Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ULUMUL HADIS

SEJARAH PENULISAN DAN MODIFIKASI HADIS

Dosen Pengampu : Drs. Rachmat Yuwono, M.Ag

Disusun oleh:
1. Lusi Luselawati
2. Idris Maulana Yusup
3. Fitri Yani Lestari
4. Elisa Wartini

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAMISA


SOREANG BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ucapkan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT
atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah yang berjudul “Sejarah Penulisan
dan Modifikasi Hadits” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Hadits.
Makalah ini berisikan mengenai Hadis pada masa Rosulullah SAW,
Khulafaur Rasyidin, Tabi’ib dan masa modifikasi hadits.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini. Saran dan kritik yang membangun akan dengan senang hati penulis terima
untuk perbaikan di lain waktu supaya makalah yang penulis buat bisa lebih baik
lagi. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuannya
dalam penyusunan makalah ini.

Bandung, 28 September 2019

Penyusun

i
Daftar isi
Kata pengantar ................................................................................................. i
Daftar isi ........................................................................................................... ii
BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan penulisan................................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................... 2
2.1 Sejarah Penulisan Hadis .................................................................... 2
2.2 Hadis Pada Masa Rasululloh saw ...................................................... 3
2.3 Hadis pada Masa Khulafa’Rasyidin ................................................... 7
2.4 Hadis pada Masa Tabi’in ................................................................... 8
2.5 Masa kodifikasi Hadis ........................................................................ 10
BAB III : PENUTUP ....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang
telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan
memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa
Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits, serta segala hal yang
memengaruhi hadits tersebut.
Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah
panutan dan tokoh masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang
dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara konkrit dalam kehidupan
sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan Rasulullah SAW
memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media.
Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang
dihafal dan dicatat. Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah
perkembangan hadis.. dari Periode Rasulullah SAW sampai periode
sekarang.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan
menyajikan bahan seminar kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Hadis; masa prakodifikasi hadis (Masa Rasulullah SAW, Khulafa‟
Rasyidin, Tabi‟in), masa kodifikasi hingga sekarang”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi?
2. Bagaimana sejarah penulisan dan kodifikasi hadis?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kodifikasi hadits?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi.
2. Untuk mendeskripsikan sejarah penulisan dan kodifikasi hadist.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kodifikasi hadist.

1
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Penulisan Hadis
Penyebaran pada masa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam,lewat mulut
kemulut. Hal ini terjadi bukan karena para sahabat tidak bisa menulis, tetapi
karena Rasulullah pernah melarang untuk menulis hadis. Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan Oleh Abu Sais Al-khudri radhiyallahu anhu,Rasulullah saw
bersabda: “Janganlah kalian menulis sesuatu dariku ! Barang siapa menulis
dariku selain alquran, maka sebaiknya ia menghapusnya. Sampaikanlah apa
apa yang telah kalian peroleh dariku dan itu tidak berdosa. Barang siapa yang
berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaknya ia mendapatkan
tempat duduknya di dalam neraka.”(HR.Muslim)
Namun sebenarnya, pada waktu itu (ketika rasul masih hidup) ada sebagian
Sahabat yang mendapat izin khusus dari Rasulullah untuk menulis hadis,seperti :
Abdullah bin Amru bin Ash, jabir bin Abdullah, Ali bin Abi Thalib.Hanya saja
hadis pada waktu itu belum dibukukan secara resmi.
Namun diakhir hayat Rasulullah saw,barulah beliau mengizinkan penulisan
hadis dan membatalkan larangan tersebut. Sebagaimana riwayat dari Abdullah bin
Amru bin Ash,beliau mengatakan : “Dahulu aku menulis semua yang aku dengar
dari Rasulullah karena aku ingin menghapalnya,kemudian orang Quraisy
melarangku,dan mereka berkata :” Engkau menulis semua yang kau dengar dari
Rasul ? Dan Rasulullah adalah seorang manusia, kadang berbicara karena marah,
kadang berbicara dalam keadaan lapang”. Mulai dari sejak itu pun aku tidak
menulis lagi.sampai aku bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan masalah ini,
Kemudian beliau bersabda sambil menunjukan jarinya kemulutnya :
‘tulislah!Demi yang jiwaku ada ditangan-nya tidaklah keluar dari mulutku ini
kecuali kebenaran’. (HR Abu Dawud )
Setelah Rasulullah membolehkan menulis hadis,barulah para sahabat yang lain
menulisnya,seperti :Abu Huroiroh,Abu Bakar,dll.

