan Ulama
Hadis adalah setiap muslim yang melihat Rasulullah saw. adalah sahabat.
Imam Bukhari (194-256) mengatakan bahwa sahabat ialah siapa
saja dari umat Islam yang menemani Nabi Muhammad saw. atau
melihatnya, maka dia adalah sahabat beliau. Yang dimaksud dengan
melihat (al-Ru’yat) di dalam definisi tersebut adalah bertemu dengan
Rasulullah saw. meskipun tidak melihat beliau, sebagaimana halnya Ibn
Ummi Maktum, seorang sahabat Rasul yang buta.
Ibn Hajar as-Asqalani mendefinisikan sahabat dengan “setiap
orang yang bertemu dengan Nabi Muhammad saw., beriman dengan
beliau dan mati dalam keadaan Islam”.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas disamping masih
terdapat rumusan-rumusan lainnya yang pada dasarnya tidak banyak
berbeda dengan yang di atas, pada prinsipnya ada dua unsur yang
disepakati oleh para Ulama dalam menetapkan seseorang untuk disebut
sebagai sahabat, yaitu: pertama, ia pernah bertemu dengan Rasulullah
saw., kedua, pertemuan tersebut terjadi dalam keadaan dia beriman dengan
beliau dan meninggal juga dalam keadaan beriman (Islam).
Dengan demikian, mereka yang tidak pernah bertemu dengan
Rasulullah saw., atau bertemu tetapi tidak dalam keadaan beriman, atau
bertemu dalam keadaan beriman tetapi ia meningal tidak dalam keadaan
beriman, maka ia tidak dapat disebut sebagai sahabat.
B. Cara Mengetahui Sahabat
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ka’ab ibn Malik, bahwa jumlah
sahabat Rasul sangat banyak, tidak dapat dikumpulkan oleh sesuatu kitab.
Diwaktu Rasulullah wafat, sahabatnya terdiri 114.000 orang. Ada yang
meriwayatkan Hadis dari padanya dan turut berhaji Wada’ bersamanya.
Semuanya mereka melihat Nabi, dan mendengar Hadis beliau di padang
Arafah.
Ada beberapa cara yang dipedomani oleh para Ulama untuk
mengetahui seseorang itu adalah sahabat, yaitu :
1. Melalui kabar mutawatir yang menyatakan bahwa seseorang itu adalah
sahabat. contohnya adalah status kesahabatan khalifah yang empat
(Khulafa’ al-rasyidin). Dan mereka yang terkenal lainnya, seperti sahabat
yang sepuluh dijamin Rasul saw. masuk surga.
2. Melalui kabar masyhur dan mustafid, yaitu kabar yang belum mencapai
tingkat mutawatir, namun meluas dikalangan masyarakat, seperti kabar
yang menyatakan kesahabatan Dhammam ibn Tsa’labah dan ‘Ukasyah ibn
Muhsam.
3. Melalui pemberitaan sahabat lain yang telah dikenal kesahabatannya
melalui cara-cara di atas. Contohnya adalah kesahabatan Hamamah ibn al-
Dawsi yang diberitakan oleh Abu Musa al-Asy’ari.
4. Melalui keterangan seorang Tabi’in yang tsiqat (terpercaya) yang
menerangkan seseorang itu adalah sahabat.
5. Pengakuan sendiri oleh seorang yang adil bahwa dirinya adalah seorang
sahabat. Pengakuan tersebut hanya dianggap sah dan dapat diterima
selama tidak lebih dari seratus tahun sejak wafatnya Rasulullah saw.2
2
Basri Ibrahim, “Kedudukan Sahabat Dan’adalahnya Dalam Periwayatan Hadis,” Jurnal
Sintesa 7, no. 2 (2008): 4.
Hal ini berdasarkan pada Hadis Nabi Muhammad saw. yang menyatakan:

“Apakah yang kamu lihat pada malammu ini? Maka sesungguhnya sudah
berlalu seratus tahun tiadalah yang tinggal dari golongan orang sekarang
ini (sahabat) di atas permukaan bumi ini. (HR. Bukhari-Muslim)”
Abu al-Husain Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi atau
Imam Muslim, seorang ahli Hadis terkenal mengelompokkan sahabat-
sahabat Rasulullah saw. ke dalam dua belas peringkat (derajat)
berdasarkan peristiwa yang mereka alami atau saksikan.
Peringkat pertama adalah as-Sabiqun al-Awwalun (mereka yang
pertama kali masuk Islam), dimulai dari Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan seterusnya. Peringkat
kedua, mereka yang tergabung ke dalam Daran Nadwah (gedung
pertemuan bagi orang-orang quraisy yang pada masa sebelum dan awal
Islam), yang ketika Umar mengatakan, keislamannya mereka
membawanya menghadap Rasulullah saw., lalu membaiatnya. Peringkat
ketiga mereka yang ikut hijrah ke Habsyah (Abessina). Peringkat keempat,
mereka yang membaiat Nabi saw. di Aqabah pertama. Peringkat kelima,
mereka yang membaiat Nabi saw. di Aqabah kedua.
Peringkat keenam, orang-orang Muhajirin yang pertama menemui
Nabi ketika beliau tiba di Quba sebelum memasuki kota Madinah pada
waktu hijrah. Peringkat ketujuh, mereka yang ikut dalam perang Badar.
Peringkat kedelapan, mereka yang berhijrah kesuatu tempat antara Badar
dan Hudaibiyah. Peringkat kesembilan, mereka yang tergabung dalam
kelompok Baiat ar-Ridwan (Baiat yang dilakukan oleh kaum muslim
ketika terjadi gazwah/perjanjian Hudaibiyah). Peringkat kesepuluh,
mereka yang ikut hijrah antara Hudaibiyah dan al-Failah (Penakluk
Makkah). Peringkat kesebelas, berdasarkan urutan masuk Islam. Peringkat
kedua belas, para remaja dan anak-anak yang sempat melihat Rasulullah
saw. pada waktu penolakan kota Makkah dan haji wadak serta tempat-
tempat lain. Jumlah orang yang mendapat predikat sahabat pada waktu
Nabi Muhammad saw. wafat sekitar 114.000 orang, yakni para pengikut
Nabi Muhammad saw. dan secara nyata melihatnya dan memeluk Islam.

C. Siapa saja yang dapat di sebut sebagai sahabat nabi ?


Ibnu faris rahimullah seorang ahli bahasa menjelaskan dalam mu’jamu
maqayisil lughah (III/335) pasal sha-ha-ba, mengatakan: “(himpunan tiga huruf
itu) menunjukkan penyertaan sesuatu dan kedekatan nya dengan seseorang yang
bersama nya. Bentuk jamaknya ialah shuhhab sebagaimana kata rakib bentuk
jamaknya rukkab. Sama seperti kalimat ‫فُالَ ٌن‬ ‫ب‬
َ ‫َأص َح‬
ْ  (ashhaba fulan), artiya menjadi
tunduk. Dan kalimat ashabar rajalu,  yang artinya jika anaknya telah baligh, dan
segaa sesuatu yang menyertai sesuatu maka boleh dikatan telah menjadi
sahabatnya”.3
             Dalam mu’jamul–wasith (I/507) disebutkan, “shahabahu, ialah rafaqahu
(menemaninya). Ishtashhaba syai’an artinya lazamahu (menyertaiya). Ash-shahib,
ialah al-murafiq (teman), pemilik sesuatu, pelaksana suatu pekerjaan. Dipakai
juga untuk orang yang menganut sbuah mazhab atau pendapat tertentu.
             ‫الص َحابِ ُّي‬ (ash-Shahâbi)
َّ ialah orang yang bertemu Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam , beriman kepadanya, dan meninggal (wafat) dalam keadaan


muslim.
             Dalam kitab al-Ifshah fil-Lughah, halaman 708 disebutkan: "Ash-
shuhbah, artinya ُ‫ال ُْم َعا َش َرة‬ (al-mu'asyarah, pergaulan)".

             Tidak ada penjelasan dari pakar bahasa yang mensyaratkan penyertaan
tersebut harus dalam jangka waktu tertentu atau menyebutkan batasan tertentu
selain penyertaan secara mutlak, untuk jangka waktu yang lama maupun singkat.
Oleh sebab itu, Ibnu Fârist menyebutkan  bahwa asal kata ash-shuhbah, maknanya
penyertaan dan kedekatan.

