Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG KHALIFAH USMAN BIN AFFAN

BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Musfah Usman merupakan kado terbesar yang dipersembahkan oleh Usman bin
Affan, Khalifah ke-3, bagi ummat Islam. Kalaulah jasa Abu Bakar mengenai al-Qur’an
adalah ketika ia mengumpulkannya atas usul Umar bin Khattab karena dikahawatirkan
akan banyak yang hilang setelah para sahabat pengahafal Qur’an banyak yang wafat dan
syahid di medan perang, maka Usman membuat langkah penting
mengenai qiraat(pembacaan) al-Qur’an.

Setelah Islam tersebar semakin luas, ternyata orang-orang membaca al-Qur’an denga cara
mereka masing-masing dan berbeda satu dengan yang lainnya, disana sini sering terjadi
perdebatan sekitar qira’at. Bahkan perdebatan yang terjadi menjurus kearah perpecahan dan
pertikaian antar kelompok. Pada saat itu Usman sebagai Khalifah memandang ini sebagai suatu
yang berbahaya dan mengancam integritas ummat, memangil para ahli kemudian
bermusyawarah mencari jalan keluar terbaik.
Setelah bermusyawarah dengan para ahli, Usman kemudian mengambil langkah
penyatuan qira’at, langkah inilah yang kemudian menghasilkan Mushaf Usman dan yang dipakai
umat Islam diseluruh dunia hingga sekarang.
Usman merupakan sosok sahabat yang sangat dekat dengan Nabi, beliau termasuk salah
seorang yang memeluk Islam awal. Setelah terpilih dan dibaiat menjadi khalifah, ia segera
melakukan berbagai kebijakan dalam rangka melanjutkan perjuang menegakkan daulah Islam
sebagai kelanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh dua khalifah sebelumnya.
Ketika menjabat khalifah Usman banyak mendapatkan pujian atas berbagai prestasi yang
diraihnya, akan tetapi is juga banyak mendaptkan cacian karena kebijakannya yang bertentangan
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh khalifah sebelumnya. Terutama ia banyak
mengangkat keluarganya menjadi pejabat di berbagai daerah,sehingga ia dianggap sebagai
khalifah yang lebih mengutamakan keluarga dan kurang melihat kemampuan yang dimiliki oleh
sahabat yang lainnya. Sehingga banyak terjadi pergolakan yang mewarnai masa
pemerintahannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas penulis kemudian akan memfokuskan pembahasan pada
permasalahan:
1. Apa indikasi terjadinya praktek nepotisme di masas pemerintahan Usman?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya pemberontakan di masa Usman?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Usman Bin Affan (576-656)
1. Kelahiran dan Sebab ia Masuk Islam
Nama lengkapnya Usman bin Affan bin Abi ‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syamsi bin
Abdu Manaf bin Qashy al-Qurasy. Ia dilahirkan di Mekkah pada tahun 576 M. tahun
keenam tahun Gajah. Ia enam tahun lebih muda dari nabi Muhammad SAW. Silsilah
keluarga Usman dan keluarga Muhammad SAW bertemu pada Abdu Manaf.[1] Di
masa kanak-kanak dan masa remaja ia hidup berkecukupan sebagaimana orang-
orang Kuraisy pada umumnya, khususnya Banu Umayyah. Sebalum masuk Islam
Usman merupakan seorang yang kaya, pedagang besar dan terpandang. Sesudah
Muhammad diproklamirkan sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, ia termasuk
orang yang mula-mula memperyacai risalah Muhammad dan masuk Islam. Ia
memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar as-Shiddiq.[2]
Ada beberapa sumber yang menerangkan tentang sebab-sebab keIslaman Usman. Diantaranya
Ibnu Hasyim menyebutkan bahwa sesudah Abu Bakar masuk Islam, orang-orang dari
masyarakatnya sendiri yang mempercayainya dan yang suka mengunjunginya dan duduk-duduk
dengan dia, diajaknya beriman kepada Allah dan masuk Islam. Diantara sahabat yang diajaknya
yaitu Usman bin Affan, Zubair bin Awwam dan Talhah bin ‘Ubaidillah. Oleh Abu Bakar mereka
yang sudah memenuhi ajakannya tersebut diajak untuk menemui Rasulullah dan menyatakan
masuk Islam.[3]
Sumber lain Ibn Sa’d menerangkan bahwa Usman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah pergi
mengikuti Zubair bin Awwam menemui Rasulullah SAW. Ia menawarkan Islam kepada
keduanya dan membacakan beberapa ayat Qur’an serta memberitahukan kepada mereka tentang
ketentuan-ketentuan Islam dan menjanjikan kemuliaan Allah bagi mereka. Usman dan Talhah
kemudian beriman dan masuk Islam.[4]
2. Perawakan dan Sifatnya
Usman tergolong orang yang terpandang karena ia termasuk golongan pedagang yang kaya
serta dermawan. Pada perang Tabuk melawan kerajaan Bizantium, Usman pernah
memberikan sepertiga dari kekayannya untuk kepentingan kaum muslimin.[5] Ketika beliau
dibaiat menjadi khalifah sepeninggal Umar bin Khattab, pada saat itu umur Usman telah
mencapai 70 tahun. Menurut beberapa catatan Usman berperawakan sedang, tidak tinggi dan
tidak pendek, berwajah tampan, berkulit cerah dengan warna sawo matang.[6] Janggutnya
lebat dengan tulang-tulang persendian yang besar. Ia senantiasa mengenakan pakaian yang
indah, bagus dan bermutu tinggi karena ia memang salah seorang Arab Kuraisy yang kaya
pada waktu itu.[7]
Sifat yang paling menonjol dari seorang Usman adalah dia sangat pemalu. Dalam sebuah riwayat
disebutkan:
‫ ح=د ثن=ا‬,‫ ح=د ثن=ا أب=و معم=ر‬,‫ حد ثن=ا عم=ر بن أي=وب‬,‫حد ثنا محمد بن على جيش‬
‫ ق==ال رس==ول هللا ص==لى‬:‫ عن ابن عمر ق==ال‬,‫ عن نافع‬,‫ عن الكوثر بن حكيم‬,‫هشيم‬
]8[‫ أشد أمتى حياء عثمان ابن عفان‬:‫هللا عليه وسلم‬
Dalam riwayat di atas disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW. telah bersabda yang artinya :
“diantara ummatku yang paling pemalu adalah Usman bin Affan”.

