Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FIQIH

“Fiqih Dan Akar Perpecahan Dalam Agama”

Dosen Pengampu:

Di susun Oleh:

Kelompok 6

ABDUL ANAS (220104070)

MOHAMMAD RIZAL (220104082)

JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAS NEGERI

MATARAM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi
seluruh alam.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih. Kami sadar dalam penyusunan
makalah ini masih sangat banayak kekurangan baik dari hal materi maupun tata bahasa akademik yang
kami gunakan. Kami tim penulis mengharapkan saran dan keritik yang membagangun dari pembaca agar
menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Mataram, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………………………

A.Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………………

B.Rumsan masalah………………………………………………………………………………………………………………………….

C.Tujuan…….…………………………………………………………………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………………………….

A.Kesenjangan dalam islam antara normative dan historis…………………………………………………………….

B.Sebab perpecahan yang terjadi antara golongan islam…………………………………………………………………

c.Upaya mencari alternatif yang tepat……………………………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………………………….

A.Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Islam adalah agama yang paling benar menurut Allah.Pada surat Ali Imron:19
“Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah adalah Islam.”Agama Islam berpedoman pada
kitab suci yang tak pernah berubah dari keasliannya.Selain itu perkataan, perbuatan dan
penetapan Nabi akhiruz zaman Nabi Muhammad SAW.Dua dasar hukum itulah yang digunakan
umat islam sebagai pedoman hidup.
Dahulu pada waktu Nabi Muhammad masih hidup, semua persoalan – persoalan hidup
kala itu dapat terjawab dengan lengkap.Akan tetapi, setelah Nabi wafat terjadi pergulatan yang
heboh tentang pengganti beliau. Pada waktu itu, kaum Anshor menunjuk Sa’ad bin Ubadah.
Tetapi, kaum Muhajirin menolak dengan berdalih bahwa kaum Muhajirin lebih dahulu masuk
islam dan kaum Muhajirin juga telah menyertai rasulullah selama 13 tahun. Mereka
mempertahankan Islam dari gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy. Maka terpilihlah
Sayyidina Abu Bakar sebagai Kholifah.
Namun dimasa pemerintahan Kholifah tak berjalan dengan mulus, karena sang sumber
hukum (Rasulullah) telah wafat. Puncaknya di masa jabatan Kholifah Ali bin abi tholib.Disitulah
mulai muncul aliran–aliran yang menyimpang dari ajaran islam yang sebenarnya.Penyebabnya
adalah peristiwa Tahkim ialah penyerahan kekuasaan Ali sebagai kholifah.Kubu yang
membenarkan keputusan Ali menamakan dirinya sebagai kelompok Syiah.Kelompok yang
menyalahkan bahkan mengkafirkan Ali adalah Khowarij.Sedangkan kelompok yang tidak
memihak siapapun yaitu aliran Murji’ah.Di zaman modern ini juga, terdapat sekte – sekte yang
beragam. MerekaAda aliran yang radikal, aliran sufisme dan aliran yang melenceng dari islam.
Tetapi mereka semua mengaku bersimbolkan islam.
Walaupun terjadi banyak perbedaan pandangan akan ideologi antar golongan, kita
sebagai muslim yang baik, seyogyanya menyikapi dengan bijak. Jangan terlalu membangga –
banggakan suatu golongan. Karena belum tentu golongan itu adalah golongan yang terbaik.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan di atas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Adakah kesenjangan dalam Islam antara normatif dan historis?
2. Apa sebab perpecahan yang terjadi antar golongan dalam Islam?
3. Apa upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan keberagaman Islam yang santun?