2
3

A. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW


Hadits pada masa Nabi dikenal dengan „Ashr al-Wahy wa al-
Takwin, yaitu masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.
Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat
sebagai pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkan Allah SWT
kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat
merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.
1. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap dan kebijaksanaan
beliau tentang hadits ialah sebagai berikut:
a. Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk
menghafal, menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil
yang menunjukkan perintah ini yaitu: “Dan ceritakanlah
daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan apa
yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku,
hendaklah dia bersedia menempati kediamannya dineraka.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi
kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadits. Pertama,
karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang
telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat
hafalannya. Kedua, Rasulullah SAW banyak memberikan spirit
melalui doa-doanya. Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan
akhirat kepada mereka yang menghafal hadits dan
menyampaikannya kepada orang lain.
b. Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menulis hadits-
haditsnya. Dalil yang menunjukkan perintah ini yaitu: “Janganlah
kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku, terkecuali al-
Qur‟an. Dan barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-
Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.” (HR. Ahmad dan Muslim).
2. Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadits
4

Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits
dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara
Rasulullah SAW dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri,
pasar, ketika dalam perjalanan, dan ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits yang
disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui
musyafahah), dan melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikan oleh
para sahabat (melalui musyahadah).
Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada
para sahabat, yaitu:
a. Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang
diadakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk membina para jama‟ah.
Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk
menerima hadits, sehingga mereka berusaha untuk selalu
mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang
diberikan oleh Rasulullah SAW.
b. Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan
haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan dengan soal
keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut
hubungan suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji
wada‟ dan Fath Makkah. Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun
10 H (631 M), Nabi Muhammad SAW menyampaikan khatbah yang
sangat bersejarah di depan ratusan ribu kaum muslimin yang
melakukan ibadah haji, yang isinya terkait dengan bidang muamalah,
ubudiyah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia yang meliputi
kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu antara lain larangan
menumpahkan darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil
harta orang lain dengan batil, larangan riba, menganiaya,
persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus ditegakkan, dan
5

umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan


Hadits.
3. Perbedaaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadits Diantara para sahabat
tidak sama perolehan dan penguasaan hadits. Hal ini tergantung kepada
beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama
Rasulullah SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan
bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka karena
berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
Rasulullah SAW.
Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak
menerima hadits dari Rasulullah SAW dengan beberapa penyebabnya,
antara lain:
a. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun (yang
mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab,
Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan Ibn Mas‟ud.
b. Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah SAW), seperti Siti
Aisyah dan Ummu Salamah. Hadits-hadits yang diterimanya, banyak
yang berkaitan dengan soal keluarga dan pergaulan suami istri.
c. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW
juga menuliskan hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah Amr
Ibn Al-„Ash.
d. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan
tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-
sungguh, seperti Abu Hurairah.
e. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis
Rasulullah SAW, banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia
tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasulullah SAW,
seperti Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik dan Abdullah Ibn Abbas.
Sementara itu, menurut Muhamad Musthafa „Azami, bahwa para
sahabat menerima hadits dari Rasulullah SAW melalui tiga macam cara,
yaitu:
6

1) Melalui metode hafalan. Secara historis masyarakat Arab secara


umum adalah masyarakat yang kuat daya hafalannya sehingga
terlepas apakah mereka pandai mengenal baca tulis (ummi) atau tidak,
akan membantu dalam menerima dan memahami hadis dari
Rasulullah SAW. Di sisi lain, beliau juga sering mengulangulang apa
yang telah diucapkannya.
2) Metode tulisan. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW yang
setelah menerima hadis dari beliau, mereka langsung menuliskannya.
Metode ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang
memiliki kemahiran dalam menulis saja.
3) Metode praktik. Para sahabat mempraktikkan secara langsung hadis-
hadis yang diterima dari Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan
sehai-hari, dan jika terjadi perbedaan, maka mereka dapat langsung
mengkonfirmasikannya kepada Rasulullah SAW.
4. Penulisan Hadis Masa Rasulullah SAW dan Khulfa’ Rasyidin
Sa‟ad bin Ubaidah al-Anshar pernah memiliki himpunan hadis
Rasulullah SAW. Ibnu Hajar memastikan bahwa beliau adalah salah
seorang penulis jaman jahiliyah. Putranya meriwayatkan hadis dari
catatannya tersebut. Al-Bukhari mengatakan bahwa catatan itu merupakan
salinan dari catatan Abdullah bin Abi Aufa yang menulis sendiri hadis-
hadis Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, pada masa Rasulullah SAW, tulisan Abdullah bin „Amr
bin al-„Ash termasuk sebagai ash-Shahifah ash-Shadiqah. Abdullah bin
„Amr mencatat dari sumbernya, yakni Rasulullah sendiri. Yang terhimpun
seribu hadis Rasulullah SAW. Shahifah dalam tulisan tangan beliau tidak
ditemui sekarang, namun isinya terhimpun di dalam kitab-kitab Hadis
terutama di dalam Musnad Ahmad.8
Sebagian Sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan
yang dilakukan oleh Abdullah bin „Amr. Mereka beralasan, Rasulullah
SAW telah bersabda :“Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar
dari aku. Dan barangsiapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al-
Qur‟an, hendaklah ia menghapuskannya.” (HR. Muslim).
7

Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu selalu menulis apa yang


kamu dengar dari Nabi Muhammad SAW, padahal beliau kadang-kadang
dalam keadaan marah, lalu beliau menuturkan ssuatu yang tidak dijadikan
syariat umum.” Mendengar ucapan mereka, Abdullah bertanya kepada
Rasulullah SAW. Mengenai hal tersebut Rasulullah SAW kemudian
bersabda : “Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang
jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran.
B. Hadits Pada Masa Khulafa’ Rasyidin
Periode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa Khulafa‟
Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi
Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H s/d 40 H. Masa ini juga disebut
dengan masa sahabat besar.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada
pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur‟an, maka periwayatan hadits belum
begitu berkembang dan kelihatannya berusaha membatasinya. Oleh karena
itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan
adanya pembatasan periwayatan.
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para
sahabat dengan sikap kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam
meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad SAW, yaitu:
1. Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau
matannya persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya
bisa dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan
Rasulullah SAW.
2. Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak
persis sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi
isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh Rasulullah SAW, tanpa ada perubahan sedikitpun.
Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis
dan hati-hati dalam periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan
bahwa mereka sangat peduli tentang kebenaran dalam periwayatan
hadits, diantaranya:
8

a. Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu


riwayat. Ini dikarenakan meriwayatkan hadits Nabi Muhammad
SAW merupakan hal penting, sebagai wujud kewajiban taat
kepadanya.
b. Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap
periwayat maupun isi riwayat itu sendiri.
c. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan
adanya saksi dalam periwayatan hadits.
d. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta
sumpah dari periwayatan hadits.
e. Para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya.
f. Diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis
tanpa pengecekan terlebih dahulu apakah benar dari Nabi atau
perkataan orang lain dikarenakan mereka memiliki agama yang kuat
sehingga tidak mungkin berdusta.
C. Hadits Pada Masa Tabi’in
Pada era tabi‟in, keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat.
Namun pada masa ini, Al-Qur‟an telah dikodifikasi dan disebarluaskan ke
seluruh negeri Islam, maka tabi‟in dapat memfokuskan diri dan
mempelajari sunnah dari para sahabat. Kemudahan lain, yang diperoleh
tabi‟in karena sahabat Nabi Muhammad SAW telah menyebar ke seluruh
penjuru dunia Islam. Sehingga, mereka mudah mendapatkan informasi
tentang sunnah.
1. Pusat-pusat Pembinaan Hadits
Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan
hadits, sebagai tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari hadis. Kota-
kota tersebut ialah Madinah AlMunawwarah, Makkah Al-Mukarramah,
Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia, Yaman dan
Khurasan. Ada beberapa orang yang meriwayatkan hadis pada kotakota
tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik,
Aisyah, Abdullah Ibn Abbas, Jabir Ibn Adillah dan Abi Sa‟id Al-
Khudri.
9

Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah


Rasulullah SAW menetap setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga
membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas Muhajirin dan
Anshar. Para sahabat yang menetap disini, diantaranya Khulafa‟
Rasyidin, Abu Hurairah, Sii Aisyah, Abdullah Ibn Umar dan Abu Sa‟id
Al-Khudri, dengan menghasilkan para pembesar Zuhri, Ubaidillah Ibn
„Utbah Ibn Mas‟ud dan Salim Ibn Abdillah Ibn Umar. tabi‟in, seperti
Sa‟id Ibn Al-Musyayyab, „Urwah Ibn Zubair, Ibn Syihab Al-Zuhri. Di
antara ulama hadits yang menghimpun hadits pada masa ini adalah: Ibnu
Juraij (w. 150 H di Makkah), Al-Awza‟I di Syiria (w. 159 H), Sufyan
at-Tsawri di Kufah (w. 161 H), Imam Malik al-Muwaththa‟ di Madinah
(w. 174 H), dan lain-lain.13
2. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits
Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah
terjadinya perang Jamal dan perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan
dipegang oleh Ali Ibn Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang
dan berlarut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa
kelompok (Khawarij, Syi‟ah, Mu‟awiyah, dan golongan mayoritas
yang tidak masuk ke dalam ketiga kelompok tersebut).
Demikian, dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh
negatif, yakni dengan munculnya hadis-hadis palsu (mawdhu‟) untuk
mendukung kepentingan politiknya masingmasing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Sedangkan pengaruh positifnya
ialah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya
kodifikasi atau tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari
pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan politik
tersebut.
3. Perkembangan Pembukuan Hadis
Perkembangan pembukuan hadis pada masa ini ada 3 bentuk, yaitu
sebagai berikut:
10

a. Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa


memperhatikan masalah atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan
kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dha‟if.
b. Al-Jami‟, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi
sembilan masalah, yakni aqa‟id, hukum, perbudakan (riqaq), adab
makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifatsifat akhlak (syama‟il),
fitnah dan sejarah (manaqib).
c. Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh,
setiap bab memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan
An-Nasa‟i, Sunan Ibnu Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam
kitab ini ada yang shahih, hasan, dan dha‟if, tetapi tidak terlalu
dha‟if seperti hadis Munkar.
D. Masa Kodifikasi Hadis
1. Definisi Kodifikasi Hadis
Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang
berarti codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah,
kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi Muhammad
SAW secara resmi berdasar perintah khalifah dengan melibatkan
beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan
secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain,
kodifikasi hadis (tadwin hadis) adalah penghimpunan, penulisan, dan
pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa negara
(khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk
menjaga hadis Nabi Muhammad SAW dari kepunahan dan kehilangan
baik karena banyaknya periwayat penghafal hadis yang meninggal
maupun karena adanya hadis palsu yang dapat mengacaubalaukan
keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
Jadi, kodifikasi hadis disini adalah penulisan, penghimpunan, dan
pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW yang dilakukan berdasar
perintah resmi khalifah „Umar Ibn „Abd al-Aziz, khalifah kedelapan
Bani Umayyah yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh
11

para ulama di berbagai daerah hingga pada masa berikutnya hadis


terbukukan dalam kitab hadis.
2. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis
a. Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-2 hijriyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2
Hijriyah ialah Malik, Yahya Ibn Said al-Qaththan, Waki‟ Ibn
al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn
Hajjaj, Abd ar-Rahman Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-Laits, Abu
Hanifah, Asy-Syafi‟y.
2) Kitab-kitab hadis yang terkenal dalam abad ke-2 hijriyah
Adapun kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal
di kalangan ahli hadis, ialah:
a) Al-Muwaththa‟, susunan Imam Malik (95-179 H).
b) Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn Ishaq
(150 H).
c) Al-Jami‟, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan‟any (211 H).
d) Al-Mushannaf, susunan Syu‟bah Ibn Hajjaj (160 H).
e) Al-Mushannaf, susunan Sufyan Ibn Uyainah (198 H).
f) Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa‟ad (175 H).
g) Al-Mushannaf, susunan Al-Auza‟y (150 H).
h) Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H).
i) Al-Maghazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn
Waqid al-Aslamy (130-207 H).
j) Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
k) Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali
l) Al-Musnad, susunan Imam Asy-Syafi‟y (204 H).
m) Mukhtalif al-Hadis, susunan Imam As-Syafi‟y.
3) Kedudukan dan keadaan kitab-kitab hadis abad ke-2 hijriyah.
Di antara kitab-kitab abad ke-2 yang mendapat perhatian
ulama secara umum adalah Al-Muwaththa‟ (susunan Imam
Malik), Al-Musnad dan Mukhtalif al-Hadis (susunan Imam
12

