Anda di halaman 1dari 9

Kisah Battle Antara Kalifah Muslim Vs Kerajaan Kristen

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah
SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma ?” Beliau
menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R.
Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan seorang laki-laki. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin
yang membebaskannya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya”.
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Kota benteng

Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium. Perpecahan
tersebut sebagai buntut dari konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat
peradaban kristen. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan
alasan strategis karena berada di perbatasan Eropa dan Asia, baik di darat karena dilalui Jalur Sutera maupun di
laut karena berada diantara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat
kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.

Banyak bangsa mengincar kota ini untuk dikuasai diantaranya bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia,
Khazah, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim
terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada
ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.

Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota yang sekaligus benteng ini dibangun pada
tahun 330 M. oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di
mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahan
Byzantium. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi
lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmarah dan Tanduk Emas (golden horn) yang
dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke
dalamnya. Di samping itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh yang terbentang dari laut
Marmarah sampai Tanduk Emas. Memiliki satu menara dengan ketinggian 60 kaki, benteng-benteng tinggi
yang pagar bagian luarnya saja memiliki ketinggian 25 kaki, selain tower-tower pemantau yang terpencar dan
dipenuhi tentara pengawas. Dari segi kekuatan militer, kota ini dianggap sebagai kota yang paling aman dan
terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar pengaman, benteng-benteng yang kuat dan perlindungan
secara alami. dengan demikian, maka sangat sulit untuk bisa diserang apalagi ditaklukkan.

Kedudukan Konstantinopel yang strategis diillustrasikan oleh Napoleon Bonaparte; ".....kalaulah dunia ini
sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".

Penaklukan Konstantinopel

Banyak serangan yang dilancarkan para khalifah islam dalam rangka penaklukan konstantinopel dalam rentang
waktu 800 tahun lamanya. Namun semuanya mengalami kegagalan sampai penyerangan terakhir yang
dilakukan oleh sultan muhammad II yang bergelar muhammad Al-Fatih.
Usaha pertama untuk mengepung Konstantinopel dilakukan pada tahun 34 H. / 654 M. pada masa pemerintahan
Usman bin Affan. Dia mengirimkan Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. dengan pasukan yang besar untuk
mengepung dan menaklukkannya. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa disebabkan oleh kokohnya
pertahanan Konstantinopel.
Pada masa Bani Umayah tercatat 2 serangan penting yang dilancarkan :
Pertama; yang dilakukan pada masa Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. Dalam usaha penaklukan itu Abu Ayub Al-
Anshari syahid, sebelum wafat Abu Ayyub sempat berwasiat jika wafat ia meminta dimakamkan di titik terjauh
yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis
di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Kedua; adalah yang dilakukan pada masa Sulthan Sulaiman bin Abdul Malik tahun 98 H . Pada saat itu dia
mengirimkan pasukan tentara sejumlah 20.000 orang dan sekitar seratus perahu untuk mengepung dan
menaklukkan Konstantinopel. Pengepungan Konstantinopel berlangsung berbulan bulan dengan pasukan yang
dalam kondisi kritis karena keinginan kuat sang khalifah dalam menaklukkan Konstantinopel. Tetapi usaha itu
belum juga berhasil akibat suhu udara yang sangat dingin. Pasukan itu kemudian ditarik mundur oleh Umar bin
Abdul Aziz setelah dirinya menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik yang mangkat pada saat tentara masih
berada di medan pertempuran.
Di masa khilafahan Abbasiyah berlangsung serangan yang demikian intensif ke Byzantium, namun demikian
usaha ini belum sampai menyentuh Konstantinopel walaupun serangan itu telah menimbulkan gejolak di dalam
negeri Byzantium, khususnya serangan yang dilakukan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid pada tahun 190 H.
Setelah itu upaya penaklukan Konstantinopel dilanjutkan oleh Kesultanan Islam Saljuk di Asia Kecil; seperti
Sulthan Alib Arsalan yang telah berhasil mengalahkan tentara Kaisar Rumanos dari Romawi dengan
pasukannya yang berjumlah kurang lebih 200.000 personil hanya dengan tentara Islam sejumlah 15.000
personil dalam Perang Manzikart pada tahun 464 H/1070 M. Kemenangan Spektakuler ini merupakan titik
perubahan penting dalam sejarah Islam. Sebab peristiwa ini telah melemahkan pengaruh Romawi di Asia Kecil
yang tak lain adalah wilayah-wilayah strategis kekaisaran Byzantium.

