Anda di halaman 1dari 18

SEPUTAR SAHABAT NABI

(Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Ulumul Qur’an
dan Hadis)

Dosen Pengampu:
Dr. Muh.Ubaidillah Al Ghifary Slamet, Lc, M.P.I

Disusun Oleh:
Kelompok 11

Milatun Khasanah 223430378


Putri Ijal Hairoh 223430381

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


PASCA SARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TA. 2023-2024
‫الرحيم‬
ّ ‫بسم هللا الرمحن‬
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat yang telah Allah limpahkan kepada para hamba-Nya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, para keluarga,
sahabat dan orang-orang yang senantiasa berjalan di atas jalan Allah dan Sunnah
Nabi saw.

Dengan nikmat dan hidayah serta rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan


makalah ini yang merupakan tugas pada mata kuliah Ulumul Hadis, dan tak lupa
kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Muh.Ubaidillah Al Ghifary Slamet,
Lc, M.P.I selaku dosen mata kuliah Ulumul Hadis yang sudah memberikan
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan


kesalahan baik isi maupun penulisannya. Oleh karena itu penulis sangat berharap
kritik dan saran yang positif untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan wawasan kita.

Tangerang Selatan, 25 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
A. Pengertian Sahabat ......................................................................................3
B. Cara Sahabat Menerima Hadis Pada Masa Rasul .......................................4
C. Penulisan Hadis di Masa Sahabat ................................................................4
D. Pandangan Ulama dan Argumentasinya Tentang Keadilan Sahabat ..........6
E. Jumlah Sahabat yang Meriwayatkan Hadis ..............................................10
BAB III PENUTUP .............................................................................................13
A. Kesimpulan ...............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis adalah salah satu pedoman hidup manusia setelah Al-Qur’an,
sebagaimana diketahui bahwa seseorang tidak bisa memahami Al-Qur’an secara
terperinci kecuali dengan bantuan dari penjelasan Rasulullah saw melalui
perkataannya, perbuatannya dan tingkah lakunya yang semua ini dikenal dengan
nama hadis.
Setiap hadis terdiri dari dua bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu
sanad dan matan. Matan adalah kandungan hadis yang berisikan sabda
Rasulullah saw, sedangkan sanad adalah rentetan nama-nama yang
meriwayatkan hadis. Kedua unsur penting tersebut harus memenuhi syarat
shahih sehingga hadis dapat dikategorikan sebagai hadis shahih. Dalam proses
periwayatan hadis, para sahabat memiliki peranan yang sangat penting. Sahabat
adalah titik awal proses periwayatan hadis, karena mereka yang langsung
melihat, mendengar dan menyaksikan Rasulullah saw. Untuk keperluan
penyebaran hadis maka para sahabat menyebar ke daerah-daerah yang sudah
diduduki oleh umat Islam pada saat itu.
Demi kepentingan terjaganya syariat Islam, para ulama hadis
menetapkan para sahabat bersifat adil (‘adalah). Adil disini bukanlah sebuah
istilah sederhana, namun merupakan istilah khusus yang perlu penjelasan lebih
lanjut. Makalah ini insyaAllah akan menguraikan sedikit tentang para sahabat
dan keadilannya, pengertiannya dan beberapa hal terkait dengannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa
masalah pokok dalam kajian ini, yaitu:
1. Apa pengertian sahabat ?
2. Bagaimana cara sahabat menerima hadis pada masa Rasul ?
3. Bagaimana penulisan hadis pada masa sahabat ?

