Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perkembangan Hadist

Sejarah Perkembangan Hadist


Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama yang diperintahkan Allah
menyebarkan ajaran agama islam melalui malaikat Jibril. Sehingga segala
sesuatu yang dilakukan, diucapkan dan diputuskan beliau akan disebarkan
kepada umat yang tidak menyaksikan secara lansung. Hadist yang diterima
oleh para sahabat cepat terbesar dikalangan masyarakat, karena pada
umumnya para sahabat sangat menanti untuk memperoleh hadits nabi dan
mengamalkannya kepada orang lain.
Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa
lahirnya hadits serta segala sesuatu yang mempengaruhi hadits dari masa
ke masa, para ulama Muhaditsin membagi periode sejarah hadits menjadi
tiga periode yaitu periode masa Rasulullah SAW, masa sahabat, masa baiin;
masa pentadwinan dan masa setelah pentadwinan. Namun ada juga yang
menebutkan periode sejarah hadits dibagi menjadi lima atau tujuh periode.
M. Hasbih Asy-Shidieqy

membagi periode sejarah hadits

menjadi tujuh

periode sejak periode Nabi Muhammad SAW hingga sekarang yang akan
dipaparkan sebagai berikut.
Masa wahyu dan pembentukan hukum (pada zaman Rasulullah: 13 SH-11 SH)
Periode ini disebut Ash Al-Wahyi wa At-Taqwin yaitu masa turunnya
wahyu dan pembentukan masyarakat islam. Pada periode inilah, hadits lahir
berupa sabda (aqwal), afal dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan alQuran untuk menegakkan syariat islam dam membentuk masyarakat islam.
Para sahabat menerima hadits secara lansung dan tidak langsung.
Penerimaan wahyu secara langsung misalnya, saat nabi memberi ceramah,
khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun
penerimaansecara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat-sahabat
lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan-utusan yang dikirim ke daerah
atau utusan-utusan yang dikirim kepada nabi.
Dalam menyampaikan hadits-haditsnya nabi menempuh beberapa cara
yaitu.

a. Melalui majlis al-ilm, yaitu dilakukan dengan cara berceramah dan


berkhotbah melalui majlis ini para sahabat dapat mengetahui adaya
kemunculan hadits yang baru. Sehingga mereka berusaha

untuk

mengonsentrasikan diri mereka untuk mengikuti majlis tersebut.


b. Melalui sahabat tertentu yang kemudian diampaikan kepada umat yang
lain,hal ini dikarenakan ketika nabi menyampaikan hadits para sahabat
yang bisa hadir hanya beberapa saja atau nabi hanya menyuruh seorang
sahabat menemuinya.
c. Untuk hal-hal sensitif

yang

berhubungan

dengan

keluarga

nabi

menyampaikan hadistnya kepada para istrinya, seperti ketika seseorang


wanita datang kepada nabi untuk bertanya ketika hendak mandi besar
setelah haid, maka nabi menjelaskan kepada istrinya untuk disampaikan
d.

kepada orang tersebut.


Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti yang yang tadi
pada saat futuf makkah dan haji wada, Rasulullah SAW menjelaskan
tentang bidang muamalah, siyasah, jinayah dan hak asasimanusia

kepada umatnya.
e. Perbuatan langsung yang dilihat oleh para sahabat yaitu tentang
jalannya musyahadah, yaitu pada muamalah dan pellaksanaan ibadah.
Pada zaman Rasulullah terdapat hadist masih belum pernah dituliskan
karena:
a. Nabi sendiri pernah malarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu
yang diizinkan beliau sebagai catatan pribadi. Hal tersebut dilakukan jika
prasarana yang dilakukan untuk membukukan hadits sangat sederhana
yaitu dari pelepah kurma yang dikhawatirkan akan sulit membedakan
antara al-quran dan hadits.
b. Rasulullah berada ditengah-tengah umat islam sehingga dirasa tidak
perlu dituliskan pada masa tersebut.
c. Kemampuan baca tulis dikalangan para sahabat sangat minim pada
waktu itu.
d. Umat islam sedang dikonsentrasikan pada Al-quran.
e. Kesibukan umat islam dalam menghadapi perjuangan dawah islam.

