MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Qur’an dan Hadits
yang Diampu oleh Bapak Bustian, MA
Oleh:
Fikran Firmansyah (2310201014)
2023
A. SEJARAH HADITS PADA ZAMAN NABI
1. HADITS PADA MASA RASULULLAH
Dalam riwayat imam Bukhori, di sebutkan Ibnu Mas’ud pernah bercerita bahwa
Rasulullah menyampaikan Haditsnya dengan berbagai cara sehingga para sahabat
selalu ingin mengikuti pengajian dan tidak mengalami kejenuhan cara tersebut di
antaranya:
Pertama, melalui majlis ilmu, yakni temat pengajian yang diadakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk membina para jamaah di pusat pembinaan atau majlis Al
ilmi. Dengan didirikan nya majelis Ilmi, ada kebijakan lain yang dilakukan oleh
Rasulallah yaitu dengan mengirimkan guru dan khatib ke berbagai wilayah diluar
madinah.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan hadisnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain.
Jika hadis yang disampaikan berkaitan dengan persoalan keluarga dan kebutuhan
biologis, maka hadis tersebut disampaikan melalui istri-istri Nabi sendiri.
Ketiga, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, misalnya ketika haji
wada’ dan fath Almakkah. Ketika menunaikan ibadah haji pada Tahun 10 H, Nabi
menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu kaum
muslimin yang sedang melakukanIbadah haji, isinya terkait dengan bidang
Muamalah, ubudiah Menyampaikan hadis
Keempat, melalui media tertulis atau Rasul mendikte-kan kepada sahabat yang
pandai menulis. Ini menyangkut seluruh surat Rasul yang ditujukan kepada para
raja, penguasa, kepala suku dan gubernur-gubernur muslim. Beberapa di antara
surat tersebut berisi tentang ketetapan-ketetapan hukum Islam seperti ketentuan
tentang zakat, tata cara peribadatan dan sebagain melalui media tertulis.
Disamping para sahabat laki-laki, Rasul-pun mengajar para sahabat wanita Pada
waktu-waktu tertentu secara tersendiri. Sebagaimana diriwayatkan bahwa
sekelompok wanita datang kepada Rasul dan memohon supaya mereka diajar
secara terpisah dari laki-laki, maka Rasul pun mengabulkannya. Beliau selalu
datang mengajar mereka setelah sebelumnya berjanji akan memberikan
pengajaran pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan bahkan banyak dari
kalangan wanita sahabiah yang bertanya langsung kepada Rasul apabila
mendapati masalah yang tidak diketahui hukumnya.
Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa para sahabat semenjak awal telah
memperhatikan benar segala ucapan, perbuatan dan segala perilaku Rasul SAW
karena memang mereka mengetahui bahwa segala apa yang dilakukan oleh Rasul
adalah menjadi sumber ajaran Islam. Dan dengan kelebihan daya hafalan yang
dimiliki para sahabat dan usaha mereka dalam mencari dan menggali ajaran Islam
dari Rasul inilah sehingga umat Islam sampai saat ini menjadi satu-satunya umat
Yang senantiasa menjaga kemurniaan kitab Allah dan hadis Rasulnya yang
Dijadikan sebagai pedoman Hidup.
Pada masa Nabi SAW, hadis tidak Ditulis secara resmi sebagaimana al-Qur’an,
Hal ini dikarenakan adanya larangan dari Nabi. Larangan menulis hadis dari Rasul
Sendiri sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah
SAW Bersabda
Rasulullah SAW telah bersabda, “Janganlah kamu menulis sesuatu yang Berasal
daripadaku, kecuali al-Qur’an, dan Barangsiapa telah menulis daripadaku selain
Al-Qur’an, maka hendaklah ia menghapus kannya1
Namun ketika kekhawatiran Tersebut mulai hilang karena para sahabat Telah
mengetahui dan terbiasa dengan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an, sehingga
mereka bisa membedakan mana ayat al-Qur’an dan mana yang bukan, maka
Rasul mengizinkan mereka untuk menuliskan hadis. Jadi larangan itu bersifat
umum sedangkan Izin hanya berlaku untuk sahabat tertentu.
Tidak semua sahabat selalu bersama-sama Rasul, ada yang sering Bersama-sama
beliau dan ada pula yang hanya sekali-kali, oleh karena itu derajat Para sahabat
berbeda-beda dalam mengetahui hadis Rasul. Di samping itu Rasulpun tidak
selalu memberikan pengajaran umum, hal itu hanya diadakan oleh beliau Pada
saat hari Jum‟at, hari-hari Raya dan waktu-waktu tertentu apabila keadaan
Menghendakinya Cara para sahabat dalam menerima hadis dari Rasul-pun
berbeda-beda, kadangkala dengan cara
1
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, alDarimi dan Ahmad ibn Hanbal. A.J.Wensinck, alMu’jam al-
Mufahras li Alfazh al-Hadis al-Nabawi VI, (Leiden: E.J. Brill, 1936), 176
2
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Hadis,60
1). berhadapan secara langsung dengan Rasul (Musyafahah), kadangkala dengan
cara
3). Mendengar dari sahabat lain yang mengetahui secara langsung dari Rasul
karena sebagaimana telah dikemukakan tidak semua sahabat dapat menghadiri
Majlis Rasul karena Kesibukannya masing-masing3.
