Anda di halaman 1dari 14

Nama : Zafirah JM , 8b

KISAH PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL

OLEH MEHMED II, KOTA YANG KINI

BERNAMA ISTANBUL

Ibukota Negara Turki yang bernama Istanbul ternyata memiliki

sejarah Islam yang kental. Kota yang diklaim oleh Rasulullah SAW
sebagai kota terindah ini pada dahulu kala merupakan ibu kota dari

kekaisaran Bangsa Romawi Timur yang dikenal dengan sebutan

Konstantinopel.

Awal dari sejarah Istanbul yakni berasal dari sabda Rasulullah SAW

yang mengatakan terkait dengan kepemimpinan. Beliau secara

langsung mengatakan bahwa sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka

yang dapat menaklukkan Konstantinopel.

“Sesungguhnya akan dibuka Kota Konstantinopel, sebaik-baik

pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan

adalah pasukan perang saat itu.” (HR. Imam Ahmad 4/235, Bukhori

139).

Konstantinopel merupakan kota paling penting di dunia pada abad

pertengahan.

Konstantinopel memiliki letak yang sangat strategis dalam segi

ekonomi maupun politik dunia.


Sejak tahun 324 Masehi hingga awal abad ke-15 Masehi

Konstantinopel menjadi ibukota dari Byzantium Romawi Timur.

Konstantinopel terletak di antara benua Asia dan Eropa serta dibelah

oleh Selat Bosporus.

Sabda Rasulullah S.A.W

Maka, sejak saat itu pula sabda Rasulullah SAW menjadi sangat

fenomenal di kalangan umat Islam. Banyak yang kemudian

menjadikan sabda Rasulullah sebagai salah satu impian terbesar

mereka untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT.

Salah satunya yakni Mehmed bin Murad atau yang kini dikenal

dengan sebutan El-Fatih (sang penakluk).


Kehidupan Awal Sultan Mehmed II

Sultan Mehmed II atau Muhammad al-Fatih merupakan pangeran

dari Kerjaan Ustmaniyah, yakni keturunan langsung dari Sultan

Murad II yang dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di

Kota Erdine, ibu kota Kerjaan Ustmaniyah di kala itu.

Didikan dari kerajaan dan sang ayah yang tegas membuatnya tumbuh

menjadi salah satu pemuda yang cerdas, berintelektual tinggi, dan

berani. Beberapa pencapaian luar biasanya sewaktu masih kecil yaitu


kemampuannya dalam berbicara multibahasa seperti Bahasa Yunani,

Latin, Persia, dan Bahasa Arab.

Tidak hanya itu, ia juga telah mampu mengkhatamkan hafalan Alquran

yang berisikan 30 juz secara fasih dan lancar. Meskipun demikian,

sang ayah yang juga merupakan pemimpin dari Kerjaan Ustmaniyah

kala itu juga tidak lupa untuk memberikan berbagai ajaran melalui

para ulama, sebab sang ayah juga menyadari akan tanggung jawab

besar yang kelak akan ia amanatkan kepada sang pangeran.

Mendapatkan Mandat Sebagai Pemimpin

Dengan berbagai kecerdasan yang dimilikinya, Muhammad el-Fatih

pun dengan cepat diangkat menjadi pemimpin Kerjaan Ustmaniyah

pada saat umurnya yang relatif masih muda yakni 19 tahun.

Sabda Rasulullah yang merupakan impiannya sejak dahulu lantas ia

jadikan sebagai salah satu program terbesarnya ketika ia memimpin

sejak tanggal 5 Muharam 855 H atau 7 Februari 1451 M.


Tidak secara langsung menyerang Konstantinopel, ia pun membuat

beberapa kebijakan strategis terlebih dahulu seperti kebijakan

militer dan politik luar negeri. Kebijakan tersebut membuat beberapa

daerah yang memiliki kerjasama dengan Kerajaan Ustmaniyah harus

menghilangkan pengaruh Kerajaan Romawi Timur secara politis dan

militer.

Sultan Mehmed II atau biasa disebut dengan Muhammad Al Fatih

memiliki banyak alasan yang kuat untuk menaklukan Konstantinopel.

Berikut merupakan latar belakang dari penaklukan Konstantinopel,

yakni:

1. Dinasti Utsmani ingin menguasai kegiatan perdagangan

internasional di kawasan Konstantinopel

2. Muhammad Al Fatih ingin meruntuhkan dominasi Byzantium

Romawi Timur di kawasan Timur Tengah

3. Menegaskan kekuatan pengaruh Islam di dunia Internasional


Kejayaan Bizantium

Sebelum ditaklukkan oleh Muhammad el-Fatih, daerah penting dari

Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad ini pada

dasarnya telah diserang oleh beberapa prajurit umat Islam terlebih

dahulu.
Sebab, beberapa bangsa yang mencoba untuk membuktikan sabda

Rasulullah tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk menembus

benteng pertahanan Konstantinopel yang dibuat dengan sangat rumit.

Jalannya Penaklukan

Penaklukan Konstantinopel dimulai pada 6 April 1453 Masehi. Pasukan

Utsmani di bawah pimpinan Al-Fatih berjumlah 150.000 pasukan

dengan senjata-senjata raksasa seperti meriam Basilika yang dibuat

dengan teknologi terbaru pada masa itu.

