Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan
penelitian tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam hadis banyak sekali
bahasan dalam ilmu hadis yang sangat menarikdan sangat penting untuk
dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadis. Sebagian orang bingung
melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan beragam. Tetapi
kemudiankebingungan itu menjadi hilangsetelah melihat pembagian hadis
ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan
hanya segi pandangan saja. Misalnya hadis ditinjau dari segi kuantitas jumlah
perawinya, hadis ditanjau dari segi kualitas sanad dan matan.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas pembagian hadis ditinjau
dari kualitasnya secara rinci.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat disimpulkan dalam rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja pembagian hadis ditinjau dari kualitasnya?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pembagian hadis ditinjau dari kualitasnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadis Ditinjau dari Kualitasnya


Pembicaraan tentang pembagian hadis dilihat dari segi kualitasnya ini
tidak lepas dari pembahasan tentang pembagian hadis ditinjau dari segi
kuatintasnya, yang dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad sebagian
telah dibicarakan pada bab sebelumnya. Hadis mutawatir memberikan
pengertian yakin bi al-qath’i bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar
bersabda, berbuat, atau menyatakan iqrar (persetujuan)nya di hadapan para
sahabat, berdasarkan sumbe-sumber yang banyak dan mustahil mereka
bersama-sama sepakat untuk berbuat dusta kepada Rasulullah SAW. Karena
kebenaran sumber-sumbernya telah menyakinkan, maka hadis mutawatir ini
harus diterima dan diamalkan tanpa perlu lagi mengadakan penelitian atau
penyelidikan, baik terhadap sanat maupun matan-nya. Berbeda dengan hadis
ahad, yang hanya memberikan pengertian (prasangka yang kuat akan
kebenarannya) mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan,
baik terhadap sanat maupun matan-nya, sehingga status hadis ahad tersebut
menjadi jelas, apakah dapat diterima sebagai hujjah atau ditolak.1
Dari persoalan inilah, para ulama ahli hadis membagi hadits, ditinjau
dari segi kualitasnya, menjadi dua, yaitu hadis maqbul dan hadis mardud.2

HADIS MAQBUL
Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan mushaddaq
(yang dibenarkan atau yang diterima), sedangkan menurut istilah adalah:

‫َم ا َتَو اَفَر ْت ِفْيِه َج ِم ْيُع ُش ُرْو ِط اْلَقُبْو ِل‬


Artinya;

1
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 141
2
Ibid, 141.

2
“Hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya.”3
Hadis maqbul atau hadis yang dapat diterima digolongkan menjadi dua,
yaitu hadis shahih dan hadis hasan.
Hadis Shahih
Kata shahih berasal dari bahasa Arab as-shahih bentuk pluralnya
ashiha’ dan berakar kata pada shahha. Dari segi bahasa, kata ini memiliki
beberapa arti, diantaranya: (1) selamat dari penyakit, (2) bebas dari aib/cacat. 4
Kata shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah,
benar, sempurna (tiada celanya); pasti.5
Para ulama telah memberikan definisi hadis shahih sebagai hadis yang
telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli hadis.

‫الَح ِد ْيُث الَّص ِح ْيُح ُهَو الَح ِد ْيُث اَّلِذ ى ِاَّتَص َل َس َنُد ُه ِبَنْقِل الَع ْد ِل‬
‫الَّضاِبِط َع ِن الَع ْد ِل الَّضاِبِط ِاَلى ُم ْنَتَهاُه َو َال َيُك ْو ُن َش اًّذ ا َو َال ُمَع َّلًال‬
“Hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan
oleh rawi yang adil dan dhabit dari rawi lain yang (juga) adil dan dhabit
sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat
(illat).”6
Dari definisi diatas dapat dinyatakan bahwa syarat-syarat hadis shahih
adalah:
1. Sanad-nya bersambung
2. Para perawinya bersifat adil
3. Para perawinya bersifat dhabit
4. Matan-nya tidak syadz
5. Matan-nya tidak ber-illat.7

3
Ibid, 141-142.
4
Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Penebit Teras, 2010), 244.
5
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 143.
6
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 240.
7
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 145.

