Anda di halaman 1dari 16

Tugas Kelompok

MAKALAH
KLASIFIKASI HADIS DITINJAU DARI KUALITAS HADIS
BESERTA CONTOHNYA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Ulumul hadis
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Zainap Hartati, M.Ag

Disusun Oleh
KELOMPOK 7
LASKARYANI CAHYA NINGRUM
1701130397
PAJRIANSYAH
1801130424
RANI YATIN ULFAH
1801130420

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam semesta atas berkat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Klasifikasi Hadis Ditinjau Dari Kualitas
Hadis Beserta Contohnya” dengan maksimal. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah fiqih yang diberikan Ibu Dr. Hj. Zainap Hartati, M.Ag. Makalah ini berisi tentang
macam-macam hadis dari segi kualitsnya yaitu hadis Maqbul dan hadis Mardud beserta
contohnya.
Makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya karena adanya bantuan dari berbagai
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu baik melalui pemberian dana ataupun dalam
bentuk fasilitas. Oleh karena itulah kami sebagai penulis mengucapkan terimakasih atas
bantuan tersebut.
Meskipun telah disusun secara maksimal dan diusahakan dapat sesuai dengan kaidah
yang benar, penulis meyakini bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Kesalahan dalam
penyusunan penulisan baik dari segi EBI, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi masih dapat
ditemukan. Oleh sebab itulah, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari para
pembaca untuk dapat menjadi evaluasi bagi kami kedepannya sehingga bisa menyempurnakan
karya tulis setelahnya.
Demikian semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan penambah kekayaan
intelektual bangsa.

Palangka Raya, 7 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3

A. PEMBAGIAN HADIS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS .............................. 3

B. HADIS SHAHIH ....................................................................................................... 5

C. HADITS HASAN ...................................................................................................... 8

D. HADITS DHA’IF .................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 11

A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 11

B. SARAN ..................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

iii
BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah
Alqur’an. Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku
dan perbuatan manusia. Untuk Alqur’an semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadis Nabi
belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak.
Kedudukannya sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an menjadikan
pemahaman terhadap hadist adalah penting, terlebih akan penerapannya dalam
kehidupan umat Islam. Jenis-jenis hadist dibagi bukan hanya dari satu sudut pandang,
namun jenis hadis dilihat dari segi kualitas seperti banyaknya sanad dan perowi maupun
kualitas hadis tersebut. Tidak semua hadis dapat diterapkan dalam aspek kehidupan
umat Islam, penting untuk mempelajari hadis mana yang dapat dijadikan pedoman atau
pegangan dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hadis memiliki peranan dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Alqur’an yang
turun baik yang bersifat Muhkamat maupun Mutasabihat. Sehingga hadis ini sangat
perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam menguasai inti-inti ajaran
Islam.
Dalam kondisi faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwatannya yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadis atau
yang dikenal dengan hadis maqbul (diterima); Shahih dan hasan. Namun disisi lain
terdapat hadis-hadis yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria
tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadis mardud (ditolak); dhaif atau bahkan ada
yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah adanya upaya penelitian kritik Sanad
maupun Matan oleh para ulama untuk yang memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.
Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun
meriwayatkan hadis Rasulullah. Berbagai macam hadis yang menimbulkan
kontroversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadis baik
dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya makna dari Matan pun bermunculan
untuk menentukan kualitas sebuah hadis.

1
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk membahas pembagian hadist dari segi
kualitasnya, baik dari kualitas keshahihannya, hasan maupun kedho’ifan hadits tersebut
beserta kehujjahannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kualitasnya ?
2. Bagaimana Pengertian, syarat-syarat, pembagian, kehujjahan dan kitab-kitab hadis
shahih?;
3. Bagaimana Pengertian, Pembagian, Kehujjahan, Kitab-kitab Hadis Hasan?;
4. Bagaimana Pengertian, pembagian, pengamalan dan kitab-kitab hadis dhaif?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pembagian Hadits ditinjau dari segi kualitasnya
2. Mengetahui Pengertian, syarat-syarat, pembagian, kehujjahan dan kitab-kitab
hadis shahih
3. Mengetahui Pengertian, syarat-syarat, pembagian, kehujjahan dan kitab-kitab
hadis Hasan
4. Mengetahui Pengertian, syarat-syarat, pembagian, kehujjahan dan kitab-kitab
hadis dhaif

