Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIST DARI SEGI KEHUJAHANNYA, KUANTITAS


PERIWAYATNYA, KUALITAS KEBERSAMBUNGAN SANADNYA,
KEADILAN SAHABAT, TABI’IN DAN TABI’AT

Dosen pengampu : Khoirul Anwar, M.Pd.I

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Rifki Dian Pratama
2. Dina Merliana
3. Muhammad Taufik Riansyah

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL MA’ARIF KALIREJO
LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha ESA, karena atas rahmat dan karunianya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini .

Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa penyusunan makal ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada. Akhir kata penulis berharap
makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca
pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.

Kalirejo, 15 Oktober 2022

Penyusun,

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Tujuan .............................................................................................2
C. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembagian hadist dari segi kehujahannya dan kebersambungan
sanadnya...........................................................................................2
B. Pembagian hadist dari segi kuantitas periwayatnya.........................14
C. Keadilan Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’at dalam Periwayatan Hadist.16
Bab III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................19
B. Saran.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan
pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber
ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah
lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan
kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan
riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. 
Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.

Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang


terhimpun dalam kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah
ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian
hadits tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam
hadits itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga
kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini
sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis
kepada kita.

Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas


sanad maupun kualitas matan hadits. Selama riwayat-riwayat ini
membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang
dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya
kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadits.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembagian hadist dari segi kehujahannya?
2. Bagaimana pembagian hadist dari segi kuantitas periwayatnya?
3. Bagaimana pembagian hadist dari segi kualitas kebersambungan
sanadnya?
4. Bagaiman keadilan sahabat, tabi’in dan tabi’at dalam periwayatan hadist?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kehujahannya
2. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kuantitas periwayatnya
3. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kualitas kebersambungan
sanadnya
4. Untuk mengetahui keadilan sahabat, tabi’in dan tabi’at dalam
periwayatan hadist

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadist Dari Segi Kehujahannya dan Kebersambungan


Sanadnya
Hadis bila dilihat dari segi diterima atau tidaknya ia menjadi hujjah dalam
beramal yaitu hadis maqbul (diterima), shahih dan hasan. Namun disisi lain
ada pula hadis-hadis yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-
kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadis mardud (ditolak);
dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini ditemukan setelah
adanya upaya penelitian sanad maupun matan oleh para ulama untuk yang
memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.
1. Hadist Maqbul
a. Hadist Shahih

Kata Shahih (‫ الصحيح‬dalam bahasa Arab diartikan orang sehat antonim


dari kata as-saqim (‫ )السقيم‬yang berarti orang yang sakit. Jadi yang
dimaksud hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak
terdapat penyakit dan cacat.

Kemudian menurut Imam At Tirmidzi sebagaimana dikutip Ahmad


Sutarmaji hadis shahih adalah :

‫ما اتصل سنده بنقل العدل الضابط ضبطا كامال عن مثله وسلم عن‬
‫شذ ود وعلة‬
“Hadis yang sanadnya bersambung, yang dinukilkan oleh perawi yang
adil dan (jujur dan taqwa), dhabit serta bersih dari keanehan dan
kecacatan”.

3
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih
sebagai berikut :

1) Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari


perowi pertama sampai perowi terakhir.
2) Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat,
dalam arti adil dan dhobith,
3) Hadisnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.

Dari beberapa pengertian hadis shahih tersebut dapat simpulkan


bahwa hadis shahioh adalah hadis yang dalam periwayatannya
dilakukan oleh perwi yang adil, dhobit, sanad bersambung dan
terhindar dari illat atau cacat.

Hadis shahih harus memenuhi lima syarat:

1) Muttashil sanadnya
2) Perawi-perawinya adil.
3) Perawi-perawinya dhabit
4) Yang diriwayatkan tidak syadz
5) Yang diriwayatkan terhindar dari illat qadihah (illat yang
mencacatkannya)

Adapun contoh hadis yang shahih adalah;


ْ ‫ر ْب ِن ُم‬m
‫ط ِع ِم ع َْن‬ ِ m‫ب ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ُجبَ ْي‬
ٍ ‫هَا‬m‫ك ع َِن ا ْب ِن ِش‬ ٌ mِ‫ا َمال‬mmَ‫ا َل َأ ْخبَ َرن‬mmَ‫فَ ق‬m‫َح َّدثَنَا َع ْب ُدهللاِ بْنُ يُوْ ُس‬
(‫الطوْ ِر "(رواه البخاري‬ ُّ ِ‫ب ب‬ ِ ‫م قَ َرَأ فِي ْال َم ْغ ِر‬.‫ْت َرسُوْ َل هللاِ ص‬ ُ ‫َأبِ ْي ِه قَا َل َس ِمع‬

"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah


mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad
bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah
mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-
thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

4
Analisis terhadap hadits tersebut:

1) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut


mendengar dari gurunya.
2) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para
rawi hadits tersebut menurut para ulama al-jarhu wa ta'dil sebagai
berikut :
a) Abdullah bin yusuf = tsiqat mutqin.
b) Malik bin Annas = imam hafidz
c) Ibnu Syihab Az-Zuhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'im = Shahabat.
3) Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang
lebih kuat serta tidak cacat.

Hadis shahih dibagi menjadi dua :

1) Hadis Shahih li dzati ialah hadis shahih yang memenuhi syarat-


syaratnya secara maksimal.
2) Hadis Shahih Li Ghoirihi ialah hadis yang tidak terbukti adanya
lima syarat hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian.
Bukan berarti sama sekali dusta, mengingat bolehnya berlaku
bagi orang yang banyak salah. Hadis shahih li-ghoirih, adalah
hadis hasan li-dzatihi apabila diriwayatkan melamui jalan yang
lain oleh perowi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari
padanya.

b. Hadist Hasan
Menurut Imam At Tirmidzi, sebagaimana di kutip Ahmad Sutarmaji
hadis hasan adalah :

5
‫كل حديث يروى ال يكون في اسنده من يتهم با لكذ ب وال يكو ن الح‬
‫يث شا ذا ا وير وى من غير وجه ونحو ذ الك‬
“Setiap hadis diriwayatkan oleh perawi yang tidak disangka berdusta,
tidak syadz (asing) dan diriwayatkan tidak hanya dengan satu sanad”.

Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat
juga berarti sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu.
Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis
hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis
shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama
mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.

Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya


hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. Hadis shahih lebih sempurna
ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Hadis hasan
adalah adalah hadis yang dalam periwayatannya dilakukan oleh
perawi yang adil, tidak kuat hafalannya (dhabit), sanad bersambung
dan terhindar dari illat dan cacat.

Contoh Hadis Hasan adalah:


ِ ‫ر ْالقَ ِط‬m
‫ ُد‬m‫ا َع ْب‬mm‫ ثن‬، ‫يع ُّي‬ ٍ mَ‫ ُد بْنُ َج ْعف‬m‫ ثنا َأبُو بَ ْك ٍر َأحْ َم‬، ُ‫َأ ْخبَ َرنَا َأبُو َع ْب ِد هَّللا ِ ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْال َحافِظ‬
ٍ ِ‫ ثنا ِإ ْب َرا ِهي ُم بْنُ َأبِي طَال‬، ‫ َوَأ ْخبَ َرنَا أبو زكريا العنبري‬، ‫ َح َّدثَنِي َأبِي‬: ‫ قَا َل‬، ‫هَّللا ِ بْنُ َح ْنبَ ٍل‬
‫ ثنا‬، ‫ب‬
َ mَ‫ ق‬، ‫ق‬
‫ال‬m ْ ‫ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ِإ‬، ‫ ثنا َأبِي‬، ‫ ثنا يَ ْعقُوبُ بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم ْب ِن َس ْع ٍد‬: ‫ قَاال‬، ‫ُم َح َّم ُد بْنُ يَحْ يَى‬
َ ‫س َحا‬
ُ ‫لَّى هَّللا‬m‫ص‬َ ِ ‫و ُل هَّللا‬m‫ال َر ُس‬m َ mَ‫ ق‬: ‫ت‬ْ َ‫ال‬mmَ‫ ق‬، َ‫ة‬m‫ ع َْن عَاِئ َش‬، َ‫ ع َْن عُرْ َوة‬، ُّ‫الز ْه ِري‬ ُّ ‫ َذ َك َر ُم َح َّم ُد بْنُ ُم ْسلِ ٍم‬:
، " ‫ض ْعفًا‬ ِ َ‫ك لَهَا َس ْب ِعين‬ ُ ‫ك لَهَا َعلَى الصَّال ِة الَّتِي ال يُ ْستَا‬ ُ ‫ض ُل الصَّالةُ الَّتِي يُ ْستَا‬ ُ ‫ " تَ ْف‬: ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ُ‫ َم ْعه‬mm‫ َوَأنَّهُ لَ ْم يَ ْس‬، ‫ار‬
ٍ ‫ق ْب ِن يَ َس‬ ِ ‫يث َأ َح ُد َما يُ َخافُ َأ ْن يَ ُكونَ ِم ْن تَ ْدلِي َسا‬
َ ‫ت ُم َح َّم ِد ْب ِن ِإ ْس َحا‬ ُ ‫َوهَ َذا ْال َح ِد‬
‫ي‬
َ ‫ َور ُِو‬، ‫ي‬ ْ mِ‫ْس ب‬
ِّ ‫القَ ِو‬m َ ‫ َولَي‬، ‫ي‬ ِ m‫الز ْه‬
ِّ ‫ر‬m َّ ‫ةُ بْنُ يَحْ يَى‬mَ‫اوي‬
ُّ ‫ ع َِن‬، ‫ َدفِ ُّي‬m‫الص‬ ِ ‫ ْد َر َواهُ ُم َع‬mَ‫ َوق‬، ‫ي‬ ُّ َ‫ِمن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
‫ا‬mm‫ فَ ِكالهُ َم‬، َ‫ ع َْن عَاِئ َشة‬، َ‫ ع َْن َع ْم َرة‬، ‫ َو ِم ْن َوجْ ٍه آخ ََر‬، َ‫ ع َْن عَاِئ َشة‬، َ‫ ع َْن عُرْ َوة‬، ‫ِم ْن َوجْ ٍه آ َخ َر‬
ٌ ‫ض ِع‬
. ‫يف‬ َ

