Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Media Pembelajaran Qur’an Hadits

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ski Mts

Dosen Pengampu: Isro M.Ag

Disusun oleh : Uun Amriyati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES


2022

ARTIKEL ILMIAH: PENGIKUT-PENGIKUT NABI MUHAMMAD

Abstract
Companions of the Prophet is a term for Muslims for people who know and see the Islamic Prophet
Muhammad directly, helped his cause and died in a state of being a Muslim. In terms of terminology,
the word friend is the plural form of the word sahabi which means to accompany, accompany and
interact directly. The main Companions had a very close relationship with Muhammad, for they were
his helpers as well as his disciples and successors. For the Islamic world today, the Prophet's
companions play a very important role, namely as bridges for conveying the hadiths and sunnahs of
Muhammad that they narrated.

Keywords: pengikut nabi, muhammad

Definisi

Kebanyakan ulama secara umum mendefinisikan sahabat Nabi sebagai orang-orang yang mengenal
Nabi Muhammad, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Dalam bukunya “al-
Iṣābah fī Tamyīz al-Ṣaḥābah”, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1449 M) menyampaikan bahwa:

"Sahabat (‫صحابي‬, ash-shahabi) adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi dalam keadaan
beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam."[1][2][3]

Terdapat definisi yang lebih ketat yang menganggap bahwa hanya mereka yang berhubungan erat
dengan Nabi Muhammad saja yang layak disebut sebagai sahabat Nabi. Dalam kitab “Muqadimmah”
karya Ibnu ash-Shalah (w. 643 H/1245 M),

Dikatakan kepada Anas, “Engkau adalah sahabat Rasulullah dan yang paling terakhir yang masih
hidup". Anas menjawab, “Kaum Arab (badui) masih tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya
adalah orang yang paling akhir yang masih hidup.”[4][5]

Demikian pula ulama tabi'in Said bin al-Musayyib (w. 94 H/715 M) berpendapat bahwa: “Sahabat
Nabi adalah mereka yang pernah hidup bersama Nabi setidaknya selama setahun, dan turut serta
dalam beberapa peperangan bersamanya.”[3][4]

Sementara Imam an-Nawawi (w. 676 H /1277 M) juga menyatakan bahwa: “Beberapa ahli hadis
berpendapat kehormatan ini (sebagai Sahabat Nabi) terbatas bagi mereka yang hidup bersamanya
(Nabi Muhammad) dalam waktu yang lama, telah menyumbang (harta untuk perjuangannya), dan
mereka yang berhijrah (ke Madinah) dan aktif menolongnya; dan bukan mereka yang hanya
menjumpainya sewaktu-waktu, misalnya para utusan Arab badui; serta bukan mereka yang bersama
dengannya setelah Pembebasan Mekkah, ketika Islam telah menjadi kuat.”[4]

Jumlah sahabat nabi

Tidak mungkin bisa dipastikan mengenai jumlah sahabat Nabi secara tepat karena berbagai faktor
seperti perbedaan definisi dan luasnya daerah persebaran mereka selama hidup. Jika merujuk hanya
pada jumlah sahabat Nabi yang tercatat dalam berbagai buku biografi karangan ulama yang
membahas mereka, seperti kitab Thabaqat Al-Kabir karya Ibnu Sa'ad, kitab Al-Isti'ab karya Ibnu Abdil
Barr dan Mu'jam as-Shahabah karya Ibnu Qani', maka terdapat sekitar 2700-an sahabat laki laki dan
380-an sahabat perempuan;[butuh rujukan] sedangkan Imam Al-Qasthalani dalam kitab Al-Mawahib
menyatakan bahwa jumlah sahabat Nabi ketika peristiwa Fathu Makkan adalah sekitar 7.000 orang,
lalu dalam peristiwa Perang Tabuk bertambah menjadi 70.000, dan terakhir pada peristiwa Haji
Wada' jumlahnya mencapai sekitar 124.000 orang.