1
4. Bagaimana pandangan ulama dan argumentasinya tentang keadilan
sahabat ?
5. Berapa jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka yang
menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa pengertian sahabat.
2. Untuk mengetahui cara sahabat menerima hadis pada masa Rasul.
3. Untuk mengetahui penulisan hadis pada masa sahabat
4. Untuk mengetahui pandangan ulama dan argumentasinya tentang keadilan
sahabat.
5. Untuk mengetahui jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sahabat
1. Pengertian Sahabat
Kata sahabat secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang
merupakan bentuk plural dari kata ṣaḥibun yang berarti orang yang selalu
menyertai dan menemani orang lain. Namun dalam kajian hadis, sahabat
hanya dikhususkan bagi orang yang menemani Nabi saw.
Secara terminologi terdapat banyak definisi sahabat, Ibn Hajar al-
‘Asqalani menyebutkan bahwasanya sahabat adalah orang yang pernah
bertemu Nabi saw, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan
muslim.1 Ahmad Ibn Hanbal, al-Bukhari, Ibn Salah dan mayoritas ulana
hadis menyatakan bahwa sahabat adalah seorang muslim yang menyaksikan
Rasulullah saw. Walau hanya sesaat.2
2. Cara Mengetahui Sahabat
Menurut ‘Ajjaj al-Khatib, ada lima cara untuk mengidentifikasi
sahabat :
a) Melalui khabar mutawatir, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan
sahabat lainnya yang tersebut dalam hadis dan dinyatakan mereka akan
masuk syurga.
b) Melalui khabar masyhūr atau mustafīd, yakni khabar yang sedikit di
bawah tingkatan mutawatir seperti Ukasyah bin Muhsan dan Dimam bin
Tsa’labah.
c) Melalui riwayat seorang sahabat seperti Hammamah bin Abi
Hammamah al-Dausi yang dinyatakan sebagai sahabat oleh Abu Musa
al-As’ari.
d) Melalui pengakuan orang itu sendiri bahwa dirinya adalah sahabat dan
bisa dibuktikan keadilan dan kebersamaannya dengan Rasulullah saw.

1
Ibn Hajar al-‘Asqalānī, al- Iṣābah fi Tamiiz al- Saḥābah, Jilid 1 (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 19995), h. 158.
2
Ibn Hajar al-‘Asqalānī, Fath al-Bārī bi Syarh al-Bukhārī, Juz 7 (Kairo: Dar al-Rayhān,
1988), h.5.

3
e) Melalui berita dari seorang tabi’in.3

B. Cara Sahabat menerima Hadis pada Masa Rasul


Rasulullah memiliki majlis-majlis pengajaran. Para sahabat sangat antusias
mengikuti majelis Nabi tersebut. Mereka saling memberitahu terhadap
sesamanya tentang hadis yang mereka dengar atau terima, baik langsung dari
Rasul maupun dari sesama sahabat.
Selain di majlis Nabi, beliau juga memberikan keterangan tentang sunnah
kepada para sahabat di seputar peristiwa yang terjadi pada diirnya. Beliau
mengemukakan hukum yang terkait dengan peristiwa itu. llau, tersebarlah hadis
tersebut kepada para sahabatnya.
Sahabat juga memperoleh hadis dengan cara bertanya langsung kepada
Rasul tentang suatu peristiwa tentang suatu peristiwa yang terjadi pada diri,
keluarga, atau tentang sahabat lainnya. Rasul menjawab pertanyaan itu dan
sahabat menerimanya mereka tidak sukar untuk menemui Nabi guna
menanyakan ikhwal mereka, sehingga orang badui dari sekalipun dapat segera
menemuinnya jika dibutuhkan.
Sahabat juga memperoleh hadis dari kesaksian mereka terhadap perbuatan
dan ikhwal Rasul saw. Sahabat menyaksikan bagaimana Nabi shalat, puasa dan
lainnya. Kesaksian itu mereka riwayatkan kepada sesama sahabat dan tabi’in.4

C. Penulisan Hadis di Masa Sahabat


Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin, keadaan masih belum banyak berubah.
Sikap Khulafa’ al-Rasyidin yang memperketat periwayatan dan menjauhi
penulisan, merupakan perpanjangan pendapat para sahabat lain di masa
Rasulullah saw. Sebagaimana yang telah di kemukakan Abu Bakar misalnya
yang sempat menghimpun sejumlah hadis, kemudian membakarnya. Umar bin
Khattab mempertimbangkan penulisan sunnah, namun tidak jadi melakukannya.