Adapun pegangan para sahabat dalam menerima hadis dari Rasul adalah Dengan
kekuatan hafalan mereka, hal ini karena para sahabat yang pandai menulis Sangat
sedikit jumlahnya. Tetapi korisinalan hadis sangat dimungkinkan tetap Terjaga
karena bangsa Arab pada saat itu mempuntai kekuatan hafalan yang luar Biasa,
sehingga merupakan sesuatu hal yang mudah bagi mereka untuk menghafal
Hadis-hadis yang datang dari Rasulullah.
1.Dari majlis-majlis Rasul. Seluruh majlis Rasul adalah majlis ilmu, beliau
Selalu menentukan terlebih dahulu waktu untuk mengajar para sahabatnya Dan
hal ini ditanggapi dengan rasa antusiasme yang tinggi oleh para Sahabat, namun
sebagian mereka ada yang tidak bisa menghadiri majlis Tersebut karena
kesibukannya sehingga hanya bisa bergantian dengan Tetangganya, sebagaimana
dilakukan oleh Umar.
3
Muhammad Abu Zahwi, op. Cit., h. 53. M. Hasbi Ash-Siddieqy, Sejarah Perkembangan, Op. Cit.,
h. 7
3.Kejadian-kejadian yang dialami oleh para sahabat, kemudian mereka
Menanyakan hukumnya kepada Rasul, sehingga Rasul memberikan Penjelasan
tentang hukum kejadian yang ditanyakan. Hal ini sangat sering Terjadi, para
sahabat tidak segan-segan untuk menanyakan sesuatu hukum Yang dialami oleh
mereka kepada Rasul.
Dalam perolehan dan penguasaan hadis, antara satu sahabat dengan sahabat yang
lain tidaklah sama, ada yang memiliki banyak, ada yang se dan g bahkan ada pula
yang sedikit. Hal iniDisebabkan Karena:
•Perbedaan dalam soal hafalan dan kesungguhan bertanya kepada sahabat lain.
Pada masa Kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits adalah
sedikitdan agak lamban. Dalam periode ini periwayatan hadits dilakukan
dengan cara yang ketat dan sangat hati-hati.
Demikian juga halnya dengan Umar, bahwa dia tidak mudah menerima
suatu hadits sebagaimana yang terlihat dalam keterangan berikut. Ketika
Abu Musa al-Asari bertamu kepada Umar, dia mengucapkan salam sampai
tiga kali. Umar mendengarnya, namun tidak menjawab, karena ia mengira
Abu Musa akan menemuinya. Dugaan tersebut melesat ternyata ia berbalik
langsung pulang.
Umar tidak puas atas keterangan Musa, bahkan Umar mengancam untuk
menghukumnya kalau tidak menghadirkan seorang saksi atas keterangan
yang disampaikan Abu Musa tersebut. Dan, pada saat itu tampilah Ubay
ibn Ka’ab memberikan penjelasan tentang kebenaran hadits tersebut.
Sebagaimana halnya Abu Bakar dan Umar, Utsman dan Ali juga sangat
teliti dan hati-hati dalam menerima hadits. Ia pernah mengatakan dalam
khotbahnyaagar para Sahabat tidak banyak meriwayatkan hadits yang
mereka tidak pernahmendengarnya di masa Abu Bakar dan Umar.
Setelah Nabi SAW wafat yakni dalam periode Sahabat, para Sahabat tidak
lagi mengurung diri di Madinah. Mereka telah mulai menyebar ke kota-
kota selain Madinah. Terutama pada masa Khalifah Utsman ibn Affan
terlihat begitu besarmemperluas kekuasaan Islam dan telah meliputi
seluruh Jazirah Arab, wilayahSyam (Palestina, Yordania, Siria, Libanon),
seluruh kawasan Irak, Mesir, Persia,dan kawasan Samarkand.
Pada umumnya, ketika terjadi perluasan daerah Islam, para Sahabat
mendirikan masjid-masjid di daerah baru itu, dan ditempat baru itu
sebagian darimereka menyebarkan ajaran-ajaran Islam dengan
mengajarkan al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Diantara kota-kota yang
banyak terdapat para Sahabat dan aktivitas periwayatan hadits adalah:
a. Madinah
Di kota ini terdapat para Sahabat yang mempunyai ilmu yang luas dan
mendalamtentang haditsd, diantaranya Khulafa al-Rasyidin, Aisyah ra, Ab
Allah ibn Umar,Abu Said al-Khudri, Zaid ibn Tsabit dan lainnya.
b. Mekkah
c. Kufah
d. Basrah
Anas Ibn Malik yang dikenal sebagai Imam fi al-Hadits di Basrah, Abu
Musa al-Asyri, Abn Allah ibn abbas, dan lainnya. Para Sahabat tersebut
melahirkan tokoh terkenal dari kalangan tabiin, seperti Hasan al-Bashri
dan Muhammad ibn Sirrin.
