Anda di halaman 1dari 10

A.

PENDAHULUAN

Utsman bin Affan adalah seorang pemuda yang dihormati di kalangan


Quraisy. Meski demikian, dahinya tak pernah sekalipun ternoda untuk menyembah
berhala sejak ia belum masuk islam. Setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat,
Ustman bin Affan pun menjadi bagian penting pada sejarah awal kemunculan islam.
Dialah satu-satunya sahabat yang bergelar Dzunnurain, yang bermakna pemilik dua
cahaya, karena di nikahkan dengan dua putri nabi. Ia pulalah sosok dermawan yang
telah menginfakkan sebagian besar hartanya di jalan Allah tanpa perhitungan.
Tampuk kepemimpinan umat ia pegang sepeninggal khalifah Umar bin Khattab.
Meski agak berbeda dengan pendahulunya, Umar yang penuh ketegasan, Utsman
tidak kehilangan wibawa demi menjaga keberlangsungan masyarakat islam warisan
Rasulullah. Bahkan, dimasa pemerintahan Ustman tercatat ekspansi dakwah islam
mencapai puncak tertinggi. Prestasi menonjol lainnya adalah sejarah pengumpulan
Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Selain itu, dalam makalah ini kita juga dapat menilai
kepiawaian Utsman bin Affan mengelola wilayah islam yang begitu luas dengan
segenap dinamika konflik yang ada di dalamnya. Dimasa Utsman ini pulalah intrik
dan perpecahan mulai muncul. Terbukalah pintu “fitnah” tertumpahnya darah di
antara kaum muslimin, tepatnya di paruh kedua masa pemerintahannya yang 12 tahun
itu. Sisa-sisa kejahiliyahan berpadu dengan kedengkian musuh membentuk makar
jahat untuk menghabisi sahabat yang mulia ini. Dimasa inilah mulai muncul bibit-
bibit kelompok khawarij. Demikian pula Abdullah bin Saba’, cikal bakal syiah, mulai
aktif kasak kusuk menggerogoti islam dari dalam. Utsman bin Affan pun syahid di
tangan para pemberontak meskipun para sahabat terkemuka telah berusaha sekuat
tenaga membela. Beliau meninggal dalam keadaan Shaum dengan leher dan tangan
tertebas, sementara tangan satunya erat menggenggam mushaf Al-Qur’an. Para
sahabat pun tak tinggal diam untuk menuntut balas atas kematiannya, meski mereka
sempat berselisih tentang bagaimana urutan caranya.

1
B. Proses Pengangkatan Utsman sebagai Khalifah

Masa kekhalifahannya adalah 12 tahun kurang 12 hari (11 tahun 11 bulan dan
17 hari). Beliau dibaiat pada awal bulan Muharram 24 H dan terbunuh pada tanggal
18 Dzulhijjah 35 H.1

Sebelum meninggal, Umar telah menunjuk enam anggota dewan syura untuk
memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Ia berwasiat agar khalifah
setelahnya dipilih dari enam calon tersebut. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Abdurrahman ibn Auf, Sa’d ibn Ubaidillah. Mereka diminta berkumpul di
sebuah rumah dipandu oleh Abdullah ibn Umar yang tidak termasuk anggota dewan.
Mereka bermusyawarah di sana selama tiga hari dan selama waktu itu Suhaib diminta
untuk memimpin shalat kaum muslim. Abu Talhah al-Anshari dan al-Miqdad, yang
termasuk panitia pemilihan, mengumpulkan keenam orang itu dan memandu jalannya
musyawarah. Setelah mereka berkumpul Abdurrahman ibn Auf berkata, “Pilihlah tiga
orang di antara kalian.”

Zubair berkata, “Aku memilih Ali.”

Talhah berkata, “Aku memilih Utsman.”

Sa’d berkata, “Aku memilih Abdurrahman ibn Auf.”

Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ali dan Utsman, “Aku akan memilih salah
seorang di antara kalian yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi,
sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.”