3
Para ulama ahli hadis membagi hadis shahih menjadi dua bagian, yaitu
shahih li dzatihi dan shahih li ghairihi. Perbedaan antara kedua bagian ini
terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada hadis shahih li
ghairihi, ingatan perawinya kurang sempurna. 8

Yang dimaksud dengan hadis shahih li dzatihi adalah hadis shahih yang
mencapai tingkat keshahihannya dengan sendirinya tanpa dukungan hadis lain
yang menguatkannya.9 Contoh hadis shahih li dzatihi, antara lain:

‫َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َسِع ْيٍد َح َّد َثَنا َج ِرْيُر َع ْن ُع َم اَر َة ْبِن الَقْع َقاِع َع ْن َاِبى‬
‫ َج اَء َر ُجٌل ِاَلى َر ُسْو ِل ِهّللا َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه‬, ‫ُز ْر َع َة َع ْن َاِبى ُهَر ْيَر َة َقاَل‬
‫ ُثَّم‬: ‫ َقاَل‬. ‫ُاُّم َك‬: ‫ َياَر ُسْو ُل ِهّللا َم ْن َاَح ُّق ِبُحْس ِن َص َح اَبِتى؟ َقاَل‬: ‫َو َس َّلَم َفَقاَل‬
‫ ُثَّم َم ْن ؟ َقاَل ُثَّم َاُبْو َك‬: ‫ َقاَل‬. ‫ ُثَّم َم ْن ؟ َقاَل ُاُّم َك‬: ‫َقاَل‬. ‫َم ْن ؟ َقاَل ُاُّم َك‬.
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Said, ia berkata: “Meriwayatkan
kepada kami Jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu
Hurairah, ia berkata: ‘Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW.,
lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak
mendapatkan perlakuanku yang baik?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang
itu bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu
bertanya lagi: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu
kembali bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Kemudian
bapakmu.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)10

Sedangkan yang dimaksud dengan hadis shahih li ghairihi adalah hadis


hasan li dzatihi yang diriwayatkan melalui jalur lain yang semisal atau yang
lebih kuat, baik dengan redaksi yang sama maupun hanya maknanya saja yang
8
Ibid, 148.
9
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 270.
10
Ibid, 243-244.

4
sama, maka kedudukan hadis tersebut menjadi kuat dan meningkat
kualitasnya dari tingkatan hasan kepada tingkatan shahih.11 Dengan kata lain,
hadis ini keshahihannya tidak berasal dari sanadnya sendiri melainkan dibantu
oleh adanya matan atau sanad yang lainnya. 12 Contoh hadis shahih li ghairihi,
antara lain hadis riwayat Turmudzi melalui jalur Muhammad bin Amr dari
Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

‫َلْو َال َاْن َاُش َّق َع َلى ُاَّمِتْى َأَل َم ْر ُتُهْم ِبالِّس َو اِك ِع ْنَد ُك ِّل َص َالٍة‬.
Artinya: “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan
bersiwak setiap kali hendak melaksanakan salat.”

Ibnu Umar Ash-Shalah menyatakan bahwa Muhammad bin Amr


terkenal sebagai orang yang jujur, tetapi ke-dhabit-annya kurang sempurna
sehingga hadis riwayatnya hanya mencapai tingkat hasan. Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Bukhari melalui jalur Al-A’raj Abu Hurairah yang hadisnya
dinilai shahih. Oleh karena itu hadis riwayat Turmudzi tersebut naik menjadi
shahih li ghairihi.13

Para ulama hadis membagi tingkatan hadis shahih menjadi tujuh, yang
secara berurutan adalah sebagai berikut:

1. Hadis yang disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim, yang


lazim disebut dengan istilah “Muttafaqun ‘alaihi.”
2. Hadis yang dishahihkan oleh Al-Bukhari saja.
3. Hadis yang dishahihkan oleh Muslim saja.
4. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh selain Al-Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat shahih Al-Bukhari dan Muslim.

