Anda di halaman 1dari 5

Konstantinopel didirikan oleh Kaisar Romawi Konstantinus I di atas situs sebuah kota yang sudah

ada sebelumnya, Bizantium, yang didirikan pada permulaan masa ekspansi kolonial Yunani,
kemungkinan besar sekitar 671-662 SM. Situs ini terletak di jalur darat dari Eropa ke Asia, dan jalur
laut dari Laut Hitam ke Laut Mediterania, serta memiliki sebuah pelabuhan yang besar dan
masyhur di Tanduk Emas.

Bizantion atau Bizantium adalah sebuah kota Yunani kuno, yang menurut legenda, didirikan oleh
para warga koloni Yunani dari Megara pada tahun 667 SM dan dinamai menurut nama Raja
mereka Byzas atau merupakan Latinisasi dari nama Yunani "Bizantion". Kota ini kelak menjadi
pusat Kekaisaran Bizantium, (Kekaisaran Romawi penutur Bahasa Yunani menjelang dan pada
Abad Pertengahan dengan nama Konstantinopel.

Sosok Al-Fatih memang begitu fenomenal. Semenjak usia 12 tahun ia sudah diangkat menjadi sultan.
Dengan keberhasilannya membebaskan kota Konstantinopel, ia dianggap telah membuktikan hadis
Nabi Muhammad SAW pada 8 abad sebelumnya dan disebut sebagai sebaik-sebaik pemimpin.

1. Menguasai Banyak Bahasa

Dalam bukunya Ali Muhammad Ash-Shalabi menulis, Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ sedikitnya
menguasai tiga bahasa Islam dengan sangat baik yang biasanya dikuasai orang-orang berpendidikan
pad zaman itu, yakni bahasa Arab, Persia, dan Turki.

Selain Ash-Shalabi, Ramzi Al-Munyawi dalam bukunya juga menyebutkan, Sulṭān Muhammad Al-
Fātiḥ menguasai Bahasa Yunani dan 6 bahasa lainnya ketika berusia 21 tahun. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, pada usia itu pulalah A-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel.

2. Mempelajari Banyak Ilmu

Ash-Shalabi menulis dalam bukunya bahwa sejak kecil Muhammad Al-Fatih telah belajar Al-Qur’ān,
hadis, fikih, dan ilmu modern lainnya seperti ilmu berhitung, ilmu falak, sejarah, serta pendidikan
kemiliteran, secara teori maupun praktis. Ayahnya sultan murad

3. Fleksibel, Inovatif dan Penuh Kejutan.

Felix Siauw dalam bukunya menceritakan, Al-Fatih memiliki mata pelajaran favorit, yakni sejarah.
Felix menulis, sejarah adalah salah satu cabang ilmu yang sangat dikuasai oleh pemimpin besar dunia
Islam, seperti Rasulullāh SAW, Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid, dan para sahabat lainnya.

Dengan mempelajari ilmu sejarah itulah, menurut Siauw, Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ kemudian
tumbuh menjadi seorang yang fleksibel, inovatif, dan penuh dengan kejutan.

4. Ahli sejarah

Al-Fatih tidak menjadikan sejarah sebagai masa lalu yang hanya berfungsi sebagai nostalgia dan
romantisme tanpa arah. Namun Al-Fatih mengambil pelajaran dari sejarah sebagai perhitungan dan
perencanaan untuk menentukan keputusan di masa depan. Selain mempelajari sejarah, Muhammad
Al Fatih melakukan 3 persiapan lain untuk menaklukkan kota tersebut. “3 persiapan lainnya yaitu
bergaul dengan Al-Qur’an, menguasai bahasa asing dan mendekatkan diri kepada Allah SWT,”
ungkap ustaz Thabri dihadapan Rektor, Dekan, wakil dekan, dan para undangan lainnya yang hadir
memenuhi gedung baru tersebut.

5. Giat Beribadah

Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik
pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. Inilah janji
Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis. Namun, meski sudah diramalkan oleh Rasulullah SAW,
tidak mudah untuk menaklukan kota Konstantinopel. Banyak raja-raja sebelumnya yang mencoba,
tetapi baru Sultan Al Fatih yang mampu menaklukannya.

