MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Perkuliahan Ulumul Hadist
Oleh
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kami pada mata kuliah Ulumul Hadist. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang kita tentang pembagian hadist berdasarkan
kualitasnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H.Muh. Tamimi M.Ag
selaku Dosen mata kuliah Ulumul Hadist yang telah memberikan kami tugas ini
sehingga kami bisa menambah wawasan kami tentang pembagian hadist
berdasarkan kualitasnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami meminta dan membutuhkan saran ataupun kritikan yang
membangun dari Bapak Dosen dan teman-teman yang lainnya demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadist merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah.
Sedangkan esbelumnya hadist-hadist Nabi Muhammad SAW masih terdengar
dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri.
Umat Islam didunia harus menyadari bahwa hadist Rasulullah SAW sebagai
pedoman hidup yang kedua setelah Al-Qur’an. Tingkah laku manusia yang tidak
ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat
Al-Qur’an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhadistin sadar
akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al hadist.
B. Rumusam Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hadist Maqbul dan Hadist Mardud?
2. Apa yang dimaksud dengan hadist Shahih, syarat-syaratnya, macam-
macamnya, dan seperti apa contohnya?
3. Apa yang dimaksud dengan hadist Hasan, syarat-syaratnya, macam-
macamnya, dan seperti apa contohnya?
4. Apa yang dimaksud dengan hadist Dhaif, syarat-syaratnya, macam-
macamnya, dan seperti apa contohnya?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hadist maqbul dan hadist mardud
2. Untuk mengetahui tentang hadist shahih beserta syarat, macam, dan
contohnya
3. Untuk mengetahui tentang hadist hasan beserta syarat, macam, dan
contohnya
4. Untuk mengetahui tentang hadist dhaif beserta syarat, macam, dan
contohnya
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sekalipun ditinjau dari segi kuantitas, tetapi akan menjadi kualitas ketika
dilihat kuantitas para perawi yang banyak itu bermakna kualitas, yaitu tidak
mungkin terjadi kesepakatan berbohong diantara mereka. Sedangkan hadist ahad
dengan berbagai macamnya akan dilihat dari segi kualitas para perawi dalam sanad
dan matannya.
Hadist dilihat dari segi kualitasnya ada dua macam, yaitu hadist maqbul dan
hadist mardud. Hadist maqbul terbagi menjadi dua, yaitu mutawattir dan ahad, yang
shahih dan hasan, baik lidzatihi maupun lighayrihi, sedangkan hadist mardud ada
satu, yaitu hadist dhaif.
1. Hadist Maqbul
Dalam bahasa, kata maqbul artinya diterima. Hadist itu dapat diterima
sebagai hujjah dalam islam, karena sudah memenuhi beberapa kriteria
persyaratan, baik yang menyangkut sanad maupun matannya. Adapun
menurut istilah, hadist maqbul adalah:
3
ُصد ُْق ال ُم ُخبِ ِر َعنُه
ِ َوه َُو َما ت ََر َّج َح
Keunggulan pembenaran berita itu mungkin pada proses awal adanya dua
dugaan antara benar dan salah. Kemudia, karena adanya bukti-bukti atau
alasan-alasan lain yang memeprkuat atau yang mendukung pada salah satu
dari dua dugaan tersebut, makai a menjadi unggul. Dalam hal ini hadist
maqbul adalah hadist yang mendapatkan dukungan bukti-bukti dan
membuat unggul itu adalah dugaan pembenaran.
2. Hadist Mardud
Mardud dalam bahasa lawan dari maqbul yaitu ditolak atau tidak diterima.
Penolakan hadist ini dikarenakan tidak memenuhi beberapa kriteria
persyaratan yang ditetapkan para ulama’ baik yang menyangkut sanad
seperti setiap perawi harus bertemu langsung dengan gurunya, maupun yang
menyangkut matan seperti isi matan tidak bertentangan dengan Al Qur’an
dan lain-lain. Dalam istilah, hadist mardud adalah:
B. Hadist Shahih
1. Pengertian
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat, antonym dari kata as-saqim
yaitu orang yang sakit. Jadi, yang dimaksudkan hadist shahih adalah hadist sehat
dan benar, tidak terdapat penyakit ataupun cacat. Dalam istilah hadist shahih adalah
4
hadist yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan
dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan
(syadzdz), dan cacat (illat).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadist shahih mempunyai lima
kriteria, yaitu sebagai berikut:
َّ صا ُل ال
1) Persambungan sanadnya سنَ ِد َ ا ِِت
Artinya setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima periwayatan
dari perawi sebelumnya, baik secara langsung ataupun secara hukum
dari awal sanad sampai akhir sanadnya. Pertemuan dan persambungan
sanad dalam periwayatan ada dua macam lambing yang digunakan oleh
para periwayat:
a) Pertemuan langsung (mubasyarah), seseorang bertatap muka
langsung dengan syaikh yang menyampaikan periwayatan.