Rasa malu yang Usman miliki semakin bertambah pada waktu ia dilihat oleh orang lain.
Sehingga terkadang sifat pemalunya itu membuat orang lain juga malu kepadanya. Bersumber
dari Aisyah Ummulmukminin disebutkan: bahwa ketika Rasulullah sedang duduk-duduk dan
pahanya terbuka, Abu Bakar meminta izin akan masuk diizinkan tanpa mengubah posisi
duduknya, ketika Umar datang meminta izin Nabi pun mengizinkan tanpa merubah posisi
duduknya. Tetapi ketika Usman meminta izin, maka Nabi segera merubah posisi duduk beliau
dan memperbaiki pakaiannya. Sesudah ketiganya pergi Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah, Anda
mengizinkan Abu Bakar dan Umar masuk dengan keadaan anda tetap begitu, tetapi ketika
Usman yang meminta izin Anda menurunkan pakaian anda”. Rasulullah menjawab kepada
Aisyah, Ya Aisyah:

]9[‫ أال أستحى من رجل تستحى منه المال ئكة‬:‫يا عائشة‬


“Tidakah aku malu kepada seseorang yang malaikat pun malu terhadapnya”

Karena sifat pemalu itulah Usman takut berbicara. Dikisahkan bahwa diantra sekian
sahabat Rasulullah tak ada seorang pun yang cara bicaranya lebih baik dan lebih sempurna
daripada Usman. Hanya saja ia takut (baca: berhati-hati) untuk berbicara. Karena takutnya
berbicara ini ia segan berdialog dan berdebat berpanjang-panjang. Kalau ia sudah mengambil
sebuah keputusan ia gigih mempertahankan dan tidak mudah menyerah.[10]
Usman adalah orang yang sangat jujur, dermawan dan murah hati. Dia berasal dari
keluarga Banu Umayyah, kalangan suku Kuraisy yang terbanyak jumlah dan yang terkuat. Tetapi
keenggananya berbicara yang terbawa oleh perasaan malu membuatnya menjadi sangat lemah
lembut. Kedermawanan dan kelembutannya membuat ia disenangi banyak orang. Di samping itu
karena percaya diri dan rasa bangga kepada kerabat, ia sangat dihormati dan dihargai. Usman
memiliki tulisan tangan yang indah. Oleh karenanya Rasulullah menunjuk ia menjadi salah
seorang penulis wahyu.[11]