Asy-Syafi‟y) serta As-Sirah an-Nabawiyah atau Al-Maghazi


wa asSiyar (susunan Ibnu Ishaq).
Al-Muwaththa‟ paling terkenal dan mendapat sambutan
yang sangat besar dari ulama dan para ahli karena banyak yang
membuat syarah (penjelasannya) dan mukhtashar
(ringkasannya). Kitab ini mengandung 1.726 rangkaian khabar
dari Nabi SAW, sahabat, dan tabi‟in. Khabar yang musnad
sejumlah 600, yang mursal sejumlah 228, yang mauquf
sejumlah 613 dan yang maqthu‟ 285.
b. Kodifikasi Hadis Abad III Hijriyah Abad ketiga Hijriyah
merupakan puncak usaha pembukuan hadis (Masa Keemasan).
Ulama‟ hadits yang muncul pada abad ini digelari Muqaddimin,
yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada
usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui para
penghapalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru Negara
Arab, Persia, dan lain-lain.
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-3 hijriyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini ialah Ali
Ibn al-Madiny, Abu Hatim ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-
Thabary, Muhammad Ibn Sa‟ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad,
Al-Bukhary, Muslim, An-Nasa‟y, Abu Daud, Ibnu Madjah,
Ibnu Qutaibah, Ad-Dainury.
2) Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah
Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di
antaranya:
a) Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy
b) Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
c) Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy (kitab ini
dikumpulkan oleh para penghafal hadis berdasar kepada
riwayat Yunus Ibn Habib dari Ath-Thayalisy).
d) Al-Musnad, susunan Nu‟aim Ibn Hammad.
e) Al-Musnad, susunan Abu Ya‟la al-Maushily.
13

f) Al-Musnad, susunan Al-Humaidy.


g) Al-Musnad, susunan Ali al-Madiny.
h) Al-Musnad, susunan Abed Ibn Humaid.
i) Al-Musnad al-Mu‟allal, susunan Al-Bazzar.
j) Al-Musnad, susunan Baqy Ibn Makhlad (201-296 H).
musnad ini paling luas isinya daripada musnad-musnad
yanng lain.
k) Al-Musnad, susunan Ibnu Rahawaih (237 H).
l) Al-Musnad, susunan Ahmad Ibn Hanbal.
m) Al-Musnad, susunan Muhammad Ibn Nashr al-Marwazy.
n) Al-Musnad, susunan Abu Bakar Ibn Abi Syaibah (235 H).
o) Al-Musnad, susunan Abu al-Qasim al-Baghawy (214 H).
p) Al-Musnad, susunan Utsman Ibn Abi Syaibah (293 H).
q) Al-Musnad, susunan Abu al-Husain Ibn Muhammad al-
Masarkhasy (298 H). Dalam musnad ini dikumpulkan
seluruh hadis Az-Zuhry.
r) Al-Musnad, susunan Ad-Darimy. Musnad ini disusun
menurut bab demi bab). Seharusnya digolongkan ke dalam
mushannaf. Dinamakan musnad karena hadis yang
diriwayatkannya secara musnad. Al-Bukhary pun menamai
kitabnya dengan Al-Musnad ash-Shahih.
s) Al-Musnad, susunan Said Ibn Manshur.
t) Al-Musnad, susunan Al-Imam Ibn Jabir. Maka dengan
usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis dalam
tiga macam, yaitu:
a) Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang
penyusunannya tidak memasukkan ke dalamnya, selain
hadis-hadis yang shahih saja.
b) Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya
tidak dimasukkan ke dalam hadis-hadis yang munkar
dan yang sepertinya.
14

c) Kitab-kitab musnad ialah kitab-kitab yang


penyusunannya memasukkan ke dalamnya segala rupa
hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring dan
tidak menerangkan erajat-derajatnya. Oleh karena itu,
derajatnya di bawah derajat kitab sunan.
Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa
disebut Kutub alSittah, yaitu:
a) Al-Jami‟al-Shahih karya Imam al-Bukhari (194-
252 H).
b) Al-Jami‟ al-Shahih karya Imam Muslim (204-261
H).
c) Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261
H).
d) Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
e) Al-Sunan karya al-Nasa‟ie (215-302 H).
f) Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).20
c. Kodifikasi Hadits Abad IV-VII H
Masa ini adalah masa pemeliharaan, penertiban,
penambahan, dan penghimpunan („ashr al-tahzib wa al-tartib wa
al-istidrak wa al-jam‟u) dan berlangsung sekitar dua setengah
abad, yaitu antara abad keempat sampai pertengahan abad
ketujuh Masehi, saat jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke tangan
Khulagu Khan tahun 656 H/1258 M. Gerakan ulama hadis pada
masa ini sebenarnya tidak jauh beda dengan gerakan ulama pada
masa sebelumnya.
1) Kitab-kitab yang tersusun dalam abad IV-VII H
a) Kitab Syarah ialah kitab hadis yang memperjelas dan
mengomentari hadits-hadits tertentu yang sudah tersusun
dalam beberapa kitab hadits sebelumnya.
b) Kitab Mustakhrij ialah kitab hadits yang metode
pengumpulan haditsnya dengan cara mengambil hadits
15