2
BAB II PEMBAHASAN

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBAGIAN HADIS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS


Hadis merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam. Hadis dikelompokkan
berdasarkan segi kuantitas dan kualitasnya. Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadis dibagi
menjadi dua yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad. Sedangakn, para ulama ahli hadis
membagi hadits ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi dua, yaitu hadis maqbul dan
hadis mardud.1
1. Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan mushaddaq
(yang dibenarkan atau yang diterima), sedangkan menurut istilah adalah:
‫ش ُر ْو ِط ْالقَب ُْو ِل‬ ْ ‫َما ت ََوافَ َر‬
ُ ‫ت فِ ْي ِه َج ِم ْي ُع‬
Artinya;
“Hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya.” 2
Hadis maqbul atau hadis yang dapat diterima digolongkan menjadi dua, yaitu
hadis shahih dan hadis hasan.

A. Hadis Maqbul
Maqbul menurut Bahasa berarti ma’khûz (yang diambil) dan mushaddaq (yang dibenarkan
atau diterima). Sedangkan menurut istilah ialah hadis yang telah sempurna padanya, syarat-
syarat penerimaan3.
Hadis Maqbul harus memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat diterima, syarat tersebut
berkaitan dengan sanadnya. Sanad tersebut ialah harus bersambung, diriwayatkan oleh rawi
yang adil lagi dhabit, dan juga berkaitan dengan matannya tidak syâdz dan tidak ber’illat.
Hadis meqbul merupakan hadis yang dapat diamalkan. Namun, tidak semua hadis
maqbul bisa diamalkan. Ketika hadis maqbul dapat diamalkan maka disebut dengan
ma’mûlun bih, sedangkan apabila tidak dapat diamalkan disebut sebagai ghair
ma’mûlin bih.

1
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 141
2
Ibid, 141-142
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta:Rajawali Pers.2013), hlm. 124.

3
Ma’mulun bih adalah hadis muhkam, yakni hadis yang telah memberikan
pengertian jelas; mukhtalif yakni hadis yang dapat dikompromikan dari dua buah hadis
atau lebih yang secara lahiriyah mengandung pengertian bertentangan; Râjih, yakni
hadis yang lebih kuat, dan; hadis nâsikh, yakni hadis yang menasakh terhadap hadis,
yang datang lebih dahulu. Sedangkan ghair ma’mûlin bih adalah hadis marjûh, yakni
hadis yang kehujjahannya dikalahkan oleh hadis yang lebih kuat; mansûkh, yakni hadis
yang telah dinasakh (dihapus), dan; hadis mutawaquf fih, yakni hadis yang
kehujjahannya ditunda, karena terjadinya pertentangan antara satu hadis boleh dengan
lainnya yang belum bisa diselesaikan4.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut hadis maqbul digolongkan menjadi dua,
yaitu hadis shahih dan hadis hasan.
2. Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima,
sedangkan menurut istilah ialah:
ُّ ‫فَ ْقد ُ ِت ْلكَ ال‬
ِ ‫ش ُر ْو ِط أ َ ْو بَ ْع‬
‫ض َها‬
Artinya;
“Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul.”
Hadis mardud atau hadis yang tidak diterima digolongkan pada hadis Dhaif.

4
Ibid. hlm. 124-125

4
B. HADIS SHAHIH
1. Hadis Shahih
a. Pengertian
Hadis sahih adalah hadis yang sanadnya muttasil (bersambung) sampai
kepada Nabi Muhammad SAW, melalui rawi-rawi dengan karakteristik
moral yang baik (‘adl) dan tingkat kapasitas intelektualitas (dlabth) yang
mumpuni, tanpa ada kejanggalan dan cacat, baik dalam matan maupun
sanadnya. Sebuah hadis yang dikatakan sahih terkandung arti bahwa hadis
tersebut telah memenuhi kriteria kesahihan suatu hadis, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya5.
b. Syarat-syarat Hadis Sahih
Syarat-syarat hadis sahih adalah sebagai berikut6.
 Sanadnya Bersambung (muttashil)
Bersambung artinya tidak terputus dalam rangkaian sanad. Sanad yang
bersambung ialah bahwa setiap perawinya dalam sanad hadis menerima
riwayat hadis perawi terdekat sebelumnya. Bersambungnya sanad hadis
dapat terjadi apabila rangkaian para perawi hadis sahih sejak perawi
terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima
hadis langsung dari Nabi SAW.
 Rawinya adil
Adil adalah lawan dari dzalim.Adil sering dimaknai dengan
proporsional, yakni meletakan sesuatu pada tempatnya.
Pada umumnya, seseorang dinyatakan sebagai orang adil, jika memiliki
sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu
senantiasa melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-
Nya, serta terpeliharanya sifatsifat mulia (akhlak karimah). Dengan
demikian, maka yang dimaksudkan dengan perawi dalam periwayatan
sanad hadis adalah bahwa semua perawinya, di sampinh harus Islam dan
baligh, juga memenuhi beberapa syarat. Syarat tersebut ialah selalu taat
melaksanakan segala perintah agama da meninggalkan semua
larangannya; selalu menjauhi perbuatan-perbuatan dosa kecil yang

5
Mardani, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Depok: Kencana.2017), hlm. 135
6
Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis (Bandung:Tafakur.2014), hlm.86

5
menodai agama dan sopan santun; tidak melakukan perkara mubah yang
dapat menggugurkan iman dan mengakibatkan penyesalan, dan; tidak
mengikut pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan sara.
 Rawinya Dhabit
Kata “dhabth” menurut bahasa adalah yang kokoh, yang kuat, yang
hafal dengan sempurna. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, perawi yang
dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan
saja mana kala diperlukan. Hal itu berarti bahwa orang yang disebut
dhabith harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau
didengarnya, memahami isi apa yang didengar, terpatri dalam
ingatannya, kemudian mampu menyampaikan kepada orang lain atau
meriwayatkannya sebagaimana mestinya. Adapun sifat-sifat kedhabitan
perawi, menurut ulama, dapat diketahu melalu kesaksian para ulama;
berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat dari orang lain yang
telah dikenal kedhabitannya.
 Tidak Ada Kejanggalan (Syad)
Janggal syadz atau syudzuz (jama’ dari syadz) adalah hadis yang
bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqa.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat difahami bahwa hadis yang tidak
syadz (ghair syadz), adalah hadis yang matannya tidak bertentangan
dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah.
 Tidak Memiliki Cacat (Illat)
Kata ‘illat yang bentuk jamaknya ‘Hal atau al-‘Hal, menurut bahasa
berarti cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan baca. Dengan
pengertian ini, maka yang disebut hadis berillat adalah hadis-hadis yang
ada cacat atau penyakitnya.
c. Macam-Macam Hadis Sahih
Para ulama hadis membagi hadis sahih ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu7:
 Shahih li dzâtihi, yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-
sifat hadis maqbul secara sempurna, yaitu syarat-syarat yang lima
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya

7
Munzier Suparta, op.cit., hlm.134

6
 Shahih li Ghairi, yaitu hadis yang tidak memenuhi secara sempurnya
syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul (a’la sifat al-
qubul).
d. Contoh Hadis Shahih
Diantara hadis-hadis sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim, mereka berkata:

“meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Said, ia berkata: “Meriwayatkan


kepada kami Jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’da’ dari Abu Zur’ah dari Abu
Hurairah, ia berkata: ‘Datang Seorang laki-laki kepada Rasulluullah SAW.,
lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak
mendapatkan perlakuanku yang baik?’. Rasullullah menjawab: ‘ibumu’.
Orang itu bertanya: ‘kemudian siapa?’. Rasullullah menjawab ‘ibumu’.
Orang itu bertanya lagi: kemudian siapa?’. Rasullullah menjawab: ‘ibumu’.
Orang itu kembali bertanya: kemudian siapa?. Rasullullah menjawab
‘kemudian bapakmu.”