3
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usūl al-Hadīs ‘Ulūmuhu wa Musṭalāḥuhu, (Beirut: Dar Fikr,
1975), h.391.
4
Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Medan: CV. Perdana Mulya Sarana, 2011), h.
42-43.

4
Dari Urwah bin al-Zubair bahwa Umar bin Khattab ingin menulis hadis.
Lalu ia meminta pendapat kepada para sahabat Rasulullah dan umumnya mereka
menyetujuinnya. Tetapi ia masih ragu, kemudian ia selama satu bulan
melakukan istikaharah , memohon petunjuk kepada Allah tentang rencananya
tadi. Suatu pagi, sesudah mendapatkan kepastian dari Allah, Umar berkata,
“ Aku telah menuturkan kepada kalian tentang penulisan kitab hadis, dan kalian
tahu. Kemudian aku teringat bahwa para ahli kitab sebelum kalian telah menulis
beberapa kitab disamping kitab Allah, ternyata mereka menjadi lengah dna
meninggalkan kitab Allah. Dan aku Demi Allah tidka akan mengaburkan kitab
Allah dengan sesuatu apapun untuk selama-lamannya. Umarpun membatalkan
niatnya untuk menulis kitab hadis.
Belakangan diketahui bahwa Abu Bakar dan Umar menulis hadis atau
menganjurkannya. Hal ini misalnya ditemukan di dalam Jam’ul oleh al-Suyuthi,
tentang surat Abu Bakar kepada Anas mengenai kewajiban zakat yang di
wajibkan oleh Rasulullah kepada kaum muslimin. Kemudian ditemukan pula di
dalam Al-Mustadrak al-Ḥākim, Jāmi‘ Bayān al-‘Ilmi dan al-Muḥaddiṡ al-Fāṣil
oleh al-Ramahurmuzi. Umar mengulangi ungkapan Nabi saw, “Ikatlah ilmu
dengan tulisan “. Begitu pula Ali bin Abi Thalib menganjurkan pencatatan ilmu.
Ia juga di kenal sebagai orang yang menyatakan “Ikatlah ilmu dengan tulisan”.
Ucapan ini sering di ulang-ulang oleh banyak sahabat sebagai legitimasi
penulisan.5

D. ‘Adālah al-Ṣaḥābat (Keadilan Sahabat)


Seluruh sahabat, kecil maupun besar, tua maupun muda, yang terlibat
peperangan antara Ali dan Mu’awiyah maupun tidak, semuanya adil. Demikian
ini menurut konsensus para ulama ahli hadis atas dasar baik sangka, bukti dari
sikap dan perilaku mereka, baik dari siis kepatuhan menjalankan perintah Nabi
saw. Sesudah wafatnya, kegigihan dalam melakukan ekspansi wilayah Islam,
kesungguhan dalam menyampaikan Al-Qur’an dan Hadis, memberikan petunjuk

5
Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik Hadis , (Jakarta: Pustaka Hidayah), h. 65-
66.

5
kepada manusia, dan yang terpenting ialah kontinuitas mereka dalam
menjalankan shalat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt. maupun dari siis karakter pribadi mereka berupa keberanian
dalam mengambil kebijaksanaan, kedermawanan, kesediaan untuk
mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadi, dan
lain sebagainya dari akhlak-akhlak mereka yang terpuji yang tidak pernah
dimiliki oleh umat-umat sebelumnya.
Keadilan para sahabat dapat kita ketahui juga dari dalil-dalil Al-Qur’an,
Hadis dan Ijmak yang menunjukan kesucian mereka dan keberadaannya sebagai
manusia-manusia pilihan. Sekirannya tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan Hadis
pun, maka sudah cukup dengan bukti sikap dan perilaku serta perjuangan
mereka.
Abu Al-Zur’ah berkata, “ Apabila kamu melihat seseorang mencel seorang
sahabat dari sahabat-sahabat Rasulullah saw. Maka ketahuilah bahwa dia itu
seorang zindiq (orang kafir yang pura-pura beriman), karena itu kita semua
meyakini Rasulullah itu haq, Al-Qur’an itu haq, dan semua yang dibawa
Rasulullah itu haq. Sedangkan mereka yang menyampaikan semua itu kepada
kita adalah sahabat. Mereka yang mencela sahabat itu tidak lain bertujuan untuk
memperdangkal persaksian kita terhadap para sahabat, yang tujuan akhirnya
adalah untuk membatalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Dan oleh
karena itu, mereka itu lebih tercela, dan mereka itu tidak lain adalah orang-orang
zindiq.6

