Anda di halaman 1dari 16

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

MENGANGGAP PARA SAHABAT


MERUPAKAN ORANG YANG PALING MENGETAHUI
PERMASALAHAN AGAMA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
Pada mata kuliah Ahlussunnah Wal Jamaah
Dosen Pengampu : Dr. H. Koko Komarudin, M.Pd.

Disusun Oleh:
GINA SOLIHAH NURAENI
IIS HISNI MUBAROKAH
JAWWAD AZKA KARIM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS JAWA BARAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat yang luarbiasa, keteguhan, serta kekuatan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tercurahkan limpahkan
kepada Nabi kita semua Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan atau rujukan dari berbagai sumber, sehingga dapat
memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H. Koko Komarudin,
M.Pd. Dosen mata kuliah Ahlussunnah Wal Jamaah yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
Kami sadar betul bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya penulis sangat menghargai masukan atau kritik yang membagun supaya
bisa lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kedepannya.

Ciamis, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Sahabat Nabi SAW ..........................................................3


B. Kedudukan Sahabat Nabi SAW dalam Al-Quran dan Hadist...........4
C. Kedudukan Sahabat Nabi SAW di Kalangan Ahlul Bait ................7
D. Sahabat Sebagai Sumber Rujukan..................................................8
E. Larangan Mencela Sahabat Nabi SAW ........................................ 10
F. Sikap Ahlussunnah Wal Jamaah Terhadap Para Sahabat............... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 12
B. Saran .......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Permasalahan agama menjadi satu dari sekian banyak permasalahan
yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Butuh orang yang tepat yang mampu
membimbing suatu golongan atau kaum, sehingga bisa terlepas dari
permasalahan tersebut dan mendapatkan jalan keluarnya. Itu karena
permasalahan agama adalah persoalan yang cukup pelik. Karena
menyangkut tata cara beribadah seorang hamba kepada Tuhan. Oleh
karenanya, ahlussunnah wal jamaah meyakini dan menganggap para
sahabat atau sahabat Nabi SAW yang memiliki kebaikan hati, kedalaman
dalam ilmu, kesungguhan dalam iman, kejujuran dalam perilaku sebagai
penerus Nabi Muhammad SAW mampu dijadikan sandaran atau rujukan
dalam mencari solusi dari permasalahan yang ada dalam tubuh umat islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian sahabat?
2. Bagaimana kedudukan Sahabat Nabi SAW dalam Al Quran dan
Hadist?
3. Bagaimana kedudukan Sahabat Nabi SAW di kalangan Ahlul
Bait?
4. Kenapa Sahabat dijadikan sebagai sumber rujukan?
5. Larangan Mencela Sahabat Nabi
6. Bagaimana sikap Ahlussunnah Wal Jamaah terhadap Para
Sahabat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi sahabat.
2. Untuk mengetahui kedudukan Sahabat Nabi SAW dalam Al
Quran dan Hadist.
3. Untuk mengetahui kedudukan Sahabat Nabi SAW di kalangan
Ahlul Bait.
4. Untuk Mengetahui Alasan Sahabt dijadikan sebagai sumber
rujukan.
5. Untuk mengetahui penyebab larangan mencela Sahabat Nabi.
6. Untuk Mengetahui sikap Ahlussunnah Wal Jamaah terhadap
Para Sahabat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI SAHABAT NABI SAW