B. Kekhalifaan Usman bin Affan


1. Pembentukan Majelis Syura dan Pelantikan Usman
Diawal-awal masa Nabi menyerukan Islam, semenanjung Arab terbagi di antara kabilah-
kabilah yang masing-masing berdiri sendiri, dengan penduduk yang selalu dalam konflik
dan pertentangan. Sebagian besar daerah itu berada di bawah kekuasaan Persia atau
pengaruh Rumawi. Sesudah Rasulullah wafat, setelah dua puluh tiga tahun kerasulannya,
pengaruh Persia dan Rumawi di semenanjung Arab sudah menyusut. Kabilah-kabilah
Arab mulai berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam. Tetapi tak lama
kemudian mulai muncul gejala-gejala kemurtadan dan perpecahan di sebagian kabilah
Arab.
Ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah, ia memerangi orang-orang Arab yang murtad dari
Islam sampai mereka kembali kepada Islam. Setelah itu kesatuan agama dan politik bisa kembali
tertib. Ketika itulah Abu Bakar mulai merintis berdirinya kedaulatan Islam. Tetapi ajal tak dapt
ditunda untuk menyelesaikan rencana yang sudah dimulainya itu.[12]
Sepeninggal Abu Bakar, Umar dibaiat menjadi khalifah berikutnya dan ia mulai
meneruskan kebijakan Abu Bakar. Kedaulatan Islam di masa Umar membentang luas ke
Tiongkok di Timur sampai ke seberang Barkah di Barat. Dari laut Kaspia di utara sampai ke
Nubia di selatan, yang mencakup juga Persia, Irak, Syam dan Mesir. Dengan demikian,
kedaulatan Arab telah merangkul bangsa-bangsa dengan segala unsur budayanya yang sangat
beragam.
Setelah Umar terbunuh, di negeri Arab sendiri timbul suatu gejala yang agaknya tak akan
terjadi kalau tidak karena berdirinya kedaulatan Islam. Sejak Umar ditikam oleh Abu lu’lu’ah
kaum muslimin dicekam oleh rasa ketakutan, khawatir akan nasib mereka sendiri kelak. Terpikir
oleh mereka siapa yang menggantikan Umar jika dengan takdir Allah dia meninggal. Beberapa
orang kemudian membicarakan masalah ini kepada umar yang waktu itu sedang sakit, mereka
meminta Umar untuk mencalonkan penggantinya kelak.
Pada mulanya Umar masih ragu, tetapi sesudah dikipirkan bahwa kalau dibiarkan
persoalan pemilihan khalifah penggantinya akan menjadi penyebab perpecahan ummat dan
keadaan akan menjadi kacau. Dalam peperangan melawan Persia dan Rumawi semua kabilah
Arab sudah ikut serta dalam perang tersebut sehingga setiap kabilah mengaku dirinya sama
dengan kaum Muhajirin dan Anshar, sehingga mereka berhak memilih khalifah. Bahkan di
antara mereka ada yang mengaku berhak mencalonkan pimpinannya sebagai khalifah. Jika
Umar tidak memberikan pendapat, pengakuan seperti itu akan sangat membahayakan kedaulatan
yang beru ia ciptakan di tanah Arab.
Karenanya , umar segera membentuk Majelis Syura yang terdiri dari dari enam orang
dengan tugas memilih di antara mereka seorang khalifah sesudahnya. Adapun keenam orang
tersebut Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, Abdur-
Rahman bin Auf dan Sa’d bin Abi Waqqas. Setelah menyebut nama-nama mereka kemudian
Uamr berkata: “Tak ada orang lebih berhak dalam hal ini daripada mereka itu; Rasulullah SAW.
Wafat sudah merasa puas dengan mereka. Siapapun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya”.
[13]
Dari keenam orang yang dipilih oleh Umar sebagai anggota Majelis Syura tak
seorangpun diantara mereka terdapat orang Anshar dari Madinah atau dari kabilah-kabilah Arab
yang lain. Semua mereka dari kaum Muhajirin dan Kuraisy. Sungguhpun begitu dari pihak
Anshar dan orang-orang Arab yang berdatangan ke Medinah sepulang menunaikan ibadah haji,
tak seorang pun ada yang marah, memproters pemilihan Umar itu. Keadaan tetap demikian
sampai akhirnya Umar meninggal dunia, sampai khalifah penggantinya dibaiat. Rasa puas pihak
Anshar dan orang-orang Arab lainnya atas pilihan Umar terhadap keenam orang itu
mengingatakan kita pada peristiwa Saqifah Banu Sa’idah setelah Nabi wafat dan jasadnya masih
dirumah dan belum dikebumikan.[14]
Anggota Majelis Syura langsung mengadakan pertemuan begitu mereka ditunjuk. Tugas
mereka sangatlah berat yaitu memilih dan menentukan salah seorang diantara mereka yang kelak
menjadi khalifah sepeninggal Umar. Dalam proses musyawarah, diriwayatkan dari enam orang
yang terpilih sebagai anggota Majelis Syura kemudian mengerucut menjadi tiga orang yaitu
Abdur-Rahman bin Auf, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Kemudian Abdur-Rahman bin
Auf mengudurkan diri dari pencalonan karena sadar bahwa Usman dan Ali adalah calon utama
yang harus bersaing. Akhirnya Majelis Syura hanya menyisahkan dua calon tersisa Usman dan
Ali.[15]
Abdur-Rahman bin Auf yang melepaskan pencalonannya, maka kemudian hak memilih
salah seorang diantara Usman ataukah Ali kini berada ditangannya. Dalam prosesnya kemudian
Abdur-Rahman bin Auf akhirnya membaiat Usman bersama orang-orang di dalam mesjid yang
hadir pada waktu itu.[16]
2. Pemerintahan Usman dan Munculnya Benih Nepotisme.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Perjalanann roda pemerintahan
tahun-tahun pertama dilaksanakan oleh Usman sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditempuh
oleh pendahulunya. Suatu pesan yang disampaikan Umar bin Khattab kepada Usman adalah
bahwa wali-wali (gubernur) yang diangkat oleh Umar selama jangka waktu setahun jangan
dimutasikan.[17] Pesan ini didasarkan atas kekhawatiran akan terjadinya kegoncangan dan
gangguan stabilitas keamanan dan ketentraman bagi khalifah sendiri.
Berdasarkan pertimbangan yang matang terhadap pesan Umar bin Khattab, Usman tetap
mengukuhkan gubernur untuk wilayah, Mesir, Syam (Suriah), Irak yang di dalamnya termasuk
daerah-daerah Azarbaijan, Armenia, dan beberapa daerah lain yang berpusat di kota Kufah dan
Iran yang di dalamnya tercakup daerah Khurasan dengan Basra sebagai pusat pemerintahannya.
[18]
Dibiarkannya Nafi’ bin Abdul Haris al-Khuza’I untuk Mekkah, Sufyan bin Abdullah as-Saqafi
untuk Ta’if, Ya’la bin Mu’yam untuk San’a, Usman bin Abi al-As as-Saqafi untuk Bahrain dan
sekitarnya, Mughirah bin Syu’bah untuk Kufah, Abu Musa al-Asy’ari untuk Basrah, Mu’awiyah
bin Abi Sufyan untuk Damsyik, Umar bin Sa’d untuk Hims, Amr bin al-As untuk Mesir dan
Abdullah bin Rabi’ah untuk Janad.[19]
Setelah satu tahun berlalu, pesan yang disampaikan Umar bin Khattab dipatuuhi dan dilaksankan
oleh Usman, selanjutnya ia mulai mengubah kebijaksanaannya dengan memutasikan hampir
semua pejabat yang telah dikukuhkan sebelumnya. Adapun pejabat baru yang diangkat untuk
menggantikan pejabat yang lama berasal dari kaum keluarganya dari kalangan Bani Umayyah.
Kebijaksanaan itu mengantarkan Usman bin Affan ke suatu pisisi yang tidak menguntungkan,
baik bagi dirinya maupun bagi kepentingan pemerintahan Islam.[20]
Pengangkatan beberapa pejabat yang berasal dari kaum keluarganya telah menimbulkan reaksi
negative dari masyarakat di beberapa wilayah. Reaksi tersebut tak dapat dibendung khalifah dan
pemerintahan pusat di Medinah. Satu hal yang belum pernah terjadi pada masa dua khalifah
sebelumnya adalah bahwasanya Usman bin Affan lebih banyak dipengaruhi kaum keluarganya,
khususnya Marwan bin Hakam yang diangkatnya sebagai sekretaris negara. Marwanlah pada
dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.
[21] Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman
laksana boneka dihadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah
terhadap keluarganya.
Sejak diangkat sebagai sebagai pejabat Negara semacam menteri sekretaris Negara yang
mengepalai ad-Dawawin (beberapa dewan), pengaruh Marwan bin Hakam terhadap
kebijaksanaan khalifah makin lama makin besar. Pada akhirnya dialah yang menjadi motor
penggerak dan pemegang kakuasaan. Sebagai akibat dari kepercayaan besar yang diberikan
khalifah kepada Marwan, muncullah kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan yang
didominasi oleh rasa kekeluargaan. Kenyataan ini tampak pada pengangkatan keluarga sendiri
untuk menduduki jabatan tinggi di setiap wilayah serta pengawasan yang longgar terhadap sikap
hidup mewah dikalangan para keluarga Marwan bin Hakam dan keluarga khlifah sendiri.
[22] Hal inilah yang melahirkan berbagai ketidak senangan beberapa kelompok terhadap
khalifah dan keluarganya.
3. Prestasi Khalifah Usman
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan tercatat ada beberapa prestasi yang sangat
berharga baik bagi pemerintahan Islam maupun bagi kaum muslimin pada umumnya,
diantaranya:
a. Ekspansi / perluasan daulah Islamiyah pada masa Usman telah mencapai daerah yang belum
dapat ibebaskan pada masa Umar bin Khattab.
b. Pembentukan armada laut pertama dalam sejarah islam. Pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab, Mu’awiyah sudah mengusulkan agar khalifah bias membuat armada laut pasukan
muslim. Usulan Mu’awiyah tersebut baru bias terwujud dan dipergunakan untuk melakukan
ekspansi melalui jalur laut.[23]
c. Membangun kembali Masjid Nabawi di Medinah dengan bentuk baru. Sesudah kekhalifaan
beralih ketangannya, maka yang pertama yang disampaikannya kepada kaum muslimin di
Medinah ialah rencana memperluas mesjid. Tidak saja diperluas, mesjid Nabawi dibangun
kembali dengan menggunakan bahan-bahan yang baik tapi juga mesjid diperindah dengan
berbagai ornamen. Usman melengkapi Mesjid Nabi itu dengan lambing dan symbol
kewibawaan, sebab kini sudah menjadi pusat pemerintahan.[24]
d. Usaha penyeragaman dalam bacaan Qur’an. Sebuah langkah yang berani ditunjukkan oleh
Usman mengumpulkan orang-orang untuk menyeragamkan bacaan Qur-an. Ketika itu
Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan muslimin yang lain terlibat dalam perang di
Armenia dan Azarbaijan, pada tahun ketiga kekhalifaan Usman. Dalam perang itu banyak
orang Syam yang membaca menurut bacaab Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda, jamaah
dari Irak membaca menurut bacaan Ibnu Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari. Yang lain, orang-
orang yang baru masuk Islam lebih menyukai bacaan Zaid bi Sabit. Dalam mengutamakan
bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah melampaui batas sehingga timbul perselisihan
yang membuat mereka tercerai berai.[25]
Usman melihat ini sebagai suatu yang berbahaya. Ia mengumpulkan beberapa orang
untuk membicarakan masalah ini. Usman kemudian berkata: Menurut hemat saya orang harus
sepakat dengan hanya ada satu macam bacaan. Kalau sekarang kita berselisih, maka perselisihan
generasi setelah kita akan lebih parah lagi.”[26] Inilah awal mula pengumpulan Mushaf Usman
dan penyeragamannya dalam bacaan Qur’an.
Sesudah usaha penyeragaman dan penulisan selesai yng didasarkan pada satu macam
bacaan, Usman memerintahkan untuk mengirim satu mushaf ke Syam, satu untuk Mesir, Sabuah
Mushaf untuk Basrah, satu mushaf untuk Kufah, ke Mekkah dan juga ke Yaman satu buah
mushaf. Satu mushaf lagi ditinggalkan di Medinah. Umat sudah puas dengan semua mushaf ini,
dan orang menamakannya Mushaf Usman.[27] Sebab ditulis atas perintah Usman, kendati tidak
ditulis dengan tangannya sendiri.
4. Lahirnya Berbagai Pemberontakan dan Terbunuhnya Usman.
Enam tahun pertama pemerintahan Usman merupakan masa-masa keemasan dan kejaan,
berbagai prestasi diraih oleh khalifah. Enam tahun kedua merupakan masa-masa yang sulit
dan penuh tantangan bagi kekhalifaan Usman. Mulai muncul usaha merongrong pemerintah
dari berbgai pihak. Salah satu penyababnya ialah kebijksanaan pemerintah yang dinilai tidak
benar dan lebih menguntungkan keluarga khalifah sendiri.
Diantara penyebab munculnya reaksi negatif terhadap pemerintahan Usman yang berpotensi
menimbulkan pemberontakan ialah:
a. Ketidakpuasan Banu Hasyim atas kekhalifaan Usman. Persaingan antara Banu Hasyim
dengan Banu Umaayah sedah berlangsung sejak seratus tahun sebelum kedatangan
Rasulullah, dan semakin menjadi-jadi pada persaingan antara Usman bin Affan (wakil Banu
Umayyah) dengan Ali bin Abi Thalib (wakil Banu Hasyim) pada pemilihan khalifah
pengganti Umar bin Affan. Ketika Usman dibaiat timbul kekecewaan dari pihak Banu
Hasyim. Menurut Banu Hasyim setelah Rasulullah meninggal, Banu Hasyim merasa
merekalah yang lebih layak dan pantas menggantikan Beliau, karena merekalah yang
merupakan ahlu bait yang berhak menjadi ahli waris Nabi.[28]
b. Ketidakpuasan orang-orang Arab atas dominasi Kuraisy. Ketidaksenangan kabilah-kabilah
Arab di luar Kuraisy atas kekuasaan Usman (Kuraisy) berdampak dalam pemerintahan
Usman. Kaum Muhajirin dan Ansar serta kaum veteran pembebasan yang telah meniggalkan
Mekah dan Medinah sudah menetap di Syam. Mereka yang meninggalkan Yaman dan Najd
atau kabilah-kabilah Arab yang lain di selatan dan timur Semenanjung Arab pergi ke Irak dan
menetap disana. Tatkala para penanggung jawab di masa ketiga Khalifah yang mula-mula itu
dari tokoh-tokoh Mekah dan Medinah, yang lain telah pula mulai bertanya: apa kelebihan
orang Kuraisy atas kita, padahal andil mereka tidaklah lebih besar dari kita dalam pembebasan
dan dalam pembentukan Kedaulatan Islam.[29]
c. Perasaan adanya superioritas dan dominasi Arab terhadap bangsa yang lain, dalam hal ini
datang dari orang-orang Persia, Yahudi dan Nasrani. Dua puluh tahun sebelum kedatanagn
Rasulullah bangsa Arab tak punya kekuasaan apa-apa dan telah menjelma menjadi sebuah
kekuatan yang sangat besar, yang merongrong dan merebut semua kekuasaan yang mereka
miliki.[30]
d. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Usman. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketika
pemerintahan khalifah Usman sudah berjalan ada beberapa kebijakan yang dilakukan Usman
yang menimbulkan ketidaksenangan masyarakat khalifah. Usman mengganti beberapa pejabat
yang sudah ada dengan pejabat baru yang merupakan keluarga dan kerabat Usman.
Puncaknya ketika Marwan bin Hakam yang diangkatnya sebagai sekretaris negara.
Pada awalnya reakasi atas kebijaksanaan pemerintahan Usman hanya dalam bentuk
pembicaraan-pembicaraan sekelompok masyarakat yang merasa tidak puas. Walaupun
demikian keadaan ini dari waktu ke waktu betambah besar wujudnya. Akhirnya, reaksi
ketidaksenangan terhadap pemerintahan Usman bin Affan menjadi nyata dan berkobar di
setiap daerah.
Adapun reaksi yang bersifat terbuka bermula di Irak pada tahun 30H. Reaksi ini
ditujukan kepada panglima Wahid bin Uqbah, gubernur wilayah Irak, Azarbaijan dan
Armenia. Peristiwa ini diawali oleh dijatuhinya hukum mati terhadap tiga pemuda yang
membunuh Ibnu Haisuman al-Khuzai. Hukuman mati tersebut telah mengundang kemarahan
Bani Azad, keluarga pemuda yang dihukum, terhadap Walid bin Uqbah.[31]
Sebagaimana di Irak, di Medinah juga timbul pergolakan sebagai akibat
munculnya pemberitaan bahwa Khalifah Usman mundur dari kursi pemerintahan dan akan
digantikan akan digantikan oleh Marwan bin Hakam. Berita ini menimbulkan reaksi dsn
tanggapan kurang senang dari setiap wilayah, sehingga muncullah suasana yang tak
terkedadlikan, kecuali diwilayah Suriah yang diperintah oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan.[32]
Pada tahun 35H. berangkatlah sekitar 500 orang dari Mesir menuju Mekkah dengan dalih
menunaikan ibadah haji. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah mengepung pusat
pemerintahann dan memaksa Khalifah untuk melepaskan jabatannya. Beriringan dengan
rombongan tersebut, berangkat pula sebuah gerakan dari Kufah dengan jumlah anggota yang
di bawah pimpinan Asham Amiri dan dari Basrah dengan jumlah yang sama pula. Tujuan
kedua rombongan ini sama dengan rombongan Mesir, yakni penyerangan terhadap Khalifah.
[33]
Keadaan semacam ini memaksa Usman bin Affan mengambil tindakan tegas. Akan tetapi
tindakan tersebut mendapat perlawanan pula dari pihak pemberontak. Rombongan dari Mesir
mendapat dukungan dari sebagian besar masyarakat muslim yang datang dari Kufah dan
Basrah.
Tuntutan pemberontak yang datang dari Mesir di bawah pimpinan Muhammad bin Abu
Bakar as-Shiddiq membuat keadaan tidak menentu. Mereka menuntuk khalifah unruk
menyerahkan Marwan bin Hakam atau Khalifah mundur dari jabatannya. Satu tuntutanpun
tidak mendapat tanggapan dari Khalifah. Pemberontak kemudian mengepung rumah Usman
dan terus melakukan terror terhadapnya. Disebutkan bahwa pengepungan tersebut
berlangsung hingga empat puluh hari.[34]
Akhirnya terjadilah suatu peristiwa dan tragedi yang memilukan dalam sejarah Islam tepatnya
pada hari Jum’at 18 Zulhijjah tahun 35H. Usman bin Affan terbunuh di tangan pemberontak
yang datang dari Mesir.[35]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penejelasan tersebut diatas penulis menyimpulkan:
1. Indikasi terjadinya tindak nepotisme dalam pemerintahan Usman bin Affan ialah
ketika ia mengganti beberapa gubernur yang telah diangkat pada masa pemerintahan
Umar bin Affan dengan pejabat baru yang merupakan keluarga dan orang terdekat
Usman. Dan puncaknya ketika ia mengkat Marwan bin Hakam yang diangkatnya
sebagai sekretaris negara.
2. Diantara penyebab timbulnya pemberontakan dimasa Kkalifah Usman bin Affan yaitu:
a. Ketidakpuasan Banu Hasyim atas kekhalifaan Usman
b. Ketidakpuasan orang-orang Arab atas dominasi Kuraisy.
c. Perasaan adanya superioritas dan dominasi Arab terhadap bangsa yang lain, dalam hal
ini datang dari orang-orang Persia, Yahudi dan Nasrani.
d. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Usman. Khususnya disebabkan Usman
mengangkat beberapa pejabat yang merupakan keluarga dan orang dekatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Islam Dari Masa ke Masa, Bandung: CV Rusyda, 1987.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.

Az-Fahami, Imam al-Hafids Abi Nuaim Ahmad bin Abdullah, Hilyah al-Auliya wa Tabaqatul as-Fhiya,
Bairut: Darul Qutub, 2002

Haikal, Muhammad Husain, Usman bin Affan, terj. Ali Audah Usman bin Affan,Jakarta: Litera
AntarNusa, 2007

Hasan, Abdillah F., Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, Surabaya: Jawara, 2004

Khalid, Khalid Muhammad, Khulafa ar-Rasul, Bairut: Daar Tsabit, 1997

-------------------------------, Men Around the Messenger, Kuala Lumpur: Islammic Book Trust, 2005

An-Najar, Abdul Wahab, Al-Khulafaur Rasidun, Bairut: Darul Qutub, 1987.

As-Salus, Ali Ahmad, Imamah dan Khilafah, terj. Asmuni Salihin Zamaksyari, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001

As-Suyuti, Jalaluddin, Tarikh Islam, Bairut: Darul Qutub al-Ilmiyah.


[1] Abdul Wahab an-Najar, Al-Khulafaur Rasidun, Bairut: Darul Qutub, 1987, h., 243

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001,
h.,141.

[3] Muhammad Husain Haikal, Usman bin Affan, terj. Ali Audah Usman bin Affan, Jakarta: Litera
AntarNusa, 2007, h.,35

[4] Ibid.

[5] Abdillah F. Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, Surabaya: Jawara, 2004, h., 83.

[6] Jalaluddin as-Suyuti, Tarikh Islam, Bairut: Darul Qutub al-Ilmiyah, h., 119.

[7] Muhammad Husain Haikal, op.cit., h., 33.

[8] Imam al-Hafids Abi Nuaim Ahmad bin Abdullah az-Fahami, Hilyah al-Auliya wa Tabaqatul as-Fhiya,
Bairut: Darul Qutub, 2002, h., 92.

[9] Khalid Muhammad Khalid, Khulafa ar-Rasul, Bairut: Daar Tsabit, 1997, h.,234.

[10] Muhammad Husain Haikal, op.cit., h.,34.

[11] Khalid Muhammad Khalid, Men Around the Messenger, Kuala Lumpur: Islammic Book Trust, 2005,
h., 29.

[12] Muhammad Husain Haikal, op. cit., h., 1

[13] Ibid., h., 3.

[14] Ibid., h., 4.

[15]. Ali Ahmad as-Salus, Imamah dan Khilafah, terj. Asmuni Salihin Zamaksyari, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, h., 28.

[16] Muhammad Husain Haekal, op. cit., h., 28.

[17] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h.,142.

[18] Ibid.

[19] Muhammad Husain Haikal, op. cit., h. 53.

[20] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, loc. cit.

[21] Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa, Bandung: CV Rusyda, 1987, h., 87.

[22] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h.,143

[23] Muhammad Husain Haikal, op. cit., h., 82-83

[24] Ibid., h., 121-122

[25] Ibid. h., 125.

[26] Ibid.

[27] Khalid Muhammad Khalid, op. cit., h., 274.

[28] Muhammad Husain Haikal, op. cit., h.,114

[29] Ibid., h., 115

[30] Ibid.

[31] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h., 143

[32] Ibid.

[33] Ibid.
[34] Muhammad Husain Haikal, op. cit., h., 142

[35] Ibid. h., 144

Anda mungkin juga menyukai