Maka ia mendengar berita yang disampaikan atau melihat apa
yang dilakukan. Periwayatan dalam bentuk pertemuan langsung
seperti diatas pada umumnya menggunakan lambing ungkapan
ُس ِم ْعت
َ = aku mendengar
َ َ = َحدَّثَنِي ا َ ْخبَ َرنِي َحدَّثَنَا ا َ ْخبmemberitakan kepadaku/kepadamu
لرنَا
= َراَيْتُ فُالَنًاaku melihat si fulan, dan lain-lain
Jika dalam periwayatan sanad hadist menggunakan kalimat
tersebut, atau sesamanya maka berarti sanadnya muttashil.
b) Pertemuan secara hukum; seseorang meriwayatkan hadist dari
seseorang yang hidup semasanya dengan ungkapan kata yang
mungkin mendengar atau mungkin melihat. Misalnya:
= قَا َل فُالَ ٌن َع ْن فُالَ ٍن فَعَ َل فُالَ ٌنsi fulan berkata … /dari si fulan/ si fulan
melakukan begini.
Persambungan sanad dalam ungkapan kata ini masih secara
hukum, maka perlu penelitian lebih lanjut sehingga dapat
diketahui benar apakah ia bertemu dengan syaikhnya atau tidak.
5
Untuk mengetahui persambungan/pertemuan atau tidaknya suatu sanad
dapat diperiksa dengan dua teknik berikut:
Pengertian adil dalam bahasa arab adalah seimbang atau meletakkan sesuatu
pada tempatnya, lawan dari zalim. Dalam istilah periwayatan, orang yang adil
adalah orang yang konsisten (istiqomah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak
fasik, dan tidak melakukan cacat muru’ah.
6
a) Keterangan seorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa
seseorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam
kitab-kitab al jarh wa at-ta’dil
b) Ketenaran seseorang bahwa ia bersifat adil, seperti imam empat
yaitu Hanafi, Maliki, Asy-syafi’I, dan Hambali
3) Para perawi bersifat dhabith (dhabth ar-ruwah)
Maksudnya para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan
sempurna. Daya ingat dan hapalan kuat ini sangat diperlukan dalam rangka menjaga
otentisitas hadist, mengingat tidak seluruh hadist tercatat pada masa awal
perkembangan islam. Atau jika tercatat, catatan tulisannya harus selalu benar, tidak
terjadi kesalahan yang mencurigakan. Sifat dhabith ini ada dua macam, yaitu:
7
4) Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz)
Contoh syadzdz seperti hadist yang diriwayatkan oleh Muslim melalui jalan
ibn wahb sampai pada Abdullah bin zaid dalam memberikan sifat-sifat wudhu,
Rasulullah:
ِ ف ْال َم
اء الَّذِي ا َ َخذَ ِلنَ ْف ِس ِه َ اَنَّهُ ا َ َخذَ ِِلُذُنَي ِْن َما ًء ِخ َال
“bahwasanya beliau mengambil air untuk kedua telinganya selain air yang diambil
untuk kepalanya”
8
Contoh diatas terjadi pada matan saja dikarenakan keterbatasan kondisi
pembahasan.
Dari segi bahasa, ‘illat berarti penyakit, sebab, alasan , atau udzur.
Sedangkan arti ‘illat disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat
keabsahan suatu hadis padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut. Misalnya,
sebuah hadis setelah diadakan penelitian, ternyata ada sebab yang membuat cacat
yang mengahalangi terkabulnya, seperti munqathi’, mawquf, atau perawi seorang
fasik, tidak bagus hapalannya, seorang ahli bid’ah, dan lain-lain.
9
Hadist shahih lighairihi adalah hadist hasan lidzatihi ketika ada
periwayatan melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat daripadanya.