Ketika kekhilafahan Abbasiyah yang beribukota di Baghdad dihancurkan oleh serbuan pasukan Mongolia,
muncullah Utsman peletak dasar Kekhilafahan Utsmaniyah. Dengan kekuasaan yang baru lahir dia telah
berhasil menembus laut Marmarah, dengan bala tentaranya dia berhasil membayangi dua kota utama
Byzantium kala itu yakni Azniq dan Burshah. Setelah wafatnya Utsman, Khalifah penggantinya Orkhan
melanjutkan misi pendahulunya. Tahun 727 H/1327M Nicomedia sebuah kota yang berada di barat laut Asia
kecil dekat kota Konstantinopel berhasil ditaklukan.

Sulthan Orkhan sangat peduli untuk merealisasikan apa yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah SAW tentang
akan ditaklukkannya Konstantinopel. Dia telah melakukan langkah-langkah strategis untuk melakukan
pengepungan terhadap ibukota Byzantium dari sebelah barat dan timur pada saat yang bersamaan, agar bisa
merealisasikannya, dia mengirim anaknya yg bernama Sulaiman untuk melintasi selat Dardanela dan
memerintahkannya agar menguasai beberapa wilayah di sebelah barat. Tahun 758 H Sulaiman berhasil
menyeberangi selat Dardanil pada malam hari bersama pasukan kavaleri, tatkala sampai di tepi barat, mereka
berhasil mengambil alih beberapa kapal milik tentara Romawi yang sedang berada ditempat itu, lalu mereka
membawa kapal–kapal ke tepi timur, mengingat tentara Utsmani belum memiliki armada laut sebab kekuasaan
mereka baru saja berdiri. Di tepi timur inilah, Sulaiman memerintahkan pasukannya untuk menaiki kapal-kapal
itu yang membawa mereka ke pantai Eropa. Mereka mampu menaklukkan benteng Tarnab, dilanjutkan ke
Ghalmabuli yang di dalamnya ada benteng Jana dan Apsala serta Rodestu, semuanya berada di selat Dardanela
yang berada diutara dan selatan.

Dengan begitu Sulthan Orkhan telah melakukan sebuah langkah penting dan membuka jalan bagi pemimpin
yang datang setelahnya untuk menaklukkan Konstantinopel. Di Eropa, tentara Utsmani melakukan penaklukan
di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Byzantium, Pada tahun 762 H./1360 M., Sulthan Murad I mengusai
Adrianopel ( Edirne ), sebuah kota yang sangat strategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua setelah
Konstantinopel oleh Byzantium. Dia menjadikan kota ini sebagai ibukota pemerintahannya sejak tahun
768H./1366M. Pada masa kepemimpinan Sulthan Bayazid I terjadi pengepungan Konstantinopel dgn pasukan
yang dipimpinnya sendiri hingga membuat Konstantinopel hampir menemui keruntuhannya. Namun karena
munculnya sebuah bahaya baru (Timur Lenk) yang mengancam pemerintahan Utsmani akhirnya Sulthan
Bayazid menarik mundur pengepungan tersebut.

Pada masa pemerintahan Sulthan Murad II beberapakali usaha penaklukkan Kota Konstantinopel dilakukan.
Bahkan di masanya pasukan Islam beberapakali mengepung kota ini. Adalah Sulthan Muhammad II putera
Sulthan Murad II yang melanjutkan penaklukkan Konstantinopel baik dari ayahnya maupun pendahulunya,
dalam rangka penaklukan konstantinopel dia berusaha untuk memperkuat kekuatan militer Utsmani dari segi
kwantitas hingga mencapai 250.000 personil. Selain membekali pasukan dengan kemampuan tempur dia juga
menanamkan semangat Jihad, Sulthan selalu mengingatkan mereka akan pujian Rasulullah pada pasukan yang
mampu membuka Kota Konstantinopel. Dia selalu berharap, tentara yang dimaksud Rasulullah adalah
tentaranya. Hal ini memberikan dorongan moral serta ruhiyyah yang sangat kuat di benak pasukannya. Selain
itu ia juga memperkuat infrastruktur angkatan bersenjata dan modernisasi peralatan tempur, dengan
membangun benteng Romali Hisyar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik yang paling
strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun pendahulunya yaitu Sulthan Bayazid di
daratan Asia, beliau juga menyiapkan meriam2 yang berukuran sangat besar dalam penaklukan kali ini.