Dalam mencari solusi yang kontra diatas para ulama berbeda pendapat.
Diantara mereka berpendapat bahwa hadits yang melarang penulisan
dihapus dengan hadits yang membolehkannya menulis hadits.lebih dari itu
al-Bukhari

berpendapat

hadits

larangan

penulisan

al-Quran

yang

diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri. Bahkan semua hadits larangan


penulisan bersifat dhaif, kurang tepat dijadikan alasan. Dengan demikian
penulisan

hadits

tetap

diperbolehkan

bahkan

diperintahkan

dalam

memelihara sunnah sebagai sumber syariah islamiyah sampai sekarang dan


kesimpulan inilah yang disepakati oleh para ulama.
Masa pembatasan riwayat (masa Khulafaur- Rasyidin: 12-40 H).
Periode ini disebut juga dengan Ash-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min AlRiwayah yaitu masa membatasi menyedikitkan riwayat. Setelah wafat nabi
pada tahun 11 H para sahabat tidak lagi mendengar sabda-sabda,
menyasikan perbuatan-perbuatan dan hal ihwal nabi Muhammad SAW
secara langsung. Kepada umatnya beliau meninggalkan dua pedoman yang
digunakan sebagai dasar pedoman hidup yang digunakan untuk umatnya,
yaitu berupa al-Quran dan hadits.
Periwayatan hadits pada masa sahabat terutama pada mas khulafaurrasyidin sejak tahun 11 H sampai 40 H, belum begitu berkembang. Pada satu
sisi, perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan
penyebaran Al-Quran dan mereka berupaya membatasi periwayatan hadits.
Pada sisi lain meskipun perhatian sahabat berpusat pada Al-Quran, tidak
berarti mereka tidak memegang hadits sebagai pedoman hidup mereka.
Mereka sangat berhati-hati dan membatasi diri dalam meriwayatkan hadits
itu.
Berikut ini dikemukakan sifat khulafaur-Rasyidin dalam periwayatan
hadits.
a. Abu Bakar Al-Shiddiq.
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy Abu Bakar merupakan
sahabat pertama yang sangat berhati-hati dalam periwayatan hadits.

Pernyataan

al-Dzahabiy

ini

didasarkan

akan

sifat

Abu

Bakar

ketika

menghadapi kasus waris untuk seorang nenek.


Karena Abu Bakar sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, maka
jumlah hadits yang diriwayatkan hanya sedikit. Alasan Abu Bakar yang
hanya meriwayatkan hadits yang sedikit karena dia selalu dalam keadaan
sibuk ketika menjadi seorang khalifah, kebutuhan pada hadits tidak
sebanyak zaman sesudahnya dan juga jarak waktu kewafatannya dengan
kewafatan Rasulullah SAW sangat singkat.
b. Umar Bin Khatab.
Umar dikenal sangat berhati-hati dalam periwayatan hadits, hal ini
terlihat ketika Umar mendengar hadits yang disampaikan kepada Ubay bin
Kaab, Umar barulah bersedia menerima riwayat hadits dari Ubay, setelah
para sahabat lain, diantaranya Abu Dzar menyatakan telah mendengar pula
hadits nabi tentang apa yang dikemukakan oleh Ubay.
Kebijakan Umar melarang para sahabat Nabi memperbanyak periwayatan
hadits karena agar umat islam pada waktu itu lebih berhati-hati dalam
periwayatan hadits dan juga konsentrasi kepada Al-quran tidak terganggu.
Sebagian ahli hadits mengemukakan bahwa Abu Bakar dan Umar dapat
menerima hadits apabila disertai saksi atau setidaknya periwayat telah
bersumpah. Pendapat ini menurut al-Sibai, sampai wafatnya Umar juga
menerima beberapa hadits meskipun hanya diriwayatkan oleh satu orang
periwayat hadits.
c. Usman bin Affan.
Secara umum, kebijakan Usman bin Affan tentang periwayatan hadits
tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dijelaskan oleh Abu Bakar dan
Umar. Dalam suatu kesempatan khutbah, Ustman memerintahkan kepada
para sahabat agar tidak banyak meriwayatkan hadits yang mereka tidak
pernah dengar pada masa Abu bakar dan Umar bin Khatab. Pernyataan ini
membuktikan bahwa Umar sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits.
Dengan