Untuk meraih janji Rasulullah itu, tutur Siauw, sang Sultan Muhammad Al-Fatih senantiasa melatih
dirinya dengan karakter ksatria dan mendekakan dirinya pada Allah dengan banyak beribadah

“Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan
di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk,
ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan
Muhammad Al Fatih. Sejarah mencatat Muhammad Al Fatih yang baru berusia 21 tahun berhasil
menggapai sukses besar, menerobos benteng Konstantinopel, setelah dikepung beberapa bulan
maka takluklah Konstantinopel,”

“Muhammad Al Fatih berhasil menaklukkan kota tersebut setelah 825 tahun diturunkan hadis
Rasulullah SAW, Sejak kecil, Sultan Al Fatih sudah memiliki cita-cita untuk menjadi penakluk
Konstantinopel. Apa yang beliau lakukan? Ya, mempersiapkan diri. Beliau mempelajari usaha-usaha
yang pernah dilakukan oleh raja Islam sebelumnya,”

6. Pekerja Keras

“Karena itu, tidak heran, beliau mendapatkan gelar "Al-Fatih" atau "Sang Pembebas" ketika beliau
baru berusia 21 tahun. Sebab prestasi memang tak mengenal umur,”

7. Pemberani

Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ terjun sendiri ke medan laga saat perang. Sang sultan tidak gentar
berperang melawan musuh dengan pedangnya sendiri.

Ash-Shalabi menceritakan, keberanian Al-Fatih tampak dalam sebuah pertempuran di wilayah


Balkan. Saat itu pasukan Turki Uṡtmānĩ tengah berhadapan dengan pasukan Bughanda yang
dipimpin oleh Steven. Saat itu ada moncong meriam telah diarahkan pada pasukannya, sehingga
para pasukan segera tiarap ke tanah.

Untuk menyemangati pasukannya, Al-Fatih berteriak dengan lantang, “Wahai pasukan mujahidin,
jadilah kalian tentara Allāh, dan hendaklah ada dalam dada kalian semangat Islam yang membara.”
Kemudian dengan gagah berani ia memegang tameng dan menghunus pedangnya serta segera
memacu kudanya berlari ke depan dan tak menoleh pada apa pun
8. Cerdas

Kecerdasan Al-Fatih ini terlihat jelas dari pemikirannya yang cemerlang dalam upayanya
membebaskan kota Konstantinopel. Al-Fatih memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di
Baskatasy ke Tanduk Emas dengan cara menariknya melalui jalan darat yang ada di anatara dua
pelabuhan, sebagai usaha menjauhkan kapal-kapal itu dari Galata karena khawatir mendapat
serangan dari pasukan Genova.

Jalan darat yang dilaluinya bukanlah tanah yang datar, namun berupa bebukitan. Melihat kondisi
demikian, Al-Fātiḥ berusaha meratakan tanah hanya dalam hitungan jam. Ia kemudian juga
mendatangkan papan dari kayu yang diberi minyak dan lemak. Setelah itu papan-papan tadi ia
letakan di atas tanah yang sudah rata, yang memungkinkan kapal-kapal pasukannya mudah untuk
ditarik dan berjalan.

Taktik semacam itu merupakan pemikiran yang sangat cemerlang pada masa itu. Kecepatan berpikir
dan kecepatan beraksi Sulṭān Muhammad Al-Fātiḥ memang patut untuk diteladani.

9. Pemimpin yang Adil

Dalam bukunya Ash-shalabi menulis, Al-Fātiḥ telah berinteraksi dengan ahli kitab sesuai dengan
syariat Islam dan memberikan pada mereka hak-hak beragama. “Dia tidak pernah melakukan
perlakuan jahat pada seorang pun dari kalangan Kristen,” terangnya.

Sebaliknya, Al-Fatih justru menghormati para pemimpin agama lain dan berbuat baik kepada
mereka. Slogan yang pernah Al-Fatih katakan adalah, “Keadilan sebagai pondasi kekuasaan.”

10. Memiliki Keteguhan Hati dan Keyakinan

Al-Munyawi mengisahkan dalam bukunya, ketika Konstantin menolak untuk menyerahkan kota
Konstantinopel, Al-Fatih bersiteguh, “Baiklah! Tidak lama lagi aku akan mempunyai singgasana di
Konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan di sana!”

Senada dengan Al-Munyawi, Felix Siauw pun bercerita melalui pesan singkat kepada kumparan,
“Karakter ksatria yang paling menonjol (dari Al-Fatih) adalah keyakinannya pada bisyarah
(nubuwwah) Rasulullah, hingga dia melakukan lebih dari yang lain, hingga hasilnya pun lebih dari
yang lain.”

11. Bersikap Tawakal

Dalam bukunya Siauw menulis, Syaikh Syamsuddin dan Ahmad Al-Kurani sebagai guru Al-Fatih
selalu mengingatkan kepada muridnya bahwa tawakal atau berserah kepada Allāh adalah modal
utama seorang pemimpin. Mereka mengajarkan, semua kemenangan adalah datang dari Allah,
bukan dari selain itu.

Di samping itu, Al-Fatih juga diajarkan untuk tidak berbangga dan berpuas diri. Berbekal pengajaran
dari para gurunya itu, Al-Fatih kemudian menamkan sikap tawadhu atau rendah hati atas semua
pencapaian dan mempelajari kekalahan sebagai pertanda kurangnya ketaatan dan usaha.
Muhammad Al-Fatih kecil tertawa. Tentu saat itu dia masih dipanggil Mehmed, karena gelar
Muhammad Al-Fatih didapat ketika ia telah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Ibu Kota
Imperium Bizantium, Romawi Timur pada usia ke-21.

Tertawanya Al-Fatih karena di awal pertemuan guru barunya Syeikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani,
seorang ulama kurdi, memegang sebilah kayu dan berkata kepada Al-Fatih kecil, “Ayahmu mengirim
saya untuk mendidikmu, serta untuk meluruskanmu jika kamu menolak perintah saya.”

Al-Fatih pun berpikir, guru barunya itu tidak mungkin memukulnya, karena selama ini ia hidup
senang dan keinginannya selalu dituruti oleh orang-orang sekitarnya. Namun, yang dia pikirkan tidak
sesuai dengan kenyataannya. Seketika itu Syeikh Ahmad memukul Al-Fatih dengan keras. Al-Fatih
terkejut mendapat pukulan tersebut. Ia tidak menyangka guru barunya benar-benar memukulnya.
Ketegasan Syeikh Ahmad al Kurani ini membuat Al-Fatih tidak bisa lagi berkutik dan mulai mau untuk
belajar dan mentaati gurunya. Dalam waktu singkat ia pun berhasil menghatamkan Al-Qur’an
sebelum usianya mencapai 8 tahun.

Waktu itu Al-Fatih kecil dikenal sebagai anak yang bandel, tidak taat atas perintah guru, guru-guru
sebelumnya banyak yang mengalah tidak mau melanjutkan mengajari Al-Fatih. Maka, salah satu cara
Sultan Murad II (ayahnya Al-Fatih) dengan menghadirkan guru yang tegas yakni Syeikh Ahmad Al-
Kurani.

Syeikh Al-Kurani lah yang mengajari ilmu-ilmu keislaman yang menjadi pegangan mayoritas ulama
pengajar pada waktu itu. Kepada beliau, Al-Fatih mempelajari berbagai kitab sejarah. Sejak kecil, ia
telah menguasai bahasa Turki, Persia dan Arab; baik untuk kemampuan membaca, menulis,
berbicara dan menerjemahkan. Di masa remajanya ia mempelajari bahasa Yunani, Serbia, Italia dan
Latin. Al-Fatih pun menguasai berbagai ilmu Al-Qur’an, hadits Nabi, fikih dan usul fikih serta
ushuluddin. Ia juga menonjol dalam ilmu sejarah, geografi dan mantiq. Tak ketinggalan ilmu-ilmu
pasti seperti matematika dan falak, serta politik syariah dia kuasai.