11
Ibid, 270.
12
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 148.
13
Ibid, 149-150.

5
5. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh selain Al-Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat keshahihan Al-Bukhari.
6. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh selain Al-Bukhari dan Muslim, tetapi
mengikuti syarat-syarat keshahihan Muslim.
7. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh ahli hadis yang terkenal selain Al-
Bukhari dan Muslim, tetapi tidak mengikuti syarat-syarat keshahihan Al-
Bukhari dan Muslim dan tidak pula mengikuti syarat-syarat keshahihan
salah satu dari Al-Bukhari dan Muslim.14

Para ulama telah menyusun sejumlah kitab yang khusus menghimpun


hadis-hadis shahih. Yang paling masyhur diantaranya adalah shahih Al-
Bukhari dan shahih Muslim. Berikut ini adalah nama-nama kitab yang
memuat hadis shahih.

1. Al-Muwaththa’, disusun oleh Imam Malik (93-173 H/712-798 M).


2. Al-Jami’ as-Shahih al-Bukhari, disusun oleh Imam Abu Abdullah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim al-Mughirah ibn Birdizbah al-Ja’fari
al-Bukhari.
3. Shahih Muslim, disusun oleh Imam Muslim ibn al-Hajaj al-Qusyairy an-
Naisabury.
4. Shahih ibn Huzaimah, disusun oleh Abu Abdullah ibn Abu Bakar al-
Huzaimah.
5. Shahih ibn Hibban, disusun oleh Abu Hatim Muhammad ibn Hibban.15

Hadis Hasan

Hasan menurut bahasa ialah “sesuatu yang baik dan cantik.” Sedangkan
menurut terminologi, hadis hasan ialah hadis yang muttasil sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, tetapi kadar kedhabitannya di
14
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 57.
15
Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010), 248.

6
bawah kedhabitan hadis shahih, dan hadis itu tidak syadz dan tidak pula
terdapat illat (cacat).16

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa hadis hasan sama dengan
hadis shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi. Pada
hadis shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna, sedangkan pada
hadis hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna. Dengan kata lain
bahwa syarat-syarat hadis hasan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit, tetapi kedhabitannya di bawah kedhabitan hadis shahih
4. Tidak terdapat syadz
5. Tidak ada illat.

Para ulama membagi hadis hasan menjadi dua bagian, yaitu hasan li
dzatihi dan hasan li ghairihi. Yang dimaksud dengan hadis hasan li dzatihi
ialah hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan diatas. Dengan
demikian, maka pengertian hadis hasan li dzatihi sama dengan pengertian
hadis hasan sebagaimana telah diuraikan diatas.17 Selain itu, hadis hasan li
dzatihi juga sederajat dengan hadis shahih li ghairihi.

Sedangkan yang dimaksud dengan hadis hasan li ghairi adalah suatu


hadis yang meningkat kualitasnya menjadi hadis hasan karena diperkuat oleh
hadis lain.18 Contoh dari hadis hasan li ghairihi antara lain hadis At-
Turmudzi.

16
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 59.
17
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 154.
18
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 271.

7
‫َح ٌّق َع َلى الُم ْس ِلِم ْيَن َاْن َيْغ َتِس ُلْو ا َيْو َم الُج ُمَعِة َو لَيِم َّس َاَح ُدُهْم ِم ْن‬
‫َطِّيِب َاْهِلِه َفِإْن َلْم َيِج ْد َفاْلَم اُء َلُه َطِّيٌب‬.
Artinya: “Hak bagi orang-orang muslim ialah mandi di hari jum’at,
hendaklah salat seorang mereka mengusap dari wangi-wangian keluarganya.
Jika ia tidak memperolehnya, air pun cukup menjadi wangi-wangian.”

Hadis tersebut bersanadkan Abu Yahya Ismail bin Ibrahim At-Taimi,


Yazid bin Abi Ziad, Abdurrahman bin Abi Laila, dan Al-Barra’ bin Aziz.
Karena itu, hadis tersebut adalah dhaif.