Jadi, hadis shahih semestinya sedikit tidak memenuhi persyaratan hadis
shahih, ia baru sampai pada tingkat hadis hasan, karena dianatara perawi
ada yang kurang sedikit hafalannya dibandingkan dalam hadist shahih,
tetapi karena diperkuat dengan jalan/sanad lain, maka naik menjadi
hadist shahih lighairihi.
Hadist yang telah memenuhi persyaratan hadist shahih wajib diamalkan sebagai
hujjah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadist dan sebagian ulama
fiqh dan ushul. Hadist shahih ligairihi lebih tinggi derajatnya disbanding hasan
lidzatihi, tetapi lebih rendah daripada shahih lidzatihi. Sekalipun demikian
ketiganya dapat dijadikan hujjah.
Ada beberapa ulama’ yang memperkuat kehujjahan hadist shahih ini, yaitu:
10
َ ٌ ُ َهذَا َح ِديHadis ini shahih isnadnya, artinya hanya shahih
c. ص ِ ْي ٌح ا ِِل ْسنَا ِد
dalam sanadnya saja, sedangkan matannya belum tentu shahih
mungkin terjadi kejanggalan (syadzdz) atau ada ‘illat
d. َ َصََََََ َح اِل
سَََََََََ نِ ْيَََ ِد َ َ اSanad yang paling shahih, sanad hadist shahhih
memiliki tahap tingkatan yang berbeda, sesuai dengan ke-dhabit-an
dan keilmuan para perawi tersebut.
e. ب
ِ ْئ فِي ال َبا َ َ َهذَا اIni adalah yang paling shahih dalam bab,
ٍ صََََََ َح َ ََََََي
artinya hadist paling unggul dalam bab itu tidak pasti menunjukkan
hadis shahih, bisa jadi hadisnya lemah atau hanya satu hadist yang
memenuhi persyaratan shahih dalam bab tertentu
f. Para perawi pada sanad yang dinyatakan shahih sesuai dengan
persyaratan Al-Bukhari Muslim. Al bukhari dan Muslim juga tidak
menjelaskan persyaratan tertentu secara eksplisit dalam kedua
kitabnya
g. Muttafaq ‘alayh, maksudnya disepakati keshahihannya oleh kedua
syaikhaiyn Al Bukhari dan Muslim, bukan disepakati para ulama
semuanya.
5. Tingkatan shahih
Dari segi sanadnya yang dipandang paling shahih tingkatannya adalah:
a. Periwayatan sanad yang paling shahih adalah Imam Malik Bin Anas
dari Nafi’ mawla (mawla= budak yang telah dimerdekakan) dari
ibnu umar
b. Periwayatan sanad yang berada dibawah tingkat sanad pertama,
seperti hammad bin salamah dari tsabit dari anas
c. Seperti periwayatan Suhail bin abu shalih dari ayahnya dari abu
hurairah
11
b. Diriwayatkan oleh Al Bukhari saja
c. Diriwayatkan oleh Muslim saja
d. Hadist yang diriwayatkan oleh orang lain yang memenuhi
persyaratan Al Bukhari dan Muslim
e. Hadis yang diriwayatkan orang lain yang memenuhi persyaratan al
bukhari saja
f. Hadis yang diriwayatkan orang lain yang memenuhi persyaratan
Muslim saja
g. Hadist yang dinilai shahhih oleh ulama hadis selain Al Bukhari dan
Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya
6. Kitab-kitab Shahih
a. Shahih Al Bukhari (w. 250 H)
b. Shahih Muslim (w. 261 H)
c. Shahih ibnu Khuzaymah (w. 311 H)
d. Shahih ibnu Hibban (w. 354 H)
e. Mustadrak Al-Hakim (w.450 H)
f. Shahih ibnu As-sakan
g. Shahih al-albani
C. Hadist Hasan
1. Pengertian
Dari segi bahasa, hasan berasal dari kata al-husnu bermakna al-jamal =
keindahan. Menurut istilah, para ulama memberikan definisi hadis hasan
secara beragam. Kriteria hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih.
Perbedaaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. Hadist shahih ke-
dhabit-an seluruh perawinya harus taam (sempurna), sedangkan dalam
hadist hasan, kurang sedikit ke-dhabit-annya jika dibandingkan dengan
hadis shahih.