6
“Memberi kabar padaku Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-
Hafidz, menceritakan kepadaku Abu Bakr Ahmad bin Ja’far al-
Qothi’I, menceritakan kepadaku Abdullah bin Hanbal, dia berkata:
telah menceritakan kepadaku ayahku, telah memberi kabar padaku
Zakaria al-Anbari, menceritakan kepadaku Ibrahim bin Abi Thalib,
menceritakan kepadaku Muhammad bin Yahya. Mereka berkata,
menceritakan kepadaku Ya’kub bin Ibrahim bin Sa’d, menceritakan
kepadaku ayahku dari Muhammad bin Ishaq, dia berkata:
Muhammad bin Muslim az-Zuhri menuturkan dari Urwah dari Aisyah
dia berkata: Rasulullah saw., bersabda Salat dengan bersiwak itu lebih
utama dari pada salat tidak menggunakan siwak dengan keutamaan 70
kali lipat”

Analisis Hadis:
Dari hadis tersebut ada seorang perawi yang perlu dicermati, yaitu
Muhammad bin Ishaq. Hadis itu dikeluarkan oleh Ahmad dalam
musnadnya dan ibnu Khuzaimah dalam shahihnya dia berkata: “Saya
meragukan keabsahan kabar ini karena saya khawatir ibnu Ishaq tidak
mendengar dari Muhammad bin Muslim (Az Zuhri) dan ia
mentadlisnya”.

Dan dikeluarkan juga oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak, dan beliau


berkata: “Shahih sesuai dengan syarat Muslim”. Namun ibnul
Mulaqqin berkata: “penshahihan Al Hakim terhadap hadits ini patut
diingkari, karena ibnu Ishaq ini terkenal mudallis, dan tidak ada
perselisihan di antara ulama bahwa perawi mudallis bila tidak
menyebutkan mendengar, maka tidak dapat dijadikan hujah.

7
Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis
hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan li-dzâtihi dan
hasan li-ghairihi;
1) Hasan Li Dzâtihi
Hadis hasan li-dzâtihi adalah hadis yang telah memenuhi
persyaratan hadis hasan yang telah ditentukan.
2) Hasan Li-Ghairihi
Hadis hasan li-ghairihi ialah hadis hasan yang tidak memenuhi
persyaratan secara sempurna. Dengan kata lain, hadis tersebut
pada dasarnya adalah hadis dha’if, akan tetapi karena adanya
sanad atau matn (matan/teks) lain yang menguatkannya (syahid
atau tâbi’/mutâbi’), maka kedudukan hadis dha’if tersebut naik
derajatnya menjadi hadis hasan li-ghairih.

2. Hadist Mardud
a. Hadist Dhaif
Menurut Imam At Tirmidzi, sebagaimana dikutip Ahmad Sutarmaji
hadis dhaif adalah:

‫الضعيف ما لم يو جد فيه شروط الصحة وال شروط الحسن‬


“Hadis dhaif adalah yang tidak memenuhi syarat shahih dan juga tidak
memenuhi syarat hasan”.

Hadis dha’if dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :


1) Hadis Dha’if Karena Gugurnya ar-Râwiy (Periwayat)
Yang dimaksud dengan gugurnya ar-râwiy adalah tidak adanya
satu atau beberapa ar-râwiy, yang seharusnya ada dalam suatu
sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau
akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadis dha’if yang disebabkan
karena gugurnya ar-râwiy, antara lain yaitu :

8
a) Hadis Mursal
Hadis mursal adalah hadis yang dalam sanadnya tidak
menyebutkan sahabat Nabi, sebagai ar-râwiy yang seharusnya
menerima langsung dari Rasulullah s.a.w..
Contoh hadis mursal :
ِ ِّ‫ي‬mm‫ ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َس‬mm‫ ع َْن َس‬، ‫لَ ِم ِّي‬mm‫ةَ اََأل ْس‬mmَ‫رَّحْ َم ِن ْب ِن َحرْ َمل‬mm‫ ِد ال‬mmْ‫ع َْن َعب‬
‫ َأ َّن‬، ‫ب‬
‫د ْال ِع َشا ِء‬mُ ‫« بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ْال ُمنَافِقِينَ ُشهُو‬: ‫َرسُو َل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
.» ‫ الَ يَ ْستَ ِطيعُونَهُ َما‬,‫ْح‬
ِ ‫َوالصُّ ب‬
“Antara kita dan kaum munafik (ada batas), yaitu menghadiri
jama’ah isya dan subuh; mereka tidak sanggup
menghadirinya”.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari


Abdurrahman bin Harmalah al-Aslami, dan selanjutnya dari
Sa’id bin Musayyab (salah seorang dari generasi tabi’in)).
Siapa sahabat Nabi s.a.w. yang meriwayatkan hadis itu kepada
Sa’id bin Musayyab, tidak disebutkan dalam sanad hadis di
atas.
b) Hadis Munqathi’
Hadis munqathi’ adalah hadis yang gugur satu atau dua orang
ar-râwiy tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya.
Contoh hadis munqathi’ :

ِ ‫ َوَأبُو ُم َع‬, ‫اعي ُل بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم‬


، َ‫اويَة‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َم‬، َ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَة‬
‫ول‬
ِ m ‫ت َر ُس‬ ِ ‫ ةَ بِ ْن‬m‫ ع َْن فَا ِط َم‬، ‫ ع َْن ُأ ِّم ِه‬، ‫ ِن‬m ‫ ِد هللاِ ب ِْن ْال َح َس‬m ‫ ع َْن َع ْب‬، ‫ث‬ ٍ ‫ع َْن لَ ْي‬
‫لَّ َم‬m ‫وس‬
َ ‫ ِه‬m‫لَّى هللا عَل ْي‬m ‫ص‬ َ ِ‫و ُل هللا‬m ‫ َكانَ َر ُس‬: ‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬، ‫صلَّى هللا عَل ْي ِه و َسلَّ َم‬ َ ِ‫هللا‬
ِ m‫ َوال َّسالَ ُم َعلَى َر ُس‬، ِ‫ بِس ِْم هللا‬: ‫ِإ َذا َد َخ َل ْال َم ْس ِج َد يَقُو ُل‬
ْ‫ر‬mmِ‫ اللَّهُ َّم ا ْغف‬، ِ‫ول هللا‬
، ِ‫ ِم هللا‬m ‫ بِ ْس‬: ‫ا َل‬mmَ‫ ق‬, ‫ َر َج‬m َ‫ َوِإ َذا خ‬، َ‫ك‬mmِ‫اب َرحْ َمت‬ َ m‫ َوا ْفتَحْ لِي َأ ْب‬, ‫وبِي‬mmُ‫لِي ُذن‬
َ ‫و‬m
‫اب‬ َ ‫ َوا ْفتَحْ لِي َأب‬، m‫وبِي‬mmُ‫رْ لِي ُذن‬mmِ‫ اللَّهُ َّم ا ْغف‬، ِ‫و ِل هللا‬mm‫م َعلَى َر ُس‬mُ َ‫ال‬mm‫الس‬
َ ‫و‬mmْ َّ ‫َو‬
َ ِ‫فَضْ ل‬
.‫ك‬

9
“Rasulullah s.a.w. bila masuk ke dalam mesjid, membaca
“dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah,
ampunilah dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu
rahmatMu”.

Hadis di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar


bin Abi Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim dan Abu Mu’awiyah,
dari Laits, dari Abdullah bin al-Hasan, dari Ibunya (Fatimah
binti al-Husain), dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra.
Menurut Ibnu Majah, hadis di atas adalah hadis munqathi’,
karena Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa
dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi ada ar-râwiy yang
gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan tabi’in.

c) Hadis Mu’dhal
Hadis mu’dhal adalah hadis yang gugur dua orang ar-râwiy
(periwayat)-nya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contoh hadis mudhal :
» ‫ « ال َك ْعبَتَا ِن ِم ْن َم ْي ِس ِر ْال َع َج ِم‬: ‫ذكر لنا أن نبي هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
Disebutkan kepada kami bahwa rasulullah s.a.w. Bersabda:
“kedua mata kaki adalah kemudahan bangsa ‘ajam (non-
arab)”. Qatadah yang dimaksud di sini adalah qatadah ad-
di’amah as-sadusi. Riwayatnya dari tabi’in besar sangat
agung, pendapat yang lebih kuat, dalam sanad ini beliau telah
menghilangkan setidaknya dua orang ar-râwiy (periwayat),
yaitu seorang tabi’in dan seorang shahabat.
d) Hadis Mu’allaq
Hadis mu’allaq ialah hadis yang gugur satu ar-râwiy
(periwayat) atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila semua
ar-râwiy (periwayat)-nya digugurkan (tidak disebutkan).

10
Contoh; Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitabnya ash-
Shahih, Kitab al-Iman, Bab: Husnu Islami al-Mar’i ia
mengatakan,
‫ ِعي ٍد‬m ‫ا َس‬mmَ‫ َرهُ َأ َّن َأب‬m َ‫ار َأ ْخب‬
ٍ m‫ َأ ْخبَ َرنِي زَ ْي ُد بْنُ َأ ْسلَ َم َأ َّن َعطَا َء ْبنَ يَ َس‬:‫ك‬
ٌ ِ‫ال َمال‬ َ َ‫ق‬
‫لَ َم‬mm‫ ِإ َذا َأ ْس‬: ‫ل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَقُو ُل‬mَ ‫ي َأ ْخبَ َرهُ َأنَّهُ َس ِم َع َرسُو‬ َّ ‫ْال ُخ ْد ِر‬
َ‫ك‬mmِ‫ َد َذل‬m‫انَ بَ ْع‬mm‫ َو َك‬، ‫ْال َع ْب ُد فَ َحسُنَ ِإ ْسالَ ُمهُ يُ َكفِّ ُر هَّللا ُ َع ْنهُ ُك َّل َسيَِّئ ٍة َكانَ زَ لَفَهَا‬
‫ْف َوال َّسيَِّئةُ بِ ِم ْثلِهَا ِإالَّ َأ ْن‬ ِ ‫صاصُ ْال َح َسنَةُ بِ َع ْش ِر َأ ْمثَالِهَا ِإلَى َسب ِْع ِمَئ ِة‬
ٍ ‫ضع‬ َ ِ‫ْالق‬
.‫يَت ََجا َوزَ هَّللا ُ َع ْنهَا‬
“Telah berkata Malik, telah memberitakan kepada kami Zaid
bin Aslam, bahwa ‘Atha’ bin Yasar memberitahu kepadanya,
bahwa Abu Sa’id al-Khudri memberitahu kepadanya,
bahwasannya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda;
Apabila seseorang masuk Islam, dengan keislaman yang
bagus maka Allah akan menghapuskan semua kejahatannya
yang telah lalu. Setelah itu balasan terhadap suatu kebaikan
sebanyak sepuluh kali sampai 700 kali lipat dari kebaikan itu,
dan balasan kejahatan sebayak kejahatan itu sendiri, kecuali
pelanggaran tehadap Allah.”

2) Hadis Dha’if Karena Cacat pada Matn (Matan/Teks) atau ar-


Râwiy (Periwayat)
Contoh-contoh hadis dha’if karena cacat pada matn (matan/teks)
atau ar-râwiy (periwayat):
a) Hadis Maudhu’
Menurut bahasa, hadis ini memiliki pengertian hadis palsu
atau dibuat-buat.
Contoh hadis maudhu’:
‫من ولد له مولود فسماه محمدا تبركا به كان هو ومولوده في الجنة‬
“Siapa yang memeroleh anak dan dinamakannya
Muhammad, maka ia dan anaknya itu masuk surga”. (As-

11
Suyuthi, Jalaluddin, Al-Lâlî al-Mashnû’ah fi al-Ahâdîts al-
Maudhû’ah, Juz I, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., h. 97).
b) Hadis matrûk atau hadis mathrûh
hadis matrûk adalah hadis yang diriwayatkan oleh ”orang-
orang yang pernah dituduh berdusta (baik berkenaan dengan
hadis ataupun mengenai urusan lain), atau pernah melakukan
maksiat, lalai, atau banyak wahamnya”.
Contoh hadis matrûk:
‫ر‬mm‫د ذك‬mm‫ا عبدهللا بن محم‬mm‫و علي ن‬mm‫ا أب‬mm‫م ن‬mm‫و القاس‬mm‫ى أب‬mm‫ا القاض‬mm‫أخبرن‬
‫ير‬mm‫نى عن جوب‬mm‫م الج‬mm‫رو بن هاش‬mm‫ا عم‬mm‫عبدالرحمن بن صالح األزدى ن‬
‫ال‬mm‫لم ق‬mm‫ه و س‬mm‫لى هللا علي‬mm‫بي ص‬mm‫اس عن الن‬mm‫حاك عن ابن عب‬mm‫عن الض‬
َ ِ‫و ِء َو َعلَ ْي ُك ْم ب‬m ‫الس‬
‫ َدقَ ِة‬m ‫ص‬ ُّ ‫ع‬mَ ‫ار‬
ِ m‫ص‬ َ ‫ُوف فَِإنَّهُ يَ ْمنَ ُع َم‬ ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِاصْ طَن‬
ِ ‫ ال َم ْعر‬m‫َاع‬
‫ب الرَّبِّ َع َّز َو َج َّل‬ َ ‫طفِى ُء َغ‬
َ ‫ض‬ ْ ُ‫السِّرِّ فَِإنَّهَا ت‬
(٦ m‫ رقم‬، ٢٥ ‫أخرجه ابن أبى الدنيا فى قضاء الحوائج (ص‬
“Hendaklah kalian berbuat ma’ruf, karena ia dapat menolak
kematian yang buruk, dan hendaklah kamu bersedekah secara
tersembunyi, karena sedekah tersembunyi akan memadamkan
murka Allah SWT”. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu
Abi ad-Dunya dari Ibnu Abbas.
c) Hadis Munkar
Hadis munkar ialah: hadis yang diriwayatkan oleh ar-râwiy
(periwayat) yang lemah dan menyalahi ar-râwiy (periwayat)
yang kuat, contoh:
‫ َع ِن‬، ‫ق‬ َ ‫ َحا‬m‫ ع َْن َأبِي ِإ ْس‬، ‫ ٌر‬m‫ا َم ْع َم‬m‫ ن‬، ‫اق‬
ِ ‫ َّر َّز‬m‫ ُد ال‬mْ‫ا َعب‬m‫ ن‬، ‫ك‬ ِ mِ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد ْال َمل‬
َّ ‫ا َم‬mmَ‫ ” َم ْن َأق‬: ‫ا َل‬mmَ‫ فَق‬, ُ‫ َراب‬m‫اهُ اَأْل ْع‬mmَ‫ َأت‬، ‫س‬
َ‫اَل ة‬m‫الص‬ ٍ ‫ َأ َّن ا ْبنَ َعبَّا‬، ‫ث‬ ٍ ‫ َر ْي‬m‫ار ْب ِن ُح‬ ِ ‫ َز‬m‫ْال َع ْي‬
* “ َ‫ض ْيفَ َد َخ َل ْال َجنَّة‬
َّ ‫َوآتَى ال َّز َكاةَ َو َح َّج ْالبَيْتَ َوقَ َرى ال‬
“Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat,
mengerjakan haji dan menghormati tamu, niscaya masuk
surga.” (HR Abu Ishaq dari Abdullah bin Abbas)”

12
d) Hadis Mu’allal
Hadis mu’allal adalah hadis yang mengandung sebab-sebab
tersembunyi, dan ‘illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat
pada sanad, matan, ataupun keduanya.
Contoh:

ِ َ‫ان بِ ْال ِخي‬


‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬ ِ ‫ْالبَيِّ َع‬
“(Rasulullah s.a.w. bersabda): “penjual dan pembeli boleh
berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
Hadis di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan
bersanad pada Sufyan ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan
selanjutnya dari Ibnu Umar. Matan hadis ini sebenarnya
shahih, namun setelah diteliti dengan seksama, sanadnya
memiliki ‘illat. Yang seharusnya dari Abdullah bin Dinar
menjadi ‘Amru bin Dinar.
e) Hadis Mudraj
Hadis ini memiliki pengertian hadis yang dimasuki sisipan,
yang sebenarnya bukan bagian dari hadis itu.
Contoh:
‫ض‬ ٍ ‫ا َج َر بِبَ ْي‬mmَ‫لَ َم َوه‬m‫ ُل لِ َم ْن آ َمنَ بِي َوَأ ْس‬m‫َأنَا َز ِعي ٌم َوال َّز ِعي ُم ْال َح ِمي‬
ِ َ‫ت فِي َرب‬
… ‫ْال َجنَّ ِة‬
“Saya adalah za’im (dan za’im itu adah penanggung jawab)
bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah, dengan
tempat tinggal di taman surga …” (HR Al-Bazzar dari
Fadhalah bin ‘Ubaid)
f) Hadis Maqlûb
Menurut bahasa, berarti hadis yang diputarbalikkan. Contoh:
‫م َو َما نَهَ ْيتُ ُك ْم فَا ْنتَهُوْ ا‬mُْ‫فَ َما َأ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه ِم ْن َش ْي ٍء فَْأتُوْ ا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعت‬
“(Rasulullah s.a.w. bersabda): Apabila aku menyuruh kamu
mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku
melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah ia sesuai

13
kesanggupan kamu”. (Hadis Riwayat ath-Thabrani dari al-
Mughirah)
g) Hadis Syadz
Hadis syadz adalah hadis yang mengandung keganjilan
dibandingkan dengan hadis-hadis lain yang kuat. Keganjilan
itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya. Contoh :
‫ا‬mmَ‫ َرةَ ثَن‬m ‫ق ْالفَا ِك ِه ُّي بِ َم َّكةَ ثَنَا َأبُو يَحْ يَى بْنُ َأبِي َمي َْس‬
َ ‫َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هللاِ بْنُ ُم َح َّم ِد ْب ِن ِإ ْس َحا‬
‫ا ِم ٍر‬mm‫ةَ ْب ِن َع‬m َ‫اح ع َْن َأبِ ْي ِه ع َْن ُع ْقب‬
ٍ َ‫َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يَ ِزي َد ْال ُم ْق ِريُّ ثَنَا ُمو َسى بْنُ ُعلَ ِّى ْب ِن َرب‬
‫وْ ُم‬mmَ‫ةَ َو ي‬mَ‫وْ ُم َع َرف‬mَ‫ ي‬: ‫لَّ َم‬m‫ ِه َو َس‬m‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬m‫ص‬ َ َ‫ ق‬:‫ قَا َل‬، ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
َ ِ‫وْ ُل هللا‬m‫ال َر ُس‬m ِ ‫َر‬
ٍ ْ‫ْق ِع ْي ُدنَا َأ ْه ُل اِإْل ْساَل ِم َو ه َُّن َأيَّا ُم َأ ْك ٍل َو ُشر‬
‫ب‬ ِ ‫النَّحْ ِر َو َأيَّا ُم التَ ْش ِري‬
(Rasulullah bersabda): “Hari ‘Arafah, hari Nahr dan hari-hari
Tasyriq adalah hari raya bagi umat Islam, dan hari-hari itu
adalah hari-hari makan dan minum.” (HR al-Hakim dari
Musa bin Ali bin Rabah)

B. Pembagian Hadist Dari Segi Kuantitas Periwayatnya


Pembagian hadits ditinjau dari aspek kuantitas atau jumlah perawi yang
menjadi sumber berita. Pembagian hadis dari segi kuantitas dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
1. Hadis Mutawatir
Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang diriwayatkan
oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil
mereka akan sepakat untuk berdusta.
Adapun syarat – syarat mutawatir adalah :
a. Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi,
dan dapat diyakini bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk
berdusta
b. Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat pertama dan
thabaqat berikutnya, harus benar-benar dari hasil pendengaran atau
penglihatan sendiri.

14
Adapun macam macam hadis mutawatir adalah :
a. Hadits mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan
lafaz dan makna yang sama, serta kandungan hokum yang sama,
contoh :

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang  ini sengaja berdusta


atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di
atas api neraka.
b. Hadits Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits mutawatir yang berasal dari
berbagai hadits yang diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda-beda,
tetapi jika disimpulkan, mempunyai makna yang sama tetapi
lafaznya tidak. Contoh hadits yang meriwayatkan bahwa Nabu
Muhammad SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a.

2. Hadis Ahad
Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan oleh orang
perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat
untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits
ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan
mutawatir. Hadis ahad dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Hadis Gharib , yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi secara sendiri dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang
perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah)
periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau
lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu,
maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib).
b. Hadits ‘Aziz yaitu Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal
dua sanad yang berlainan rawinya.Contohnya : Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :“Tidaklah beriman salah

15
seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih dicintainya daripada
bapaknya, anaknya, serta serta seluruh manusia,.
c. Hadits Masyhur yaitu adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi
atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai
batas mutawatir. Contohnya, sebuah hadits yang berbunyi (artinya) :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan
melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan
ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak
terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan
sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu.
Mereka sesat dan menyesatkan”.