Tak hanya itu, Sultan Murad II juga memerintahkan seorang guru lain untuk mengajar putranya,
yaitu Syekh Asy-Syarif Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi, yang digelari “Aaq Syamsuddin”. Beliau
adalah guru spiritualnya Al-Fatih. Bersama dengan Al-Kurani, beliau terlibat dalam pembinaan dan
pendidikan Muhammad Al-Fatih, serta menanamkan dalam dirinya sejak kecil bahwa dialah Sang
pemimpin mujahid yang dimaksudkan dalam hadits Nabi yang ada dalam Musnad Imam Ahmad:
“Sesungguhnya Kontantinopel itu akan ditaklukkan. Maka sungguh panglima (pasukan penakluk
itu) adalah sebaik-baik pemimpin, dan sungguh pasukan (penakluk itu) adalah pasukan terbaik.”

Itulah cara Sultan Murad II dalam mendidik putranya. Beliau melakukan itu semua karena
mempunyai mimpi yang sangat besar yakni menaklukkan konstantinopel dan mimpinya itu
diwariskan pada anaknya dan juga untuk membuktikan bisyarah dari Sang Nabi Saw.

Murad II merupakan sultan keenam Utsmaniyah. Beliau lahir di Amasya (Sebuah provinsi di Turki)
pada 1404. Beliau memerintah setelah ayahnya wafat dari tahun 1421-1452 M. Selama
pemerintahannya, Murad II mampu meredam semua gerakan separatis dalam negeri yang dilakukan
oleh pamannya sendiri yang bernama Mushtafa, yang didukung musuh-musuh pemerintahan
Utsmani. Dia juga dikenal di kalangan rakyat sebagai sosok yang memiliki sifat takwa, adil dan kasih
sayang. Ia sangat mencintai bahasa Arab, bahkan dianggap sebagai sultan pertama yang
mempelajari dan melakoni seni kaligrafi Arab di antara para sultan Utsmani. Ia juga pandai
menggubah syair Arab dan sangat menguasainya.

Selain itu, Murad II juga adalah sosok yang sangat bersahabat dengan putranya. Beliau sering
mengajak Al-Fatih kecil, sehabis shalat Subuh berjalan-jalan dan bercengkerama. Kedekatan antara
ayah dan anak begitu terasa. Beliau juga adalah sosok yang selalu menyemangati dan memotivasi,
membuat Al-Fatih sangat percaya diri.

Murad II selalu mengajak anaknya duduk di puncak menara masjid yang tertinggi, lalu menunjuk
tangannya jauh di sebuah cakrawala dan berkata, “Mehmed, lihatlah! Di depan, jauh di depan sana,
di sanalah Konstantinopel. Kota itu adalah salah satu pusat dari kekufuran. Ibu kota Romawi
Timur yang sangat kuat. Kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Dan engkaulah, insyaallah,
yang akan menaklukkannya kelak.”

Selain peran dari kedua guru yang selalu membimbingnya, satu lagi penyemangat Al-Fatih kecil
dalam merealisasikan bisyarah Nabi SAW adalah perkataan dari sang ayah. Bekal ilmu yang
mumpuni dan semangat dari sang ayahlah menjadi cambuk buat Al-Fatih agar mimpi Murad II dapat
terealisasi yakni melaklukkan Konstantinopel, Imperium Romawi Timur.

Maka, Muhammad Al-Fatih pun bersungguh-sungguh mengerahkan berbagai strategi menjemput


bisyarah Nabi Saw. Dengan izin Allah, benteng yang berdiri kokoh selama 1.123 tahun pun dapat
ditaklukkan oleh Al-Fatih dan para pasukannya. [

KAOS KAKI

Sekedar memakai kaos kaki saat shalat, dibolehkan baik untuk laki-laki dan perempuan. Kalau cuma
sekedar memakai saat shalat, maka tidaklah ada syarat-syarat tertentu kalau memang tujuannya
untuk menghilangkan dingin, panas, atau karena sakit.

Jika tujuannya agar kaos kaki cukup bisa diusap saat berwudhu sebagai gantian dari mencuci kaki,
maka itu adalah keringanan bagi laki-laki maupun perempuan (sama dengan hukum mengusap khuf
atau sepatu, .pen). Namun ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk maksud ini.

Anda mungkin juga menyukai