Di samping itu, ada pula hadis yang semakna dengan hadis At-Turmudzi
tadi, yakni hadis Bukhari yang bersanadkan Harami bin Umrah Syu’bah, Abu
Bakar bin Al-Munkadir, Amru bin Sulaim Al-Anshari, dan Abu Sa’id r.a.
Kata Abu Sa’id, aku menyaksikan Rasulullah SAW., bersabda:

‫َاْلُغ ْسُل َيْو َم اْلُج ُمَعِة َو اِج ٌب َع َلى ُك ِّل ُم ْح َتِلٍم َو َاْن َيَم َّس ِط ْيًبا ِإْن‬
‫– َو َج َد – الحديث‬
Artinya: “Mandi pada hari jum’at wajib bagi setiap orang yang bermimpi
sampai mengeluarkan mani, dan hendaklah membersihkan gigi dan memakai
wangi-wangian, jika ada.”

Dengan demikian, hadis At-Turmudzi yang bersanad Abu Yahya Ismail


bin Ibrahim At-Tamimi yang dhaif itu, naik menjadi hasan li ghairihi, karena
dibantu oleh muttabi’ dari riwayat lain yang semakna.19

Para ulama belum pernah ada yang membukukan hadis hasan secara
terpisah. Mereka menggabungkan hadis-hadis hasan dengan hadis shahih dan
mencampurnya dengan hadis dhaif, meskipun mereka tidak memasukkan
hadis dhaif ke dalam kitab susunan mereka kecuali sangat sedikit dan amat

19
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Mustalahul Hadis (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), 31-32.

8
jarang.20 Sumber-sumber hadis hasan dapat ditemukan di beberapa kitab,
diantaranya:

1. Al-Jami’, karya At-Turmudzi.


2. As-Sunan, karya Imam Abu Dawud (202-273 M).
3. Al-Mujtaba, karya Imam An-Nasa’i.
4. Sunan Al-Mushthafa, karya Ibn Majah.21

HADIS MARDUD

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima,
sedangkan menurut istilah ialah:

‫َفْقُد ِتْلَك الُّش ُرْو ِط َأْو َبْع ِض َها‬


Artinya:
“Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis
maqbul.”

Hadis mardud atau hadis yang tidak diterima digolongkan pada hadis
Dhaif.

Hadis Dhaif

Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhu’fun yang berarti
lemah.22 Menurut An-Nawawi, hadis dhaif secara istilah adalah hadis yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis

20
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 279.
21
Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010), 266-267.
22
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 63.

9
hasan.23 Dengan kata lain, hadis ini tidak memenuhi syarat-syarat yang
dimiliki oleh hadis shahih dan hasan.

Secara umum hadis dhaif tidak boleh diamalkan, baik dalam hal
menggunakannya sebagai landasan menetapkan suatu hokum maupun sebagai
landasan suatu aqidah, melainkan hanya dibolehkan dalam hal keutamaan-
keutamaan amal dengan memberikan iklim yang kondusif yang
menggairahkan atau merasa takut untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu amal perbuatan, dan dalam hal menerangkan biografi. Menurut para ahli
hadis, pendapat ini dapat dijadikan pegangan, tetapi hal itu masih
diperselisihkan di kalangan para ulama tentang diperbolehkannya
mengamalkan hadis dhaif.24 Para ulama mensyaratkan kebolehan mengambil
hadis dhaif dengan tiga syarat:

1. Kelemahan hadis itu tiada seberapa.


2. Apa yang ditunjukkan hadis itu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang
dapat dipegangi, dengan arti bahwa memegangnya tidak berlawanan
dengan sesuatu dasar hokum yang sudah dibenarkan.
3. Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadis itu benar dari Nabi. Ia
hanya digunakan sebagai ganti memegangi pendapat berdasarkan nash
sama sekali.25

Contohnya adalah hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab
Sunan-nya. Meriwayatkan kepada kami Abu Ahmad al-Marrar bin
Hammuyah, katanya: meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Mushaffa,
katanya: meriwayatkan kepada kami Baqiyyah bin Al-Walid dari Tsaur bin

23
Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 156.
24
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), 64-65.
25
Syaikh Mama’ Al-Qaththan, Pengantar Study Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2010), 131.