C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas fiqih dan agar pembaca dapat
mengambil ibrah dari makalah ini.Yang membahas tentang perpecahan serta perbedaan di
kalangan ummat islam.Sehingga dari pembahasan dalam makalah ini,kita dapat mengambil
makna serta manfaat agar kita sebagai ummat islam tidak lagi terpecah belah dengan kembali
pada jalur yang benar,yakni dengan qur’an dan sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesenjangan dalam Islam antara normatif dan historis
Agama islam memiliki peraturan – peraturan/ norma yang tidak boleh dilanggar bagi tiap
pengikutnya. Dengan menjadikan Alquran sebagai sumber hukum utama, dan Alhadits sebaga
isumber hukum ke dua.Tetapi, mengenai mengenai metode penafsiran dari tiap – tiap golongan
berbeda – beda. Metode penafsiran itu terbagi menjadi dua. Pertama, Tafsir bil ma’tsur yaitu
Alquran ditafsirkan dengan sesama ayat Alquran, Hadits nabi dan perkataan para sahabat.
Kedua, Tafsir bi ar Ra’yi yakni Alquran ditafsirkan menggunakan akal pikiran (ijtihad) sendiri.
Inilah yang menyebabkan dari tiap - tiap golongan dalam islam beragam.
Selain itu, penafsiran oleh para ahli tafsir berangkat dari keadaan dalam masyarakat.
Ada yang bermula dari menjelaskan makna – makna yang objektif kemudian berpindah pada
realitas dalam masyarakat. Ada juga yang berangkat dari realitas umat menuju pemahaman
sesuai ajaran – ajaran mungkin dapat diperoleh dalam penafsiran Alquran.
Inilah penyebab Islam terbagi menjadi beberapa sekte.Nilai – nilai yang terkandung di dalam
Alquran dan Hadits ditafsirkan dengan menggunakan metode dan keadaan yang berlainan.Telah
saya sebutkan di atas bahwa perpecahan antar umat islam itu terjadi setelah Rasulullah wafat.
Kelompok – kelompok itu awal mulanya hanya terbagi menjadi 4 kelompok yaitu Muhajirin,
Anshor, Umayyah dan cikal bakal Syi’ah.
Dalam sejarah, Khalifah Abu bakar (632-634M) berhasil menundukkan suku badui
yang murtad yang tidak mau membayar zakat. Mereka beranggapan bahwa islam itu ada karena
Rasulullah. Jadi, kalau Rasulullah telah tiada maka, islam telah mati. Di masa Khalifah Umar bin
Khattab (634-644M), beliau mampu memperluas islam dengan mampu menundukkan Byzantium
(wilayahSyiria, Palestina, Mesir) juga dapat menggulingkan Persia. Periode pemerintahan
Khalifah Utsman bin Affan (644-656M) terjadi pergolakan dalam masyarakat arab. Pasalnya,
beliau mengangkat keluargaanya menjadi pejabat –pejabat yang penting di masa pemerintannya.
Banyak dari keluarganya yang dijadikan gubernur. Salah satunya Umayah bin Abi Sufyan.
Sebagai warga muslim yang baik, kita sebaiknya menyikapi perbedaan ini dengan
bijak. Antara normatif ( Syariat islam) dan Historis ada saling keterkaitan. Karena sejarah bisa
menggambarkan secara umum tentang syariat islam mulai dari zaman Rasulullah sampai zaman
sekarang.Inilah perlunya islam integratif maksudnya islam yang memadukan antara normatif dan
historis
B.Sebab perpecahan yang terjadi antar golongan Islam
Dari Muawiyah berkata Rasulullah SAW bersabda: “ Telah pecah umat yahudi menjadi
71 golongan dan telah pecah umat nasroni menjadi 72 golongan dan umatku akan pecah menjadi
73 golongan yang 72 golongan masuk neraka dan hanya satu yang masuk surga. Lalu para
sahabat bertanya: Siapakah yang selamat itu ya Rasulullah? Nabi menjawab: Apa yang aku
kerjakan hari ini dan para sahabatku.” ( H.R. Ibnu Majah ).
Hadits ini sangat jelas bahwa umat islam akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Tetapi di dalam hadits ada kata – kata yang rancu yakni “Apa yang aku kerjakan hari ini dan para
sahabatku” kata yang aku kerjakan hari ini menjadi polemik yang heboh. Karena pada hari
dimana rasulullah hidup adalah masa yang dijadikan sumber hukum. Tapi bagaimana kita
menyikapi permasalahan yang tidak terdapat di masa rasulullah?. Inilah timbulnya golongan –
golongan itu.Banyak yang menyatakan golongannya beraliran “ ahlussunnah waljama’ah” tapi