E. Pandangan Ulama dan Argumentasinya tentang Keadilan Sahabat


Menurut paham Muktazilah bahwa para sahabat semuanya adalah adil,
kecuali mereka yang ikut memerangi Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang
sah pada saat itu, oleh sebab itu riwayat mereka tidak dapat diterima.7

6
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h.
164-166.
Ibnu Kaṡīr, al-Bā‘iṡ al-Ḥaṡīṡ Syarh Ikhtiṣār ‘Ulūm al-Ḥadīṡ, (Beirūt: Dār Kutub al-
7

‘Ilmiyah, 1994), h. 177.

6
Sementara menurut mayoritas ulama seperti Imam Abu Hanifah, Syafi’I,
Malik, Ibnu Hanbal, Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Taimiyah dan sebagainya
menyatakan bahwa seluruh sahabat adalah adil. Menurut kami pendapat ini lebih
rajih, karena didukung oleh beberapa dalil nash baik Al-Qur’an, hadis Rasulullah
saw, akal pikiran dna melalui fakta. Beberapa dalil tersebut adalah :
1. Dalil dalam Al-Qur’an
ٗ َ ُ َ َ ُ َّ َ ُ َ َ ََ ٓ ُ ْ ُ ُ ِ ٗ ٗ ُ ُ ََۡ َ َ َ ََ
١٤٣ ٞ… ۗ ‫ٱلر ُسول عل ۡيك ۡم ش ِهيدا‬ ِ َّ‫ك ۡم أ َّمة َو َسطا ِّلَكونوا ش َه َدا َء لَع ٱنل‬
‫اس ويكون‬ َٰ‫وكذَٰل ِك جعلن‬

“ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..” (QS.
Al-Baqarah : 143).

َّ َ ُۡ َ ۡ َ َ َۡ ۡ ۡ َ َۡ ۡ ‫ۡي أُ َّمة أ ُ ۡخر َج‬ َ ُۡ ُ


١١٠ …ِۗ ‫وف َوتن َه ۡون ع ِن ٱل ُمنك ِر َوتؤم ُِنون بِٱلل‬ ِ ‫ت ل َِّلن‬
ِ ‫اس تأ ُم ُرون بِٱل َمع ُر‬ ِ ٍ
َۡ‫خ‬ ‫كنتم‬

“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah.” (QS. Ali Imran : 110).

َّ ِٗ َ ۡ ۡ ُ َ َٰٓ َ ُ ْ ُ َ َ َّ ْ َ َ َ َّ َ َّ َ ‫ج َٰ َه ُدوا ْ ِف‬


َ ‫اج ُروا ْ َو‬
َ ‫ام ُنوا ْ َو َه‬ َ ‫َو َّٱَّل‬
‫َص ٓوا أ ْولئِك ه ُم ٱل ُمؤم ُِنون َحقا ۚ ل ُهم‬‫يل ٱللِ وٱَّلِين ءاووا ون‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫س‬ ِ
َ ‫ِين َء‬

َ ۡ
٧٤ ‫َّمغفِ َرة َورِ ۡزق ك ِريم‬

“ Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
(nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal :74).