Sebelum serangan dilancarkan, Sultan Muhammad II telah mengadakan perjanjian dengan kerajaan yang
berbatasan langsung dengan konstantinopel diantaranya ialah perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata
yang bersebelahan dengan Byzantine. Ini merupakan strategi yang penting supaya seluruh tenaga dapat
difokuskan kepada musuh yang satu tanpa ada ancaman lain yang tidak terduga.

Selain itu, dalam mempersiapkan penaklukan kota Konstantinopel, Sulthan juga memperkuat armada laut
Utsmani mengingat Konstantinopel adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan
menggunakan armada laut. Disebutkan bahwa kapal perang yang telah dipersiapkan berjumlah 400 unit.
Meriam-meriam besar telah digerakkan dari Adrianopel menuju Konstantinopel dalam jangka waktu dua bulan.

Keseriusan Sultan Muhammad II telah mendorong Kaisar Byzantium berusaha mendapatkan pertolongan dari
negara-negara Eropa. Beliau memohon pertolongan dari gereja Katholik roma , sedangkan ketika itu semua
gereja di Costantinopel menjadi beraliran Orthodoks. Demi mendapatkan bantuan Constantine XI Paleologus
setuju untuk menukar aliran di Costantinople demi menyatukan kedua aliran yang saling bermusuh itu.
Perwakilan dari Eropa telah tiba di konstantinopel untuk tujuan tersebut. Constantine XI berpidato di Gereja
Aya Sofya menyatakan ketundukan Byzantium kepada Katholik Roma. Hal ini telah menimbulkan kemarahan
penduduk Costantinopel yang beraliran Orthodoks. Sehingga ada di antara pemimpin Orthodoks berkata,
"sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantine ini sorban orang Turki (muslim) daripada aku melihat
topi Latin!" Situasi ini telah mencetuskan pemberontakan rakyat terhadap keputusan Constantine XI yang
dianggap telah berkhianat.

Akhirnya pasukan yang dipimpin langsung sultan Muhammad II sampai didekat Konstantinople pada
hari Kamis tanggal 26 Rabiul Awwal 857 H.(6 April 1453 M). bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, dan
tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha mereka merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari
berbagai penjuru kota dengan berbekal 150.000 ribu pasukan , meriam dan 400 kapal perang. Sulthan
Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam, menyerahkan penguasaan kota secara
damai atau memilih perang. Constantine Paleologus bertahan untuk tetap mempertahankan kota. Ia dibantu oleh
Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota dengan benteng tinggi 10-an meter tersebut memang sulit ditembus, selain itu di sisi luar benteng
dilindungi oleh parit-parit dalam. Dari sebelah barat pasukan altileri harus membobol benteng setebal dua lapis
sedangkan dari arah selatan laut Marmara, armada laut turki utsmani harus berhadapan dengan kapal perang
Genoa pimpinan Giustiniani dan di arah timur selat sempit tanduk emas sudah dilindungi dengan rantai besar
hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa melewatinya.

Constantine XI Paleologus telah melakukan negosiasi dengan berbagai tawaran demi untuk menyelamatkan
kedudukannya. Akan tetapi Sulthan muhammad II menolak semua tawaran itu justru sebaliknya ia memberi
saran supaya Costantinople diserahkan kepada Daulah utsmani secara aman. Sultan muhammad II berjanji, jika
Costantinople diserahkan secara aman, tiada seorang pun yang akan diapa-apakan bahkan tidak ada gereja dan
harta benda penduduk Costantinople yang akan dimusnahkan.

Antara isi kandungan ucapannya, "... serahkan kekaisaranmu, kota Costantinople. Aku bersumpah bahwa
tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta dan kehormatan mereka. Mereka yang ingin terus tinggal dan
hidup dengan amat sejahtera di Costantinople, bebas berbuat demikian. Dan siapa yang ingin meninggalkan
kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan".

Keesokan harinya, Sultan Muhammad II telah menyusun dan membagi tentaranya menjadi tiga bagian. Pertama
adalah gugus utama yang bertugas mengepung benteng yang mengelilingi Costantinopel. Di belakang
kumpulan utama itu adalah tentara cadangan yang bertugas menyokong tentera utama. Meriam telah diarahkan
ke pintu Topkopi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa kawasan strategis seperti kawasan-kawasan
bukit di sekitar Kota Byzantine. Armada laut utsmani juga diletakkan di sekitar perairan yang mengelilingi
Costantinople. Akan tetapi kapal-kapal tidak bisa memasuki perairan Tanduk Emas disebabkan rantai raksasa
yang menghalanginya.

Semenjak hari pertama serangan, tentera Byzantine telah berusaha keras menghalangi tentara islam merapat ke
pintu-pintu masuk kota mereka. Tetapi serangan tentera Islam telah berhasil mematahkan halangan itu,
ditambah dengan serangan meriam dari berbagai sudut. Bunyi meriam saja telah menimbulkan rasa takut yang
amat sangat kepada penduduk Costantinople sehingga menghilangkan semangat mereka untuk melawan.

Armada laut utsmani telah mencoba beberapa kali untuk melepas rantai besi di Tanduk Emas. Dan pada saat
yang sama, mengarahkan serangan ke kapal-kapal Byzantine dan Eropa yang tiba untuk menyerang. Namun
usaha ini tidak berhasil, kegagalan armada turki memberikan semangat kepada tentara Costantinople untuk
terus bertempur. Pada saat yang sama para pendeta berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan penduduk
supaya banyak bersabar serta terus berdoa kepada Tuhan supaya menyelamatkan Costantinopel. Constantine XI
Paleologus juga sering bolak-balik ke Gereja Aya Sofya untuk tujuan yang sama.

Walaupun begitu, kepungan armada laut sultan muhammad II masih belum berhasil menerobos masuk
disebabkan oleh rantai besi yang melindungi Tanduk Emas. Pada saat yang sama, para mujahidin tetap terus
melancarkan serangan sehingga pada 18 April 1453M, pasukan penyerang berhasil meruntuhkan tembok
konstantinopel di Lembah Lycos yang terletak di sebelah barat kota namun dengan cepat tentara constantine
berhasil menumpuk reruntuhan sehingga benteng kembali tertutup.

Pada hari yang sama, beberapa buah kapal perang utsmani mencoba melewati rantai besi di Tanjung Emas.
Akan tetapi, gabungan armada laut Byzantine dan Eropa berhasil menghalanginya bahkan banyak kapal perang
utsmani yang karam oleh serangan armada laut eropa dan Byzantium.

Dua hari setelah serangan itu, terjadi sekali lagi perang laut antara kedua belah pihak. Sultan Muhammad II
sendiri mengawasi pertempuran dari tepi pantai. Saat itu juga, Sultan menunggang kudanya sehingga ke tepi
laut sambil berteriak dengan sekuat tenaga untuk memberikan semangat. Kesungguhan Sultan Muhammad II
berhasil menaikkan semangat tentaranya. Namun, gabungan armada eropa dan konstantinopel berhasil
mematahkan serangan mujahidin walaupun mereka bersungguh-sungguh melancarkan serangan demi serangan.
Kegagalan tersebut menyebabkan Sultan mengganti Palta Oglu dengan Hamzah Pasha.

Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kekhawatiran kepada tentara utsmani. Khalil Pasha yang
merupakan wazir/menteri ketika itu mencoba membujuk Sultan supaya membatalkan serangan serta menerima
saja perjanjian penduduk Costantinople untuk tunduk kepada Daulah utsmani tanpa menaklukannya. Saran itu
ditolak mentah-mentah oleh Sultan. Kini tinggal memikirkan cara supaya armada laut turki utsmani bisa
melewati tanduk emas.

Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Sampai akhirnya
sebuah ide yang terdengar bodoh dikemukakan namun akhirnya dilakukan. Ide tersebut adalah memindahkan
kapal-kapal perang yang berada di perairan selat bosporus ditarik melalui darat untuk menghindari rantai
penghalang. Hanya dalam semalam 70-an kapal bisa memasuki wilayah perairan Golden Horn ( Tanduk Emas )
melalui jalur darat yang memiliki perbukitan yang tinggi dan terjal. (dari yang saya pernah baca teknisi
menggunakan 2 buah gelondongan kayu yang diapit menjadi satu sehingga bagian bawah kapal yang lebih
lancip bisa melewati celah antara gelondongan untuk mempermudahnya kayu2 diolesi minyak sehingga licin,
susunan kayu2 itu membentuk jalur yang menghubungkan 2 laut yang berbeda).
Pada subuh pagi tanggal 22 April, penduduk kota yang lelap itu terbangun dengan suara pekik takbir tentara
Islam yang menggema di perairan Tanduk Emas. Orang-orang di konstantinopel gempar, tak seorangpun yang
percaya atas apa yang telah terjadi. Tidak ada yang dapat membayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi
hanya dalam semalam. Bahkan ada yang menyangka bahwa tentara sultan mendapat bantuan jin dan setan
!!??.... Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang
Byzantium mengatakan:

“kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini.
Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-
puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa
yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,”

Dengan posisi tentara islam yang semakin kuat, Sultan Muhammad II melancarkan serangan besar-besaran ke
benteng terakhir konstantinopel. Tembakan meriam yang telah mengkaramkan sebuah kapal dagang di Tanjung
Emas, menyebabkan tentara Eropa yang lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui
kota Galata. Semenjak keberhasilan kapal mujahidin memasuki perairan Tanjung Emas, serangan dilancarkan
siang dan malam tanpa henti.

Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" yang menggema di segala penjuru Costantinople telah memberikan
serangan psikologis kepada penduduk kota itu. Semangat mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman
dari pekikan takbir mujahiddin. Ketika ribut yang belum juga reda, penduduk Costantinople menyadari bahwa
tentara Islam telah membuat terowongan untuk masuk ke dalam pusat kota. Ketakutan melanda penduduk
sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak kaki sendiri. Kalau-kalau tentara 'turki' keluar dari dalam bumi !!

Sultan Muhammad II yakin bahwa kemenangan semakin tiba, mendorong beliau untuk terus berusaha agar
Constantine XI Paleologus menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah akibat gempuran meriam.
Sekali lagi Sultan mengirim utusan meminta Constantine XI Paleologus agar menyerahkan Costantinople
secara aman. Costantine telah berunding dengan para menterinya. Ada yang menyarankan supaya mereka
menyerah kalah dan ada pula yang ingin bertahan sampai akhir. Costantine akhirnya setuju dengan pandangan
kedua lantas mengirimkan balasan ,

"... syukur kepada Tuhan karena Sultan memberikan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah.
Akan tetapi Costantine bersumpah untuk terus bertahan hingga ke akhir hayatnya demi takhta... atau mati dan
dikuburkan di kota ini!".

Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya meluruskan niat dan membersihkan
diri di hadapan Allah SWT. Mereka membanyakkan solat, doa dan zikir dengan harapan Allah SWT akan
memudahkan kemenangan. Para ulama pula memeriksa barisan tentara sambil memberi semangat kepada para
mujahidin. Mereka diingatkan tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada' terdahulu
khususnya Abu Ayyub Al-Ansari RA.

"...sesungguhnya apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah ketika kemenangan hijrah, baginda telah pergi ke
rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub telah pun datang (ke Costantinople) dan berada di
sini!" Kata-kata inilah yang membakar semangat tentara islam hingga ke puncaknya.

Pada saat yang sama, penduduk Costantinopel berdoa dirumah dan gereja-gereja mereka dengan khidmat
berharap Tuhan menolong mereka.........

Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857H / 29 Mei 1453 M, serangan umum dilancarkan. Sulthan
Muhammad Al-Fatih sebelum penyerangan umum sulthan memberikan pidato kepada tentara Islam :

“Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah
satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari
hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu
persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam.
Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada
diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat
peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak
berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran”

Diiringi hujan panah, tentara turki islam maju dalam tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian
Army di lapis kedua dan terakhir pasukan khusus Yanissari. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan
suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Penduduk Costantinople telah berada di puncak ketakutan
mereka pagi itu. Mujahidin yang memang menginginkan mati syahid, begitu berani maju menyerbu tentara
konstantinopel.

Tentara islam akhirnya berhasil menembus kota Costantinople melalui Pintu Edirne dan mereka telah berhasil
mengibarkan bendera Daulah utsmani di puncak kota. Constantine XI Paleologus yang melihat kejadian itu
melepas baju perang kerajaannya dan maju bertempur bersama pasukannya hingga menjadi martir dan tak
pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri melarikan diri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya.
Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di
peperangan.

Berita kematian Costantine telah menaikkan lagi semangat tentara Islam untuk terus menyerang. Namun
sebaliknya, bagaikan pohon tercabut akar, tentara konstantinopel menjadi tercerai berai mendengar berita
kematian Rajanya.