Kata “sahabat” berasal dari bahasa arab “shahabah” yang pada
kemudian merujuk kepada sahabat Nabi SAW. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) sendiri mengartikan sahabat sebagai kawan atau teman.
Menurut bahasa, Shohabi diambil dari kata-kata shohbatun yakni
persahabatan. Persahabatan ini berlaku untuk setiap orang yang menemani
orang lain sebentar ataupun lama. Maka dapat di katakan seorang menemani
si fulan dalam satu masa, setahun, sebulan, sehari atau sejenak. Jadi
persahabatan bisa saja sebentar atau lama. Abu Bakar Al-Baqilany berkata:
“Berdasarkan definisi bahasa ini, maka wajib berlaku definisi ini terhadap
orang yang bersahabat dengan Nabi sekalipun hanya satu jam di siang hari.
Inilah asal kata dari kalimat shahabat ini.”
Menurut istilah, Ibnu Katsir berkata : “Shahabat adalah orang Islam
yang bertemu dengan Rasulullah SAW meskipun masa bertemu dengan
beliau tidak lama.”
Al Hafizd Ibnu Hajar As Asqolani berkata : “Orang yang berjumpa
dengan Nabi SAW dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan
islam”. Masuk dalam definisi ini ialah orang yang bertemu dengan Nabi
SAW baik lama atau sebentar, baik meriwayatkan hadits beliau atau tidak,
baik ikut berperang bersama beliau atau tidak. Demikian juga orang yang
pernah melihat beliau sekalipun ia tidak duduk dalam majlis beliau, atau
orang yang tidak pernah melihat beliau karena buta. Masuk dalam definisi
ini orang yang beriman lalu murtad kemudian kembali lagi kedalam islam
dan wafat dalam keadaan islam seperti Asy’ats bin Qois.
Cara mengetahui status seseorang sebagai sahabat adalah
sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya al-
Baits al-Hatsits hal 185, bahwasannya “Status sahabat dapat diketahui
melalui (berita) mutawatir, atau berita yang mustafîdhah (banyak namun di
bawah derajat mutawatir), atau dengan kesaksian sahabat yang lain, atau
bisa juga dengan meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
baik secara sama’ (mendengar) ataupun menyaksikan, selama berada satu
zaman (dengan Nabi).”