Karena keduanya tak memberikan jawaban, Abdurrahman ibn Auf berkata, “Apa
kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling
berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?”

Mereka berdua berkata, “Benar.”

1
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Jakarta: Darul Haq), 2014, h. 435
2
Ibnu Auf berpaling kepada para sahabat yang hadir meminta pandangan mereka.
Kemudian ia berkata kepada Ali, “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan
pandanganmu.”

Ali berkata, “Aku memilih Ustman bin Affan.”

Lalu Ibnu Auf berpaling kepada Ustman dan berkata, “Jika kau tidak mau kubaiat,
sampaikan pandanganmu.”

Ustman berkata, “Aku memilih Ali bin Abu Thalib.”

Musyawarah tidak mencapai kata sepakat karena dua sahabat terpilih sama-sama tidak
mau mengajukan dirinya untuk dibaiat. Selama masa penetapan itu Abdurrahman ibn
Auf berkeliling meminta pendapat para sahabat terkemuka, para pemimpin pasukan,
para pendatang di Madinah, termasuk juga kepada kaum wanita, anak-anak dan para
budak. Ternyata kebanyakan memilih Utsman. Pada malam rabu malam terakhir dari
waktu yang ditentukan Abdurrahman ibn Auf ke rumah keponakannya, al-Miswar ibn
Makhramah. Ia mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban karena al-Miswar telah
terlelap tidur. Ibn Auf mengetuk pintu lebih keras membangunkan al-Miswar. Ibn Auf
berkata, “Mengapa kau begitu lelap tidur? Aku minta agar malam ini engkau tidak
terlalu lama tidur. Panggilkan Zubair dan Sa’d.”

Al-Miswar segera beranjak memanggil keduanya. Ketiga sahabat terkemuka itu


berkumpul dan bermusyawarah. Usai bermusyawarah Abdurrahman menyuruh al-
Miswar untuk memanggil Ali. Ali segera datang dan berbicara dengan Ibn Auf
sampai tengah malam. Setelah Ali pergi, al-Miswar diminta memanggil Utsman, yang
segera datang dan berbicara sampai azan Subuh berkumandang.2

Pagi itu, Rabu terakhir bulan Zulhijjah 23 H. kaum muslim berjamaah di Masjid Nabi
dipimpin oleh Suhaib. Enam anggota dewan syura telah berkumpul semua, begitu
pula wakil kaum Muhajirin, Anshar, dan para pemimpin pasukan. Usai berjamaah dan
semua orang telah duduk tenang, Abdurrahman ibn Auf mengucapkan syahadat dan
berkata, “Amma ba’d. wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat
berbagai kalangan dan ternyata mereka memilih Ustman. Aku berharap engkau
menerima ketetapan ini.”

2
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Jakarta: Darul Haq), 2014, h. 435
3
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ali
sambil memegang tangannya, “Engkau punya hubungan kerabat dengan Rasulullah
Dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku
memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau mesti
patuh dan taat.” Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang sama kepada lima
sahabat lainnya.

Setelah itu ia berkata kepada Utsman, “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan
Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.”

Utsman berkata, “Baiklah.”

Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan kaum
muslim. Orang kedua yang membaiat Utsman adalah Ali bin Abi Thalib. Dengan
demikian, kaum muslim bersepakat menerima Utsman sebagai khalifah setelah Umar
bin Khattab.

Harits ibn Mudhrab berkata, “Aku berhaji pada masa Umar. Kaum muslim saat itu
tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Utsman.”