Tepat pada hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M, Konstantinopel jatuh
dan berhasil ditaklukan oleh para mujahiddin, Sulthan Muhammad II kemudian dia turun dari kudanya dan
memberi penghargaan pada pasukan dengan ucapannya “MasyaAllah, kalian telah menjadi orang-orang yang
mampu menaklukkan konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan” baru kemudian beliau sujud kepada
Allah SWT di atas tanah, sebagai ungkapan syukur dan pujian serta bentuk kerendahan diri dihadapan-Nya.
Pada hari itu, mayoritas penduduk Costantinople bersembunyi di gereja-gereja sekitar kota. Sultan Muhammad
Al-Fatih berpesan kepada tentaranya supaya berbuat baik kepada penduduk Costantinople. Beliau kemudian
menuju ke Gereja Aya Sofya yang ketika itu menjadi tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota.
Ketakutan jelas terbayang di wajah masing-masing penduduk ketika beliau menghampiri pintu gereja. Salah
seorang pendeta telah membuka pintu gereja, dan Sultan meminta beliau supaya menenangkan penduduk.
Selepas itu, Sultan Muhammad II meminta supaya gereja berkenaan ditukar menjadi masjid supaya Jumat
pertama nanti bisa dikerjakan sholat jumat. Sementara gereja lainnya tetap seperti biasa. Para pekerja bertugas
menanggalkan salib, patung dan menutupi gambar-gambar untuk tujuan sholat. Pada hari Jumat itu, Sultan
Muhammad II bersama para muslimin telah mendirikan sholat Jumat di Masjid Aya Sofya. Khutbah yang
pertama di Aya Sofya itu disampaikan oleh Asy-Syeikh Ak Semsettin. Nama Costantinople kemudiannya
diganti "Islam Bol / Islambul", yang berarti "Kota Islam" dan kemudian dijadikan sebagai ibu kota ketiga
Khilafah Othmaniyyah setelah Bursa dan Edirne .
Atas jasanya Sultan Muhammad II diberi gelar Al-Fatih ( penakluk ), sehingga beliau sering dipanggil Sultan
Muhammad Al-Fatih. Pertempuran merebutkan kota konstantinopel berlangsung dari tanggal 6 april s/d 29 mei
1453, atau hampir 2 bulan lamanya.

Kemenangan kerajaan kristen ..


Penaklukan Wina

Wina, ibukota Republik Austria, saat ini adalah kota yang indah, bersih nan cantik di jantung Eropa. Wina yang
kini berpenduduk sekitar 1,7 juta jiwa, dan diapit oleh sungai Donau (Danube) dan pegunungan dengan hutan
"Wienerwald"-nya, sejak zaman Romawi sudah merupakan tempat strategis dalam lalu lintas Eropa. Di zaman
pertengahan, kekuasaan Kekaisaran Habsburg Austria yang direstui oleh Sri Paus meliputi hampir separuh
Eropa (termasuk Jerman, Polandia, Cekia, Slowakia, Hungaria, Balkan, dsb).

Wina tercatat sebagai wilayah terakhir eropa yang menjadi saksi ekspansi kekhilafahan islam, adalah sultan
sulaiman yang diangkat menjadi khalifah islam pada 20 september 1520 di ibukota turki utsmani islambul /
konstantinopel yang memprakarsai untuk menaklukan wilayah eropa.

Diapun memobilisasi para mujahidin dari seluruh dunia islam untuk ikut dalam ekspedisi ini...tercatat banyak
mujahidin datang dari maroko,mesir,arabia,persia hingga india, lantaran banyaknya mujahidin dari luar turki
praktis mujahidin dari turki menjadi minoritas dibanding mujahidin dari daerah lain. pada tahun pertama
ekspedisi dia sudah menaklukan beograd dan seluruh balkan.

pada era 1520-an eropa sedang terpecah akibat pembaharuan agama oleh marthin luther, pembaharuan ini
berlangsung sampai ketataran politik. kaisar austria yang katolik bersikap represif terhadap rakyatnya yang
tertarik pada ajaran pembaharuan ini. karena sikap yang represif pangeran John Zapolya dari Hungaria meminta
bantuan Sultan Sulaiman karena takut penindasan kekaisaran Austria.

kepungan atas wina pertama (1529)

Pada awal musim panas (Mei 1529) 120.000 mujahidin berangkat dari Konstantinopel menuju Wina, dipimpin
langsung Sultan Sulaiman. Berita ini menyebabkan pengungsian massal penduduk Wina. Seruan bertahan dari
Raja Ferdinand-I hampir tidak mendapat sambutan. Cuma 12.000 tentara dan 5000 penduduk sipil yang siap
mempertahankan kota, sebagian akhirnya desersi.

