Anda di halaman 1dari 12

HADIS DI MASA RASULULLAH

Dosen Pembimbing:

Firman Surya Putra, Lc, D.E.S.A

Disusun Oleh :

Kelompok 3

INDRIANA (11930121190)
MELIA SEPTRI AYU FADILLA (11930121197)
RAHLIA ENDAWARTI (11930120494)

JURUSAN ILMU HADITS / 6B


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SUSKA RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan


rahmat, karunia, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
“Hadis di Masa Rasulullah” ini. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah bersusah payah mengajak umatnya dan
menjadi tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan juga penulis berterima
kasih pada Bapak Firman Surya Putra, Lc, D.E.S.A selaku dosen mata kuliah
Kajian Kitab Hadis Ammah yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hadis di Masa Rasulullah
ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu,
penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca pada umumnya dan terkhusus bagi penulis.

Pekanbaru, 22 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.........................................................................................................i

Daftar isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hadis pada Masa Rasulullah ‫ﷺ‬..............................................................2


B. Cara Sahabat Menerima Hadis di Masa Rasulullah ‫ﷺ‬..........................3
C. Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah ‫ﷺ‬.............................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................8
Daftar Kepustakaan.................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut istilah ulama hadis, hadis ialah ucapan, perbuatan, taqrῐr
(pengakuan/persetujuan), dan sifat yang dihubungkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Secara teoritis, perbedaan antara sunnah dan hadis cukup
beralasan, karena dari segi bahasa kedua kata ini mengandung arti yang
berbeda. Akan tetapi secara praktis untuk masa sekarang ini, malah sejak
masa setelah wafatnya Rasulullah, pembedaan itu sulit dilakukan. Pada
masa Rasululllah, masih hidup para sahabat dengan mudah dapat
membedakan antara hadis dan sunnah. Apabila mereka mendengar ucapan
Nabi, mereka dapat mengatakan ucapan itu hadis Nabi secara khusus,
meskipun ucapan itu bisa juga disebut sunnah. Dan apabila melihat suatu
tindakan atau sikap Nabi, mereka langsung mengatakan itu sunnah, karena
tindakan atau sifat itu tidak bisa disebut hadis, sebab antara ucapan dan
tindakan terdapat perbedaan yang jelas sekali.
Dalam hal ini, penyusun akan membahas tentang hadis pada masa
Rasulullah ‫ ﷺ‬lebih rinci agar bisa dijadikan pembelajaran bagi penyusun
secara khusus dan pembaca secara umum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadis pada masa Rasulullah ‫?ﷺ‬
2. Bagaimana cara sahabat menerima hadis di masa Rasulullah ‫?ﷺ‬
3. Bagaimana penulisan hadis di masa Rasulullah ‫?ﷺ‬
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami perkembangan hadis pada masa Rasulullah ‫ﷺ‬.
2. Memahami cara sahabat menerima hadis di masa Rasulullah ‫ﷺ‬.
3. Memahami penulisan hadis di masa Rasulullah ‫ﷺ‬.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadis di Masa Rasulullah ‫ﷺ‬


Di dalam melaksanakan tugas sucinya yaitu sebagai Rasul
berdakwah, menyampaikan dan mengajarkan risalah Islamiyah kepada
umatnya. Nabi sebagai sumber hadits menjadi figure sentral yang
mendapat perhatian para sahabat. Segala aktivitas beliau seperti perkataan,
perbuatan, dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada
sahabat lain yang tidak menyaksikannya, karena tidak seluruh sahabat
dapat hadir di majelis Nabi dan tidak seliruhnya selalu menemani beliau.
Bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadits dari beliau berkewajiban
menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang didengar dari Rasulullah,
baik ayat-ayat Al-Qur’an maupaun hadits-hadits dari Rasulullah. Mereka
sangat antusias dan patuh pada perintah-perintah Nabi Saw sesuai dengan
sabda beliau:

‫بَلّغُ ْوا عَ ّن َولَ ْوا أَيَة‬


Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. (HR. Al-Bukhari,
Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Perhatian sahabat terhadap sahabat sangatlah tinggi, terutama di
berbagai majelis Nabi atau tempat untuk menyampaikan risalah Islamiyah
seperti di masjid, halaqah ilmu dan di berbagai tempat yang di janjikan
Rasulullah. Diantara mereka yang bergantian hadir di majelis beliau
seperti yang dilakukan oleh Umar berkata: “Aku bersama tetangga ku
sahabat Anshar bani Umayyah bin Zaid, ia diantar tokoh Madinah
bergantian hadir di majelis Rasulullah ‫ﷺ‬, sehari dia hadir dan hari lain aku
yang hadir. Jika aku yang hadir, aku sampaikan kepadanya berita tentang
wahyu dan yang lain kepadanya, demikian juga jika ia yang hadir”.
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬menjadi pusat narasumber, referensi, dan
tumpuan pertanyaan ketika mereka menghadapi suatu masalah baik secara

2
langsung ataupun tidak langsung seperti melalui istri-istri beliau seperti
masalah keluarga dan kewanitaan.1

Hadits pada waktu itu pada umumnya hanya diingat dan di hafal
oleh mereka tidak tertulis seperti Al-Qur’an. Karena situasi dan kondisi
yang tidak memungkinkan. Dr. Musthafa As-Siba’i menyampaikan
beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:

1. Al-Qur’an masih turun kepada Nabi Muhammad Saw, dan kondisi


penulisannya masih sangat sederhana yakni ditukis diatas pelepah
kurma, kulit, tulang binatang, dan batu-batuan dan belum
dibukukan.
2. Kemampuan tulis menulis bagi para sahabat pada awal islam masih
sangat langka, dapat dihitung dengan jari dan mereka sudah
difungsikan sebagai penulis wahyu Al-Qu’an
3. Ingatan orang-orang arab yang dikenal bersifat ummi (tidak bisa
baca tulis) sanagat kuat dan di andalkan Rasul untuk menghafal
hadits.2
B. Cara Sahabat Menerima Hadis Di Masa Rasulullah ‫ﷺ‬
Dalam menerima hadis, para sahabat ada yang menerimanya
berupa ucapan langsung dari nabi (bi al-lafzhi) dan ada juga yang
diterimanya berupa melihat perbuatan dan keadaan Rasulullah ketika
menghadapi suatu keadaan atau peristiwa (bi al-ma’nâ). Karena itu,
terdapat hadis-hadis yang diriwayatkan dengan beberapa lafazh (matan),
sebab hadis-hadis itu diriwayatkan oleh sahabat dengan makna (bi al-
ma’nâ). Dalam Ushûl al-Hadῐts, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menjelaskan
bahwa pada garis besarnya ada empat cara sahabat menerima hadis dari
Rasulullah, yaitu:
1. Melalui pengajian (majlis) Rasul yang diadakan pada waktu-
waktu tertentu. Dalam pengajian itu Rasululllah mengajarkan

1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Amzah: Jakarta, 2018), hlm. 46-48.
2
Musthafa As-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami, Cet. 1, (Dar As-
Salam: Cairo, 1998), hlm. 66-67.

3
dasar-dasar agama yang bersumber dari Alquran. Penjelasan-
penjelasan yang diberikan Nabi merupakan hadis yang
senantiasa dihafal oleh sahabat di samping Alquran. Pengajian
seperti ini sangat penting artinya bagi para sahabat sehingga
mereka tidak mau absen dalam menghadirinya jika tidak ada
halangan yang berat. Mereka tidak saja rajin menghadiri
pengajian tapi juga bersungguh-sungguh menghafal semua
yang diajarkan Rasulullah SAW, baik berupa ayat-ayat
Alquran maupun ucapan-ucapan beliau sendiri. Ini sesuai
dengan ucapan dua orang sahabat, yaitu: Anas Ibn Malik R.A.
menyatakan:

‫كنن نكون عند النبي صلى هللا عليه وسلم فنسمع منه الحديث فاذا قمنن تذاكرناه‬
‫فيما بيننا حتى تحفظ‬
“Kami selalu bersama Nabi SAW, maka kami mendengar hadis
dari beliau. Apabila pengajian (majlis) telah selesai, kami
sama-sama mendiskusikannya sampai kami hafal”.

