HADIST HASAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Mustholah Hadist
Disusun oleh :
KELOMPOK 7 – C/KM/IV
YOGYAKARTA
1
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sewa - Menyewa. Makalah ini disusun
guna melengkapi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas pada mata kuliah
Agama Muamalah. Tentunya, penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang sangat besar sehingga kami dapat
menyelesaikan dengan lancar.
Mengingat keterbatasan kemampuan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, adanya saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua yang membaca.
Kelompok 7 – C/KM/IV
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN....................................................................................................................5
A. Latar Belakang...............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
BAB III...................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah sumber hukum islam kedua setelah al qur’an. Hadits merupakan segala
tinkah laku, ucapan, keteetapan nabi Muhammad saw. Hadits dibagi menjadi dua, yakni
berdasarkan kuantitas rawi dan berdasarkan kualitas rawi. Hadits berdasarkan kuantitas
rawi dibagi menjadi dua, yakni hadits mutawattir dan hadits ahad. Sedangkan hadits
berdasarkan kualitas rawi dibagi menjadi tiga, yakni hadits Shahih, hadits Hasan, hadits
Dha’if.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Secara bahasa, hasan bermakna al-jamal, yaitu bagus, keindahan
ما نقله عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل وال شا ذ.
Hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil, kurang kuat hafalannya,
bersambung sanadnya, tidak mengandung illat, dan tidak pula mengandung syadz.[5]
5. Menurut Imam at-Tirmidzi
كل حديث يروى ال يكو ن فى إسنا ده من يّتّهم با لكذب وال يكو ن الحديث شا ّدا و يروى من غير وجه نحو ذالك .
Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada
matannya tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan
satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa jadi hadits
yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya
6
berstatus hasan. Tidak dapat dirimuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi
tersebut disyariatkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak
jalan periwayatan). Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak
bermaksud menyamakan hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah
yang mula-mula memunculkan istilah hadits hasan ini.[6]
6. Menurut At-Thibi
مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كال هما من غير وجه وسلم من شدو ٍذ ا وال علة.
Hadits musnad ( muttasil dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah.
Atau hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain,
dan hadits itu terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).[7]
Dengan kata lain hadis hasan adalah :
هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى ق َّل ضبطه و خال من ال ّشذوذ والعلة.
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil,
kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat. [8]
Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat dirinci sebagai berikut.
Sanadnya bersambung
Perawinya adil
Perawinya dhabit tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadits shohih
Tidak terdapat kejanggalan (syadz)
Tidak ada illat (cacat)
Hadits hasan li dzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi
segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.
Syarat untuk hadits hasan adalah sebagaimana syarat untuk hadits shahih, kecuali
bahwa perawinya hanya termasuk kelompok keempat ( shaduq ) atau istilah lain yang
setaraf atau sama dengan tingkatan tersebut.
7
Sebuah hadits dikategorikan sebagai hasan li dzatih karena jalur periwayatannya,
hanya melalui satu jalur periwayatan saja. Sementara hadits hasan pada umumnya, ada
kemungkinan melalui jalur riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung dengan
riwayat yang lainnya. Bila hadits hasan ini jumlah jalur riwayatnya hanya satu, maka
hadits hasan itu disebut dengan hadits hasan li dzatih. Tetapi jika jumlahnya banyak,
maka ia akan saling menguatkan dan akan naik derajatnya menjadi hadits shahih li
ghairih.
ّ حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبع ٌّي عن ابي عمران الجو ن ّي عن ابي بكر بن ابي موس––ى اال ش––عر
ى ق––ال
إن ابواب الجنّة تحت ظالل السيوف ّ سمعت أبي بحضر ة العد ِّو يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
“......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar ayahku
ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda: ‘sesungguhnya
pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang’.” (HR.al-Tirmidzi)
Menurut Mahmud al-Thalan, Hadits diatas berkualitas hasan, karena para rawinya
terpercaya (tsiqah), kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dhuba’iy. Karena itulah, Hadits
tersebut tidak mencapai hadits shahih. Terkait rawi yang satu ini, Imam Ibnu Hajar al-
Asqalani berkomentar : حسن الحديث (hadits yang disampaikannya baik). Penilaian Ibnu
Hajar ini menunjukkan bahwa hadits itu berkualitas hasan.
Hadits hasan li ghairih adalah hadits-hadits dhaif yang tidak terlalu parah
(kedhaifannya) dan diriwayatkan dengan melalui beberapa jalur. Beberapa periwayatan
hadits yang dhaif ini kemudian saling menguatkan, dan akhirnya naik
menjadi hasan. Sementara bila beberapa riwayat hadits itu termasuk kategori dha’if
yang berat, seperti hadits matruk, munkar, maudhu. Dan sebagainya, maka hadits itu
tidak bisa naik menjadi hasan li ghairih.
Hadits dha’if bisa naik menjadi hadits hasan li ghairih dengan dua syarat, yaitu :
Ø Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang saling seimbang dan lebih kuat.
8
Ø Sebab kedha’ifan hadits tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan sepert
hapalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul)
identiras perawi.
حدثنا الحسن بن عل ٍّى الخاّل ل حدثنا عبد الرزاق انبأنا ابن ابي سبرة عن ابرا هيم بن محم––د بن مع––ا وي––ة بن عب ِدهللا
اذا كانت ليلة النصف من شعبان فق––و م––وا ليله––ا- م.بن جعفر عن ابيه عن علي بن طا لب قال قال رسو ل هللا ص
فإن هللا ينزل فيها لغروب الشمس الى سماء الدنيا فيق––ول أال من مس––تغفر ف–أغفر ل––ه أال مس––ترزق. فصو موا يومها
) (رواه ابن ما جه. أال كذا أال كذا حتّى يطلع الفجر ُفأرزقه أال مبتلًى فُأ عا فِيَه
“....diriwayatkan dari Ali ra., beliau berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : Apabila
datang malam nishfu sya’ban, maka shalatlah kalian pada malam itu dan puasalah
besoknya ! karena Allah akan turun ke langiy dunia (yang terdekat dengan bumi)
seraya berkata : Adakah orang yang minta ampun ? (bila ada) maka Aku akan
memberinya ampunan. Adkah orang yang meminta rizki ? (mala bila ada), Ku akan
beri rizki. Adakah yang sakit (yang meminta kesembuhan)? (maka bila ada), Aku akan
menyembuhkannya. Adakah yang meminta ini dan itu. Allah melakukan hal itu sejak
terbenam matahari sampai terbit fajar.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majjah. Dalam rangkaian sanadnya
terdapat seorang rawi yang bernama Ibn Abi Sabrah. Menurut imam Ahmad bin
Hanbal, rawi ini adalah seorang pendusta dan emalsu hadits. Imam al-Bukhari
menambahkan, bahwa Ibn Abi Sabrah adalah الح––ديثمنكر (haditsnya munkar karena
banyak berbuat maksiat). Sementara menurut imam al-Nasa’i Ibn Abi Sabrah adalah
matruk (dituduh pendusta ketika meriwayatkan hadits).
9
Dengan beberapa penilain dari ulama hadits diatas, maka bisa disimpulkan bahwa
riwayatnya berkualitas dhaif sekali, yaitu termasuk Hadits munkar dan matruk. Dengan
demikian. Hadits diatas tidak tidak bisa dijadikan dalil sama sekali.
“Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra., dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda :
‘pada malam nishfu Sya’ban, Allah akan melihat semua makhluk-Nya, kemudian
mengampuni mereka kecuali yang musyrik (menyekutukan Allah) dan orang yang
memusuhi orang lain’.”
Dalam rangkaian sanad Hadits riwayat Abu Musa al-Asy’ari di atas, menurut Imam al-
Bushairi dalam kitab al-Zawa’id, ada seorang rawi yang dinilai dha’if, yaitu Ibn
Lahi’ah.
Hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal dari Abdullah bin Amr ra..
menurut Imam al-Mundziri, sanad hadits ini kualitasnya ليّن (lunak Haditsnya), yang
menunjukkan lemah.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, dari Katsir bin Murrah. Menurut
Imam al-Baihaqi sendiri, sanad Hadits ini nilai mursal jayyid (mursal yang baik).
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dari Aisyaj ra.. Sanad Hadits ini
munqathi (terputus).
Dari beberapa penilaian para Ulama hadits diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa
hadits riwayat Ali bin Abi Thalib pada nomor satu termasuk kategori Hadits dha’if
kelas berat, yaitu munkar dan matruk. Sekali lagi, riwayat hadits ini tidak bisa
dijadikan dalil dalam hukum. Sementara empat riwayat selainnya, memang termasuk
kategori dha’if, hanya saja tidak termasuk kedalam kelas berat. Karenanya ia bisa
saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga naik derajatnya menjadi
hadits hasan li ghairihi. Dan hadits ini bisa dijadikan dalil dalam hukum islam.