Tingkatkan Dan Status

Identifikasi terhadap Sahabat Nabi, termasuk tingkatan dan statusnya, merupakan hal yang penting
dalam Dunia Islam karena digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadis maupun perbuatan
Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh mereka.[6]

Menurut Al-Hakim an-Naisaburi dalam karyanya Al-Mustadrak, tingkatan Sahabat terbagi dalam dua
belas tingkatan,[7][8] yaitu:

Para Khulafa'ur Rasyidin dan selebihnya dari Sepuluh yang Dijanjikan Surga ketika masih hidup

Para sahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum Umar dan mengikuti majelis Daarul Arqam

Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah

Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Pertama

Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Kedua

Para sahabat Kaum Muhajirin yang berhijrah sebelum sampainya Nabi Muhammad di Madinah dari
Quba

Para sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar

Para sahabat yang berhijrah antara Perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyyah

Para sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ridwan pada saat ekspedisi Hudaibiyyah

Para sahabat yang masuk Islam dan berhijrah ke Madinah setelah Perjanjian Hudaibiyyah

Para sahabat yang masuk Islam setelah Fathu Makkah

Para sahabat anak-anak yang melihat Nabi Muhammad di waktu atau tempat apapun setelah Fathu
Makkah
Terdapat sekelompok Sahabat Nabi yang dipandang lebih tinggi statusnya di antara kalangan mereka
sendiri, yaitu sebagai ulama yang dimintakan fatwanya untuk berbagai permasalahan yang mereka
hadapi. Sahabat Nabi yang memberikan fatwa diperkirakan ada sekitar 130 orang, laki-laki dan
perempuan.[9] Menurut Ibnu Qayyim, para ulama Sahabat Nabi terbagi sbb.:[9][10]

Para sahabat yang banyak berfatwa, yaitu tujuh orang: Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah
bin Mas'ud, Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas

Para sahabat yang pertengahan dalam berfatwa, antara lain: Abu Bakar, Ummu Salamah, Anas bin
Malik, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, Utsman bin Affan, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abdullah
bin Zubair, dll.

Para sahabat yang sedikit berfatwa, hanya satu-dua masalah, yaitu: Abu Darda, Abu al-Yasar, Abu
Salamah al-Makhzumi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Nu'man bin Basyir,
Ubay bin Ka'ab, Abu Ayyub, Abu Thalhah, Abu Dzar, Ummu Athiyyah, Shafiyah Ummul Mukminin,
Hafshah, dan Ummu Habibah.

Sahabat Nabi Dalam Pandangan Islam

Sahabat dalam Pandangan Ahlu Sunnah

Sunting

Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadist Nabi yang mencatat mengenai keutamaan para sahabat
karena mereka merupakan orang-orang yang membela Nabi Muhammad baik dalam keadaan
senang maupun susah, bahkan diantara mereka sudah ada yang dijaminkan surga melalui lisan Nabi
sendiri sewaktu ia masih hidup yang dikenal sebagai "Asyarah al-Mubassyarin bi-l-jannah" (sepuluh
orang yang dijanjikan surga), diantara ayat al-qur'an yang menjelaskan tentang keutamaan mereka
yaitu:

"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang
diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu
semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar". (Q.S. Al-Fath: 29).

kemudian ayat lainnya yang menjelaskan ridha Allah atas mereka:

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar". (Q.S. At-Taubah: 100).

Sedangkan Nabi Muhammad sendiri mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk berhati-hati dalam
berucap dan bersikap terhadap para Sahabat Ia yang tertuang dalam hadits-nya sebagai berikut:

" ‫ ومن‬،‫ ومن آذاهم فقد أذاني‬،‫ ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم‬،‫ فمن أحبهم فبحبي أحبهم‬،‫ ال تتخذوهم غرضا بعدي‬،‫هللا هللا في أصحابي‬
‫ذه‬$$‫ ومن آذى هللا فيوشك أن يأخ‬،‫"أذاني فقد أذى هللا‬. Ingatlah Allah! Ingatlah Allah dalam memperlakukan para
sahabat-ku! Jangan menjadikan mereka sebagai sasaran (atas berbagai tuduhan) setelah-ku, maka
barangsiapa yang mencintai mereka, niscaya aku juga mencintainya, dan barangsiapa yang
membenci mereka, niscaya aku juga akan membencinya, dan barangsiapa menyakiti mereka,
sungguh ia telah menyakitiku juga, dan barangsiapa menyakitiku maka ia telah menyakiti Allah, dan
barangsiapa menyakiti Allah, maka ditakutkan jikalau ia akan mendapat siksa.[11

Dan masih banyak dalil dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang menunjukkan keutamaan mereka baik
secara umum maupun secara individu dan kelompok, atas dasar inilah kalangan Ahlu Sunnah
menyimpulkan beberapa kesepakatan mengenai sahabat Nabi sebagai berikut:

Seluruh sahabat Nabi adalah bersifat 'udul (adil dan jujur) di mana tidak boleh kita membenarkan
sebagian perkataan mereka dan mengingkari perkataan sahabat lainnya, hal ini berimplikasi besar
dalam ilmu al-jarh wa at-ta'dil dalam periwayatan hadits.

