Anda di halaman 1dari 3

Biografi Sultan Mehmed II

Saturday, 28 January 2012 04:57 administrator


Sultan Mehmed II/Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: Meh med-i sn,
bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (), sang Penakluk, dalam
bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 3 Mei
1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi
Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6
bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu
setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan
Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di Ain Al-Jalut melawan
tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan
banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik
& strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada
zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak
didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu
Bakar As-Siddiq. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel
menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah
diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk
memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah
makamnya. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih
tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah
meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak
pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Usaha Sulthan dalam Menakhlukkan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur
dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan
Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak
negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I.
Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam
memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke
tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada
perang Khandaq.
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha
pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu Anhu.
Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah
Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih
menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah
kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaankerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan
(455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus

IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma
takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.
Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk.
Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai
Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia
mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan
Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada
umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa
dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.
Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah,
semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah
mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha
menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi
dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium
menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II
tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II),
sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan
Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah
Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita
umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan
menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih
terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ulama
terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin
Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah
menghantar beberapa orang ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak
diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan
memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah
gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan,
Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat
berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Quran dalam
waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan
murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu
agama seperti Al-Quran, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak,
sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang
dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan
Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin
untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan
waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sulthan berhasil menghimpun sebanyak 250
ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan
Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di
kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan
tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad,
kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Taala.
Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Quran mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang
tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa
kepada Allah Subhana Wa Taala.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium
di sana. Takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar! terus membahana di angkasa Konstantinopel
seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih
bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Taala.
Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20
Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama
dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid
sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota
Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah
di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih,
akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita
mereka.http://perangku.wordpress.com/2009/09/03/sultan-mehmed-ii-turki/#more-56

Anda mungkin juga menyukai