10
Yazid dari Khalid bin Mi’dan dari Abu Umamah dari Nabi SAW., bahwa
beliau berkata:

‫َم ْن َقاَم َلْيَلَتى الِع ْيَد ْيِن َيْح َتِس ُب ِهَّلِل َلْم َيُم ْت َقْلُبُه َيْو َم َتُم ْو ُت الُقُلْو ُب‬
“Barang siapa berdiri mengerjakan salat pada malam dua hari raya semata-
mata karena Allah, maka tidak akan mati hatinya pada hari semua hati mati.”

Para rawi diatas adalah stiqat. Hanya saja Tsaur bin Yazid dituduh
sebagai berpaham Qadariyah. Namun dalam kesempatan ini ia meriwayatkan
hadis yang tidak berkaitan dengan perilaku bidahnya itu sehingga tidak
menghalangi kehujahannya.

Muhammad bin Mushaffa adalah shaduq dan banyak hadisnya sehingga


Ibnu Hajar menjulukinya sebagai seorang hafiz. Al-Dzahabi berkata, “Ia
adalah tsiqat dan masyhur. Akan tetapi, dalam beberapa riwayatnya terdapat
banyak kemungkaran.”

Dalam sanad hadis diatas terdapat Baqiyah bin al-Walid. Ia adalah salah
seorang imam yang hafiz. Ia adalah shaduq, tetapi banyak melakukan tadlis
dari para rawi yang dhaif dan Muslim meriwayatkan hadis darinya hanya
sebagai mutaba’ah. Dalam kesempatan ini ia tidak menegaskan bahwa ia
mendengarkan hadis tersebut secara langsung dari Tsaur bin Yazid dan
karenanya hadis ini menjadi dhaif.26

Hadis-hadis dhaif dapat ditemukan pada beberapa karya/kitab seperti


berikut:

1. Ketiga Mu’jam At-Thabarani: Al-Kabir, Al-Awsath, As-Shagir.


2. Kitab Al-Afrad, karya Ad-Daruquthni. Di dalam hadis-hadis Al-Afrad
terdapat hadis-hadis Al-Fardu Al-Mutlaq, dan Al-Fardu An-Nisbi.

26
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 301-302.

11
3. Kumpulan karya Al-Khatib Al-Baghdadi.
4. Kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Asfiya’ karya Abu Nu’aim Al-
Ashba’hani.27

BAB III

KESIMPULAN

27
Syaikh Mama’ Al-Qaththan, Pengantar Study Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2010), 132.

12
Hadis ditinjau dari kualitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadis maqbul dan
hadis mardud. Hadis maqbul adalah hadis yang dapat diterima. Hadis maqbul
digolongkan menjadi dua, yaitu hadis shahih dan hadis hasan. Perbedaan antara hadis
shahih dan hadis hasan terdapat pada hafalan perawinya. Sedangkan hadis mardud
ialah hadis yang ditolak (tidak dapat diterima). Hadis mardud digolongkan menjadi
hadis dhaif, yakni hadis yang tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan hadis
hasan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tim kajian keislaman, (2012), buku induk terlengkap agama Islam, (Yogyakarta:
Citra Risalah);
Suparta, Munzier (2002), Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada);
Munawir, Ahmad Warson, al munawar kamus Arab-Indonesia, (Jogjakarta: unit
pengadaan buku-buku keagamaan pondok pesantren al munawwir, 1984);
https://www.academia.edu/11708155/
Makalah_Pembagian_Hadis_dari_Segi_Kualitasnya

14
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadist Ditinjau dari Kualitasnya ..........................................................2


Hadist Maqbul ..................................................................................................2
Hadist Shahih.....................................................................................................7
Hadist Hasan......................................................................................................9
Hadist Mardud...................................................................................................9
Hadist Dha’if.....................................................................................................10

BAB III. KESIMPULAN

Kesimpulan ...........................................................................................................13
Daftar Pustaka .......................................................................................................14

15
MAKALAH AL-QUR’AN HADIST
HADIST DITINJAU DARI SEGI KUALITASNYA

DISUSUN OLEH:

RATU ENENG MAISYATU SILVI

KELAS : XI AGAMA 2

KELAS : XI IPS 1

MAN 1 PANDEGLANG
2021

16
17

Anda mungkin juga menyukai