dalam praktiknya nol besar.
Kebanyakan dari golongan itu tidak sesuai yang telah diajarkan Rasulullah. Contohya
adalah aliran Mu’tazilah yang berkata orang yang memiliki dosa dan pahala sama, maka besok
ditempatkan diantara surga dan neraka. Mereka juga berpendapat Allah wajib memberi pahala
dan dosa bagi hambanya. Lain lagi Murji’ah mereka berstatement bahwa tidak apa – apa
melakukan maksiat asal masih punya iman kepada Allah dan juga berpendapat bahewa manusia
tidak mempunyai kuasa apapun dalam bertindak. Golongan Qodariyah berpendapat manusia itu
mempunyai kekuasaan mengatur hidupnya.Itu salah satu contoh aliran yang melenceng di masa
tabi’in.
Saling mengkafirkan dan menyesatkan antar umat yang sama-sama mebaca ‘kalimat tauhid’,
ber-Tuhan satu, ber-Nabi satu, ber-agama satu dan ‘kitab suci’ yang satu merupakan salah satu faktor
utama perpecahan. Sekte wahabiyah mengkafirkan shufiyah (para shufi) di satu pihak, sementara di
pihak lain justru kelompok shufiyah yang mengkafirkan balik wahabiyah. ‘Ahli Sunnah’ pun tak luput dari
tuduhan kafir dan sesat. Bahkan bukan hanya oleh wahabiyah semata, tapi juga oleh Syi’ah. Ketika
Syi’ah mengkafirkan ‘Ahli Sunnah’, di satu sisi syi’ah juga dikafirkan oleh wahabiyah. Yang menyedihkan,
pengkafiran–agaknya–menjadi kebanggaan. Ini terlihat dari antusiasme mereka ketika mengkafirkan
kelompok lain.
Jika pengkafiran ini terus terjadi, kemudian ditinjau dari berbagai lini, maka sesungguhnya di dunia ini
sudah tidak ada orang islam lagi. Ketika Ahli Sunnah dikatakan kafir, Syi’ah dikatakan kafir, wahabiyah
dikatakan kafir, Shufiyah dikatakan kafir, lalu siapa yang islam?
Ketika suatu kelompok mengkafirkan kelompok tertentu, maka ia telah mengeluarkan kelompok
itu dari islam dan menjadi musuhnya. Maka, ketika ada kelompok yang mendaku cinta dan penolong
islam namun gemar dan mudah mengkafirkan kelompok lain yang masih membaca kalimat tauhid, maka
dia telah berbohong dan berdusta. Tanpa disadari sebenarnya dia sedang membunuh islam secara
perlahan. Karena dengan mengkafirkan saudara sendiri berarti dia sedang memecah belah islam.
Di zaman modern seperti ini, juga ada aliran yang sesat dari ajaran islam. Salah satunya
JIL ( Jaringan Islam Liberal ) dengan pimpinan Ulil Absor Abdala. Dia pernah berkata “ Yang ada adalah
hukum tuhan……….Dengan demikian semua hukum benar…….”. apakah orang – orang JIL yang
katanya beragama islam tidak pernah membaca ayat alquran?. Pada Q.S Almaidah: 50 “ Apakah hukum
jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang – orang yang yakin”. Juga pada Q.S. Alkafirun: 6 “ Untukmu agamaku dan untukku
agamaku”.Apakah ajaran yang telah diajarkan Rasulullah seperti yang diungkapkan JIL.Yang jelas – jelas
bertentangn dengan ayat alquran.Perpecahan yang terjadi dalam islam disebabkan oleh penafsiran
tentang ayat alquran dan alhadits yang berbeda – beda.Selain itu mereka jarang mengetahui asbabun
nuzul dan asbabul wurudnya mereka memaknai agama sesuai pikiranyya sendiri.
Disatu sisi, internet memberi banyak manfaat umat berupa mudahnya mengakses kabar
seputar dunia dan berbagai macam ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain internet juga membawa
bencana, karena praktik-praktik takfiriyyah begitu mudahnya ditemukan di internet. Bahkan, jika boleh
saya katakan, internet saat ini cukup dikuasai oleh para pengasong pengkafiran dan penyesatan
terhadap kelompok lain. Belum lama sahabat serumah hendak mencari informasi instan
tentang ‘Barzanji’ melalui internet, tapi yang ironis, dia justru langsung disodori tuduhan sesat
terhadap ‘barzanji’ tersebut. Ketika saya sedang malas membuka kitab, kadang saya membuka internet,
namun hati ini menjadi miris ketika hampir setiap situs yang saya ‘klik’ berisi tuduhan sesat dan bid’ah
terhadap kelompok lain.Pengkafiran yang diasong murah meriah melalui internet pun semakin
memperdalam jurang perpecahan umat.
C. Upaya mencari cara alternatif yang tepat

