Anda di halaman 1dari 10

KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN

Untuk Memenuhi Tugas Mapel

Sejarah Kebudayaan Islam

Kelas X

Tahun Pelajaran 2021/2022

Disusun Oleh :
1. CINDY WIDYA ANDRIANI

2. ANGGEL WAHYU KUSUMA DHIYANTI

Guru Pengampu :
Puji Rahayu S.P.d

MADRASAH ALIYAH ENTREPRENEUR NURUL QOLBI

POLOREJO BABADAN PONOROGO


Biografi Singkatan Khalifah Utsman Bin Affan
Nama lengkap Utsman bin Affan bin al- Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf
bin Qushay al-Amawi Al- Quraisy dilahirkan pada tahun 573 M dari kelahiran Rasulullah
SAW. Ibunya bernama al-Baida binti Abdul al- Muthalib, bibi Rasulullah SAW, yakni saudari
kembar Abdullah ayah Rasulullah SAW.[3]
Berdasarkan silsilah ini, Utsman bin Affan masih memiliki jalinan keluarga dengan
Rasulullah, yakni silsilah keturunan yang bertemu pada Abdul al-Manaf bin Qushay al-
Amawi al-Quraisy. Bahkan jalinan kekerabatan ini diperkuat lagi dengan tali pernikahan
yang menempatkan Dia sebagai menantu Rasulullah. Karena itu, hubungannya dengan
Rasulullah bukan hanya dalam hal keagamaan,tetapi juga Dia dihadapan Rasulullah adalah
seorang keluarga, menantu dan saudara seagama. Utsma bin Affan masuk Islam melalui
Abu Bakar dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam.
Rasulullah sangat mengaguminya karena keserderhanaan, kesalehan, kedermawaan dan
kepandaiannya menjaga kehormatan diri (Iffal), serta dikenal sebagai dahabat yang terbaik
dalam bacaan al-Qur’an menurut kaca mata Rasulullah SAW, sehingga Rasulullah
memberikan dua putrinya untuk dinikahi secara olehnya berurutan. Setelah istrinya yang
pertama dan ke dua meninggal dunia, Rasulullah berkata, “Seandainya beliau mempunyai
putri yang lain, pasti Dia telah menikahkannya dengan Utsman bin Affan.[4]
Kesetiaan dan pengorbanan Utsman bin Affan terhadap pengembangan Islam tidak dapat
diragukan, demikian pula kepada Rasulullah cintanya amat mendalam. Dia melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik bagi tujuan Islam.
Ia menderita penganiyaan bersama Nabi di tangan orang-orang Quraisy, dan Dia
menyertai emigran ke Abesinia bersama istrinya, Utsman adalah orang yang sangat kaya,
dan dia menyerahkan kekayaan itu kepada Rasulullah untuk melayani Islam, di antaranya
mendanai pembangunan mesjid, sumur di Madinah dan memberikan bantuan keuangan
yang paling besar dalam peperangan Islam setelah Abu Bakar, sehingga Dia memproleh
kedudukan yang terhormat di antara para sahabat Rasulullah. Selama kedudukan Abu
Bakar dan Umar bin Khattab, Utsman merupakan salah seorang dari penasehat dan
pembantu utama di dalam urusan negara.[5]
Pengorbanan Utsman bin Affan terhadap Islam dan kaum muslimin tidak hanya dalam
bentuk harta, melainkan lebih dari itu, jiwa dan pikirannya dicurahkan demi
pengembangan syiar Islam dan keselamatan kaum muslimin sehingga beliau beberapa kali
ikut perang bersama Rasulullah SAW kecuali perang Badar. Karena sedang sibuk melayani