12
2. Contoh hadish hasan
Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmizi, ibnu majah, dan ibnu hibban dari
Hasan Bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah
dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
13
e) Al qowiyyu = orang kuat
f) Al musyabbah = serupa dengan shahih
g) As sholih = orang baik/bagus
b. Perkataan muhadditsin
Ini hadist hasan sanadnya. Maknanya hadist ini hanya hasan sanad-
nya saja, sedangkan matannya perlu penelitian lebih lanjut.
c. Ungkapan At-Tirmizi dan yang lain
Ini hadist hasan shahih. Makna ungkapan ini ada beberapa pendapat,
diantaranya:
a) Hadist tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan
b) Terjadi perbedaan dalam penilain hadist, sebagian berpendapat
shahih dan golongan lain berpendapat hasan
c) Atau dinilai hasan lidzatihi dan shahih lighairihi
D. Hadist Dha’if
1. Pengertian
Hadis dha’if adalah bagian dari hadist mardud. Dari segi bahasa, dha’if
berarti lemah. Kelemahan hadist dha’if ini karena sanad dan matannya tidak
memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima sebagai hujjah. Menurut istilah hadis
dha’if adalah hadist yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari
beberapa syarat yang tidak terpenuhi. Jadi, hadis dha’if adalah hadis yang tidak
14
memenuhi sebagian atau semua persyaratan hadis hasan atau shahih, misalnya
sanadnya tidak bersambung, perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi
kejanggalan, baik dalam sanad atau matan, dan terjadinya cacat yang tersembunyi
pada sanad ataupun matannya.
َم ْن َأت َى َحائِضًا أ َ ْو ا ْم َرأَة ً ِم ْن دُب ٍُر أ ً ْو كَاهِنا ً فَقَدْ َكفَ َر ِب َما ا َ ْنزَ َل َعلَى ُم َ َّم ٍد
“ barangsiapa yang mendatangi pada seorang Wanita menstruasi (haid) atau pada
seorang Wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah
mengingkari apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW”
Hadis dha’if tidak identic dengan hadis mawdhu’ (hadis palsu). Diantara hadis
dhaif terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu parah, seperti daya
hapalan yang kurang kuat, tetapi adil dan jujur. Sedangkan hadis mawdhu’
perawinya pendusta. Maka para ulama memperbolehkan meriwayatkan hadis dhaif
sekalipun tanpa menjelaskan kedha’ifannya dengan dua syarat, yaitu sebagai
berikut:
Dalam meriwayatkan hadis dhaif, jika tanpa sanad maka sebaiknya tidak
menggunakan kata aktif yang meyakinkan kebenarannya dari Rasulullah, tetapi
cukup menggunakan bentuk pasif yang meragukan, misalnya:
ruwiya=diriwayatkan, nukila=dipindahkan, fiima yurwi= pada sesuatu yang
diriwayatkan, jaa’a=datang.
15
4. Pengamalan Hadis Dhaif
Para ulama berbeda pendapat dalam pengamalan hadist dhaif. Perbedaan ini dapat
dibagi menjadi 3 pendapat, yaitu:
Sebagai salah satu syarat hadis dhaif yang dapat diamalkan diatas adalah tidak
terlalu dhaif atau tidak terlalu buruk kedhaifannya. Hadis yang terlalu buruk
kedhaifannya tidak dapat diamalkan, sekalipun dalam keutamaan amal. Menurut
Ibnu Hajar, urutan hadist dhaif yang terburuj adalah mawdhu’, matruk, munkar,
mu’allal, mudraj, maqlub, kemudian mudhtharib.
16
c. Kitab-kitab yang banyak mengemukakan para perawi yang dhaif
adalah adh-dhu’afa karya Ibnu Hibban, mizan Al-I’tidal karya Adz-
Dzahabi.
17
BAB III
PENUTUP
Hadis maqbul adalah hadis yang dapat diterima sebagai hujah dalam islam,
karena sudah memenuhi kriteria persyaratan baik sanad maupun matarn. Kemudian,
hadis mardud adalah hadis yang ditolak dan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah
dalam islam, karena tidak memenuhi persyaratan.
Hadis dhaif adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadis hasan dan hadis shahih, misalnya sanadnya tidak bersambung,
para perawinya tidak adil dan tidak dhabit, terjadinya kejanggalan, dan terjadinya
cacat yang tersembunyi.
iii
DAFTAR PUSTAKA
iv