Sebelumya, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan terlebih dahulu agar pembahasan
tetap berjalan diatas kejelasan, juga, supaya tak terjadi kesalah pahaman terkait terminologi
‘mempersatukan’. Lantas, mempersatukan semacam apakah yang dimaksudkan?. Simpel, bahwa
mempesatukan di sini maksundya mempersatukan umat dari keterpecahan dengan tetap
menghargai perbedaan pendapat di antar madzhab. Karena, bagaimana pun, kita tidak akan luput
dari yang namanya perbedaan pendapat, terlebih dalam masalah furû’ (cabang). Bahkan—
menurut hemat saya—perbedaan kadang menjadi keniscayaan untuk kita lakukan. Semisal;
ulama yang ber-ijtihjad di Indonesia tentu harus merumuskan hukum yang berbeda dengan 
rumusan hukum ulama yang ber-ijtihad di Arab Saudi.
Tentu ketika situasi-kondisinya juga berbeda. Sebagaimana ketika Imam Syafi’i
merumuskan hukum di Bahgdad berbeda dengan hukum yang beliau rumuskan di Mesir, yang
kemudian di kenal denga qaul qadîm (untuk yang di Bahgdad) dan qaul jadîd (untuk yang di
Mesir). Terkait mempersatukan madzhab, Dr. Muhammad Imarah dalam bukunya, Fitnah at-
Takfîr  mengklarifikasi perbedaan antara kalimat“taqrîb al-Madzahib (mendekatkan antar
madzhab)”, “tauhîd al-madzâhib (menggabungkan antar madzhab) dan ihtidhân (merangkul)”.
Beliau mendefinisikan  taqrîb al-madzâhib dengan, “Koeksistensi antar madzhab-madzhab yang
berbeda beserta menyingkap kerangka umum–yang bisa menjadi titik temu–dan aspek-aspek
yang disepakati bersama serta mengidentifikasi aspek-aspek diferensiasi”. Jadi,taqrîb itu, tetap
mengakui adanya diferensiasi antar madzhab, bahkan memelihara perbedaan tersebut. Namun
dengan catatan tidak fanatik buta terhadap salah satunya sehingga intoleransi terhadap yang
lainya.
Taqrîb ini nampak bertolak  dari ide bahwa dalam setiap madzhab terdapat titik temu dengan
madzhab lain. Pada titik temu itulah setiap madzhab yang berbeda bisa bersatu padu dan maju
bersama. Memang dalam stiap madzhab juga terdapat perbedaan, namun, alangkah indahnya jika
perbedaan itu dihormati dan persamaan dijunjung tinggi. Sampai kapanpun, perbedaan akan
selalu ada, jika tidak saling menghormati, maka permusuhan pun akan selalu ada. Kemudian
“tauhîdul madzahib” beliau definisikanya dengan; “menggabungkan semua madzhab dalam satu
madzhab dan mengesampingkan kaidah keragaman dan perbedaan antar mazhab”.Sedang posisi
ihtidhan  adalah diantara taqrîb dan tauhîd.Bisa dikatakan, ihtidhân adalah lebih dari sekedar
mendekatkan antar madzhab namun tidak sampai pada taraf men-tauhîd-kanya. Karena itu,
solusi yang sekira tepat diadopsi untuk menyatukan umat adalah
metode taqrîb atau ihtidhan, bukan tauhîd.
Madzhab juga bisa dimaksudkan sebagai madzhab fikih ataupun madzhab dalam ilmu
kalam (teologi). Namun perpecahan yang ada cenderung disebabkan perbedaan dalam ilmu
kalam daripada fikih. Di era kontemporer ini tidak semua madzhab yang dulu pernah ada dapat
kita jumpai. Bahkan, banyak diantara madzhab yang telah tiada. Sebab itu, upaya