dan merawat isterinya yang sakit keras sampai ia wafat dan dimakamkan pada hari
kemenangan kaum muslimin dan perang tersebut.[6]
Rasulullah pernah menunjuk Utsman sebagai duta Rasululah pada saat perundingan
antara pemimpin Islam dan pemuka-pemuka Quraisy pada tahun 6 H ketika kaum mislimin
hendak memasuki kota Mekkah untuk melaksanakan umrah dan tersiar kabar bahwa
Utsman bin Affan dibunuh atau setidaknya telah ditahan oleh orang-orang kafir Quraisy,
sebab Dia tidak kembali sampai pada malam hari, maka kaum muslimin mengadakan
sumpah setia untuk membela Utsman bin Affan yang terkanal dengan “Bait’at al-Ridwan”.
[7]
Jadi jelas bahwa pengorbanan dan perjuangan Utsman bin Affan dengan segala
kemampuan, harta benda dan jiwanya adalah semata-mata dalam rangka pengembangan
risalah Islam dan kemaslahatan kaum Muslimin.
Proses Pengangkatan Utsman Bin Affan Sebagai Khalifah
Ketika Umar sedang sakit akibat dari tikaman seorang budak Persia yang bernama Fairuz
yang lebih dikenal dengan nama Abu Lu’lu’ah, sekelompok sahabat datang menjenguknya
dan sekaligus menanyakan dan mendiskusikan penggantinya Dia sebagai khalifah,
pertanyaan dari para sahabat ini tidak mendapatkan jawaban pasti dari.Umar bin Khattab,
sesudah itu, sahabat beranjak meninggalkan Khalifah Umar bin Khattab.
Para sahabat Rasulullah merasa takut andai Umar wafat tanpa meninggalkan pesan
tentang penggantinya. Oleh karena itu, mereka mendatangunya lagi untuk mendesak
Umar bin Khattab menentukan penggantinya.[8]
Di tempat tidurnya, Umar mengambil keputusan dengan menunjuk badan musyawarah
yang terdiri dari orang-orang yang diridhoi dan dijanjikan oleh Rasulullah sebagai orang-
orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka itu adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin
Affan, Saad bin Waqah, Adurahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah
bin Umar. Untuk memeilih seorang khalifah diantara mereka.[9] Namun khusus untuk
Abdullah bin Umar tidak dicalonkan apalagi dipilih berdasarkn wasiat khalifah Umar.
Adapun kriteria pemilihan telah ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab yaitu :
Khalifah yang di pilih adalah dari anggota Syura kecuali Abdullah bin Umar yang tidak
punya hak pilih dan bertindak sebagai penasihat. Bilamana suara dari anggota tim sama
hendaknya keputusan diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota tim
tersebut. Jika keputusan Abdullah bin Umar tidak disetujui oleh anggota mengikuti
keputusan yang diambil oleh Abdurrahman bin Auf.
Bila ada anggoat tim yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan maka anggota
tersebut harus dipenggal kepalanya. Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama
maka calon yang didukung oleh Abdurrahman bin Auf yang dianggap menang. Apabila
seorang telah terpilih dan minoritas (satu atau dua) tidak mau mengikutinya maka kepala
mereka harus dipenggal. Jadwal pelaksanaan musyawarah selama tiga hari ke empat
sudah ada pemimpin. [10]