Tanggal Pembaiatan Utsman bin Affan

Para ulama sejarah berselisih pendapat tentang hari dibaiat –Nya Utsman bi
Affan. Al-Waqidi meriwayatkan dari guru-gurunya bahwa beliau dibaiat pada Hari
Senin 23 Dzulhijjah dan memegang jabatan khalifah mulai bulan Muharram 24 H.3

C. Kebijakan-Kebijakan Dalam Negeri

Dalam kebijakan, Utsman bin Affan telah membangun bendungan besar untuk
mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan,
masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta memperluas
Masjid Nabi di Madinah.4

1. Pembangunan Masjid Nabawi

3
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, (Jakarta: Darul Haq), 2014, h. 444

4
Dedi Supriyadi, Sejarah Perdaban Islam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA), 2008, H. 89
4
Pada tahun 29 H, tahun keenam pemerintahan Utsman, penduduk
Madinah bertambah banyak dan populasinya pun semakin padat.
Sehingga, Masjid Nabawi tidak bisa menampung jamaah yang begitu
banyak. Sampai-sampai, orang-orang harus shalat di jalan-jalan sekitar
masjid. Orang-orang pun mengusulkan untuk merenovasi Masjid Nabawi
agar dapat menampung seluruh jamaah shalat.

Utsman lantas bermusyawarah dengan beberapa orang sahabat. Mereka


mengusulkan agar Masjid Nabawi dibangun kembali dan diperluas.
Akhirnya, Utsman memerintahkan pembongkaran Masjid Nabawi untuk
direnovasi.

Pembangunan kembali Masjid Nabawi oleh Utsman ini dimulai pada


bulan Rabiul Awal tahun itu juga. Utsman memperluasnya hingga
panjangnya mencapai 160 hasta (1 hasta = + 48 cm) dan lebar 150 hasta.

Dalam renovasi ini, Utsman mendesain ulang Masjid Nabawi sehingga


coraknya tidak seperti pada masa Nabi, Abu Bakar, dan Umar. Ia
memperindah dan menghiasinya dengan batu ukir, kapur, dan membuat
atapnya dari kayu jati. Sedangkan jumlah pintunya tetap seperti pada masa
Khalifah Umar, yaitu tetap enam pintu.

Keputusan Utsman untuk memperindah Masjid Nabawi ini bukanlah


aib maupun kesalahan yang harus ditanggung Utsman. Sebab, ia
menakwilkan sabda Nabi s.a.w. yang berbunyi, “Barangsiapa membangun
masjid karena mencari ridha Allah maka Allah akan membangun sebuah
rumah di surge untuknya.”5

2. Pengodifikasian Al-Quran

Pada masa Utsman bin Affan, dilakukan penyeragaman Al-Quran


yang merupakan karya gemilang khalifah ketiga ini. Melalui kebijakan ini,
Utsman berhasil menghapus perbedaan versi bacaan Al-Quran dan
meyusun mushaf Al-Quran dengan bacaan standar. Kelak mushaf inilah
yang dikenal dengan sebutan mushaf Utsmani. Oleh karena itu, Mushaf

5
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa, (Jakarta: Qisthi Press), 2012, h. 646-647
5
Utsmani telah berhasil mengeluarkan umatIslam dari kemelut yang
disebabkan perbedaan qira’at.

Panitia (lajnah) penyusun mushaf Al-Quran yang kedua dipimpin oleh


Zaid bin Tsabit, melakukan pengecekan ulang yakni meneliti kembali
mushaf Al-Quran yang disimpan di rumah Hafshah dan
membandingkannya dengan mushaf-mushaf lain. Saat itu, ada empat
mushaf Al-Quran catatan pribadi, yakni (1) Mushaf Ali (ditulis oleh Ali
bin Abi Thalib) terdiri dari 111 surat dengan surat pertama al-Baqaroh dan
surat terakhir al-Maw’idzatain, (2) Mushaf Ubay (ditulis oleh Ubay bin
Ka’ab), terdiri dari 105 surat, dengan surat pertama al-Fatihah dan surat
terakhir an-Nas, (3) Mushaf ibnu Mas’ud (ditulis oleh ibnu Mas’ud) terdiri
dari 108 surat dengan surat pertama al-Baqarah dan surat terakhir al-
Ikhlas, (4) Mushaf ibnu Abbas (ditulis oleh ibnu Abbas) terdiri dari 114
surat dengan surat pertama Iqra’ dan surat terakhir an-Nas. Selanjutnya,
Zaid bin Tsabit menyalin mushaf Al-Quran dari rumah Hafshah dan
meyeragamkan qira’at (bacaannya) dalam dialek Quraisy. Zaid bin Tsabit
membuta enam mushaf Al-Quran atas perintah Khalifah Utsman bin
Affan. Mushaf-mushaf Al-Quran itu dikirim ke Mekah, Madinah, Bashrah,
Kuffah, dan Syiria. Satunya lagi disimpan Khalifah Utsman bin Affan
sebagai mushaf al-Imam. Sementara itu, mushaf-mushaf selain yang
disusun oleh panitia pimpinan Zaid bin Tsabit, diperintahkan untuk
dibakar.