mempersatukan (baca-taqrîb) lebih difokuskan kepada madzhab-madzhab yang masih tersisa,
diantaranya; Ahlus Sunnah Wal Jam’ah, Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Imamiyah dan Ibadhiyah yang
sekarang masih eksis di Omam, Tripoli, Tunisia dan Al-Jazair. Ibadhiyah ini sebenarya sisa dari
sekte Khawarij tapi marah jika dipanggil Khawarij.biar lebih terurut, mungkin upaya
mempersatukan umat bisa kita klasifikasikan kedalam poin-poin berikut.
1. Yang pertama dan bersifat personal tentu belajar dan memperbanyak membaca buku.
Terutama sejarah tentang perpecahan beserta pertikaian antar madzhab itu sendiri. Tentu bertolak
dari rasa cinta kepada islam dan persatuanya. Ketika dia menemukan dalam sejarah betapa
tragisnya perpecahan dan pertikaian berdarah antar madzhab maka—pada tataran terendah—ia
akan merasa miris dan iba kepada islam. Sehingga, pada tataran berikutnya akan terbesit dalam
hati kecilnya, “bagaimana caranaya agar sesama umat islam tidak saling serang bahkan bersatu
padu dan saling membantu?”. Lalu, dia akan bereusaha melacak akar perpecahan tersebut yang
pada puncaknya ia menemukan bahwa di antara faktor perpecahan tersebut adalah fanatisme buta
dan saling mengkafirkan antar madzhab. Pengetahuan tentang sejarah pertikaian berdarah lebih
mujarab untuk membongkar fanatisme buta daripada sekedar ajakan “mari bersatu padu”.
2. Hentikan saling mengkafirkan. Ketika di atas dikatakan bahwa saling mengkafirkan adalah
sebab dari perpecahan itu, maka logis jika solusinya adalah menghilangkan sebabnya yang
berupa saling mengkafirkan. Al-Ghazali dalam kitab al-Iqtishad fî al-I’tiqad mengatakan,“tidak
bergegas atau tergesa untuk mengkafirkan kecuali orang-orang bodoh…Sesungguhnya
menghalalkan darah dan harta orang-orang yang menjalankan solat dan  dengan jelas masih
membaca “lâ Ilaha illa Allah Muhammad rasulullah” adalah kesalahan”. Secara eksplisit al-
Ghazali mengatakan bahwa mengkafirkan seseorang yang masih membaca kalimat tauhid adalah
kesalahan.
Statemen al-Ghazali diatas Nampak jelas berpijak pada hadist yang mengkisahkan
Usamah bin Zaid yang menikam seorang laki-laki padahal laki-laki tersebut telah membaca
kalimat tauhid. Kemudian ada semacam kearaguan yang menyelimuti hatinya apakah yang ia
(Usamah) lakukan adalah benar. Lalu Usamah menuturkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Tentang peristiwa itu. Lalu Nabi berkata dengan nada semacam kekecewaan atas apa yang  telah
Usamah lakukan; “Apakah dia telah membaca lâ Ilaha illallah, dan kamu membunuhnya?!. Lalu
Usamah berkata “Wahai Rasulullah, dia mengucapkanya hanya karena takut pedang”. lalu Rasul
Saw. berkata “Mengapa kamu tidak membelah hatinya sekalian sehingga kamu mengetahui
apakah hatinya juga membacanaya ataukah tidak?!!” Rasul Saw. Mengulang-ulang perkataanya
itu sehingga Usamah pun berharap (waktu itu) segera selamat dari luapan semacam kekecewaan
Rasul Saw.” (HR. Muslim)
3. Taqrîb al-Madhâhib atau bahkan ihtidhân (maksud dari kedua istilah ini telah dijelaskan