22 september 1529 (19 Muharram 936 H) pasukan islam sudah mengepung Wina. Yang disebut Wina saat itu
baru cuma distrik-1 sekarang, yakni yang ada di dalam benteng. Sekarang ini, jejak benteng itu adalah "Ring-
strassen", suatu boulevard cantik yang mengelilingi pusat kota.

Sultan Sulaiman mengirim utusan untuk mengabarkan bahwa pasukan Islam tidak akan memasuki Wina jika
Wina menyerah. Bila tidak, maka Wina terpaksa akan dibumihanguskan. Sultan Sulaiman ingin merebut Wina
dengan sedikit mungkin korban di kedua belah pihak. Dari laporan agen maya-mata, Sultan mengetahui, bahwa
peluang Wina untuk bertahan amat sangat kecil. Bangunan benteng kota Wina relatif ringkih. Selain itu rakyat
Austria sedang terpecah karena agama dan raja-raja Eropa lainnya banyak yang menyangkal adanya "ancaman"
dari kekhilafahan islam.

Selama masa pengepungan yang berlangsung tiga minggu, cuma sekali-sekali terjadi bentrokan senjata.
Pasukan muslimin mencoba membobol benteng kota dengan bahan peledak. Serangan umum baru dijadwalkan
pada 14 Oktober. Pada hari itu, sebuah ledakan mengikis pintu gerbang "Kaertner" selebar 80 meter. Mulailah
perang orang per orang. Namun siangnya, Sultan Sulaiman menghentikan pengepungan dan menarik diri.
Alasan sesungguhnya tidak diketahui. Para ahli sejarah hanya bisa berspekulasi. Mungkin Sultan cuma ingin
berhenti sementara, dan toh secara umum, expedisi jihad ini sudah cukup berhasil (Hungaria dan sebagian besar
wilayah timur dan selatan Austria sudah direbut). Kebetulan musim dingin datang agak lebih awal, dan Sultan
cemas, bahwa pasukannya bisa kurang disiplin bila mereka kedinginan. Ada memang legenda yang
menceritakan bahwa sebenarnya kathedral St. Stephan sudah direbut tentara islam, tapi mereka lalu mulai tidak
disiplin dan sibuk mengumpulkan ghanimah ( harta sitaan perang ). Di saat itulah, suatu peleton pasukan Wina
menggempur mereka. Dan Sultan cemas, bila korban pihak kaum muslimin di Wina terlalu besar dibanding di
tempat lain.

Namun secara prinsip Sultan Sulaiman bisa dianggap menang. Raja Ferdinand sudah mau membayar "upeti"
30.000 Gulden per tahun. Namun upeti ini belum bisa dianggap jizyah. Jizyah adalah pajak atas non muslim,
yang hidup dalam Daarul Islam, karena mereka dilindungi, mendapat jaminan sosial, serta tidak terkena
kewajiban zakat dan jihad. Hanya non muslim lelaki dewasa yang mampu yang terkena kewajiban jizyah. Jadi
sistem Islam belum bisa diterapkan di Austria. Austria belum masuk wilayah Daarul Islam.
Kepungan atas Wina kedua (1683)

Lebih dari 150 tahun kemudian, Sultan Muhammad-IV, berniat menyempurnakan pekerjaan pendahulunya,
dengan slogan: "Tempat yang pernah diinjak oleh telapak kuda Sultan, adalah bumi Islam" serta "Makam para
syuhada tak boleh dibiarkan ada di Daarul Kufr". Kesalahan yang terjadi 150 tahun yang lalu juga telah
dianalisa, dan dicoba untuk dihindarkan. Maka mereka berangkat jauh-jauh hari sebelum musim dingin tiba.
Dengan demikian senjata berat mereka bisa dibawa semua dan tak ada yang perlu ditinggal di perjalanan.