3
Muhammad Syafi’i, “AQIDAH: Makalah Aqidah Keutamaan Sahabat Nabi,” AQIDAH
(blog), 18 Juni 2015, 4, http://syafiimuhammad20.blogspot.com/2015/06/makalah-aqidah-
keutamaan-sahabat-nabi.html.diakses pada tanggal 16 desember 2021.
Ibnu taimiyah mengatakan dalam majmu’ fatawa (IV/464): “shuhbah ialah
istilah yang digunakan untuk orang-orang yang menyertai Rasulullah SAW dalam
jangka waktu yang lama maupun yang singkat. Akan tetapi, kedudukan setiap
sahabat ditentukan oleh jangka waktu ia menyertai Rasulullah SAW. Imam ahmad
rahimullah dan imam Al-Bukhari mengatakan bahwa: “Siapa yang menyertai
belau setahun, sebulan, sehari, sesaat, atau melihat beliau sekilas lalu beriman,
maka ia terhitung sebagai sahabat nabi”. Derajat masing-masing ditentukan sesuai
jangka waktunya dalam menyertai Rasululah”.
             Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah dalam al-Ihkam (V/89) berkata:
"(Yang disebut) sahabat, ialah semua orang yang telah duduk bersama Rasulullah
SAW meski hanya sesaat dan mendengar perkataan beliau meski hanya satu
kalimat atau lebih, atau menyaksikan beliau secara langsung, dan tidak termasuk
kaum munafik yang sudah dikenal kemunafikannya dan mati dalam keadaan
munafik,Dan tidak termasuk orang-orang yang diusir oleh Rasulullah SAW
karena alasan yang patut, misalnya kaum banci dan orang-orang semacam itu.
Siapa saja yang telah memenuhi kriteria tersebut, maka ia berhak disebut sahabat.
Semua sahabat termasuk (sebagai) imam panutan,dan diridhai. Kita wajib
menghormati mereka, mengagungkan mereka, memohon ampunan bagi mereka
dan mencintai mereka. Sebiji kurma yang mereka sedekahkan lebih utama
daripada seluruh harta yang disedekahkan oleh selain mereka. Kedudukan mereka
di sisi Rasulullah SAW lebih utama daripada ibadah kita seumur hidup, baik yang
masih kanak-kanak maupun yang sudah baligh. An-Nu'man bin Basyir, Abdullah
bin Az-Zubair, Al-Hasan dan Al-Hushain bin 'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
anhum masih berusia sekitar sepuluh tahun ketika Rasulullah SAW wafat.
Adapun Al-Hushain, ketika Rasulullah SAW wafat ia masih berusia enam tahun.
Mahmud bin ar-Rabi' berusia lima tahun ketika Rasulullah SAW wafat, ia masih
ingat semburan Rasulullah SAW ke wajahnya dengan air yang diambil dari sumur
mereka. Mereka semua termasuk sahabat terbaik, riwayat-riwayat mereka dari
Rasulullah SAW diterima sepenuhnya, baik dari kalangan pria, wanita, budak
maupun orang merdeka.
            
D. Nash-nash tentang keutamaan sahabat Nabi
Keutamaan sahabat Nabi, serta tingginya kedudukan dan derajat mereka
merupakan perkara yang sudah dimaklumi oleh semua kalangan. Terdapat banyak
dalil, baik dari Al-Qur’ân maupun Sunnah yang menerangkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: Muhammad itu
adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka
ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injîl; yaitu seperti tanaman mengeluarkan
tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia
dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.4
Ayat ini mencakup seluruh sahabat Nabi Radhiyallahu anhum, karena
mereka seluruhnya hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara itu, hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menyebutkan keutamaan para sahabat tidak sedikit. Dalam kitab Shahîhain, al-
Bukhâri dan Muslim diriwayatkan dari hadits ‘Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu
anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َأح ِد ِه ْم‬ ِ
َ ُ‫ين َيلُو َن ُه ْم مُثَّ جَي يءُ َق ْو ٌم تَ ْسبِ ُق َش َه َادة‬
ِ َّ
َ ‫ين َيلُو َن ُه ْم مُثَّ الذ‬
ِ َّ ‫خير الن ِ يِن‬
َ ‫َّاس َق ْر مُثَّ الذ‬ َُْ
ِ ِ
ُ‫مَي ينَهُ َومَي ينُهُ َش َه َادتَه‬
Sebaik-baik manusia ialah pada zamanku, kemudian zaman berikutnya, dan
kemudian zaman berikutnya. Lalu akan datang suatu kaum yang persaksiannya
mendahului sumpah, dan sumpahnya mendahului persaksian.