dari ulama tertentu lalu meriwayatkannya dengan sanad


sendiri yang berbeda dari sanad ulama hadits tersebut.
c) Kitab Athraf ialah kitab hadis yang hanya memuat
sebagian matan hadits, tetapi sanadnya ditulis lengkap.
d) Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits
yang memenuhi syaratsyarat Bukhari dan Muslim atau
syarat salah satu dari keduanya.
e) Kitab Jami‟ ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang
telah termuat dalam kitabkitab yang telah ada.
2) Tokoh-tokoh hadits abad IV-VII H Di antara ulama hadits
yang terkenal dalam masa ini adalah Sulaiman bin Ahmad
alThabari, „Abd al-Hasan Ali bin Umar bin Ahmad al-
Daruquhni, Abu Awanah Ya‟kub al-Safrayani, Ibnu
Khuzaimah Muhammad bin Ishaq, Abu Bakr Ahmad bin
Husain Ali al-Baihaqi, Majuddin al-Harrani, Al-Syaukani,
Al-Munziri, Al-Shiddiqi, Muhyiddin Abi Zakaria al-
Nawawi.
d. Kodifikasi Hadis Abad ketujuh Hijriyah sampai Sekarang Masa
ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan
(„Ahd al-syarh wa al-jamu‟ wa al-takhrij wa al-bahts). Ulama
pada masa ini mulai mensistemisasi hadits-hadits menurut
kehendak penyusun, memperbarui kitab-kitab mustakhraj
dengan cara membagi hadits menurut kualitasnya.
1) Tokoh-tokoh hadis dalam abad ke-7 Hijriyah sampai
sekarang Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini
ialah Az-Zahaby (748 H), Ibnu Sayyid an-Nas (734 H), Ibnu
Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H), Al-Asqalany (852 H),
Ad-Dimyaty (705 H), Al-Ainy (855 H), As-Sayuthy (911 H),
Az-Zarkasy (794 H), Al-Mizzy (742 H), Al-Ala‟y (761 H),
Ibnu Katsir (744 H), Az-Zaila‟y (762 H), Ibnu Rajab (795
H), Ibnu Mulaqqin (804 H), Al-Bulqiny (805 H), Al-Iraqy
(806 H), Al-Haitsamy (807 H), Abu Zur‟ah (806 H).
16

2) Kitab-kitab hadits yang tersusun dalam abad ke-7 Hijriyah


sampai sekarang a) Kitab hadits yang disusun dalam abad
ke-7 Hijriyah
- Ath-Targhib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim Ibn Abd
al-Qawy Ibn Abdullah al-Mundziry (656 H).
- Al-Jami‟ baina ash-Shahihain, susunan Ahmad Ibn
Muhammad al-Qurthuby, yang terkenal dengan nama
Ibnu Hujjah (642 H).
- Muntaqa Al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majduddin
Abul Barakah Abd asSalam Ibn Abdillah Ibn Abi al-
Qasim al-Harrany (652 H).
- Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdil Wahid al-
Maqdisy (643 H) yang mentashih hadis yang belum
ditashih oleh ulama sebelumnya.
- Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini
telah disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam
kitab Dalil al-Falihin.
- Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh
banyak ulama, di antaranya Ahmad Hijazy al-Faryany
dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah „ala al-Arba‟in an-
Nawawiyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan,
dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu kekhawatiran
hilangnya hadis dan kemurnian hadis.
B. Saran
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari
berbagai referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
segi penulisan, sehingga terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah
perkembangan hadis. Dan kami berharap dari refisian makalah ini, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Amin.

17
DAFTAR PUSTAKA
As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.
Semarang:Pustaka Rizki Putra, 2009.
Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012.
Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2012.
PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Solahudin, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: Citapustaka Media Perintis, 2011

Anda mungkin juga menyukai