B. KEDUDUKAN SAHABAT NABI SAW DALAM AL-QURAN DAN


HADIST
1. Qs Al-fath ayat 29
Artinya : “ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku` dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda meraka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil; yaitu seperti tanaman
mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar”.
Ayat ini mencakup seluruh sahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum,
kerena mereka seluruhnya hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Dalam tafsirnya, Ibnu Jarir berkata: “Bisyr telah menyampaikan
kepada kami dari Yazid, dari Sa’id, dari Qatadah tentang firman Allah
“berkasih sayang sesama mereka”, yakni Allah menanamkan ke dalam
hati mereka rasa kasih sayang sesama mereka. Dan firman Allah “kamu
lihat mereka ruku` dan sujud”, yakni kamu lihat mereka ruku` dan sujud
dalam shalat. Firman Allah “mencari karunia Allah”, yakni mereka
mencari keridhaan Allah dengan ruku` dan sujud tersebut, dengan sikap
keras terhadap orang kafir dan saling kasih sayang sesama mereka. Hal
itu merupakan rahmat Allah kepada mereka dengan memberi keutamaan
atas mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surgaNya. Firman
Allah “dan keridhaanNya”, yakni Allah meridhai mereka semua”.
Imam Malik rahimahullah berkata: Telah sampai padaku (berita)
bahwa kaum Nashrani jika menyaksikan para sahabat yang
menaklukkan negeri Syam, mereka berujar: “Demi Allah, mereka itu
lebih baik ketimbang kaum Hawariyyun sebagaimana yang kami
ketahui tentang mereka. Perkataan ini merupakan bukti kejujuran. Sebab
umat ini begitu diagungkan dalam kitab-kitab samawi. Dan yang paling
mulia dan agung adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, dimana Allah Ta’ala telah memuliakan penyebutan mereka
dalam kitab-kitab samawi yang diturunkan, serta dalam kabar-kabar
yang diwariskan secara turun-temurun.
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata dalam tafsirnya Zaadul
Masir VII/446: “Sifat ini diarahkan kepada seluruh sahabat, menurut
jumhur ulama”.
2. Qs At Taubah ayat 100
Artinya : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan mereka ridha kepadaNya. Allah menyediakan bagi mereka jannah-
jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”.
Berkenaan dengan tafsir ayat di atas, Ibnu Katsir berkata: “Allah
Yang Maha Agung mengabarkan bahwa Dia telah meridhai orang-orang
terdahulu lagi pertama-tama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Sungguh celaka orang yang membenci mereka, mencaci atau membenci
dan mencaci sebagian dari mereka. Terutama penghulu para sahabat
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang paling baik
dan paling utama di antara mereka, yakni Ash Shiddiq Al Akbar,
Khalifah A’zham Abu Bakar bin Abi Quhafah Radhiyallahu ‘anhu.
Kelompok celaka dari kalangan Rafidhah telah memusuhi sahabat
paling utama, membenci serta mencaci para sahabat. Kita berlindung
kepada Allah dari hal itu.
Adapun Ahlus Sunnah, mereka senantiasa mendoakan kebaikan
bagi orang yang telah diridhai oleh Allah (dengan mengucapkan
radhiyallahu ánhum), mencela siapa saja yang telah dicela oleh Allah
dan RasulNya, membela siapa saja yang telah dibela oleh Allah dan
RasulNya, memusuhi siapa saja yang memusuhi Allah. Ahlus Sunnah
adalah orang yang selalu mengikuti (kebenaran), bukan orang yang
membuat-buat bid’ah. Mereka selalu meneladani (Rasul), bukan orang
yang mengada-ada. Oleh sebab itu, mereka adalah hizbullah yang pasti
menang dan hambaNya yang beriman.
3. Hadits nabi SAW
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku ini kemudian
yang setelah itu kemudian yang setelah itu kemudian nanti akan datang
suatu kaum dimana persaksian seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksianya”. ( HR. Bukhari
Muslim )
Sifat-Sifat Para Sahabat Yang Disebutkan Dalam Al Qur’an Dan
Hadits Diatas :
a. Mereka adalah orang-orang yag benar-benar beriman
b. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus
c. Mereka adalah yang memperoleh kemenangan
d. Mereka dalah orang-orang yang benar
e. Mereka adalah sebaik-baik umat setelah para Rosul
C. KEDUDUKAN SAHABAT NABI SAW DI KALANGAN
AHLUL BAIT
1. Saling hormat dan cinta
Para sahabat Rasulullah saw adalah orang yang paling menghormati
dan mencintai keturunan dan keluarga Rasulullah saw yang beriman.
Sebab mereka faham, bahwa di antara tuntutan cinta kepada Rasulullah
saw adalah cinta kepada keluarga beliau yakni istri, anak, paman,
sepupu, cucu dan kerabat dekat Rasulullah saw. Disamping itu, mereka
dan seluruh umat Islam mendapat wasiat khusus dari Rasulullah saw
untuk tidak menyakiti keluarga beliau saw.
Sebagaimana riwayat Zaid ibn Arqam ra oleh Imam Muslim dalam
kitab Shahih-nya (no. 2408). Dalam sejarah, perkataan dan sikap para
sahabat Rasulullah saw. terhadap Ahlul Bait merupakan bukti akan
penunaian wasiat tersebut. Perhatikan ucapan sahabat yang mulia, Abu
Bakar ra, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