4
“Keutamaan Sahabat Nabi | Almanhaj,” 11 Desember 2012, 3,
https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, mereka ialah sebaik-baik
manusia. Akan tetapi, musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap mencela
sebaik-baik manusia yang telah dipuji oleh sebaik-baik hamba yang tidak berucap
dengan hawa nafsu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, kurun
beliau dan kurun para sahabatnya ialah sebaik-baik kurun secara mutlak. Tidak
ada kurun yang lebih baik daripada kurun mereka. Barang siapa mengatakan
selain itu, maka ia termasuk zindîq (orang sesat).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan kita agar tidak


menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak
menyimpang dari jalan beliau, manhaj, sunnah dan syariatnya. Semua perkataan
dan perbuatan diukur menurut perkataan dan perbuatan Rasulullah. Baru bisa
diterima bila selaras dengan perkataan dan perbuatan beliau, dan tertolak bila
menyelisihinya. Seseorang yang mengucapkan perkataan dan mengerjakan
perbuatan yang menyelisihi perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam , berarti ia termasuk yang menentang Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia termasuk rendah dan
terhina.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman.
ٍ ‫ادو َن اللَّه ورسولَه ُكبِتُوا َكما ُكبِت الَّ ِذين ِمن َقبلِ ِهم ۚ وقَ ْد َأْنزلْنَا آي‬ ِ َّ ‫ِإ‬
‫ات‬َ َ َ ْ ْ ْ َ َ َ ُ ُ ََ َ ُّ َ‫ين حُي‬َ ‫َّن الذ‬
ِ ِ ٍ
ٌ ‫اب ُم ِه‬
‫ني‬ َ ‫َبِّينَات ۚ َول ْل َكاف ِر‬
ٌ ‫ين َع َذ‬
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat
kehinaan, sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat
kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan
bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan. [al-Mujâdilah/58 ayat
5].
Di antara bentuk penentangan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling keji ialah mencaci para wali-
Nya. Dan wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling mulia setelah para nabi
dan rasul-Nya, ialah para sahabat yang telah dipilih oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk menyertai Nabi-Nya, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Referensi: https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html