10
C. Istilah-Istilah Yang Digunakan Dalam Hadits Hasan
a. Diantar gelar ta’dil para perawi ysng digunakan dalam hadits maqbul atau hasan
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil adalah :
المعروف : Orang yang dikenal / orang baik
المحفوظ : Terpelihara
ال ُمج َّو ُد : Orang baik
الثّابت : Orang yang teguh/ kuat
ُّالقَ ِوى : Orang kuat
ُال ُمشبَّه : Serupa dengan Shahih
الجيِّد/ الصّلح : Orang baik / bagus
Sebagian ulama mempersamakan dalam gelar ta’dil para perawi hadits dalam
kitab al-Jayyid = bagus antara shahih dan hasan, sebagia ulama laim berpendsapat
bahwa sekaligus gelar aljayyid dengan makna shahih, tetapi pars muhsditsin senior
tidak pindah dalam menilai shahih menjadi al-jyyid tersebut kecuali ada tujuan
tertentu. Misalnya naiknya hadits hasan lidzaih dan ragu mencapai derajat shahih,
berarti tingkat hadits gelar al-jayyid ini dibawah shahih, demikian juga gelar al-
qowi.
Gelar ta’dil as-Shahih berlaku bagi shahih dan hasan karena keduanya layak
dijadikan hujjah dan berlaku bagi hadits dha’if yang patut dalam penelitian
pencarian sanad lain. Gelar al-ma’ruf lawan dari al-munkar, al-Mahfudz lawan dari
asy-syadzdz, al-Mujawwad dab ats-Tsabit berlaku untuk shahih dan hasan, dan bagi
hasan serta yang mendekatinya, al-musyabbah terhadap haidt hasan bagaikan a-
ljayyid terhadap hadits shahih.
b. Perkataan mereka muhadditsin ه ذا ح ديث حس ن اإلس نا د = ini hadits hasan sanadnya.
Maknanya hadits ini hanya hasan sanad-nya saja sedang matan-nya perlu penelitian
lebih lanjut. Mukharrij hadits tersebut tidak menanggung kehasanan matan mungkin
ada syadzdz atau illat.berararti ada kesempatan luas bagi para peneliti belakangna
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang atan hadits tersebut apakah
matannya juga hasan atau tidak.
c. Ungkapan at-Tirmidzi dan yang lain : حديث حسن صحيح = ini hadits hasan shahih.
Makna ungkapan ini ada beberapa pendapat, diantaranya :
1. Haddits tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan.
11
2. Terjadi perbedaab dalam penilaian hadits sebagian berpendapat shahih dan
golongan lain berpendapat hasan.
3. Atau dinilai hasan li dzatih dan hasan li ghairih.
Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah haidts shahih.
Semua fuqaha, sebagian muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit
dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits
(musyaddidin). Bahkan sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan
shahih (mutasahilin) memasukannya ke dalam hadits shahih, sepert al-Hakim, Ibnu
Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat
digunakan sebagi hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima. Pendapat
terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima
itu ada yang tinggi, menngah, dan rendah. Hadits yang sifat dapat diterima tinggi dan
menengah adalah hadits shahih, sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah
adalah hadits hasan.
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dha’if. Hadits mardud tidak
dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau
pada sanadnya.
1. Jami’ At-Tirmidzi
12
2. Sunan Abu Dawud
3. Sunan ad-Daruquthni
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang
sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
Hadits hasan dibagi menjadi :
1. Hadits Hasan Li Dzatihi
Hadits hasan li dzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala
kriteria dan persyaratan yang ditentukan.
2. Hadits Hasan Li Ghairih
Hadits hasan li ghairih adalah hadits-hadits dhaif yang tidak terlalu parah (kedhaifannya) dan
diriwayatkan dengan melalui beberapa jalur. Beberapa periwayatan hadits yang dhaif ini
kemudian saling menguatkan, dan akhirnya naik menjadi hasan. Sementara bila beberapa
riwayat hadits itu termasuk kategori dha’if yang berat, seperti hadits matruk, munkar,
maudhu. Dan sebagainya, maka hadits itu tidak bisa naik menjadi hasan li ghairih.
Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah haidts shahih. Semua
fuqaha, sebagian muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan
orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan
sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin)
memasukannya ke dalam hadits shahih, sepert al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat digunakan sebagi
hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima.
B.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16