7
َۡ ْ ُ ۡ َ ُ َّ َ ِ َّ َٰ َ ۡ ُ َّ َ َّ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ُ َّ َ ۡ َ ُ ََّٰ َ
َِٰ ‫ون م َِن ٱل ُم َه‬
‫ٱلل عن ُه ۡم َو َرضوا عن ُه‬ ‫ِين ٱت َب ُعوهم بِإِحس ٖن رِض‬
‫ج ِرين وٱۡلنصارِ وٱَّل‬ ‫وٱلسبِقون ٱۡلول‬
َ َ َ ۡ َ َٰ َّ َ ۡ ُ َ َّ َ َ َ
ُ ‫ِيها ٓ أبَ ٗداۚ َذَٰل َِك ۡٱل َف ۡو ُز ۡٱل َع ِظ‬
١٠٠ ‫يم‬ َ ‫َت َت َها ۡٱۡلنۡ َه َٰ ُر َخ َٰ ِِل‬
‫ِين ف‬
َۡ
‫ت َترِي‬ٖ ‫وأعد لهم جن‬

“ Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari


golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah :100).

َ َ َّ َ َ َ َ ۡ ُ ُ َ َ َّ َ ۡ َ َ َ ُ َ ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ ُ َّ َ َ ۡ َ َّ
‫ج َرة ِ ف َعل َِم َما ِِف قلوب ِ ِهم فأنزل ٱلسكِينة‬‫۞لقد ر ِِض ٱلل ع ِن ٱلمؤ ِمن ِني إِذ يبايِعونك َتت ٱلش‬

١٨ ‫يبا‬ٗ ‫َعلَ ۡيه ۡم َوأَ َث َٰ َب ُه ۡم َف ۡت ٗحا قَر‬


ِ ِ

“ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika


mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui
apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka
dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).” (QS. Al-Fath: 18).

Dari ayat-ayat di atas Allah menerangkan tentang para sahabat.


Mereka adalah orang-orang yang telah dipercayakan Allah untuk
meneruskan risalah Nabi Muhammad saw. Dengan diiringi ridha-Nya di
dunia dan di akhirat. Dari ayat-ayat ini kita bisa yakini sebagai dalil
kebenaran para sahabat Rasulullah saw.
2. Dalil Hadis
‫اس قَ ْر ِن ْي ث ُ َّم الَّ ِذيْنَ َيلُ ْونَ ُه ْم ث ُ َّم الَّ ِذيْنَ َيلُ ْونَ ُه ْم‬
ِ َّ‫َخي ُْر الن‬
“ Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi
berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR. Al-Bukhari no. 3651 dan
Muslim no .2533).

8
‫ ال تسبوا‬: ‫ قال النبي صلّى هللا عليه وسلم‬: ‫ع ْن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه قال‬
َ
‫ (متفق‬.‫ وال نصيفه‬, ‫ ذهبا ما بلع مد احدهم‬, ‫ قلو أن أحدكم انفق مثل احد‬,‫أصحابي‬
.)‫عليه‬
“Abu Sa’id Al-Khudry ra berkata, Nabi saw bersabda : Janganlah kalian
mencela sahabatku. Seiranya salah seorang dari kalian menyedekahkan
emas sebesar gunung Uhud, sungguh hal itu tidak akan menyamai sedekah
mereka satu mud dan tidak pula setengahnya”. (Muttafaq ‘Alaih)