E.  Faktor-faktor yang menyebabkan para sahabat meraih keistimewaan dan


keutamaan
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata: “Janganlah kalian mencela
sahabat Muhammad. Sesungguhnya, amal perbuatan salah seorang dari mereka
sesaat, (itu) lebih baik daripada amal salah seseorang di antara kalian selama
hidupnya”.
Kesempatan dapat menyertai dan bertemu dengan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam merupakan anugerah yang tidak dapat tergantikan oleh apapun.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih di antara para hamba-Nya untuk
menyertai rasul-Nya dalam menegakkan agama-Nya di muka bumi. Manusia-
manusia pilihan ini, tentu memiliki kedudukan istimewa dibanding yang lain.
Karena pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mungkin keliru.
Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata: “Barang siapa di antara
kalian ingin mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang sudah
wafat. Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat dari fitnah
(kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Mereka merupakan generasi terbaik umat ini, generasi yang paling baik
hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ada, kaum yang
telah dipilih Allah menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya.
Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan
akhlak dan agama mereka semampu kalian, karena mereka merupakan generasi
yang berada di atas Shirâthal- Mustaqîm.”
Beliau Radhiyallahu anhu juga berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala melihat hati para hamba-Nya. Allah menemukan hati Muhammad
adalah sebaik-baik hati hamba-Nya. Allah memilihnya untuk diri-Nya dan
mengutusnya dengan membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para
hamba setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati sahabat-sahabat beliau
adalah sebaik-baik hati hamba. Maka Allah mengangkat mereka sebagai wâzir
(pembantu-red) Nabi-Nya, berperang demi membela agama-Nya. Maka apa yang
dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Dan
apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi-Nya”.
Dari perkataan Ibnu Mas’ûd di atas, kita dapat mengetahui beberapa
keistimewaan para sahabat dibandingkan kaum muslimin lainnya. Yaitu:
1) Para sahabat Nabi merupakan generasi terbaik yang ditempa langsung oleh
tangan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
2) Kedudukan seorang sahabat nabi sesaat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam lebih utama daripada amal seseorang sepanjang hayatnya.
3) Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling bersih hatinya. Sahabat
Nabi merupakan generasi yang paling dalam ilmunya.
4) Sahabat Nabi merupakan generasi yang tidak suka mengada-ngadakan
sesuatu dalam urusan agama.
5) Sahabat Nabi merupakan generasi yang selamat dari bid’ah.
6) Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling baik akhlaknya. Sahabat
Nabi merupakan generasi yang dipilih Allah sebagai pendamping Nabi-
Nya.
7) Para sahabat merupakan orang-orang yang beruntung mendapat doa
langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
8) Sahabat Nabi sebagai pengawas dan pengaman umat ini. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bintang-bintang
itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang itu lenyap maka
akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah pengaman
bagi sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang apa yang telah
dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman bagi umatku,
jika sahabatku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas
umatku.
9) Sahabat Nabi sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai
pedoman dalam memahami Al-Qur`ân dan Sunnah.
‫ني ِملَّةً َوِإ َّن َه ِذ ِه‬ ِ ِ ِ َ‫َأاَل ِإ َّن من َقْبلَ ُكم ِمن َْأه ِل الْ ِكت‬
َ ‫اب ا ْفَتَرقُوا َعلَى ثْنَتنْي ِ َو َسْبع‬ ْ ْ َْ
‫اح َدةٌ يِف اجْلَن َِّة‬ِ ‫ان وسبعو َن يِف النَّا ِر وو‬
ََ
ِ ِ ِ‫الْ ِملَّةَ سَت ْفرَتِ ُق علَى ثَاَل ٍث وسبع‬
ُ ْ َ َ َ‫ني ثْنت‬ َ َْ َ َ َ
‫َأص َحايِب‬ ِ ِ
َ ‫َوه َي َما َأنَا َعلَْيه‬
ْ ‫الي ْو َم َو‬

Ketahuilah, sesungguhnya Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah-belah


menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya umat ini juga akan terpecah
menjadi 73 golongan. Tujuh 72 di antaranya masuk neraka, dan satu
golongan di dalam surga, yakni golongan yang mengikuti pedoman yang
aku dan para sahabatku berada di atasnya.

Sangat banyak sekali keutamaan Nabi SAW, yang disebutkan dalam


Al-qur’an dan Sunnah, di antaranya :
1. Para sahabat yang di ridhai Allah

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) dari


golongan muhajirindan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun Ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir
sungai-sungai didalammya selama-lamanya. Mereka kekal didalamnya.
Itulah kemenangan yang besar. (QS: At-Taubah ayat ayat 100)

2. Allah memuji amalan para sahabat


Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia
Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat
dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih
yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu
menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.
(QS: Al-FAth ayat 29)

Tidak ada penelitian yang mendetail terkait jumlah sahabat nabi.


Namun disana ada beberapa ucapan ulama yang menyatakan bahwa
jumlahnya lebih dari 100.000 (Seratus Ribu)
Abu Zur’ah Ar-Razi berkata : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
wafat, beliau memiliki 112.000 sahabat, yang mereka mendengar darinya dan
meriwayatkan haditsnya.
Sahabat yang mulia adalah abu bakar ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khaththab
dengan kesepakatan ahlussunnah, kemudian Utsman bin Affan, Ali bin Ali
Thalib, berdasarkan pendapat jumhur ulama, kemudian sisa dari 10 orang yang
dijamin Nabi SAW masuk surge, kemudian para sahabat yang ikut perang Badr,
kemudian sahabat yang mengikuti Perang Uhud, Kemudian sahabat yang
mengikuti Baiat Ridhwan.
Sahabat yang pertama Masuk Islam :
1. Dari kalangan laki-laki dewasa : Abu Bakr Ash-Shiddiq
2. Dari Kalangan Anak-Anak : Ali bin Abi Thalib
3. Dari Kalangan Wanita : Khadijah bintu Khuwailid
4. Dari kalangan budak yang sudah bebas : Zaid bin Haritsah
5. Dari kalangan budak : Bilal bin Rabbah
Adapun sahabat yang paling terakhir wafat, dan tidak ada sahabat yang
masih hidup selain beliau setelahnya adalah Abu Thufail Amir bin
WaTsilah AL-Laitsy, meninggal pada tahun 110 H