2. Adanya peristiwa yang dialami sendiri oleh Rasulullah.


Sebagai contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Suatu ketika Rasulullah melewati seorang penjual makanan,
lalu beliau menanyakan kepadanya bagaimana cara ia menjual
makanan itu. Orang itu pun menjelaskannya kepada Nabi.
Kemudian Rasulullah menyuruh orang tersebut memasukkan
tangannya ke dalam makanan (dalam kasus ini si penjual tidak
jujur). Ia pun melakukan perintah Rasul itu. Setelah tangannya
dikeluarkan dari dalam makanan ternyata sudah basah (bagian
atas makanan itu kering dan bagian dalamnya basah). Melihat
kenyataan ini Rasulullah bersabda:
‫ليس منا من غش‬

4
“Tidak termasuk dalam golongan kami orang yang menipu”
Jadi sabab al-wurûd (sebab datang, sebab diucapkan hadis ini)
adalah peristiwa yang dialami sendiri oleh Rasulullah.
3. Adanya peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin. Banyak
sekali hadis yang wurûd (datang, diucapkan Rasulullah)
dengan cara seperti ini, karena para sahabat tidak segan-segan
menanyakan kepada Rasulullah tentang masalah apa saja yang
mereka hadapi. Jawaban-jawaban, fatwa-fatwa, dan keputusan-
keputusan yang diberikan Nabi, seluruhnya merupakan hadis
yang senantiasa mereka hafal. Hadis-hadis semacam ini dapat
ditemuai dalam berbagai bab dari kitab-kitab hadis.
4. Adanya peristiwa yang dialami Rasulullah dimana para
sahabat menyaksikan reaksi beliau dalam menghadapi
peristiwa tersebut. Misalnya keadaan Nabi ketika turun wahyu,
peristiwa kematian anak dan isteri beliau, dan sebagainya.
Dalam kategori ini sebenarnya termasuk juga semua tindakan
dan sikap dalam seluruh kehidupan Nabi yang disaksiskan oleh
para sahabat. Apa yang disaksikan sahabat ini, seluruhnya
menjadi teladan bagi mereka. Hadis yang wurûd dengan cara
ini umumnya hadis-hadis fi’liyah (dalam bentuk perbuatan,
sikap, keadaan) dan taqrῐrῐyah (persetujuan).3
C. Penulisan Hadis Di Masa Rasulullah ‫ﷺ‬
Mengenai penulisan hadis terdapat dua kelompok hadis yang
nampaknya bertentangan, yaitu antara hadis larangan dan anjuran. Di satu
pihak banyak hadis yang melarang penulisan hadis, dan di pihak lain
terdapat pula hadis yang dapat dipahami sebagai anjuran atau setidak-
tidaknya sebagai pembolehan penulisan hadis. Menurut Rasyid Ridha, di

3
Iskandar Usman, 2021, Hadis pada Masa Rasulullah dan Sahabat: Studi Kritis terhadap
Pemeliharaan Hadis diakses dari https://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/usrah/article/ pada 23
Mei 2022 pukul 09.30 WIB.