Selama penaklukan, Al-Fatih memiliki para penasihat dan ahli perang

yang bisa diandalkan. Syeh Aaq Syamsudin, Halil Pasha, dan Zaghanos

Pasha adalah tiga orang tepercaya Al-Fatih dalam melakukan

penaklukan Konstantinopel.

Pertempuran Konstantinopel 1453 berlangsung di darat, laut dan

bawah tanah. Pertempuran darat terjadi di sekitar benteng

Konstantinopel.
Sedangkan pertempuran laut berlangsung di perairan Tanduk Emas.

Selain itu, pertempuran bawah tanah dilakukan melalui penggalian

terowongan dari pasukan Utsmani untuk meruntuhkan struktur

benteng Konstantinopel.

Penaklukan Konstantinopel tak kunjung menunjukkan hasil yang positif

selama berminggu-minggu. Pasukan muslim masih belum mampu

menerobos atau meruntuhkan benteng Konstantinopel, oleh karena

itu dilakukanlah strategi perang

Strategi Perang

Untuk dapat menaklukkan Konstantinopel, Sultan Mehmed II ini telah

mempersiapkan prajurit sebanyak 4 juta orang dengan taktik perang

yang akan dilancarkan dari darat. Penaklukan ini sejatinya tidaklah

mudah, sebab prajuritnya harus mengepung benteng Konstantinopel

selama 50 hari.
Tentu saja, hal ini membuat prajurit dan dirinya sempat putus asa

lantaran pengepungan tersebut benar-benar menguras tenaga,

waktu, pikiran, hingga perbekalan.

Kerajaan Romawi Timur telah membuat pagar kuat di laut sehingga

mustahil bagi musuhnya untuk menyentuh benteng kecuali dengan

melewatinya. Hal ini tidak membuat el-Fatih patah semangat.

Pertahanan dari Bizantium ini justru memunculkan strategi

perangnya yang sangat cerdas dan luar biasa. Ia memutuskan untuk

menggandeng dan melumuri minyak pada

70 kapal besarnya untuk melintasi Galata ke muara dalam waktu

kurang dari satu malam.

Keesokan harinya, Kerajaan Romawi Timur panik dan tidak

menyangka bahwa pasukan el-Fatih akan menyerang Konstantinopel

dengan menyeberangkan kapal-kapal besar mereka melalui jalur

darat.
Kemenangan dan Penaklukan Kota

Dengan strategi perang dari el-Fatih yang menakjubkan tersebut,

akhirnya benteng pertahanan kekaisaran Romawi Timur pun runtuh.

Tembok yang diklaim sebagai simbol kekuatan Bizantium ini pun tak
bersisa sehingga secara langsung kota ini jatuh ke tangan kaum

muslimin.

El-Fatih yang pada saat itu masih berusia 21 tahun akhirnya

memasuki Kota Konstantinopel dan turun dari kudanya untuk

melakukan sujud syukur. Setelah itu, Kota Konstantinopel resmi

menjadi bagian daerah kekuasaan dari Kerajaan Ustmaniyah.

Dampak Penaklukan Konstantinopel

Dalam buku Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern

(2012) karya Wahjudi Djaja, keberhasilan penaklukan Konstantinopel

oleh Al-Fatih dan pasukan Utsmani membawa dampak yang sangat

besar bagi dunia Internasional.

Berikut dampak dari kejatuhan Konstantinopel:

 Perdagangan internasional dunia yang berpusat di

Konstantinopel dapat dikuasai oleh Utsmani.


 Munculnya era penjelajahan samudra oleh bangsa Eropa untuk

mencari sumber dari komoditas perdagangan internasional

 Berakhirnya kekuasaan imperium Romawi dan berakhirnya abad

pertengahan di Eropa

 Munculnya gerakan reformasi gereja, renesains dan masa

pencerahan di Eropa

Istanbul dan Masa Kepemimpinan Mehmed II

Pada masa kepemimpinannya, banyak terobosan yang dilakukan untuk

memakmurkan kerajaan dan masyarakatnya melalui kecerdasannya.

Selain itu, Sultan Mehmed II ini juga mendirikan bangunan yang

penting seperti masjid dengan jumlah lebih dari 300 bangunan, 57

sekolah, hingga 59 tempat pemandian.

Sejarah dari nama Istanbul pun tidak jauh dari perang yang

dilakukan oleh el-Fatih ini. Setelah dapat menaklukkan benteng

Konstantinopel, ia pun kemudian memasuki gereja terbesar di kota


yang indah tersebut. Gereja Hagia Sophia yang merupakan tempat

ibadah pada masa kekaisaran Bizantium kemudian diperintahkannya

untuk dijadikan sebagai masjid.

Tidak hanya itu, sebagai simbol kemenangan pasukan dan umat Islam,

maka Kota Konstantinopel tersebut kemudian diganti menjadi

Islambul yang memiliki arti “Negeri Islam”. Seiring waktu berlalu,

Islambul akhirnya disebut dengan Kota Istanbul.

Anda mungkin juga menyukai