Sanad hadis diatas bersambung melalui pendengaran rang yang adil dan
dhabith dari orang yang semisalnya. Al-Bukhari dan Muslim adalah dua orang
imam yang agung dalam bidang ini. Dan guru mereka, Qutaibah bin Sa’id
adalah orang yang tsiqat dan tsabti serta berkedudukan tinggi. Jarir adalah putra
Abdul Hamid, seorang rawi yang tsiqat dan sahih kitabnya. Ada yang
mengatakan bahwa pada akhir hayatnya ia meragukan apabila ia telah
meriwayatkan berdasarkan hafalannya. Namun hal ini tidak menjadi masalah
karena Qutaibah bin Sa’id adalah salah seorang muridnya yang senior dan telah
lebih dahulu mendengar hadis-hadisnya.
‘Umarah bin Al-Qa’qa juga seorang yang tsiqat. Demikian pula Abu
Zur’Ah al-Tabi’i. Ia adalah putra ‘Amr bin Jarir bin Abdullah al-Bajali.
Para rawi dalam sanad diatas seluruhnya orang tsiqat dan dapakai berhujjah
oleh para imam. Untaian sanad diatas telah dikenal dikalangan muhadditsin, dan
padanya tidak terdapat hal-hal janggal. Demikian pula dalam matan hadis

7
tersebut sesuai dengan dalil-dalil lain tentang masalah yang sama. Jadi hadis
tersebut termasuk hadis sahih dengan sendirinya (sahih li dzatihi)8.

e. Kitab-Kitab Hadis yang Sahih


Urutan kitab hadis yang sahih versi Dr. Adil adalah Sahih al-Bukhari, Sahih
Muslim, Mustadrak al-Hakim, Sahih Ibn Hibban, Shahih Ibn Khuzaemah.
Sementara Hasbi Ash-Shiddieqy meletakkan Sahih Ibnu Khzaemah setelah
Sahih Muslim, baru kemudian Sahih Ibnu Hibban. Karena Ibnu Khuzaemah
dipandang lebih hati-hati dibanding Ibnu Hibban.
Kemudian tingkatan di bawahnya adalah Mustadrak Al-Hakim. Al-Hakim
dipandang sebagai ahli hadis yang longgar (tidak ketat) dalam mensahihkan
hadis-hadis yang diterimanya9.
C. HADITS HASAN
1. Pengertian Hadis Hasan
Hasan menurut lughot adalah sifat musybahah dari ‘Al-Husna’, artinya bagus.
Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah khabar ahad yang dinukil oleh orang yang
adil, kurang sempurna hapalanya, bersambung sanadnya, tidak cacat dan tidak
syadz10.
Untuk membedakan antara hadis sahih dan hasan, kita harus mengetahui batasan
dari kedua hadis tersebut. Batasanya adalah keadilan pada hadis hasan disndang oleh
orang yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih terdapat rawi-
rawi yang benar-benar kuat ingatannya. Akan tetapi, keduanya bebas dari keganjilan
dan oenyakit. Keduanya bisa dijadikan hujjan dan kandungannya bisa dijadikan
sebagai penguat.11
2. Pembagian Hadis Hasan
Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan hasan
li ghairih. Hadits yang memenuhi syarat-syarat hadis hasan disebut hasan li dzatih.
Syarat untuk hadis hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadis shahih, hanya saja
perawi hanya termasuk kelompok keempat (shoduq) atau istilah lain yang setaraf atau
sama dengan tingkatan tersebut.12

8
Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadist, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1997), Cet. Ke-2, hlm. 5.
9
Munzier Suparta, op.cit., hlm.139
10
Ath-Thahhan. op, cit. hlm. 38.
11
Subhi Ash-Shalih. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. Hlm. 142.
12
M.M. azami. Metodologi Kritik Hadits. Terj. A. yamin. Jakarta: Pustaka Hidayah. 1992, hlm. 103.