Daftar Pustaka:
https://www.academia.edu/38573756/
MAKALAH_SEJARAH_HADITS_PRAKODIFIKASI_PADA_MASA_RASUL
ULLAH_SAW_SAHABAT_DAN_TABIIN_docx
https://id.scribd.com/document/361456741/Makalah-Hadist-Pada-Masa-Sahabat-
Dan-Tabiin
https://tafsirweb.com/9776-surat-al-hujurat-ayat-6.html
C. Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Tabi’in
1. Definisi Tabi’in dan Perannya dalam Pertumbuhan Sejarah Hadits
Tabi’in menurut asal bahasanya berasal dari bahasa arab yang berarti
pengikut. Sedangkan menurut istilah arti dari Tabi’in adalah orang islam
awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami
asa hidup Nabi Muhammad SAW. Usianya tentu saja lebih muda dari
Sahabat Nabi bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa
Sahabat hidup. Atau bisa juga disebut bahwasannya Tabi’in merupakan
murid Sahabat Nabi. Pada tingkatannya, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
membagi para Tabi’in menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan
sumber periwayatannya, yaitu Para Tabi’in tertua (Kibar at-tabi’in)
mereka yang seangkatan dengan Said bin Al-Musayyab, para Tabi’in
kelompok pertegahan (al-wustha min at-tabi’in) mereka yang seangkatan
dengan Al-Hasan Al-Bashri, para Tabi’in kelompok muda (sighar at-
tabi’in) yang banyak meriwayatkan hadits dari tabi’in tertua contohnya
Ibnu Syihab az-Zuhri, para Tabi’in kelompok termuda yang seangkatan
dengan Sulaiman bin Mihran al-A’masy.4
4
https://googleweblight.com
2. Perkembangan Hadist Pada Masa Tabi’in
Ketika Pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan
islam sampai meliputi Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand, dan
Spanyol, disamping Madinah, Mekkah, Basrah, Syam, dan Khurasan.
Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran
para sahabat ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini
dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadits (Intisyar al-
riwayah ila al-amshar).5 Pada masa ini terdapat kota-kota sebagai pusat
pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai tempat tujuan para Tabi’in
dalam mencari hadits. Kota-kota tersebut ialah Madinah al-Munawarah,
Makkah al-Mukarramah, Kufah, Bashrah, Syam, Mesir, Maghrib (Afrika
Selatan) dan Andalusia(Spanyol), Yaman, Jurjan, Quzwain, Khurasan
3. Munculnya Pemalsuan Hadist
Pada Masa ini terjadi pergolakan politik yang disebabkan perebutan
kekuasaan antara Khalifah Ali dan Muawwiyah. Dan pada masa tersebut
umat Islam terbagi menjadi beberapa golongan. Golongan pertama yaitu
golongan Syiah yang medukung Khalifah Ali, golongan kedua yaitu
pendukung pihak Muawwiyah, dan golongan terakhir yaitu kelompok
Khawarrij yang tidak mendukung Ali maupun Muawwiyah.
Ketiga golongan tersebut, sudah barang tentu ingin saling berebut
pengaruh dimata masyarakat. Bukan hanya itu, mereka juga saling
berusaha untuk menjatuhkan lawan masing-masing dengan tidak segan-
segan membuat hadits palsu. Usaha ini pertama kali dilakukan oleh
golongan Syi’ah, dan diikuti oleh golongan yang lainnya. Kota yang
terkenal sebagai pusat pembuatan hadits palsu pada waktu itu adalah Irak.
Kalaulah pada masa Ali itu telah timbul pemalsuan Hadits, maka
bentuknya barulah tingkat permulaan, yang secara keseluruhan belum
banyak berpengaruh terhadap keaslian Hadits Rasul. Adapun pada periode
ketiga, yakni mulai masa Muawwiyah sampai akhir abad 1 Hijry,
pemalsuan Hadits telah berkembang pesat , yang sebabnya bukan hanya
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal 85.
factor pertentangan golongan,6 akan tetapi juga dilakukan oleh para kaum
zindiq yang yang motifnya ingin memecah belah kaum islam.7
Faktor munculnya keliruan pada masa tabi’in adalah:
a. Periwayatan hadist adalah manusia, jadi tidak lepas dari kekeliruan
b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadist
c. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat.
6
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits: Cara-cara sahabat menerima dan
Menyampaikan Hadits, Bandung: Angkasa, 2009, hal. 98-99
7
Ibid., hal 107
D. Perkembangan Hadits Pada Zaman Sekarang
a. Periode Pertama
b. Periode Kedua
c. Periode Ketiga
d. Periode Keempat
SUMBER