5
antara hadis larangan yang paling sahih (ashah) adalah hadis Abu Sa’id al-
Khudri yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ال تكتبوا عنى شيىأ إال القرآن ومن كتب عنى غير القرآن فليمحه‬

“Jangan kamu menulis apapun yang bersumber dariku kecuali


kecuali ayat-ayat Alquran, dan barangsiapa yang telah menulis apa yang
bersumber dariku selain Alquran, maka hendaklah dia menghapusnya”.
Sedangkan yang paling sahih dari hadis-hadis yang membolehkan
penulisan hadis adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah:

‫أكتبوا ألبى شاة‬

“Tulislah (hadis) untuk Abi Syah”


Walaupun pada lahirnya kedua hadis di atas bertentangan, namun
menurut Rasyid Ridha, sebagaimana dikutip Muhammad Abu Rayyah,
keduanya dapat dikompromikan. Menurutnya Ridha, larangan dalam hadis
Abu Sa’id dimaksudkan larangan menjadikan hadis sama kedudukannya
dengan Alquran. Sedangkan Abu Rayyah sendiri berpendapat lain. Ia
mengatakan, jika sekiranya kedua hadis itu bertentangan, maka yang satu
merupakan nāsikh bagi yang lain. Menurutnya hadis yang menjadi nāsikh
itu adalah hadis yang melarang penulisan. Alasan yang diajukan adalah:
(1) Sahabat, setelah Nabi wafat, tidak menyenangi penulisan hadis, dan (2)
Para sahabat tidak pernah membukukan hadis. Kedua argumen itu ia
perkuat dengan ucapan-ucapan Abi Sa’id, Ali, dan Umar tentang
keengganan mereka menulis hadis. Jadi menurut Abu Rayyah, hadis
larangan lebih akhir wurûdnya dari pada hadis yang membolehkan.
Dalam kitabnya Difā’ ‘An al-Sunnah, menjelaskan bahwa menurut
lahir hadis, larangan penulisan itu muncul karena Rasulullah kuatir terjadi
percampur-adukan Alquran dan hadis Nabi, atau beliau takut orang lebih
mengutamakan hadis dari pada Alquran, lebih-lebih lagi kebanyakan orang
pada masa itu tidak tahu tulis baca; atau mungkin juga larangan itu

6
ditujukan kepada orang yang kuat hafalannya sehingga ia tidak perlu
menulis, hanya membuang-buang waktu saja. Alternatif terakhir ini
tampaknya kurang kuat. Sebagian ulama, lanjut Abu Syuhbah,
mengatakan bahwa hadis Abu Hurairah merupakan nāsikh bagi hadis Abu
Sa’id. Argumennya adalah: (1) Kisah Abu Syah terjadi pada tahun ke 8 H.,
yakni tahun penaklukan Mekkah, dan (2) Hadis itu diriwayatkan oleh Abu
Hurairah yang masuk Islam pada tahun ke 7 H. Jadi, menurut kedua
argumen ini, hadis larangan lebih awal wurûdnya dari pada hadis yang
membolehkan; dan hadis larangan itu dipandang mansûkh. Kedua
argumen ini lebih kuat dibandingkan dengan argumen yang dimajukan
oleh Abu Rayyah di atas.4

4
Ibid.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagaimana halnya Al-Qur’an, hadis juga terpelihara sejak masa
Rasulullah ‫ ﷺ‬hingga saat ini. Pada masa beliau, hadis tidak umum untuk
dituliskan tersebab adanya larangan dalam penulisannya. Namun larangan
tersebut tidaklah mutlak, karena ada juga yang menganjurkan menuliskan
hadis.
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat menganjurkan untuk
mengurangi periwayatan hadis. Hal ini bukan disebabkan oleh mereka
yang anti hadis, namun mereka bermaksud untuk tetap menjaga martabat
hadis serta menghindari timbulnya hadis-hadis palsu yang sengaja dibuat
olwh orang-orang munafik dan musuh-musuh islam.

8
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Khon, Abdul Majid. 2018. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Usman, Iskandar. 2021. Hadis pada Masa Rasulullah dan Sahabat: Studi Kritis
terhadap Pemeliharaan Hadis diakses dari
https://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.php/usrah/article/ pada 23 Mei 2022
pukul 09.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai