A. LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW,
sehingga membawa bangsa Arab dari masa keterbelakangan, bodoh dan lainnya
menjadi bangsa yang maju dan terkenal sampai sekarang ini. Pada masa
perkembangannya, Islam mengalami beberapa kali pergantian khalifah untuk
meneruskan perjuangan menegakkan agama Allah, meskipun ada beberapa tahapan-
tahapan pemerintahan yang ada, Islam mengalami kemajuan dan juga mengalami
kemunduran. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan Islam berkembang dan dianut
oleh banyak manusia di muka bumi ini. Setelah Nabi wafat maka dakwah Islamiyah
diteruskan oleh Khulafaurrasyidin, yaitu sahabat-sahabat Nabi yang di pandang
bijaksana, dapat mempimpin jalannya pemerintahan dan mampu memberikan
pengarahan terhadap dakwah Islam, meneruskan dakwah Rasulullah untuk
menyebarkan agama Allah.
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang diangkat menjadi khalifah ada 4
orang, yaitu yang pertama Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, dan yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Setelah sebelumnya telah
dibahas mengenahi khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, maka kali ini akan
dibahas mengenai khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan beliau, bangsa Arab berada pada posisi permulaan
zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan
ekonomi disebabkan aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arab seiring
dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama.
Pada manajemen pemerintahannya Utsman menempatkan beberapa anggota
keluarga dekatnya menduduki jabatan publik strategis. Hal ini memicu penilaian
untuk menekankan telah terjadinya proses dan motif nepotisme dalam tindakan
Utsman tersebut. Pada sisi lain Khalifah dituduh sebagai koruptor dan nepotis dalam
kasus pemberian dana khumus (seperlima harta dari rampasan perang) kepada
Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah, kepada Mirwan bin Al Hakkam, dan kepada Al
Harits Bin Al Hakam.
Dengan beberapa kebijakan itulah sehingga banyak kalangan yang menilai
kepemimpinan khalifah berbau nepotisme yang kemudian berkembang melakukan
langkah konspirasi untuk menjatuhkan khalifah Utsman bin Affan, hingga akhirnya
sampai pada tahap pembunuhan.
Bab II
Isi/Pembahasan
B. Substansi Kajian
1. Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan (574M – 656M) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW, yang
merupakan Khulafa’ur Rasyidin yang ke-3. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan
Al-Umawi Al-Quraisyi, berasal dari Bani Umayyah. Lahir pada tahun keenam tahun
Gajah. Kira-kira lima tahun lebih muda dari Rasullulah SAW. Nama panggilannya Abu
Abdullah dan gelarnya Dzun Nurrain (yang punya dua cahaya). Sebab digelari Dzun
Nuraian karena Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Utsman yaitu Roqayyah dan
Ummu Kultsum.
“ Aisyah kita malu bukan kepada seseorang yang malaikat sendiripun malu
kepadanya.” Lalu Aisyah berkata: “ Rasulullah, mengapa saya tidak melihat kepedulian
anda terhadap Abu Bakar dan Umar seperti kepada Utsman?” Dijawab oleh Rasulullah :
“ Utsman orang yang sangat pemalu. Saya kawatir kalau saya mengizinkannya dalam
keadaan begitu ia tidak dapat mengutarakan maksudnya.”[4]
Suasana sempat tegang ketika Utsman tak kenjung kembali. Kaum Muslimin
sampai membuat Bait Ridhwan, bersiap untuk mati bersama untuk menyelamatkan
Utsman. Namun pertumpahan darah akhirnya tidak terjadi. Abu Sofyan lalu mengutus
Suhail bin Amir untuk berunding dengan Nabi Muhammad SAW. Hasil perundingan
dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah.[6]
Semasa Nabi SAW masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh Nabi untuk menjadi
walikota Madinah, semasa dua kali masa jabatan. Pertama pada perang Dzatir Riqa’ dan
yang kedua kalinya, saat Nabi SAW sedang melancarkan perang Ghathafahan. Utsman
bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang terkenal, tetapi jiwa sosial beliau tinggi.
Beliau tidak segan-segan mengeluarkan kekayaanya untuk kepentingan Agama dan
Masyarakat umum. Sebagai Contoh:
a. Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga
200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu.
Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
b. Memperluas Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.
c. Beliau mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham
sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi
tersebut.[7]
d. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang
diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim
kering.[8]
Karena Utsman termasuk salah seorang sahabat Nabi yang pandai tulis baca serta
memiliki kecerdasan dan kuat hafalannya, ia ditunjuk oleh Nabi menjadi salah seorang
penulis wahyu. Selama pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab,
Utsman merupakan sahabat senior yang dimintai pendapatnya dan pertimbangan-
pertimbangannya. Utsman menjadi pejabat yang amat dipercaya yaitu sebagai anggota
dewan inti yang selalu diminta pendapatnya tentang masalah-masalah kenegaraan,
misalnya masalah pengangkatan Umar. Dalam pemerintahan Umar, Utsman diangkat
sebagai sekertaris khalifah.[9] Dengan demikian Utsman mengetahui benar langkah-
langkah yang ditempuh Umar bin Khattab dalam memajukan Islam.
Rasulullah SAW pergi menunaikan haji wada’ bersama beliau. Rasulullah SAW
wafat dalam keadaan ridho terhadap Utsman bin Affan. Kemudian beliau menemani Abu
Bakar dengan baik dan Abu Bakar wafat dalam keadaan ridho terhadap Utsman bin
Affan. Beliau menemani Umar dengan baik dan Umar wafat dalam keadaan ridho
terhadap Utsman bin Affan, serta menetapkan bahwa beliau adalah salah seorang dari
enam orang anggota Syura dan beliau sendiri adalah orang yang paling istimewa di
antara anggota lainnya.
4. Masa Pemerintahan
Kasus hukum pertama yang beliau hadapi adalah kasus Ubaidillah bin Umar bin Al-
Khaththab. Kasusnya Abu Lu’lu’ah, pembunuh Umar, lantas membunuhnya, kemudian ia
juga membunuh seorang Nasrani yang bernama Jufainah dengan pedang. Ia juga
membunuh Al-Hurmudzan yang berasal dari Tustar. Dikatakan bahwa mereka berdua
adalah penghasut Abu Lu’lu’ah untuk membunuh Umar.
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode,
yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I,
pemerintahan Utsman membawa kemajuan luar biasa berkait jasa panglima yang ahli
dan berkualitas dimana peta Islam sangat luas dan bendera islam berkibar dari
perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di front al-Maghrib bahkan ada sumber
menyatakan sampai ke Tunisia). Di al-Maghrib, diutara sampai ke Aleppo dan sebagian
Asia kecil, di Timur laut sampai ke Ma wara al-Nahar –Transoxiana, dan di Timur seluruh
Persia bahkan sampai diperbatasan Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul
dan Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang
kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh tentara
Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah Islam.
Pada periode ke-II, kekuasaannya identik dengan kemunduran dengan
kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sebagian
ahli sejarah menilai bahwa Utsman melakukan nepotisme.Ia mengangkat sanak
saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak
menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya merasakan pahitnya tindakan Utsman
tersebut. Para pejabat dan para panglima era Umar hampir semuanya dipecat oleh
Utsman, kemudian mengangkat dari keluarga sendiri yang tidak mampu dan tidak cakap
sebagai pengganti mereka. Adapun para pejabat Utsman yang berasal dari famili dan
keluarga dekat, diantaranya Muawiyah bin Abi sofyan, Gubernur Syam, satu suku dan
keluarga dekat Utsman. Oleh karena itu, Utsman diklaim bahwa ia telah melakukan
KKN.[21]
Kemajuan Islam yang begitu cepat ternyata membawa benih krisis. Utsman yang
mengantikan Khalifah Umar, dapat dikatakan sebagai korban dari benih krisis tersebut.
Selama 12 tahun pemerintahannya, 6 tahun di awal pemerintahannya dipenuhi dengan
kemajuan dan keberhasilan. Sedangkan pada masa 6 tahun terakhir pemerintahan
Khalifah Utsman bin Affan merupakan masa penuh dengan pertikaian di antara kaum
muslimin, yang merupakan akibat dari ketidak senangan sebagian mereka terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan Utsman soal pemerintahan. Ia menemui kesulitan dalam
menghadapi perubahan dan luasnya wilayah Islam. Walaupun demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa usaha-usaha yang dilakukan Utsman selama masa pemerintahannya
telah memberi kemajuan Islam cukup banyak dan berarti.
Pada masa 6 tahun terakhir tersebut, situasi itu benar-benar semakin mencekam,
bahkan usaha-usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk
kemaslahatan ummat disalah fahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat.
Penulisan Al-Qur’an yang diperkirakan sebagai langkah yang efektif malah menjadi
menambah permasalahan dan bahkan mengundang kecaman, dan juga Utsman malah
dituduh tidak punya otoritas untuk menetapkan edisi Al-Qur’an yang dibakukan itu. Rasa
tidak puas terhadap Khalifah Utsman semakin besar dan menyeluruh. Ada beberapa hal
yang mendasari kenapa hal itu terjadi, yaitu pada saat pemerintahan Abu Bakar dan
Umar para pejabat senior tidak diperbolehkan keluar dari Madinah. Karena mereka
adalah sebagai percontohan bagi pejabat junior, namun aturan itu tidak diterapkan lagi
oleh Utsman. Utsman lebih cenderung dan lebih sering berdiskusi dengan pejabat junior
yang nota benenya adalah kaum kirabatnya sendiri yang haus akan kekuasaan dan
jabatan.[22]
Pada mulanya pemerintahan Khalifah Utsman berjalan lancar. Hanya saja seorang
Gubernur Kufah, yang bernama Mughirah bin Syu’bah dipecat oleh Khalifah Utsman dan
diganti oleh Sa’ad bin Abi Waqqas, atas dasar wasiat khalifah Umar bin Khattab.
Kemudian beliau memecat pula sebagian pejabat tinggi dan pembesar yang kurang
baik, untuk mempermudah pengaturan, lowongan kursi para pejabat dan pembesar itu
diisi dan diganti dengan famili-famili beliau yang kredibel (mempunyai kemampuan)
dalam bidang tersebut.
Utsman bin Affan dianggap melakukan nepotisme karena beliau mengangkat
beberapa orang kerabatnya untuk menduduki jabatan pemerintahan. Utsman bin Affan
telah dituduh melakukan politik nepotisme. Istilah “nepotisme” biasa dipakai untuk
menerangkan praktik dalam kekuasaan umum yang mendahulukan kepentingan
keluarga dekat untuk mendapatkan suatu kesempatan. Dalam bahasa arabnya biasa
dipakai istilah “al-Muhabah” yang berasal dari akar kata habba yang menunjukkan
beberapa makna antara lain: mantap dan kokoh, biji-bijian dan sifat pendek.[23] Makna
yang sepadan dengan nepotisme adalah makna yang ketiga yakni sifat pendek karena
hanya membatasi sesuatu hanya kepada keluarga atau rekan-rekannya semata. Dalam
kegiatan politik, nepotisme merupakan tindakan yang tidak boleh dilakukan, karena
nepotisme tidak sejalan dengan perintah Allah untuk berlaku amanah sebagai pemimpin.
Dalam sabda Rasulullah ini beliau menekankan bagaimana memberikan tugas kepada
orang yang kompeten dan tidak memberikannya kepada orang yang meminta jabatan
tersebut, sekaligus informasi dari Nabi bahwa suatu saat nanti, akan muncul kelompok
yang suka melakukan nepotisme, maka pada saat itulah, setiap orang membutuhkan
kesabaran agar tetap selamat dunia dan akhirat.
حدثنا محمد بن سنان قال حدثنا فليح ح و حدثني إبراهيم بن المنذر قال حدثنا محمد بن فليح قال حدثني
أبي قال حدثني هالل بن علي عن عطاء بن يسار عن أبي هريرة قال بينما النبي صلى هللا عليه وسلم في مجلس
يحدث القوم جاءه أعرابي فقال متى الساعة فمضى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يحدث فقال بعض القوم سمع
ما قال فكره ما قال وقال بعضهم بل لم يسمع حتى إذا قضى حديثه قال أين أراه السائل عن الساعة قال ها أنا يا
رسول هللا قال فإذا ضيعت األمانة فانتظر الساعة قال كيف إضاعتها قال إذا وسد األمر إلى غير أهله فانتظر
الساعة
“…Dari Abu Hurairah, ketika Rasulullah sedang memberikan pengajian
dalam suatu majlis, datanglah seorang pedalaman seraya bertanya “Kapan
hari kiamat?” akan tetapi Rasulullah tetap melanjutkan pengajiannya,
sebagian hadirin berkata bahwa Rasulullah mendengar pertanyaannya akan
tetapi tidak suka. Sebagian yang lain berkata bahwa Rasulullah tidak
mendengarnya. Setelah Rasulullah selesai pengajian, beliau bertanya
“Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat?” Saya wahai Rasulullah,
lalu beliau menjawab “Jika amanah sudah disia-siakan, maka tunggulah hari
kiamat”, orang tersebut bertanya lagi “Bagaimana menyia-nyiakan amanah”
Rasulullah menjawab “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang
bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.”[24]
Pada manajemen pemerintahannya, Utsman menempatkan beberapa anggota
keluarga dekatnya menduduki jabatan publik strategis. Hal ini memicu penilaian ahli
sejarah untuk menekankan telah terjadinya proses dan motif nepotisme dalam tindakan
Utsman tersebut. Adapun daftar keluarga Utsman dalam pemerintahan yang dimaksud
sebagai alasan motif nepotisme tersebut adalah sebagai berikut:
1) Muawiyah bin Abu Sufyan yang menjabat sebagi gubernur Syam. Ia termasuk Shahabat
Nabi, keluarga dekat dan satu suku dengan Utsman.
2) Pimpinan Bashrah, Abu Musa Al Asy’ari, diganti oleh Utsman dengan Abdullah bin Amir,
sepupu Utsman.
3) Pimpinan Kuffah, Sa’ad bin Abu Waqqash, diganti dengan Walid bin ‘Uqbah, saudara
tiri Utsman. Lantas Walid ternyata kurang mampu menjalankan syariat Islam dengan baik
akibat minum-minuman keras, maka diganti oleh Sa’id Bin ‘Ash. Sa’id sendiri merupakan
saudara sepupu Utsman.
4) Pemimpin Mesir, Amr bin ‘Ash, diganti dengan Abdullah Bin Sa’ad bin Abu Sarah, yang
masih merupakan saudara seangkat (dalam sumber lain saudara sepersusuan, atau
bahkan saudara sepupu) Utsman.
5) Marwan bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Utsman, diangkat menjadi sekretaris
Negara.[25]
Selain itu khalifah Utsman juga mengeluarkan kebijakan yang berbeda dengan
khalifah sebelumnya. Salah satu kebijakan Utsman pada masa pemerintahannya, yaitu
membebaskan para sahabat ke manapun mereka suka. Tindakan ini wajar sesuai
dengan watak Utsman yang lemah lembut, tak sampai hati, pemurah, dan toleran.
Utsman mungkin juga sedang memikat hati mereka karena kebijakan-kebijakannya tak
jarang bertentangan yang para sahabat dipikirkan. Ia mungkin sudah merasa bahwa ia
telah mengambil berbagai kebijakan yang tidak mesti diterima oleh para sahabat. Karena
itu, adalah penting baginya untuk mengangkat harkat dan martabat mereka. Dengan
begitu mereka diharapan untuk tidak melakukan revolusi atau sekedar marah.
Utsman juga telah memberikan kepada orang dekatnya dari Bani Umayyah
wewenang untuk mengelolah beberapa kawasan tertentu, sesuatu yang tidak
diperkirakan para sahabat sebelumnya. Saat itulah para sahabat mulai terpikat untuk
berbondong-bondong keluar ke berbagai kawasan baru Islam. Kontan, mereka
terperangah manyaksikan bahwa dunia sangat menyambut kedatangan mereka dan
mereka pun bersiap untuk menyambut indahnya dunia.
5. Gelombang Fitnah
Ketika Utsman bin Affan mengganti kedudukan Umar, beliau dianggap mulai
menyimpang dari kebijakan-kebijakan khalifah sebelumnya. Sedikit demi sedikit ia mulai
menunjuk sanak kerabatnya untuk menduduki jabatan-jabatan penting dan memberikan
kepada mereka keistimewaan lain yang menimbulkan protes-protes dan kritikan-kritikan
rakyat secara umum.”
Ketika Utsman meninggalkan prinsip keadilan para sahabat yang shaleh
menyampaikan protes dengan berbagai cara. Ketika Sa’ad bin Waqqash, sahabat yang
termasuk ashbiqun al-Awwlun diganti dengan Walid ibn Uqbah, Abdullah bin Mas’ud
keberatan ia tahu Walid sama sekali tidak layak jadi Gubernur, Ibn Mas’ud mengundurkan
diri sebagai bendahara ia menyerahkan kunci Baitulmal kepada Walid: “siapa yang
mengubah, Allah akan mengubah apa yang ada pada dirinya. Siapa yang mengganti,
Allah akan murka kepadanya. Aku melihat sahabatmu (Utsman) telah mengubah dan
mengganti, mengapa ia memakzulkan orang yang seperti Sa’ad bin Waqqash dan
mengangkat Walid?”[26]
Di tengah kemewahan yang berlimpah seorang sahabat Rasulullah SAW tidak suka
melihat itu semua, Abu Dzar al Ghifari adalah orang yang selalu memberi peringatan
beliau melihat itu semua sebagai bentuk kelalaian khalifah Utsman bin Affan maka ia
memberi peringatan kepada khalifah namun akibat dari itu Abu Dzar al-Ghifari di kirim ke
Syam. Beliau tidak ragu-ragu untuk berangkat ke Syam ketika mendengar berita tentang
kemewahan yang luar biasa, pendirian istana-istana, gedung-gedung, rumah-rumah, dan
kebun-kebun yang dimiliki serta dinikmati oleh para amir di bawah pimpinan Mu’awiyah
dan beberapa sahabat lain yang menurut pendapat Abu Dzar tidak diciptakan untuk
kesenangan dan kenikmatan dunia yang fana. Di Syam ia mengibarkan panji oposisi
yang hampir merobohkan kedudukan Mu’awiyah.
Muawiyah berusaha memenangkan kemarahannya. Sebenarnya, meskipun ia
merasakan adanya bahaya dalam kritikan Abu Dzar al-Ghifari terhadapnya, namun
sikapnya terhadap Abu Dzar tetap mengagungkan dan menghomatinya.
Ia cukup menulis kepada khalifah sepucuk surat yang berbunyi, “Abu Dzar telah
merusak orang-orang di Syam,” maka datang balasan khalifah dengan segera
kepadanya, “kirimkanlah dia kepadaku.”
Abu Dzar kembali ke Madinah dan berlangsung percakapan antara dia dan khalifah
di mana masing-masing tidak bisa menerima pandangan yang berbeda. Di sini ada dua
riwayat sejarah. Yang satu berkata bahwa khalifah memutuskan untuk mengasingkannya
ke Rabdzah, sebuah tempat yang jauh dari Madinah. Yang lain berkata bahwa Abu Dzar
sendiri yang meminta kepada khalifah agar mengizinkannya keluar menuju Rabdazah, di
mana ia menghabiskan sisa hari-hari di situ.[27] Walaupun berbeda pendapat dengan
khalifah namun Abu Dzar tetap sangat menghormati khalifah tanpa ada niat mau
melakukan pemberontakan segala keputusan khalifah beliau taati.
Sahabat lain yang melakukan kritik terhadap kebijakan beliau adalah Ammar bin
Yasir. Ia adalah seorang sahabat besar, kedua orang tuanya mati syahid di kayu siksaan,
di mana Quraisy ingin memadamkan cahaya Allah swt dan Ammar ikut merasakan
siksaan yang mengerikan itu. Bersama kedua orang tuanya pula Ammar diberitahu Rasul
SAW, tentang kabar gembira yang cemerlang ketika mereka sedang mengalami siksaan
yaitu. “Bersabarlah keluarga Yasir, karena tempat kalian kelak adalah surga.”
Ammar telah berselisih dengan khalifah mengenai beberapa masalah. Barangkali
ia menangani perselisihan itu dengan cara yang mengejutkan khalifah, terutama di akhir
pemerintahan Utsman, di mana sebagian gubernur-gubernur Bani Umayyah telah
berlebihan dalam kekerasan terhadap para penentang mereka, tanpa membedakan
antara sahabat besar yang menyatakan kebenaran dengan orang yang tendensius dan
pura-pura. Mungkin perselisihan antara khalifah dan Ammar diputuskan dengan hak-hak
persahabatan yang mahal, yang menggabungkan keduanya dari hari-hari kesulitan dan
kemenangan. Bahkan tetap begitu kenyataannya kendati makin hari makin meningkat
dengan bergejolaknya jiwa-jiwa yang semakin dipanasi oleh peristiwa-peristiwa dan
persekongkolan-persekongkolan.
Telah kita lihat khalifah tidak melupakan Ammar ketika ia memilih di antara sahabat-
sahabat utama untuk membentuk panitia pencari fakta. Bahwa ia memilih Ammar, kendati
oposisi terhadap khalifah dan mengizinkannnya ke Mesir. Tatkala utusan-utusan khalifah
datang kecuali Ammar yang tinggal lama di Mesir, dan kebetulan pada waktu itu di sana
ada Abdullah bin Saba, maka para pengadu domba mendapat kesempatan untuk
menimbulkan kemarahan khalifah terhadap Ammar dengan menganggap bahwa ia
bertemu dengan Abdullah bin Saba dan mengikuti omongannya.
Namun perselisihan yang banyak dicampuri kebencian di luar kebiasaanya di mana
khalifah mengandalkan tindakan keras adalah perselisihan yang terjadi antara khalifah
dan Abdullah bin Mas’ud, sedangkan Abdullah bin Mas’ud adalah seorang sahabat yang
cemerlang pengorbanannya, keberaniaan, serta persahabatannya dengan Rasulullah
SAW. Perselisihan antara khalifah dan Ibnu Mas’ud menghebat sehingga khalifah
menghentikan tunjangannya dari Baitul Maal.[28]
Berbagai cara, bentuk protes yang dilakukan sahabat-sahabat Rasulullah terhadap
khalifah, namun tidak ada yang melakukan perlawanan apalagi ingin merusak sistem
kekhalifahan semua itu dilakukan agar mereka tidak terlena dalam kemewahan dunia.
Tindakan beliau yang terkesan nepotisme tersebut, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas mengundang protes dari orang-orang yang dipecat, di sinilah Abdulah
bin Saba’ mengambil peran, maka Abdulah bin
Saba’ bersama gerombolannya datang menuntut agar pejabat-pejabat dan para
pembesar yang diangkat oleh Khalifah Utsman ini dipecat pula. Usulan-usulan Abdullah
bin Saba’ ini ditolak oleh khalifah Utsman.
Pada masa kekhalifan Utsman bin Affan-lah aliran Syiah lahir dan Abdullah Bin
Saba’ disebut sebagai pencetus aliran Syi’ah tersebut. Abdullah ibn Saba’ adalah
seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ia merupakan provokator yang berada di
balik pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Ibnu Saba’ melakukan
semuanya itu didasarkan motivasi dirinya untuk meruntuhkan dasar-dasar Islam yang
telah dipegang teguh oleh umat Islam. Niatnya masuk Islam hanyalah sebagai kedok
belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Khalifah Utsman, sehingga
muncullah kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam di antaranya
adalah Fustat (Kairo), Kufah, Basrah, dan Madinah.
Ia memotori para sahabat untuk membuat gerakan-gerakan pembrontakan, sahabat
yang terpancing oleh tipu daya muslihat Abdullah ibn Saba’ adalah: Abu Zar al-Ghiffari,
Ammar ibn Yasir`dan Abdullah ibn Mas’ud. Sebenarnya Abdullah ibn Saba’ telah cukup
lama menantikan moument ini, dimana situasi ini dapat menghancurkan Islam, yang
pertama-tama ia mempropaganda barisan pengikut Ali ibn Thalib.
Waktu itu barisan pengikut Ali selalu dimarjinalkan oleh pejabat-pejabat dari pihak
Utsman, isu-isu yang dilancarkan oleh Abdullah ibn Saba’ bagaikan gayung bersambut,
dan saat itu lahirlah golongan yang disebut denagn “Mazhab Whisayah”, Mazhab ini
mempunyai ideologi bahwa Alilah yang berhak menjadi Khalifah dan dia adalah orang
yang mendapat wasiat dari NAbi Muhammad SWA. Dan para penganut mazhab ini
sangat memuliakan Ali sebagaimana rasul menjulukinya sebagai “Pintu Ilmu”. Paham
tersebut sesuai dengan doktrin dan ideologi yang dibawa oleh Abdullah ibn Saba’ dan ia
menambahi paham itu dengan paham-paham yang dibawanya dari Persi yaitu paham
“Hak Ilahi”, aliran ini berasal dari Persi yang dibawa ke Yaman tempat kelahiran Abdullah
ibn Saba’ fase sebelum datangnya Islam. Menurut paham ini Ali-lah yang berhak sebagai
Khalifah tetapi Utsman mengambilnya dengan jalan pemaksaan.[29]
Abdullah bin Saba’ kemudian membuat propoganda yang hebat dalam bentuk
semboyan anti Bani Umayah, termasuk Utsman bin Affan. Seterusnya penduduk
setempat banyak yang termakan hasutan Abdullah bin Saba’. Sebagai akibatnya,
datanglah sejumlah besar (ribuan) penduduk daerah ke Madinah yang menuntut kepada
Khalifah, tuntutan dari banyak daerah ini tidak dikabulkan oleh khalifah, kecuali tuntutan
dari Mesir, yaitu agar Utsman memecat Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah, dan
menggantinya dengan Muhammad bin Abi Bakar.
Karena tuntutan orang mesir itu telah dikabulkan oleh khalifah, maka mereka
kembali ke Mesir, tetapi sebelum mereka kembali ke Mesir, mereka bertemu dengan
seseorang yang ternyata diketahui membawa surat yang mengatasnamakan Utsman bin
Affan. Isinya adalah perintah agar Gubernur Mesir yang lama yaitu Abdulah bin Abi sarah
membunuh Gubernur Muhammad Abi Bakar (Gubernur baru) Karena itu, mereka kembali
lagi ke Madinah untuk meminta tekad akan membunuh Khalifah karena merasa
dipermainkan.
Setelah surat diperiksa, terungkap bahwa yang membuat surat itu adalah Marwan
bin Hakam. Tetapi mereka melakukan pengepungan terhadap khalifah dan menuntut dua
hal :
1) Supaya Marwan bin Hakam diqishas (hukuman bunuh karena membunuh orang).
2) Supaya Khalifah Utsman meletakan jabatan sebagai Khalifah.
Kedua tuntutan yang pertama, karena Marwan baru berencana membunuh dan
belum benar-benar membunuh. Sedangkan tuntutan kedua, beliau berpegang pada
pesan Rasullulah SAW; “Bahwasanya engkau Utsman akan mengenakan baju
kebesaran. Apabila engkau telah mengenakan baju itu, janganlah engkau lepaskan”
Setelah mengetahui bahwa khalifah Utsman tidak mau mengabulkan tuntutan
mereka, maka mereka lanjutkan pengepungan atas beliau sampai empat puluh hari.
Situasi dari hari kehari semakin memburuk. Rumah beliau dijaga ketat oleh sahabat-
sahabat beliau, Ali bin Thalib, Zubair bin Awwam, Muhammad bin Thalhah, Hasan dan
Husein bin Ali bin Abu Thalib. Karena kelembutan dan kasih sayangnya, beliau
menanggapi pengepung-pengepung itu dengan sabar dan tutur kata yang santun.
Selain faktor dari luar tersebut (provokasi dari Ibnu Saba’), dalam internal
kekhalifahan Utsman bin Affan terdapat konfrontasi lama yang mencuat kembali.
Permasalahan tersebut semata-mata berupa persaingan yang di antara Bani Hasyim dan
Bani Umayyah. Sedangkan Utsman sendiri merupakan salah satu anggota dari keluarga
besar Bani Umayyah. Pada konteks sejarahnya, Bani Hasyim sejak dahulu berada di atas
Bani Umayyah terutama pada masalah-masalah perpolitikan orang-orang Quraisy.
Lemahnya karakter kepemimpinan Utsman menjadikan kekuatan dan kekuasaanya
semakin terancam. Artinya, pribadi Utsman bin Affan yang sederhana dan berhati lembut
membuat para pemberontak lebih leluasa dalam melakukan provokasi dan kerusuhan di
wilayah kekuasaan Islam. Sikap sederhana dan lemah lembut dalam ilmu politik
sebenarnya kurang relevan diterapkan, apalagi pada saat itu kondisi pemerintahan dalam
saat-saat kritis. Dan lagi-lagi pada beberapa kasus, Utsman bin Affan begitu mudah
memaafkan orang lain, meskipun pada kenyataannya orang tersebut adalah termasuk
kelompok yang memerangi dan sangat tidak suka dengan beliau, demikianlah karakter
kepemimpinan beliau.
Sebenarnya Rasulullah ketika beliau masih hidup telah mengabarkan akan adanya
fitnah tersebut. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan kepada beliau
dan para sahabat berulang-ulang bahwa akan terjadi fitnah yang akan menimpa Utsman
dan para sahabat beliau yang berada diatas kebenaran. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam mengisyaratkan untuk mengikuti beliau (Utsman) ketika terjadi fitnah.
Diantara yang shohih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang hal ini adalah
apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umari Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata
Rasulullah SAW menyebutkan adanya fitnah. Lalu ada seseorang yang lewat dan Nabi
berkata :”Orang yang memakai penutup muka ini akan terbunuh pada saat itu.” Abdullah
bin Umar mengatakan :”Aku melihat (orang tersebut) adalah Utsman bin Affan.”[30]
Ka’ab bin Murrah al-Bahziz meriwayatkan kisah yang serupa dengan yang diatas.
Beliau telah mendengar Rasulullah SAW menyebutkan tentang fitnah, lalu tiba-tiba
Utsman datang dalam keadaan memakai penutup muka dan beliau mengisyaratkan
kepada Utsman, seraya berkata :”Orang ini dan para sahabatnya di atas kebenaran dan
petunjuk.”
Baik kedua riwayat ini untuk satu kisah atau dua, semuanya mengabarkan bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan akan terbunuhnya Utsman Radhiyallahu
‘anhu dalam fitnah. Dan riwayat Ka’ab menambahkan bahwa beliau dan parasahabatnya
diatas kebenaran ketika terjadinya fitnah ini.
Diantara yang menunjukkkan bahwa Ka’ab ingin mengetahui lebih jelas siapa orang
yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka dia pun mendatangi orang
tersebut dan memegangi kedua pundaknya ternyata dia adalah Utsman bin Affan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyambutnya. Ka’ab mengatakan: Apakah ini orangnya ?
Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam berkata kepadanya : ya.[31]
Diantaranya pula apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairahz, yang demikian itu
ketika beliau meminta izin kepada Utsman pada waktu pengepungan (terhadap rumah
beliau) untuk berbicara kepada beliau. Ketika beliau mengizinkannya, beliau (Abu
Hurairah) berdiri dan memuji Allah kemudian berkata :”Sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda :”Sesungguhnya kalian akan menemui sepeninggalku fitnah
dan perselisihan. Salah seorang mengatakan :Apa yang kita lakukan, ya Rasulullah ?
Beliau menjawab, ”Wajib bagi kalian bersama al-Amin dan para sahabat-sahabat beliau”.
Dan beliau menunjuk kepada Utsman.[32]
Dan apa yang telah ditentukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang waktu
terjadinya fitnah tersebut, seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud dari Nabi
Shallallahu ‘alaihiwa Sallam, beliau bersabda :”Poros Islam berputarpada 35 atau 36 atau
37 ......”[33]
Dan Allah berkehendak hal itu terjadi padatahun 35 H dengan dinyalakannya fitnah
hingga terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu .
Telah diketahui, bahwa khalifah yang terbunuh dalam keadaan bersabar diatas
kebenaran dan pasrah untuk dibunuh adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Semua tanda-tanda menunjukkan bahwa khalifah yang dimaksud oleh hadits diatas
adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu .
Dalam hadits ini ada isyarat besar tentang pentingnya menyelamatkan diri dari
fitnah ini, baik secara fisik maupun maknawi. Adapun secara fisik ada pada waktu
terjadinya fitnah, dari menggerakkan, mengumpulkan (massa) dan membunuh serta
yang lainnya. Adapun secara maknawi, maka terjadi setelah fitnah dengan tenggelam
dalam kebatilan serta berbicara tanpa haq. Maka hadits ini umum untuk umat ini, dan
bukan khusus bagi yang hidup di zaman fitnah tersebut. Wallahu a’lam.
Diantara hadits-hadits yang telah dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
tentang terjadinya pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah apa yang
diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi
Shallallahu‘alaihi wa Sallam memerintahkan beliau untuk memberi kabar gembira kepada
Utsman dengan surga karena musibah yang akan menimpanya.[34]
Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada diatas gunung Uhud dan
bersama beliau Abu Bakar, Umar, Utsman. Maka gunung tersebut bergetar, lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :”Tenanglah(engkau) wahai Uhud, tidaklah yang
di atasmu melainkan seorang Nabi, shiddiq dan dua orang syahid.”[35]
Nabi dan Shiddiq sudah diketahui, dan tidak tersisa bagi Umar dan Utsman
melainkan sifat ketiga yaitu syahid. Inilah persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
yang amat jelas kepada Utsman Radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau akan terbunuh (syahid)
di jalan Allah. Dan persaksian ini terulang kembali dalam waktu yang lain dan di gunung
yang lain yaitu Hira’.
“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 137)
Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengatakan, “Wahai Utsman,
berbukalah bersama kami.” Ia lalu berkata, "Benar, wahai Rasulullah". Rasulullah berkata
lagi, "Mereka telah membuatmu lapar, wahai Utsman." Ia menjawab, "Benar, wahai
Rasulullah". Rasulullah kembali berkata,"Mereka mengepungmu, wahai Utsman". Ia
menjawab, "Benar, wahai Rasulullah". Rasulullah berkata, "Sukakah bila besok kamu
berpuasa, lalu berbuka di sisi kami?" Ia menjawab, "Mau, wahai Rasulullah". Ia kemudian
bangun dari tidurnya sambil tertawa.
Detik-detik akhir telah datang. Para pengacau mulai menyalakan api di pintu rumah
Utsman bin Affan. Para sahabat dan para pemuda kaum muslimin kemudian berdatangan
ke rumah Utsman bin Affan, sementara Utsman berteriak dan memanggil mereka, "Aku
bersumpah kepada kalian agar kalian kembali ke rumah kalian masing-masing dan tidak
menetap kecuali dua orang, yaitu Hasan bin Ali dan Abdullah bin Umar bin Khattab".
Para pengacau mulai mengerahkan daya dan upaya mereka untuk mencoba
memasuki rumah Utsman bin Affan. Istri Utsman kemudian mencoba untuk
menampakkan rambutnya kepada mereka, dengan harapan jika melihat rambutnya yang
terbuka, mereka pun tidak akan masuk. Akan tetapi Utsman bin Affan melarangnya.
Para pengacau kemudian masuk menemui Utsman yang sedang membaca Al-
Qur'an dan ketika itu sedang berpuasa. Ia membaca firman Allah SWT dari Surah Al-
Baqarah,
C. Penutup
Khulafa ar-Rasyidin yang ketiga Utsman bin Affan memiliki ciri khusus mulai dari
kepribadian yang dikenal orang sebagai seorang yang pemalu tapi bukan berarti lemah
namun tetap semangat terbukti dengan beberapa prestasi yang dikhususkan dari khalifah
sebelumnya maupun sesudahnya, antara lain telihat dari keberanian dalam menjadikan
standarisasi bacaan Al Qur`an. Dan tetap melanjutkan perluasan daerah keberbagai tempat
yang sebelumnya dikuasai oleh kekuasaan besar yaitu Romawi dan Persia.
Namun semua kebaikan yang dilakukan terkadang masih disalah artikan oleh
beberapa kalangan, hal ini tak terlepas dari perseteruan politik dari pihak yang sejak awal
pengangkatan khalifah Utsman menginginkan Ali yang seharusnya layak menggantikan
Umar. Masih menjadi tanda tanya siapa gerangan dibalik semua makar besar yang berakhir
dengan pembunuhan Utsman, banyak kalangan ahli sejarah mengatakan seorang yang
dahulunya beragama Yahudi bernama Abdullah bin Saba` yang berada dibalik semua ini.
Dalam pemerintahan khalifah Utsman bin Affan terdapat Isu nepotisme. Namun isu
nepotisme Utsman tersebut terbukti tidak benar. Sebab secara kuantitas jumlah pejabat
negara keluarga Utsman dibandingkan dengan yang bukan familinya jelas bukan
mayoritas. Tuduhan nepotisme tersebut setidaknya hanya didasarkan kepada 6 perkara di
atas. Sementara jumlah pejabat publik diluar anggota keluarga tersebut adalah mayoritas,
masing-masing tindakan Utsman telah memiliki rasionalisasi berdasarkan kebutuhan
zaman yang terjadi serta mewakili kebijakan yang seharusnya diambil. Sementara itu
kegagalan pemerintahan Utsman lebih banyak disebabkan faktor stamina dan kondisi
kesehatan beliau. Pada saat diangkat Utsman telah berusia 70 tahun sehingga kurang
leluasa memerintah mengingat kondisi tubuhnya tersebut sehingga pada masa akhir
pemerintahannya beberapa hal kurang dapat diatasi secara memuaskan.
Fitnah besar yang menimpa khalifah Utsman bin Affan ini sebenarnya pernah
dikabarkan oleh Rasulullah SAW semasa beliau masih hidup kepada para sabahat, dan
memang terbukti terjadi. Fitnah tersebut berdampak besar,
menyebabkan perpecahan dikalangan umat Muslim hingga menyebabkan terbunuhnya
Utsman bin Affan. Dibalik itu cobaan besar yang menimpanya Allah telah menjanjikan
kepada Utsman bin Affan surga sebagaimana yang kabarkan Rasulullah SAW.
Sejarah Utsman bin Affan sangat banyak meninggalkan tanda tanya, yang
dikemudian hari pada pemerintahan khalifah setelahnya menjadi sumber dari fitnah
diantara sahabat-sahabat senior. Pelajaran ini sangat berharga mengingat perpecaahan
dalam tubuh umat Islam generasi awal tidak lepas dari propaganda-propaganda yang tidak
menginginkan uamt Islam tetap dalam kejayaan. Wallahu `Alam bishawab
Daftar Pustaka
Buku SKI kelas 10