Fathul Bari (7/98):
“Sungguh, keluarga Rasulullah saw. lebih aku cintai dari keluargaku
sendiri”
Bahkan Zaid ibn Tsabit ra. ketika bertemu Abdullah bin Abbas ra.
di sebuah jalan, beliau turun dari kendaraan lalu mempersilahkan beliau
mengendarainya, seraya berkata: “Demikianlah Rasulullah saw.
memerintahkan kami untuk memperlakukan (dengan baik) keluarga
beliau”.
Demikian pula Ahlul Bait menghormati dan menghargai para
sahabat Rasulullah saw. yang bukan dari kerabat beliau saw.
Imam Bukhari dan Imam at-Tirmidzi (no: 3891), meriwayatkan dari
Ibnu Abbas ra:
“Saya berdiri di tengah kerumunan orang yang mendoakan Umar
ibnul Khatthab ra. (setelah beliau ditikam), saat beliau dibaringkan di
pembaringan. Tiba-tiba seorang yang ada di belakang saya meletakkan
lengannya di atas pundakku seraya berkata: Semoga Allah
merahmatimu wahai Umar, saya berharap Allah mengumpulkanmu
bersama kedua sahabatmu. Sungguh, saya sering mendengar Rasulullah
saw. bersabda: “Adalah saya bersama Abu Bakar dan Umar, saya
berbuat bersama Abu Bakar dan Umar, saya pergi bersama Abu Bakar
dan Umar”, maka saya sungguh berharap Allah mengumpulkanmu
kembali bersama keduanya. Saya (Ibnu Abbas) lalu menoleh ke
belakang, ternyata orang tersebut adalah Ali ibn Abi Thalib”.
Dalam banyak riwayat yang shahih, ketika Ali ibn Abi Thalib ra.
ditanya tentang orang yang paling mulia setelah Rasulullah saw dengan
tegas beliau menjawab: Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman ra., bahkan
beliau mengancam akan mencambuk siapa saja yang melebihkan beliau
atas Abu Bakar dan Umar ra.
2. Hubungan pernikahan antara sesama mereka
Dalam riwayat-riwayat shahih disebutkan, Rasulullah saw. menikah
dengan Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti Umar. Abu Bakar
menikah dengan Asma binti Umais yang sebelumnya dinikahi oleh
Ja’far ibn Abi Thalib, lalu sepeninggal Abu Bakar, ia dinikahi oleh Ali
ibn Abi Thalib ra. Ummu Farwah binti al-Qasim ibn Muhammad ibn
Abi Bakar (cucu Abu Bakar ra.) dinikahi oleh Muhammad ibn Ali al-
Baqir, Umar ibn al-Khattab menikahi anak Ali ibn Abi Thalib ra. yang
bernama Ummu Kultsum.
D. SAHABAT SEBAGAI SUMBER RUJUKAN
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan bila timbul
perpecahan dan perselisihan di kalangan umat ini, agar kembali kepada
Kitabullah, Sunnah RasulNya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin, yakni para
sahabat -radhiyallahu ‘anhum jami’an.
Diriwayatkan dari Al Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan nasihat
yang membuat air mata kami mengalir, dan membuat hati kami bergetar.”
Kami berkata: “Wahai, Rasulullah! Sepertinya ini merupakan nasihat
pungkasan. Apa yang Anda wasiatkan kepada kami?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Sungguh saya telah meninggalkan kalian (yakni
para sahabat) di atas jalan yang putih bersih, siang dan malamnya sama
terangnya. Siapa saja yang menyimpang darinya (dari jalan putih bersih
yang para sahabat berada di atasnya), pasti (ia) binasa. Barangsiapa yang
hidup sepeninggalku, ia pasti melihat perselisihan yang amat banyak.
Hendaklah kalian tetap memegang teguh sunnahku yang kalian ketahui dan
sunnah Khulafaur Rasyidin (yakni para sahabat) yang berada di atas
petunjuk. Hendaklah kalian selalu patuh dan taat, meskipun diperintah oleh
seorang budak Habasyi. Peganglah erat-erat. Sesungguhnya seorang
mukmin itu laksana unta yang jinak. Apabila diarahkan (kepada kebaikan),
ia pasti menurut” [4].
Juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah,
sesungguhnya Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah-belah menjadi tujuh
puluh dua golongan. Dan bahwa umat ini, juga akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua di antaranya masuk neraka, dan satu
golongan di dalam surga, yakni Al Jama’ah”. [HR Abu Dawud dan lainnya.
Derajat hadits ini shahih]
Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Al Hakim dan lainnya
telah disebutkan tafsir Al Jama’ah: “Pedoman yang aku dan para sahabatku
berada di atasnya.
Maksud Al Jama’ah ialah, siapa saja yang mengacu kepada
pedoman yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni
Al Qur`an dan As Sunnah, serta menurut pedoman pemahaman sahabat
beliau Radhiyallahu ‘anhum.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu telah menjelaskan kepada
kita, tentang alasan dipilihnya pemahaman sahabat sebagai pedoman acaun.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Allah
melihat hati para hambaNya. Dia dapati yang paling baik adalah hati
Muhammad, maka Allah memilihnya untuk diriNya, dan Dia utus untuk
membawa risalahNya. Kemudian Allah kembali melihat hati para
hambaNya setelah hati Muhammad. Dia dapati yang paling baik ialah hati
para sahabatnya. Maka Allah menjadikan mereka sebagai pembantu-
pembantu NabiNya dan berperang untuk agamaNya. Segala sesuatu yang