Tatkala Umar wafat, berkumpullah orang-orang yang dipilihnya menjadi formatur
dikepalai oleh Abdurrahman bin Auf di dalam salah satu rumah kepunyaan mereka. Tiga
hari lamanya musyawarah yang amat penting itu, dan sudah tiga hari rupanya belum juga
dapat diputuskan karena sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot, maka
Abdurrahman bin Auf berusaha memperlancar dengan himbauan agar sebaiknya mereka
dengan sukarela mengundurkan diri dan menyerah kepada orang yang lebih pantas
(memenuhi syarat) untuk dipilih sebagai khalifah.
himbauan ini tidak berhasil, tidak ada satupun yang mau mengundurkan diri, kemudian
Abdurrahman bin Auf sendiri menyatakan mengundurkan diri tetapi tidak ada seorang
pun dari empat sahabat Nabi yang mengikutinya.[11]
Dalam kondisi macet itu, Abdurrahman bin Auf berinisiatif melakukan musyawarah
dengan sahabat dan tokoh-tokoh masyarakat selain yang termasuk dalam anggota badan
musyawarah, dan suara terbelah menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali dan pendukung
Utsman.
Pada pertemuan berikutnya, Abdurrahman bin Auf menempuh cara dengan menanyakan
masing-masing angggota formatur dan di dapatlah skor suara tiga banding satu, dimana
Zubair, dan Ali mendukung Utsman, sedangkan Utsman mendukung Ali.[12]
Meskipun suara terbanyak dari anggota formatur jatuh pada Utsman, namun
Abdurrahman tidakserta merta membai’at Utsman. Tetapi pada subuh hari sesudah
semalaman ia berkaliling memantau pendapat masyarakat, ia berdiri setelah kaum
Muslimin memenuhi mesjid dan menyampaikan pengantar tentang pelaksanaan
pemilihan khalifah. Di sini terlihat kembali persaingan dua kubu yaitu kubu Ali dan kubu
Utsman.[13]
Pada saat itu Abdurrahman menunjukkan keahliannya menghadapi masalah yang sulit ini.
Dia memanggil Ali dan Utsman secara terpisah untuk dimintai kesanggupannya bertindak
berdasarkan al- Qur’an dan sunnah Rasul-Nya serta berdasarkan langkah-langkah yang
diambil oleh dua khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib bertindak sesuai dengan
pengetahuan dengan kekuatan yang ada pada dirinya, sedangkan Utsman bin Affan
menyanggupinya, sehingga Abdurrahman mengucapkan bai’atnya dan diikuti oleh orang
banyak menyatakan bai’at, termasuk juga Ali pada akhirnya juga menyatakan bai;atnya
kepada Utsman bin Affan.[14]
Orang keenam tim formatur, Thalha bin Ubaidillah tiba di Madinah setelah pemilihan itu
berakhir. Dia juga menyatakan sumpah setia kepada Utsman bin Affan.[15]
Mencermati proses pemilihan tersebut, nampak dengan jelas upaya pemilihan khalifah
dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan suara dari berbagai pihak, dan hal
ini pula yang membedakan antar proses pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin
Khattab dan Utsman bin Affan.
Karena itu Utsman bin Affan ditetapkan menjadi khalifah, pada hari Senin, akhir bulan
Dzulhijjah tahun 23 H. dan resmi menjadi khalifah yang ketiga dari Khulafa al-rasyidin pada
tanggal 1 Muharram tahun 24 H.