Nabi mencela siapapun di antara para sahabat, dan beliau


mengabarkan bahwa sekiranya seseorang berinfak emas sebesar gunung
Uhud maka pahalanya tidak akan menyamai pahala infak salah satu sahabat
berupa makanan seukuran dua telapak tangan penuh ataupun setengahnya.
Yang demikian itu karena sahabat semuanya lebih utama dari semua orang
yang datang setelah mereka.8
3. Dalil ‘Aql
Sahabat adalah orang yang telah menegakkan ajaran Islam,
merekalah yang menyambungkan lidah Rasulullah setelah beliau wafat.
Mereka berdakwah dengan keringat, mengorbankan harta, keluarga, bahkan
darah merea untuk menegakkah Islam.
Apakah otang yang telah berbuat sedemikian beratnya kemudian mereka
sengaja mendustakan ajaran Islam agar agama Islam hancur padahal
merekalah yang membangunnya pertama kali ? pasti semua ini tidak akan di
terima oleh akal sehat.
4. Dalil menurut fakta yang ada
Tidak pernah ditemukan seorang pun sahabat yang berdusta atas
nama Rasulullah saw.
Jika diteliti perkembangan kajian hadis, kita akan menemukan
sejumlah pemikir muslim maupun non muslim melancarkan tudingan

8
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/11000, Diakses pada 29 November 2023.

9
terhadap ke ‘adalahan sahabat. Terutama Abu Hurairah ra. Ahmad Amin
misalnya, menilai bahwa sebagian sahabat seperti Aisyah ra. Dan Ibn Abbas
ra. Mengatakan bahwa dalam riwayat Abu Hurairah terdapat dusta, karena
banyaknya riwayat yang dia hafal. Pandangan ini hampir sama dengan Ignaz
Goldziber yang meragukan kejujuran Abu Hurairah dengan alasan yang
serupa. Bahkan Abu Rayyah menyebutkan bahwa Abu Hurairah pernah
berdusta atas nama Nabi saw dengan sengaja. Seluruh tudingan ini pada
intinya adalah meragukan ke’adalahan Abu Hurairah secara khusus, dan
sahabat secara umum9.
Di antara jawaban untuk tudingan-tudingan di atas yaitu banyak
faktor yang sangat memungkinkan Abu Hurairah ra. Mampu menghafal
banyak hadis-hadis yang diterimanya langsung dari Nabi ataupun dari
sahabat lainnya, luangnya waktu dan kesenangannya untuk mengabdikan
dirinya kepada Rasulullah saw.
Adapun kritikan dan tuduhan melakukan dusta antara sesama
sahabat dapat dipahami sebagai pendustaan atau penipuan. Akan tetapi lebih
menunjukan kepada kesalahan atau kekhilafan. Hal ini sesuai dengan
keterangan Aisyah ra. Yang menyatakan bahwa “Berdusta adalah suatu
perbuatan yang sangat dibenci di kalangan sahabat”. Pernyataan ini
menunjukan bahwa berdusta dalam segala bentuk sangat tidak disennagi
oleh para sahabat.10

F. Jumlah Sahabat yang Meriwayatkan Hadis


Ibn al-Salah meriwayatkan dari Abu Zur’ah, dimana dia ditanya mengenai
jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi saw. Beliau menjawab
sambil balik bertanya, “ Siapa yang bisa menentukan dengan pasti berapa
jumlahnya ? sahabat yang Bersama Nabi mengikuti haji wada’ berjumlah empat

9
Muṣṭafā al-Sibā‘ī, al-Sunnah wa Makānatuhā fī al-Tasyrī‘ al-Islāmī , (Kairo: Dār
al Salām, 2006), h. 177.
10
Abd al-Mun‘im al-‘Ali, ad-Difā‘ ‘an Abī Hurairah , (Beirūt: Dār al-Qalam, 1981). h.
115.