diatas). Menurut Dr. Mushthafa Sak’ah, (seorang pemikir Muslim kontemporer yang cukup
terkemuka) ketika kita mau berfikir mendalam dan membuang jauh-jauh pemikiran membeku
kita, maka kita tidak akan menemukan perbedaan terlalu signifikan diantara setiap madzhab,
termasuk antara Sunni dengan Syi’ah, ataupun Sunni dengan Ibadhi. Sehingga, upaya untuk
mendekatkan (baca-taqrîb) di antara masdzhab tersebut tidak akan mengalami kendala cukup
signifikan. Imam Abu Hanifa yang Sunni adalah murid Imam Zaid bin Ali yang mana Syi’ah
Zaidiayah dinisbahkan kepadanya. Abu hanifah belajar fikih dan ushulnya kepada beliau.
Mungkin, Upaya taqrîb al-madzahib paling menonjol, khususnya antar madzhab fikih,
adalah yang pernah diserukan oleh Imam Muhammad Abduh (1849-1905) yang tujuanya untuk
menghindarkan umat dari fanatisme buta terhadap madzhab tertentu. Kemudian, pada tahun
empat puluan di abad ke-20 juga telah berdiri lembaga “Jama’ah al-taqrîb Bainal
Madhâhib” yang lebih mengfokuskan untuk mendekatkan ahli sunnah dan syi’ah imamiyah.
Dipimpin oleh Syaikh Muhammad Ali Alubah Basya (1875-1956). Rasulullah bersabda: “
Perbedaan antara umatku adalah rahmat.” Telah kita ketahui bahwa islam terbagi menjadi
beberapa sekte.Sebenarnya diantara mereka memiliki kesamaan – kesamaan diantaranya:
1) Mempunyai tuhan yang satu yaitu Allah SWT
2) Mempunyai kitab yang satu yaitu kitab suci Alquran
3) Mempunyai kiblat yang satu yaitu ka’bah
Mereka itu sebenarnya bagai satu kesatuan. Seyogyanya tidak perlu menganggap bahwa
golongannya paling benar karena tidak akan habis – habisnya bila kita membahas itu. Diperlukan
sikap toleran antar golongan.Dengan adanya saling maenghargai antar golongan dalam umat
islam, akan menjadikan Islam di mata dunia sebagai agama yang santun.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan,dimana ummat islam itu terpecah belah
karena adanya perbedaan – perbedaan cara pandang berfikir didalam menafsirkan qur’an dan
hadits,sehingga hal ini menimbulkan perbedaan pengetian.Selain itu upaya pengkafiran dari
berbagai golongan menjadikan perpecahan ini semakin menjadi.Namun sebenarnya walaupun
adanya perbedaan di antara ummat islam,seharusnya hal ini tak membuat mereka terpecah
belah.Sebab mereka jug amemiliki kesamaan yakni sama2 beragama islam,bertuhan Allah,dan
berkiblat pada ka’bah.Sehingga seharusnya dikalangan ummat islam itu sendiri mereka harus
mengembangkan sikap toleran di dalam menilai semua perbedaan yang ada.Sehingga tidak akan
ada perpecahan walaupun banyak perbedaan.Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu
dalam lindungan Allah swt,amiin.
Daftar Pustaka
       Ahmala Arifin,M.Ag.2011.Tafsir Pembebasan.Lingkar media: Yogyakarta
       Anam Sutopo dkk.2001.Pengantar Islam Komprehensif.Fajar Pustaka Baru
       H. Nur Hamim,Lc.Pg.D.2010.Sejarah kebudayaan islam untuk MA. Am-Inshofi: Solo
       K.H. Muhammad Sya’roni Ahmadi.Faroidlussaniyyah
       Parjono Wiro Putro.Membongkar Kesesatan Pemikiran JIL. Bina Insani Press

Anda mungkin juga menyukai