Para sahabat Nabi tidak pernah disebutkan dalam ayat al-Qur'an, kecuali Allah telah memuji mereka
atas perbuatan dan sikap mereka, atau mengampuni atas seluruh kesalahan dan kekhilafan mereka
tanpa terkecuali.

Orang yang didapati mencaci dan menghina salah satu sahabat Nabi, maka mereka dianggap sebagai
seorang zindiq (bahasa arab: ‫)زنديق‬, karena mereka telah mengingkari apa yang termaktub dalam al-
Qur'an dan hadits sebagaimana yang tertulis di atas, bahkan madzhab Hanabilah (Imam Hambali)
menyatakan bahwa mereka yang "hanya" mengingkari sifat shuhbah (pelabelan sahabat) terhadap
salah satu sahabat yang jelas termaktub dalam al-Qur'an seperti Abu Bakar (dalam kisah hijrah dan
singgah dalam gua) sebagai kafir, karena secara tidak langsung telah mengingkari keabsahan ayat
dalam al-Qur'an itu sendiri.

Imam Malik bin Anas juga berpendapat sama mengenai takfir atas orang yang mengingkari atau
bahkan mencaci para sahabat Nabi, karena tertulis dalam surat al-Fath di atas : "tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir", sembari ia berkata : "Maka barangsiapa yang diresahkan hatinya oleh para Sahabat Nabi maka
ia telah kafir".

Sahabat Nabi dalam Pandangan Kelompok Syi'ah

Sunting
Menurut kaum Syiah, para sahabat Nabi sama seperti manusia lainnya, dan keadilan dan kebaikan
tidak dapat dibuktikan hanya dengan menjadi sahabat Nabi.[12] Mereka menganggap keutamaan
orang sebagai kebenaran niat dan tindakan mereka di masa Muhammad dan setelahnya. Oleh
karena itu, mereka percaya bahwa banyak sahabat tidak mengikuti perintah Islam setelah kematian
Nabi.[13]

Hal lain yang dikemukakan oleh kaum Syiah dalam kritik mereka terhadap kebaikan dan keadilan
semua sahabat adalah bahwa jika menjadi Sahabat mencegah dosa, lalu bagaimana beberapa
sahabat, seperti Ubaidullah ibn Khattal, Rabia bin Umayyah, dan Asy'ats bin Qais, tinggalkan agama
mereka.[14]

Menurut Syiah, tindakan beberapa sahabat tidak sesuai dengan keadilan; Mereka membunuh orang
yang tidak bersalah, mencuri harta benda secara tidak adil dan menghina Ali. Beberapa sahabat
mengobarkan perang terhadap kaum muslimin dan menipu kaum muslimin.[15] Sumber sejarah
telah melaporkan banyak dari perilaku ini. Seperti perbuatan Khalid bin Walid yang bahkan
menimbulkan protes keras dari khalifah kedua, perbuatan Marwan bin Hakam pada masa Utsman
dan Mughirah bin Shu'bah, dll.[16][17]

Syiah menghargai status para sahabat, kebajikan, dan dukungan mereka untuk Nabi, kaum Syiah
percaya bahwa para sahabat memang mematuhi manhaj (aturan) Al-Quran dalam evaluasi mereka
terhadap status sahabat, namun disisi lain mereka menyoroti ayat Al-Quran yang dianggap
diturunkan untuk untuk menyalahkan dan mencerca mereka di beberapa situasi dan kasus.[18]
Kaum syiah juga menganggap bahwasanya tidak ada satu ayatpun yang menjamin kesucian para
sahabat karena setiap ayat dan hadits tersebut harus dimaknai secara terbatas. Selain itu, para ahli
ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil syiah juga memperlakukan riwayat dari para sahabat sama dengan riwayat
dari selain mereka, berbeda halnya dengan apa yang dipercaya dan dilakukan oleh kalangan ahlu
sunnah.