10
puluh ribu. Yang mengikuti Nabi dalam perang Tabuk sebanyak tujuh puluh
ribu”. Ada satu riwayat dari Zur’ah, bahwa dia ditanya, “ Apakah dengan
menggunakan perhitungan kasar tidak bisa dikatakan hadis Nabi itu sebanyak
empat ribu?”. Dia menjawab, “Siapa yang menentukan bilangan itu ? mudah-
mudahan Allah swt menggilasnya. Itu adalah ucapan seorang zindiq. Dan siapa
orangnya yang bisa menghitung hadis Rasulullah saw. Dengan lengkap dari
orang yang meriwayatkan dan yang mendengarkan dari padanya ? kemudian
ditanya kepadanya, “Wahai Abu Zur’ah sahabat-sahabat itu berada dimana ? dan
dimana mereka mendengar Rasulullah saw ? Beliau menjawab, “ Mereka itu
orang-orang Madinah, orang-orang Mekkah, orang-orang Badui, dan orang yang
Bersama Nabi pada haji wada”. Mereka itu semuanya telah melihat Nabi dan
mendnegar darinya di Arafah.
Dari uraian tersebut diatas, maka untuk menghitung jumlah dan menentukan
bilangan sahabat itu sulit dan tidak mungkin, karena mereka terpecar-pencar di
berbagai kota dan desa. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya,
bahwa Ka’ab bin Malik menceritakan ketertinggalan dirinya dalam perang
Tabuk, dia mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah itu banyak, tidak
mungkin bisa dihitung dan disebutkan secara lengkap oleh pengarang-pengarang
kitab yang hafiz.11
Sebagian ulama ada juga yang menyebutkan jumlah sahabat secara konkrit.
Namun, mereka berbeda pendapat tentang jumlah keseluruhannya antara lain :
1. Imam Muslim megatakan jumlahnya lebih dari 10.000 orang.
2. Abu Zur’ah al-Razi menyebutkan bahwa sahabat yang hadir bersama
Rasulullah ketika haji wada’ 40.000, ketika di Tabuk 70.000 orang dan
jumlah sahabat ketika Rasul wafat 114.000 orang.
3. Imam Syafi’I mengatakan bahwa sahabat yang meriwayatkan hadis Nabi saw
dan melihatnya sekitar 60.000 orang.12

11
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Usul Hadis, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2012), h.
173-174.
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Tadrīb al-Rāwī, jilid 1 (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah,1979),
12

h. 261-445.

11
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menghitung jumlah sahabat yang meriwayatkan
hadis Nabi dan jumlah hadis yang mereka riwayatkan sebagai berikut :
1. 7 orang sahabat masing-masing meriwayatkan lebih dari 1000 hadis.
2. 11 orang sahabat masing-masing meriwayatkan lebih dari 200 hadis.
3. 21 orang sahabat masing-masing meriwayatkan lebih dari 100 hadis.
4. Hampir 100 orang sahabat masing-maisng meriwayatkan puluhan hadis.
5. Lebih dari 100 orang sahabat masing-masing meriwayatkan lebih kurang
sepuluh hadis.
6. Sekitar 300 orang sahabat masing-maisng meriwayatkan lebih dari satu
hadis.13

Berikut urutan para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis :


1. ‘Abdurrahman bin Sakhr al-Dausi al-Yamani (w. 58/59 H) atau yang lebih
dikenal dengan Abu Hurairah, meriwayatkan 5374 hadis.
2. ‘Abdullah bin Umar bin Khattab (w. 73 H) meriwayatkan 2630 hadis.
3. Anas bin Malik al-Khazraji (w. 93 H) meriwayatkan 2268 hadis.
4. Aisyah binti Abu Bakar (w. 58 H) meriwayatkan 2210 hadis.
5. ‘Abdullah bin ‘Abbas (w. 68 H) meriwayatkan 1660 hadis.
6. Jarir bin ‘Abdullah al- Ansari (w. 78 H) meriwayatkan 1540 hadis.
7. Sa’ad bin Malik Sinan al-Khudri al-Anshari al-Khazraji atau yang dikenal
dengan nama Abu Sa’id al-Khudri (w. 74 H) meriwayatkan 1170 hadis.
8. ‘Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H) meriwayatkan 848 hadis.
9. ‘Abdullah bin ‘Amr (w. 24 H) meriwayatkan 537 hadis.
10. ‘Ali bin Abu Thalib (w. 40 H) meriwayatkan 536 hadis.