Pada 13 juli 1683 (18 Rajab 1094 H), Wazir Akbar Kara Mustafa ditugaskan ke Wina memimpin 300.000
mujahidin. Kembali terjadi pengungsian massal, dan sedikit yang bersedia ikut mempertahankan kota. Kara
Mustafa masih memberi Wina tempo sampai menyerah. Daerah-daerah sekitar Wina mulai mengirim duta
untuk memulai negosiasi perdamaian. Bahkan pada 29 juli 1529, Bratislava (ibu kota Slovakia sekarang)
memohon agar dijaga. Daerah-daerah itu merasa bebas dibawah kekhilafahan Islam dibanding di bawah Kaisar
Habsburg Austria (ingat !! , kekhilafahan islam tidak pernah mengusik agama pribadi seseorang entah dia
katolik atau protestan namun pada masa itu hal ini tidak berlaku bagi kaisaran Austria).

Kara Mustafa masih menunda perintah serbuan umum, karena khawatir, bahwa pasukan muslim akan kurang
disiplin dan merampas apa saja yang ditemuinya untuk diri sendiri. Apalagi banyak pedagang yang ikut dalam
expedisi jihad ini yang siap-siap menjadi tukang tadah. Dengan jumlah prajurit yang besar serta persenjataan
yang canggih, mereka merasa pasti menang. Namun penundaan ini ternyata tidak berakibat positif. Jumlah
manusia dan kuda yang sangat banyak, setiap hari membutuhkan logistik yang besar pula. Orang yang tidak
sabar mulai jalan sendiri untuk mendapat "hasil" dari keikutsertaan mereka dalam ekspedisi ini. Beberapa
oknum pasukan Islam lalu menukar bahan makanan atau senjata dengan perhiasan atau bahkan minuman keras
(!!) dengan tentara dari dalam kota (tentara wina). Dan mereka yang sudah merasa mendapat "hasil" biasa pergi
diam-diam (desersi). Secara umum kedisiplinan mulai turun.

Sementara itu Graf Ernst Ruediger von Starhemberg, panglima Wina, masih sempat mengirim kurir untuk
meminta pasukan bantuan dari negeri-negeri sekutunya seperti Spanyol, Jerman, Polandia, dan Italia. Bahkan
Paus pun mengirim sejumlah besar uang dan senjata. Pada 11 september 1683 sekitar 40.000 pasukan Polandia
dan 70.000 pasukan Jerman, di antaranya 40.000 pasukan berkuda sampai ke Wina. Pada waktu itu sebenarnya
situasi Wina sudah sangat kritis. Namun Kara Mustafa melakukan kesalahan taktis yang fatal: ia salah hitung
jumlah sebenarnya dari pasukan bantuan musuh itu. Akibatnya ia tak memusatkan perhatian menghadapi
pasukan bantuan musuh, melainkan sambil lalu tetap melakukan serangan atas benteng kota Wina.

Akhirnya di suatu tempat yang kini dijuluki Taman Persembunyian orang-orang Turki (Tuerkenschanzpark),
terjadi pertempuran sengit. Pasukan bantuan negara eropa berhasil menembus garis pertahanan pasukan islam,
dan beberapa komandan kekhilafahan turki utsmani yang tidak sabar mulai menyerukan untuk menarik diri.
Akibatnya barisan justru jadi panik porak poranda, kepungan atas Wina pecah, dan tentara islam lari tunggang
langgang. Puluhan ribu akhirnya gugur. Sejumlah besar meriam dan persenjataan canggih lainnya jatuh ke
tangan pasukan wina dan sekutunya.

kekalahan di Wina mengguncang dunia islam, hal ini karena mereka terbiasa mendengar kemenangan tentara
islam dalam setiap pertempuran...hal ini bisa dimaklumi karena selain jumlah yang masif, juga kemampuan
persenjataan yang kuat pada zamannya. Namun yang paling penting adalah disiplin prajurit yang tinggi serta
kesediaannya untuk menyetor nyawanya / mati syahid menjadi faktor penting kemenangan tentara
islam....namun pelanggaran pada banyak faktor pada pengepungan di Wina seperti kedisiplinan dan tamak harta
sitaan perang serta kesalahan taktik menjadi faktor kekalahan telak di Wina. padahal diatas kertas tentara islam
bisa menang.

catatan sedikit:
Kekhilafahan Turki utsmani sebenarnya sudah memiliki tentara reguler yang menerima bayaran secara
teratur..namun penduduk sipil juga ikut dalam ekspedisi ini karenanya bila ada kata2 mujahiddin / tentara islam
kemungkin adalah gabungan antara tentara reguler dengan para penduduk sipil. mujahiddin adalah sebutan
umum untuk para pejuang islam entah dia penduduk sipil / tentara reguler.

Source ;kaskus

Anda mungkin juga menyukai