Di samping berhasil dalam Pengodifikasian Al-Quran, Khalifah


Utsman menetapkan gaji bulanan para muazin, mendahulukan khutbah
daripada shalat pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha, menyerahkan
kewajiban pembayaran zakat kepada tanggung jawab masing-masing
(tidak lagi diurus dan ditangani pemerintah), membentuk Shahib al-
Syurthat (jawatan kepolisian bagi keamanan kota), dan menambahkan
azan yang kedua pada shalat Jumat ditambah lagi azan ketiga dari atas
gedung al-Zawrak (kediamannya).6

6
Ratu Suntiah dan Maslani, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA), 2019, h. 88-89
6
D. Kesimpulan

Dalam kesimpulan ini, kita ketahui bahwasanya Utsman bin Affan menjabat
sebagai Khalifah setelah Umar bin Khattab dibaiat pada awal bulan Muharram 24 H
dan Masa kekhalifahannya adalah 12 tahun kurang 12 hari (11 tahun 11 bulan dan 17
hari) dan Kebijakan-Kebijakannya pada masa Utsman yaitu telah membangun
bendungan besar untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota.
Membangun jalan, jembatan, masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai
bentuk, serta memperluas Masjid Nabi di Madinah dan Pengodifikasian Al-Quran dan
Khalifah Utsman juga menetapkan gaji bulanan para muazin, mendahulukan khutbah
daripada shalat pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha, menyerahkan kewajiban
pembayaran zakat kepada tanggung jawab masing-masing (tidak lagi diurus dan
ditangani pemerintah), membentuk Shahib al-Syurthat (jawatan kepolisian bagi
keamanan kota), dan menambahkan azan yang kedua pada shalat Jumat ditambah lagi
azan ketiga dari atas gedung al-Zawrak (kediamannya).

7
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Katsir, Al-Hafizh. 2014. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung. Jakarta:
Darul Haq

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Perdaban Islam. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Al-Quraibi, Ibrahim. 2012. Tarikh Khulafa. Jakarta: Qisthi Press

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2019. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA

8
MAKALAH SEJARAH PERDABAN ISLAM II

PENGANGKATAN UTSMAN SEBAGAI KHALIFAH DAN

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DALAM NEGERI

Dosen Pengampu: Zaenal Abidin, S. Ag, MSI

Kelompok 5:

Qalam Hardiansyah (191350051)

Mohammad Aziel Hasan Firdaus (191350047)

Lela Nurlela (191350036)

SEJARAH PERADABAN ISLAM SEMESTER 1 KELAS B

FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB

UIN SMH BANTEN

2020

9
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

A. Pendahuluan .......................................................................................................... 1

B. Proses Pengangkatan Utsman Sebagai Khalifah .................................................... 2

C. Kebijakan – Kebijakan Dalam Negeri ................................................................... 4

1. Pembangunan Masjid Nabawi ................................................................... 5

2. Pengodifikasian Al-Qur’an ........................................................................ 5

D. Kesimpulan ............................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9

10

Anda mungkin juga menyukai