BAB III
Penutup

1. Sahabat ialah orang yang bertemu Rasulullah saw., dengan pertemuan yang
wajar sewaktu Rasulullah saw. masih hidup, dalam keadaan Islam dan
beriman. Maksud kata “bertemu” disini adalah “bergaul”. Jadi, orang yang
tidak dapat melihat karena buta misalnya Ibn Ummi Maktum tetapi karena
bergaul dengan Nabi, maka termasuk sahabat.
2. Ada beberapa cara yang dipedomani oleh para Ulama untuk mengetahui
seseorang itu adalah sahabat, yaitu :
a) Melalui kabar mutawatir yang menyatakan bahwa seseorang itu
adalah sahabat.
b) Melalui kabar masyhur dan mustafid.
c) Melalui pemberitaan sahabat lain yang telah dikenal kesahabatannya
melalui cara-cara di atas.
d) Melalui keterangan seorang Tabi’in yang tsiqat (terpercaya) yang
menerangkan seseorang itu adalah sahabat.
e) Pengakuan sendiri oleh seorang yang adil bahwa dirinya adalah
seorang sahabat.
3. Ibnu taimiyah mengatakan dalam majmu’ fatawa (IV/464): “shuhbah ialah
istilah yang digunakan untuk orang-orang yang menyertai Rasulullah SAW
dalam jangka waktu yang lama maupun yang singkat. Akan tetapi,
kedudukan setiap sahabat ditentukan oleh jangka waktu ia menyertai
Rasulullah SAW. Imam ahmad rahimullah dan imam Al-Bukhari
mengatakan bahwa: “Siapa yang menyertai belau setahun, sebulan, sehari,
sesaat, atau melihat beliau sekilas lalu beriman, maka ia terhitung sebagai
sahabat nabi”. Derajat masing-masing ditentukan sesuai jangka waktunya
dalam menyertai Rasululah.
4. Dari perkataan Ibnu Mas’ûd, kita dapat mengetahui beberapa keistimewaan
para sahabat dibandingkan kaum muslimin lainnya. Yaitu:
a) Para sahabat Nabi merupakan generasi terbaik yang ditempa langsung oleh
tangan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
b) Kedudukan seorang sahabat nabi sesaat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam lebih utama daripada amal seseorang sepanjang hayatnya.
c) Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling bersih hatinya. Sahabat
Nabi merupakan generasi yang paling dalam ilmunya.
d) Sahabat Nabi merupakan generasi yang tidak suka mengada-ngadakan
sesuatu dalam urusan agama.
e) Sahabat Nabi merupakan generasi yang selamat dari bid’ah.
f) Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling baik akhlaknya. Sahabat
Nabi merupakan generasi yang dipilih Allah sebagai pendamping Nabi-
Nya.
g) Para sahabat merupakan orang-orang yang beruntung mendapat doa
langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
h) Sahabat Nabi sebagai pengawas dan pengaman umat ini. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bintang-bintang
itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang itu lenyap maka
akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku adalah pengaman
bagi sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang apa yang telah
dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman bagi umatku,
jika sahabatku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas
umatku.
i) Sahabat Nabi sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai
pedoman dalam memahami Al-Qur`ân dan Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Basri. “KEDUDUKAN SAHABAT DAN’ADALAHNYA DALAM
PERIWAYATAN HADIS.” Jurnal Sintesa 7, no. 2 (2008).
“Keutamaan Sahabat Nabi | Almanhaj,” 11 Desember 2012.
https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html.
Syafi’i, Muhammad. “AQIDAH: Makalah Aqidah Keutamaan Sahabat Nabi.”
AQIDAH (blog), 18 Juni 2015.
http://syafiimuhammad20.blogspot.com/2015/06/makalah-aqidah-
keutamaan-sahabat-nabi.html.

Anda mungkin juga menyukai