C. Keadilan Sahabat, Tabi’in dan Tabi’at Dalam Periwayatan Hadist


Menurut para ulama yang disebut "sahabat" adalah orang yang bertemu
dengan Nabi SAW dalam keadaan beriman dan meninggal dunia sebagai
pemeluk Islam. abi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫ابعين‬mm‫ابع الت‬mm‫)ت‬
adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang
Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa
hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi
terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut tabi'in
disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadits : Tab'ut Tabi'in
adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in
dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa
Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena
Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah.

Menurut Jumhur Ulama’, bahwa seluruh sahabat itu adalah adil. Adapun yang


dimaksud adil disini adalah adanya konsekuensi para sahabat secara kontiniu
dalam menegakkan nilai-nilai agama, senantiasa ber amar ma’ruf serta tidak
berbohong kepada Rasulullah Saw.

16
Allah Telah Menta’dil ( memberikan penilaian adil ) kepada para sehabat
nabi  SAW dengan firman – firmannya di dalam kitab suci Al Quran, maka
tidak diperlukan lagi ucapan – ucapan  dari manusia – manusia  Jahil yang
meragukan dan membantahnya. Dan ini adalah dalil – dalilnya :
ِ ‫الً ِمنَ هَّللا‬m‫ض‬
ْ َ‫ونَ ف‬mm‫جَّداً يَ ْبتَ ُغ‬m‫ا ً ُس‬m‫ َراهُ ْم ُر َّكع‬mَ‫ار ُر َح َما ُء بَ ْينَهُ ْم ت‬ِ َّ‫ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ َأ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف‬
ٍ ْ‫ زَر‬m‫ ِل َك‬m‫ك َمثَلُهُ ْم فِي التَّوْ َرا ِة َو َمثَلُهُ ْم فِي اِأْل ْن ِجي‬
‫ع‬ َ mِ‫جُو ِد َذل‬m‫الس‬ ُّ ‫ر‬m ِ mَ‫و ِه ِه ْم ِم ْن أ…َث‬mm‫ي َماهُ ْم فِي ُو ُج‬m‫َو ِرضْ َوانا ً ِس‬
‫وا‬mmُ‫ َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمن‬m‫ظَ بِ ِه ُم ْال ُكفَّا َر َو َع‬m‫زرَّا َع لِيَ ِغي‬m
ُّ m‫وقِ ِه يُ ْع ِجبُ ال‬m‫َأ ْخ َر َج َشطَْأهُ فَآ َز َرهُ فَا ْستَ ْغلَظَ فَا ْستَ َوى َعلَى ُس‬
 29:‫ت ِم ْنهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوَأجْ راً َع ِظيماً)) الفتح‬ ِ ‫َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬

“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang - orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang - orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhoan-Nya. Tanda - tanda mereka, tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat - sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam -  penanamnya, karena Allah menjengkelkan
hati orang - orang kafir (dengan kekuatan orang - orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang - orang yang beriman dan mengerjakan amal
shalih diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath: 29)

ُ ‫ َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم َو َر‬m‫ض‬


ُ‫ه‬m‫وا َع ْن‬m‫ض‬ ٍ m‫وهُ ْم بِِإحْ َس‬mُ‫ار َوالَّ ِذينَ اتَّبَع‬
ِ ‫ان َر‬ َ ‫ا ِج ِرينَ َواَأْل ْن‬mَ‫َوالسَّابِقُونَ اَأْل َّولُونَ ِمنَ ْال ُمه‬
ِ m‫ص‬
]100/‫) [التوبة‬100( ‫ك ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم‬ َ ِ‫ت تَجْ ِري تَحْ تَهَا اَأْل ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ فِيهَا َأبَدًا َذل‬
ٍ ‫َوَأ َع َّد لَهُ ْم َجنَّا‬

“Orang - orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama - lamanya. Mereka kekal didalamnya. Itulah
kemenangan yang besar”.

17
ِ َّ‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطًا لِتَ ُكونُوا ُشهَدَا َء َعلَى الن‬
)143 ‫( البقرة‬...‫اس َويَ ُكونَ ال َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهيدًا‬ َ ِ‫َو َك َذل‬

“Dan demikianlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS.
Al- Baqarah:143)

Adapun Tabi’in mereka adalah murid dan pengikut setia para Sahabat.
Demikian juga Tabi’ut-Tabi’in dalam mengikuti Tabi’in.
ّ : ‫قال ابن قيّم الجوزية‬
‫ الصحابيّة أولي باألخذ بها‬m‫إن الفتوى باألثار السّلفية والفتاوى‬
‫ وإن قربها إلي الصّواب بحسب قرب أهلها من عصر‬m،‫من أراء المتأ ّخرين وفتويهم‬
ّ ،‫الرسول صلوات هللا وسالمه عليه وعلي أله‬
‫ الصّحابة أولي أن يؤخذبها‬m‫وإن فتاوى‬
‫ وفتاوى التابعين أولي من فتاوى تابعى التابعين‬،‫من فتاوى التابعين‬...
Ibnul Qoyyim berkata:  Sesungguhnya  fatwa  dari   atsar as-Salafus Salih
dan  fatwa-fatwa sahabat lebih  utama   untuk   di  ambil dari pada
pendapat-pendapat dan  fatwa-fatwa mutaakhirin (orang belakang). Karena
dekatnya fatwa terhadap kebenaran sangat   terkait  dengan
kedekatan pelakunya  dengan  masa  Rasulullah Saw. maka fatwa-fatwa
sahabat lebih didahulukan  untuk  di  ambil dari fatwa-fatwa tabi'in dan
fatwa-fatwa tabi'in  lebih  di dahulukan dari fatwa-fatwa tabiut-tabiin. 