13
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usūl al-Hadīs ‘Ulūmuhu wa Musṭalāḥuhu, (Beirut: Dar
Fikr, 1975), h.403-404.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan bab sebelumnya maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sahabat adalah orang yang pernah bertemu Nabi saw, beriman kepadanya,
berjuang bersamanya dan meninggal dalam keadaan muslim.
2. Hadis telah ada dan langsung diamalkan secara konsisten dan universal dari
masa Nabi, Sahabat dan berlanjut kegenerasi selanjutnya. Dengan metode
dan pengajaran yang baik, para sahabat mudah tertarik untuk mengikuti
majlis Rasulullah dan ini merupakan keberhasilan manajemen dakwah nabi
dalam menyampaikan risalah sehingga Sahabat menerima dengan senang
hati hadis-hadis yang di bawa Rasul. Para sahabat menerima hadis dari
Rasulullah melalui : 1) Majelis yang diadakan oleh Rasulullah. 2) Melalui
peristiwa yang Rasulullah alami kemudian beliau ceritakan kepada para
sahabat, serta beliau menjelaskan hukum yang terkait dengan peristiwa
tersebut. 3) Sahabat bertanya secara langsung kepada Nabi tentang suatu
peristiwa yang terjadi pada diri, keluarga atau tentang sahabat lainnya. 4)
Persaksian mereka terhadap perbuatan dan ikhwal Rasulullah saw.
3. Penulisan hadis pada masa sahabat berlangsung secara bertahap. Sikap
khulafa’ al-Rasyidin yang memperketat periwayatan dan menjauhi
penulisan, merupakan perpanjangan pendapat para sahabat lain di masa
Rasulullah saw. Namun, seiring dengan banyaknya jumlah Umat Islam yang
telah mampu membedakan antara hadis dan Al-qur’an, maka larangan
menuliskan hadis pun telah berakhir. Karena itu pada masa selanjutnya para
sahabat dan Umat Islam diperbolehkan untuk menulis hadis Rasulullah saw.
Pembolehan penulisan hadis jika ditinjau dari maslahatnya agar hadis dapat
terjaga dan bisa terpelihara. Karena kemungkinan besar sekiranya hadis
tidak ditulis dikhawatirkan hadis akan hilang dan lenyap disebabkan
wafatnya para sahabat yang mengetahuinya.

13
4. Sahabat semuanya adil namun meski demikian, tidak berarti bahwa orang
yang adil adalah orang yang maksum dari dosa dan kekhilafan, akan tetapi
ketaatan pada dirinya lebih dominan sehingga ia dapat menghindari dosa-
dosa kecil dan menjauhi dosa-dosa besar. Singkatnya, dapat dikatakan
bahwa orang yang adil adalah orang yang pada zahirnya mencerminkan
sifat-sifat yang baik dan bermoral.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Ali, Abd al-Mun‘im. ad-Difā‘ ‘an Abī Hurairah. Beirūt: Dār al-Qalam. 1981.
Al-‘Asqalānī , Ibn Hajar. Fath al-Bārī bi Syarh al-Bukhārī. Kairo: Dar al-Rayhān.
1988.
Al-‘Asqalānī, Ibn Hajar . al- Iṣābah fi Tamiiz al- Saḥābah. Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiyah. 1995.
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. Usūl al-Hadīs ‘Ulūmuhu wa Musṭalāḥuhu. Beirut:
Dar Fikr, 1975.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. Ilmu Usul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2012.
Al-Sibā‘ī, Muṣṭafā. al-Sunnah wa Makānatuhā fī al-Tasyrī‘ al-Islāmī . Kairo: Dār
al-Salām. 2006.
Al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn. Tadrīb al-Rāwī. Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah. 1979.
Azami, Muhammad Mustafa. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka
Hidayah. t.th.
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/11000, Diakses pada 29 November 2023.
Ibnu Kaṡīr. al-Bā‘iṡ al-Ḥaṡīṡ Syarh Ikhtiṣār ‘Ulūm al-Ḥadīṡ. Beirūt: Dār Kutub al-
‘Ilmiyah. 1994.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: CV. Perdana Mulya Sarana. 2011.

15

Anda mungkin juga menyukai