Para Sahabat Yang Meninggal

Sahabat yang terakhir meninggal secara umum (paling akhir) adalah Abu Thufail yang wafat pada
tahun 102 H, adapula yang menyatakan tahun 110 H.

Sahabat dari kalangan Ashabul 'Aqabah (yang ikut Bai'at 'Aqabah) yang terakhir meninggal adalah
Jabir bin Abdullah.

Sahabat dari kalangan Ahlu Badar yang terakhir meninggal adalah Ka'ab bin 'Amr.

Sahabat dari kalangan sepuluh orang yang dijanjikan surga yang terakhir meninggal adalah Sa'ad bin
Abi Waqqas.[19]

Sahabat dari kalangan penduduk Makkah yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Umar.

Sahabat dari kalangan penduduk Madinah yang terakhir meninggal adalah Sahal bin Sa'ad.
Sahabat dari kalangan penduduk Kufah yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Abi Aufa.

Sahabat dari kalangan penduduk Basra yang terakhir meninggal adalah Anas bin Malik.

Sahabat dari kalangan penduduk Mesir yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Harits bin Juz`.

Sahabat dari kalangan penduduk Syam yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Busr.

Sahabat dari kalangan penduduk Khurasan yang terakhir meninggal adalah Buraidah bin Hushaib.
[20]
DAFTAR PUSTAKA

Kitab Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, karya Ibnu Hajar, hal. 101.

Akaha, Abduh Zulfidar (2006). Siapa Teroris? Siapa Khawarij?. Pustaka Al-Kautsar. hlm. 213. ISBN
979-592-358-7, 9789795923589.

Gülen, Fethullah (2000). The Messenger of God Muhammad: An Analysis of the Prophet's Life (edisi
ke-berilustrasi, cetak ulang, direvisi). Tughra Books. hlm. 369. ISBN 1-932099-83-2, 9781932099836.

Imam al-Bukhari (2013). Sahih al-Bukhari: The Early Years of Islam. Diterjemahkan oleh Muhammad
Asad (edisi ke-Cetak ulang). The Other Press. hlm. 13-15. ISBN 967-5062-98-3, 9789675062988.

Fazal, Mohammad Fazal (2003). Child Companions Around the Prophet. Diterjemahkan oleh Sameh
Strauch. Riyadh: Darussalam. hlm. 287. ISBN 9960-897-58-3, 9789960897585.

Al-Qaradhawi, DR. Yusuf (1995). Fatwa-Fatwa Kontemporer 2. 2. Gema Insani. hlm. 47. ISBN 979-
561-332-4, 9789795613329.

Gülen, Fethullah. The Messenger of God Muhammad: An Analysis of the Prophet's Life. hlm. 370.

Ali Unal (2008). The Qur'an with Annotated Interpretation in Modern English (edisi ke-cetak ulang,
beranotasi). Tughra Books. hlm. 413. ISBN 1-59784-144-7, 9781597841443.

An-Nadawi, Sulaiman (2016). Aisyah. Diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Lc.Q, Dpl. Qisthi Press. hlm.
265-266. ISBN 979-1303-07-X, 9789791303071.

Al-Qaradhawi, DR. Yusuf (1995). Fatwa-Fatwa Kontemporer 3. 3. Gema Insani. hlm. 790. ISBN 979-
561-780-X, 9789795617808.

Imam At-Tirmidzi. Jami' at-Tirmidzi hadist no. 3826.

Amin, Notables of the Shiites, Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.113.

Bahá'u'lláh (189x). The Kitáb-i-Íqán (1989 pocket-size ed.). US Baháʼí Publishing Trust. Archived from
the original on 2015-01-08. Retrieved 2014-12-29 – via Bahá’í Reference Library.

Amin, Notables of the Shiites, Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.163.

"‫ پرتال جامع علوم انسانی‬."‫( غدیر خم و سقیفه بنى ساعده‬dalam bahasa Persia). Diakses tanggal 2021-10-18.

Amin, Notables of the Shiites, Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.114.

Baladhari, Ansab al-Ashraf, Volume 5, hal. 2434

As-Sayyid Murtadha al-'Askari. Ma'alim al-Madrasatain jilid I. hlm. 97–100.

Al-Bidayah wan Nihayah/Juz 8/Sa'ad bin Abi Waqqas

Ad-Dzahabi. Siyar A'lam an-Nubala' jilid 3. Mu`assasah ar-Risalah. hlm. 194.

Anda mungkin juga menyukai