Adapun dalil tentang sahabat , tabi’in, dan tabi’ut tabi’in sebagai berikut: 

ُ‫ي هللا‬ mَ m ‫ض‬ِ ‫ان َر‬ ٍ m ‫وهُم بِِإحْ َس‬mm‫ار َوالَّ ِذينَ اتَّبَ ُع‬
mِ m ‫نص‬َ ‫ا ِج ِرينَ َواَْأل‬mmَ‫ونَ ِمنَ ْال ُمه‬mmُ‫ابِقُونَ اَْأل َّول‬m ‫الس‬
َّ ‫َو‬
‫وْ ُز‬mmَ‫كَ ْالف‬mmِ‫دًا َذل‬m َ‫ت تَجْ ِري تَحْ تَهَا اَْأل ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَآ َأب‬
ٍ ‫ َع ْنهُ َوَأ َع َّد لَهُ ْم َجنَّا‬m‫َع ْنهُ ْم َو َرضُوا‬
‫} التوبة‬100{ ‫ْال َع ِظي ُم‬
artinya  : Dan as-Sabiqunal awwalun dari orang – orang Muhajirin dan
orang - orang  Anshar  dan orang - orang   yang  mengikuti  mereka
dengan  ihsan, Allah ridha kepada  mereka dan mereka ridha kepada Allah,
dan Allah menyediakan bagi mereka  jannah  yang  mengalir di bawahnya
sungai – sungai, mereka  kekal  di  dalamnya  .  Itulah  keberuntungan
yang  besar.  (  at Taubah 100  ).

18
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pembagian hadits bila ditinjau dari kuantitas perawinya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawatir juga
dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu : mutawatir ma’nawi dan mutawatir ‘amali.
Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi dua macam, yaitu masyhur dan ghairu
masyhur, sedangkan ghairu masyhur dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu,
aziz dan ghairu aziz. Sedangkan hadits bila ditinjau dari segi kualitas hadits
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud.
Hadits maqbul terbagi menjadi dua macam yaitu hadits mutawatir dan hadits
ahad yang shahih dan hasan, sedangkan hadits mardud adalah hadits yang
dahif.

Kata sahabat menurut lughah jamak dari sahib artinya yang menyertai.


Menurut para ulama yang disebut "sahabat" adalah orang yang bertemu
dengan Nabi saw dalam keadaan beriman dan meninggal dunia sebagai
pemeluk Islam. Tabi'I menurut bahasa yaitu pengikut.  Sedangkan yang
disebut "tabi'in" menurut istilah adalah orang yang bertemu dengan sahabat
dan beriman kepada Nabi saw serta meninggal dunia dalam keadaan beriman
kepada Islam. Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫)تابع التابعين‬
adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang
Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa
hidup Sahabat Nabi.

Keadilan para sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in sudah sangat jelas di dalam
alqur’an dan hadits bahwa merekalah pembawa ajaran agama islam setelah
nabi Muhammad saw wafat.

19
B. Saran
Bahwa didalam mempelajari studi hadits hendaklah benar-benar mengetahui
pembagian hadits baik dari segi kuantitas maupun kualitas hadits itu sendiri,
supaya timbul ke ihtiyathan kita dalam menyampaikan hadits, dan untuk bias
membedakan keshahihan suatu hadits harus mengetahui pembagian-
pembagian hadits. Ditakutkan nanti kita termasuk golongan orang-orang yang
menyebarkan hadits-hadits palsu.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bisri Musthafa, , al-Azwadu al-Musthafwiyah, Kudus: Menara Kudus, 1375 H hal.


23-24
 Subhi As-Shalih, , Membahas Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. 69-75
Ash-Shiddiqiy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, cet ke 6 Yogyakarta:
Bulan Bintang, 1980, hal. 315-318
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 29
Mahmud Aziz & Mahmud Yunus, Ilmu Musthalahah Hadis, (Jakarta : Jayamurni,
1974), Hlm. 81
Badri Khaeruman, Otentitas Hadis (Studi Kritis atas Kajian Hadis
Kontemporer), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),  Hlm. 84
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009), Hlm. 230
Ibid., Hlm. 231
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 31
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,  Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Semarang,Pustaka Rizki Putra,  2002), Hlm. 209  
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009), Hlm. 166
 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Angkasa, 1987), Hlm. 35
M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di EraTeknologi
Informasi, (Semarang: Rasail Media Group, 2010),  Hlm. 55
I'lamul  Muwaqi'in IV/118
Fadlu ilmi salaf . Ibnu Rajab al-Hanbali. 58

21

Anda mungkin juga menyukai