demikian,

periwayatan hadits.

para

sahabat

sangat

kritis

dan

hati-hati

dalam

Menerapkan hadits yang telah diriwayatkan oleh khalifah sebelumnya,


karena para sahabat sebelumnya telah bertemu secara langsung dengan

Nabi.
Meneliti secara cermat terhadap periwayat maupun isi riwayat hadits.
Mengikuti jejak Abu bakar yaitu dengan adanya saksi untuk bisa

meriwayatkan suatu hadits.


Meminta periwayat melakukan sumpah sebagaimana telah dipelopori

oleh Ali bin abi Tholib.


Menerima dari satu orang yang terpercaya.
Tidak menganjurkan untuk mencari pendapat orang lain dan melakukan
sumpah apabila dinilai seseorang periwayat hadits tersebut mempunyai
agama yang kuat sehingga tidak mungkin untk berdusta.
Kekhawatiran Usman dalam membukukan hadits adalah tasyabuh atau

menyerupai dengan ahli kitab yaitu Yahudi dan Nasrani yang menggatikan
kitab Allah dan menggatikan dengan kalam meraka dan menepatkan biograf
nabi mereka dalam Al-kitab. Ustman khawatir umat islam meninggalkan AlQuran dan hanya membaca hadits. Jadi Abu bakar dan Umar tidak berarti
melarang

pengkodikasian

Hadits

tetapi

sebelumnya memungkinkan untuk itu.


d. Ali bin Abi thalib.
Ali r.a adalah khulafaur Rasyidin

melihat

yang

juga

kondisi

masa

berhati-hati

yang

dalam

meriwayatkan hadits bahkan beliau tidak mengakui adanya hadits tersebut


tanpa adanya sumpah oleh perawinya. Akan tetapi pada masa Ali r.a, timbul
perpecahan umat islam akibat konflik politik antara pendukung Ali degan
Muawiyah umat islam tepecah menjadi tiga golongan.
Syiah, pendukung setia terhadap Ali, diantara mereka fanatik dan

menjadi pengikut Ali.


Khawarij, golongan berontak yang tidak setuju dengan perdamaian dua
kelompok yang bertikai kelompok ini semula menjadi pendukung Ali

tetapi merasa kecewa karena adanya perdamaian.


Jumhur muslimin, diantara mereka yang mendukung pemerintahan Ali,
ada yang mendukung pemerintahan Muawiyah dan ada pula yang netral
tidak mau melibatkan diri dalam konflik politik tersebut.

Dalam praktiknya ada dua macam cara meriwayatkan hadist yaitu.


Periwayatan lafdzi yaitu periwayatan hadits yang redaksinya atau
matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW, ini bisa dilakukan

apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.


Periwayatan maknawi yaitu yang diperoleh dari beberapa pendapat para
sahabat dalam keadaan darurat karena tidak hafal persis yang dikatakan
oleh Rasulullah SAW maka boleh meriwayatkan secara maknawi. Dengan
cara meriwayatkan hadits yang matannya tidak persis sama dengan yang
didengar dari Rasul SAW, akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga
secara utuh, sesuai dengan yang dimaksud dengan Rasulullah SAW.