dipandang baik oleh kaum Muslimin (sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam), maka pasti baik di sisi Allah. Dan apa yang dipandang buruk oleh
kaum Muslimin, pasti buruk juga di sisi Allah”. [Atsar shahih, riwayat
Ahmad, no 3600; Al Bazzar, no. 1816 dan Ath Thabrani, no. 85.
E. LARANGAN MENCELA SAHABAT NABI
Hukum mencela para sahabat adalah kafir atau keluar dari agama
Islam, Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam : ” Janganlah
mencela sahabatku! Janganlah mencela sahabatku! Demi Allah yang jiwaku
berada di tanganNya, meskipun kalian menginfaqkan emas sebesar gunung
Uhud, niscaya tidak akan dapat menyamai satu mud sedekah mereka, tidak
juga separuhnya”[5].
Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam pula : ” Barang siapa yang
mencela sahabatku maka pelakunya akan dilaknat Allah Ta’ala, Malaikat,
dan seluruh manusia.”[ HR. Thobroni ]
Hadits diatas, para Uama’ mengistinbatkan ( menyimpulkan ) hadist
tersebut dengan beberapa pendapat mereka, diantaranya adalah :
a. Imam Malik berkata : ” Orang-orang yang mencaci para sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam adalah orang-orang kafir (
Tafsir Ibnu Katsir V hal.367-368 atau IV hal. 215 Darus Salam
Riyadh )
b. Imam Abu Zuhroh Ar Rozi berkata: “Apabila engkau melihat
seorang mencaci seorang dari sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa salam maka ketahuilah bahwa orang itu adalah zindiq ( kafir ).
Yang demikian karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam
adalah haq, Al Qur’an adalah haq dan apa-apa yang dibawa adalah
haq dan yang menyampaikan kepada kita adalah sahabat Rasulullah.
Mereka adalah orang-orang zindik itu mencela kesaksian kita agar
bisa membatalkan al Qur’an dan sunnah ( yakni agar kita tidak
percaya kepada Al Qur’an dan Sunnah). Merekalah yang pantas
mendapat celaan.
c. Imam Al Hafidz Syamsyuddin bin Ustman Adz Dzahabi lebih
dikenal dengan Imam Adz Dzahabi berkata: ” Barang siapa yang
mencela para sahabat, menghina mereka maka sesungguhnya ia
telah keluar dari agama islam dan telah merusak kaum muslimin.
Mereka yang mencela adalah orang yang dengki dan ingkar kepada
pujian Allah yang disebutkan dalam Al qur’an dan juga
mengingkari Rasulullah yang memuji mereka dengan keutamaan
tingkatan dan cinta, Memaki mereka berarti memaki pokok
pembawa Syariat ( yaitu Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa salam ).
Mencela pembawa syariat berarti mencela kepada apa yang
dibawanya ( yaitu Al qur’an dan Sunnah.
F. SIKAP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH TERHADAP PARA
SAHABAT
Selayaknya bagi Ahlus Sunah wal Jamaah untuk mencintai dan
menyayangi para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam sesuai
dengan kedudukan para sahabat tersebut dan kita selakyaknya untuk
mendoakan mereka para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak
mereka dan kita tidak berlebih-lebihan dalam mencintai salah satu diantara
mereka, dan tidak berlepas diri dari salah satu dari mereka, dan kita
meyakini bahwasanya mereka adalah generasi yang terbaik setelah para
nabi dan Rosul, dan Ahlus Sunah Wal Jamaah membenci siapa saja yang
membenci para sahabat dan tidak membeda-bedakan apa yang mereka
sebutkan dan kami tidak menyebutkan kepada para sahabat kecuali
kebaikan dan merekalah orang-orang yang diridhoi oleh Allah dan mereka
pun ridho kepada Allah. ( Abu Abdul Malik Al An Ashori,dkk)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata sahabat berasal dari bahasa arab "shahabah", yang pada
awalnya memang merujuk kepada Sahabat Nabi SAW. Jika diartikan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sahabat berarti kawan
atau teman.
Kedudukan Sahabat Nabi SAW tertera dalam Al Quran dan Hadist.
Dalam Al Quran tertera pada surat Al-Fath ayat 29 dan surat At-Taubah ayat
100. Adapun dalam hadist misalnya terdapat dalam salah satu hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Al Quran dan Hadist
diatas menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki para sahabat, yaitu:
a. Mereka adalah orang-orang yag benar-benar beriman
b. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus
c. Mereka adalah yang memperoleh kemenangan
d. Mereka dalah orang-orang yang benar
e. Mereka adalah sebaik-baik umat setelah para Rosul
Selanjutnya ialah kedudukan Sahabat Nabi SAW di kalangan Ahlul
Bait Nabi atau Keluarga Nabi:
1. Saling Menghormati dan mencintai
2. Melangsungkan hubungan pernikahan antara sesama mereka
Sahabat sebagai sumber rujukan. Apabila timbul suatu persoalan
atau permasalahan di tubuh umat islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan kepada kita sebagai umatnya supaya kembali kepada
Kitabullah, Sunnah RasulNya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin, yakni para
sahabat -radhiyallahu ‘anhum jami’an.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabi
https://islam.nu.or.id/post/read/87563/siapakah-yang-disebut-sahabat-nabi-itu
https://kbbi.web.id/sahabat

Anda mungkin juga menyukai