8
Adapun hasan li ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan rawinya
pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan syahid. Hadits
Dha’if yang karena rawinya buruk hapalannya (su’u al-hifdzi), tidak dikenal
identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik derajatnya
menjadi hasan li ghairihi karena dibantu, oleh hadits-hadits lain yang semisal dan
semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya.
Contoh hadis hasan li ghairihi:
َ ‫صلَّى للاُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫سلَ ِم قَا َل‬ َ ‫سيْن َع ِن النَّ ِبى‬ َ ‫ع ْن ِع ْم َران ب ِْن ُح‬َ ‫وف َع ْن أَ ِبي َر َجاء‬ ُ ‫عثْ َمان ب ِْن ال َه ْيت َِم َحدّثَنَا َع‬ ُ ‫َحدَّثَنَا‬
)‫ ( رواه البخارى‬.‫سا ُء‬ َ ّ‫ار فَ َرأَيْتُ أ َ ْكث َ َر أ ْه ِل َها ال ِن‬ َ ‫طلَ ْعتُ فِى ْال َجنَّ ِة فَ َرأَيْتَ أ َ ْكث َ َر أ َ ْه ِل َها ْالفُقَ َرا ُء َوا‬
ِ َّ‫طلَ ْعتُ فِي الن‬ َ ‫ا‬:
Aku pergi ke surga dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah orang faqir dan
aku pergi ke neraka kudapati sebagian besar penghuninya adalah wanita. (HR
BUKHARI)
3. Kedudukan Hadits Shahih dan Hasan dalam Berhujjah
Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqaha bersepakat untuk menggunakan hadits
shahih dan hadits hasan sebagai hujjah. Di samping itu, ada ulama yang mensyaratkan
bahwa hadits hasan dapat digunakan sebagai hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat
yang dapat diterima. Pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama.
Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima itu ada yang tinggi, menengah, dan rendah.
Hadits yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah adalah hadits shahih,
sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits hasan.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah disebut hadits
maqbul, dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut
hadits mardud.
Yang termasuk hadits maqbul adalah:
a. Hadits sahih, baik sahih li dzatihi maupun sahih li ghairih.
b. Hadits hasan, baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairih.
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dha’if. Hadits mardud
tidak dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-
rawinya atau pada sanadnya.
4. Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadits-hadits hasan secara
terpisah sebagaimana mereka melakukannya dalam hadist sahih, tetapi hadits hasan
banyak kita dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya:

9
a. Jami’ At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk
mengetahui hadits hasan.
b. Sunan Abu Dawud.
c. Sunan Ad-Daruquthi.

D. HADITS DHA’IF

10
BAB III PENUTUP

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam menanggapi masalah apakah hadis shahih itu dapat dijadikan sebagai
hujjah dalam menetapkan hukum secara umum maka dalam hal ini para muhaddisin,
sebagian ahli ushul dan ahli fiqh bersepakat untuk menyatakan bahwa hadis shahih
dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan.
Adapun kehujjahan hadits hasan, para ulama’ bersepakat untuk mengatakan
bahwa hadits hasan sama dengan hadits shahih sekalipun tingkatannya tidak sama,
bahkan ada sebagian ulama yang memasukkan hadits hasan kedalam kelompok hadits
shahih baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi.
Jika dalam satu hadis telah hilang satu syarat saja dari sekian syara-syarat hadis
hasan, maka hadis tersebut dinyatakan sebagai hadis dha’if. Apalagi yang hilang itu
sambai dua atau tiga syarat maka inilah yang dikatakan sebagai hadis dha’if dan status
semua hadis dha’if adalah mardud (tertolak) dan tidak bias dijadikan hujjah.

B. SARAN
Makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan untuk pembaca untuk mengetahui
pembahasan tentang klasifikasi hadis ditinjau dari kualitas hadis beserta contohnya.
Untuk lebih mendalami, pembaca bisa saja menambah wawasan dengan mencari
pokok bahasan ini dari buku, jurnal

11
DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Ahmad Umar, Taysir Musthalah al-Hadis,[t.d]

Rahman, Fathur Ikhtishar, Mushthalah Hadis, Bandung: al-Ma’arif ,1991

Fattah, Ibrahim Abdul, Alqaul al-Hasif Fi Bayani al-hadis ad-Dhaif , Kairo: Dar Thiba’ah
al-Muhammadiyah, 1992

‘Itr, Nuruddin, Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis(Damaskus:Dar al-Fikr)


yang diterjemahkan oleh Mujiyo, ‘Ulum al-Hadis, Bandung: Remaja Rosda
Karya, Cet.II, 1997

Hasby as-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: PT.Bulan Bintang,1987)


al-Khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul Hadis Ulumuhu wamusthalahatuhu, Beirut:
Dar al-Fikr, 1975

Mudassir, Ilmu Hadis, Bandung, 2007

Yuslem, Nawir, Ulumul hadis,[t.t], Mutiara sumber Widya, 2001

al-Qatthan , Manna’ Khalil, Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis diterjemahkan oleh


Mifdol Abdurrahman dalam judul Pengantar ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar cet.II, 2006

Sayyidi ,Taufiq Umar, Manhaj ad-Dirayah wa Mizan ar-Riwayah, [t.d]

Shalih, Subhi, Ulumul Hadis Wamustalahatuhu, Beirut; Dar al‘Ilm, 1988.

12

Anda mungkin juga menyukai