Perkembangan Hadist pada Masa Para Sahabat dan Tabiin


Pada masa generasi tabiin dan sahabat-sahabat muda ( 41 H akhir abad 1 H ). Periode
ini disebut Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar (masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak,
Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan
dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas
memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW diharuskan
berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada
sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini,
di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan
untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai
terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan Ali Ibn Abi Thalib, yang
kemudian dinamakan golongan Syiah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang Ali, dan
golongan Muawiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Penyusunan dan Penulisan Kitab-Kitab Hadist
Penyusunan Hadist

Mohammad Mustafa Azami, yang dinamainya dengan Pre-Classical HadistLiterature (masa


sebelum puncak kematangan pengkondifikasian Hadis) membagi periodisasi penghimpunan
Hadis menjadi empat fase, yaitu :
a. Fase pengumpulan dan penulisan Hadis oleh para sahabat
Pada fase ini tercatat sebanyak 50 orang Sahabat yang menuliskan Hadis yang mereka
terima dari Rasul SAW. Diantara Sahabat yang menuliskan Hadis Rasul SAW tersebut adalah
Abu Ayyub al-Anshari (52 H), Abu Said al-Khudri (74 H), Abd Allah ibn Abbas (68 H), Abd
Allah ibn Amr ibn al-Ash (63 H), Abd Allah ibn Masud (32 H), Abd Allah ibn umar ibn alKhaththab (74 H), dan lain-lain.
b. Fase pengumpulan dan penlisan Hadis oleh para Tabiin di abad pertama Hijriah
Azami mencatat sejumlah 49 Tabiin pada fase ini yang mencatat dan menuliskan Hadis
Rasul SAW. Di antara mereka adalah Abran ibn Utsman (105 H), Abd al-Rahman ibn Abd
Allah ibn Masud (79 H), Umar ibn Abd al-Aziz (101 H), Urwah ibn al-Zubair (93 H), dn lainlain.
c. Fase pengumpulan dan penulisan Hadis pada akhir abad pertama Hijriah dan awal abad
kedua Hijriah
Pada fase ini tercatat sejumlah 87 orang Tabiin dan Tabi al-Tabiin yang mempunyai
koleksi dan tulisan tentang Hadis Nabi SAW, seperti Abd al-Aziz ibn Said ibn Sad ibn
Ubadah (110 H), Ali ibn Abd Allah ibn Abbas (117 H), Amr ibn Dinar al-Makki (126 H),
Hisyam ibn Urwah (146 H), Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Xuhri (124 H), dan lain-lain.
d. Fase pengumpulan dan penulisan Hadis pada abad kedua Hijriah
Pada fase ini tercatat sejumlah 251 orang ulama ynag meghimpun dan menuliskan Hadis.
Di antara yang menuliskan Hadis tersebut adalah Aban ibn abu Ayyasy (138 H), Abd Allah
ibn Lahiyah (174 H), Abd al-Rahman ibn Amr al-AuzaI (158 H), Malik ibn Anas (179 H),
Numan ibn Tsabit, Al-imam Abu Hanifah (150 H) dan lain-lain.
Periode ini Hadits-Hadits Nabi saw mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. Umar
ibn Abd Al-Aziz salah seorang khalifah dari dinasti Umayyah yang mulai memerintah
dipenghujung abad pertama hijriah merasa perlu untuk mengambi langkah-langkah bagi
penghimpunan dan penulisan hadits nabi secara resmi, yang selama ini berserakan didalam
catatan dan hafalan para sahabat dan tabiin.

Ulama besar berlomba-lomba membukukan hadits atas anjuran Abu Abbas as-Saffah dan
anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Akan tetapi tidak diketahui lagi, yang mulamula membukukan hadits sesudah Az-Zuhry itu, karena ulama tersebut yang dating sesudah azZuhry seluruhnya semasa.
Para pengumpul pertama hadis yang tercatat sejarah adalah :
1.

Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)

2.

Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)

3.

Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi Ibrl Shabih (w. 160 H)

4.

Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)

5.

Pengumpul pertama di Syam, Al-Auzai (w. 95 H)

6.

Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)

7.

Pengumpul pertama diYaman, Mamar al-Azdy (95-153 H)

8.

Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)

9.

Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)

10.

Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Saad (w. 175 H).


Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua

Hijriah.Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini,
jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1.

Al-Muwaththa, susurran Imam Malik (95 H-179 H);

2.

Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)

3.

Al-jami, susunan Abdul Razzaq As-Sanany (211 H)

4.

Al-Mushannaf, susunan Sybah Ibn Hajjaj (160 H)

5.

Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn Uyainah (198 H)

6.

Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Saad (175 H)

7.

Al-Mushannaf, susnan Al-Auzai (150 H)

8.

Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)

9.

Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid AlAslamy.

10. A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).


11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafii (204 H).
13. Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafii.

Ulama pada abad kedua membukukan hadis dengan tidak menyaringnya. Mereka tidak
membukukan hadis saja, fatwa-fatwa sahabat, bahkan fatwa-fatwa tabiin juga juga dibukukan
bersama. Maka dalam kitab itu terdapat hadis marfu, mauquf, dan hadis maqthu.
Penulisan Hadist
Sejarah penulisan dimulai pada awal masa kenabian, awalnya Rasulullah melarang para
sahabatnya menulis hadist, seperti riwayat dari Abu Said Al Khudry.
Janganlah kalian menulis dari ku, dan barangsiapa yang telah menulis dari ku selain al Quran
maka hapuslah. (HR. Muslim).

Namun di akhir hayatnya Rasulullah mengizinkan penulisan hadits seperti yang


diriwayatkan, dari Abdulllah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,
tulislah! Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali
kebenaran. (HR. Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim).
Para ulama Rabbani mereka mempunyai pendapat akan dua hadits tersebut :
Pendapat pertama, mereka menjamak semua hadits pelarangan dan pembolehan, dan
berpendapat bahwa Rasulullah melarang penulisan hadits karena beberapa sebab.
Pendapat kedua, Ulama berpendapat bahwa hadits-hadits tentang pelarangan penulisan
haditstidak ada yang shohih, karena menurut sebagian para Ulama hadist dari Abu Said di atas
adalah mauquf seperti yang di nukilkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari.
Pendapat ketiga, dari para ulama seperti Imam Al Baghowi, Ibnu Qutaibah, Imam
Nawawi, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimyah mengatakan bahwa hadits hadits pelarangan itu
terhapus dengan hadits hadits pembolehan penulisan hadits , bahkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menukil bahwa ini adalah pendapat jumhur ulama.
Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di kotanya masingmasing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi ke kota lain untuk kepentingan
pengumpulan hadis.
Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di
berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan kitab

Shahih-nya. Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke dalam
kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-tidaknya.
Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk
rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.
a. Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman,
masa, dan lain-lain.
b. Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dhaif yakni dengan men-tashih-kan
hadist
U1ama hadist yang mula-mula menyaring dan membedakan hadist-hadist yang sahih dari
yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat
termasyhur.
Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-Imam AlBukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-jamius Shahil. Di
dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha A1Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.
Sesudah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang mengikuti jejak
Bukhari dan Muslim, di antaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,dan An-Nasai. Mereka menyusun
kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud,
Sunan At-Tirmidzi,dan Sunan An-Nasai. Kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan
masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.
Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini adalah:
1. `Ali Ibnul Madany
2. Abu Hatim Ar-Razy
3. Muhammad Ibn Jarir Ath- Thabari

4. Muhammad Ibn Saad


5. Ishaq Ibnu Rahawaih
6. Ahmad.
7. Al-Bukhari
8. Muslim
9. An-Nasai
10. Abu Dawud
11. At-Tirmidzi
12. Ibnu Majah
13. Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.

Anda mungkin juga menyukai