Setelah Umar bin Khattab wafat, tim formatur mengadakan rapat. Empat orang anggota
mengundurkan diri menjadi calon Khalifah sehingga tinggal dua orang yaitu Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan menghadapi kesulitan, karena berdasarkan
pendapat umum bahwa masyarakat menginginkan Usman bin Affan menjadi Khalifah.
Sedangkan diantara calon penggati Umar bin Khattab terjadi perbedaan pendapat.
Dimana Abdurrahman bin Auf cenderung mendukung Usman bin Affan. Sa’ad bin Abi
Waqqas ke Ali Bin Abi Thalib.

Hasil kesepakatan dan persetujuan umat Islam, maka diangkatlah Usman bin Affan sebagai
penggati Umar bin Khattab. Beliau diangkat diusia ke 70 tahun. Beliau menjadi Khalifah
selama 12 tahun.
Prestasi Utsman bin Affan dalam Perkembangan Islam

Adapun prestasi Utsman bin Affan selama menjadi seorang khalifah dikutip dari buku
berjudul Sejarah Peradaban Islam karangan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah (2015: 101).
1. Modifikasi Mushaf Al-Qur’an
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah sangat luas. Hal
ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbedaan pembelajaran Al-Quran di
beberapa pelosok wilayah. Perbedaan itu meliputi susunan surahnya atau lafal
(dialeknya).
Salah seorang sahabat bernama Huzaifah bin Yama melihat perselisihan antara tentara
Islam ketika menaklukkan Armenia dan Azarbaijan. Masing-masing pihak menganggap
cara membaca Al-Quran yang dilakukan adalah paling baik.
Perselisihan tersebut kemudian dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman kepada Usman bin
Affan, selanjutnya beliau membentuk sebuah panitia penyusunan Al-Qur’an. Panitia ini di
ketuai oleh Zaid bin Tsabit, anggotanya Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Haris.
Tugas yang dilaksanakan adalah menyalin ulang ayat-ayat Al-Quran dalam sebuah buku
yang disebut mushaf.
Salinan kumpulan Al-Quran itu disebut mushaf oleh panitia Mushaf diperbanyak sejumlah
empat buah. Salah satunya tetap berada di Madinah, sedangkan tiga lainya dikirim ke
Suriah, Basrah, dan Kuffah. Semua naskah Al-Quran yang dikirim ke daerah-daerah itu
dijadikan pedoman dalam penyalinan berikutnya di daerah masing-masing. Naskah yang
ditinggal di Madinah disebut Mushaf Al-Imam atau Mushaf Usmani.
2. Renovasi Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan
hijrahnya. Pada mulanya Masjid Nabawi berukuran kecil dan masih sangat sederhana.
Dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam yang menggunakan Masjid Nabawi, maka
Umar bin Khattab mulai memperluas masjid ini. Masjid Nabawi telah mulai dibangun sejak
masa Khalifah Umar bin Khattab yang kemudian dilanjutkan renovasinya dan diperluas
oleh Utsman bin Affan. Selain diperluas, masjid Nabawi juga dibangun dengan bentuk dan
coraknya yang lebih indah.
3. Pembentukan Angkatan Laut
Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, wilayah Islam sudah mencapai Afrika, Siprus,
hingga konstantinopel. Muawiyah saat itu menjabat gubernur Suriah mengusulkan
dibentuknya angkatan laut. Usul itu disambut dengan baik oleh Usman bin Affan.
Kemudian dibentuklah angkatan laut dalam rangka menjaga keutuhan wilayah islam.
4. Perluasan Wilayah Islam
Serangkain penaklukan bangsa Arab dimotivasi oleh semangat keagamaan untuk
menjadikan dunia memeluk dan mengakui Islam. Pada masa pemerintahan Usman bin
Affan wilayah Islam semakin meluas. Wilayah perluasan di masa Khalifah Utsman bin
Affan diantaranya:
Perluasan ke Khurasan di bawah pimpinan Sa’ad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman.
Perluasan ke Armenia yang dipimpin Salam Rabiah Al Bahly.
Afrika Utara (Tunisia) Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sa’ad bin Abi Sarah.
Penaklukan Ray dan Azerbeijan yang dipimpin Walid bin Uqbah.

Begitu besarnya peranan dan prestasi Utsman bin Affan selama menjadi seorang khalifah.
Prestasi-prestasi tersebut bahkan bisa dirasakan sampai sekarang, seperti Al-Quran yang
sama di mana-mana. (MZM)
Kebijakan dan Strategi Khalifah Usman bin Affan.

A. Perluasan Wilayah.

Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah
kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian
Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam
tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di
seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau
Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah
kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan
pengamanan terhadap para pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan
dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di
Persia.

B. Standarisasi Al-Qur’an.

Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal secara baca
Al-Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan
beragam cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara.
Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai
laporan tersebut, Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara
baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum
muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat
dihindari. Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman
melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh
Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim
ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di
Madinah.Mushaf-mushaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani.
Khalifah Usman mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang
telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya
dibakar.

C. Pengangkatan Pejabat Negara.

Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh terakhir masa


kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini
mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang
lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum
pemberontak yang terdir dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang
menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah
kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di
antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak
anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana
boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta
kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri

D. Pembangunan Fisik.

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman tidak ada kegiatan-
kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus
banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun
jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di
Madinah.

Anda mungkin juga menyukai