Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL

“ Khalifah Usman Bin Affan ”

Disusun untuk memenuhi Tugas Remidi Sejarah Kebudayaan Islam


Tahun Pelajaran 2014 – 2015

Disusun oleh :

Nama : Muchlis Zulfindardi


No.Absen : 24
Kelas : X IPA 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI LUMAJANG


Jl. Citandui No. 75 Lumajang
TAHUN AJARAN 2014 – 2015
 Biografi Usman Bin Affan

Usman bin Affan enam tahun lebih muda dari pada Nabi. Kabilahnya Bani
Umayyah, merupakan kabilah Quraisy yang dihormati karena kekayaannya. Kekayaan
tersebut mereka peroleh dari usaha perdagangan. Keluarga Usman juga kaya raya.
Pada usia remaja, Usman sudah mulai menjalankan usaha dagangnya ke berbagai
negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat nabi dan sebagai teman dagang. Lewat Abu
Bakar inilah Usman masuk Islam.
Akhirnya Usman menerima ajakan Rasulullah memeluk Islam tanpa
ragu.Tidak berapa lama, Usman menikah dengan Ruqayah, putri Rasululah Saw.
Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh salah seorang pamannya
dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali ke pangkuan agama nenek
moyang.
Selain sifatnya lemah lembut dan tutur katanya halus, Usman seorang laki –
laki pemalu. Suatu ketika, Rasulullah bersabda: “Hai umatku yang paling malu adalah
Usman bin Affan”. Karena kelembutannya banyak orang mencintai Usman. Karena
pemalu, Usman disegani dan dihormati banyak orang.
Gambaran terkenal mengenai Usman adalah kedermawanannya, sehingga
orang akan mengatakan boros. Yang jelas, dia selalu siap mendermawankan hartanya
yang melimpah sama sekali tidak menjadikan Usman kikir. Ia pernah menyumbangkan
300 ekor unta dan uang 1000 dinar ketika Nabi menyeru kaum muslimin untuk
melakukan ekspedisi ke Tabuk menghadapi tentara Byzantium. Sejak masuk Islam ,
Usman tidak bisa dipisahkan dari perjuangan menegakkan agama Islam. Karena
mendapatkan permusuhan yang sengit dari penduduk Mekkah, Rasulullah menyuruh
kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Bersama istrinya, Usman melakukan hijrah ke
Habsyi.
Di hadapan Rasulullah Usman mempunyai kedudukan mulia. Nabi sangat
mengagumi ketampanan Usman. dan kemuliaan budi pekertinya. Karena itulah setelah
Ruqayah wafat, Nabi menikahkan Usman dengan Ummu Kulsum salah satu putri
Rasulullah. Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang menjadikan Usman
dijuluki Dzun Nurain yang artinya pemilik dua cahaya. Sayangnya pernikahan dengan
Umu Kulsum juga tidak terlalu lama karena Ummu kulsum meninggal terlebih dahulu.
Bagitu sayangnya Nabi kepada Usman maka Nabi pernah berkata, “Seandainya aku
punya putri yang lain lagi, pasti akan aku nikahkan juga dengan Usman”.
Kedudukan Usman yang begitu mulia di sisi Nabi membuatnya sangat
dihormati oleh kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar, pendapat Usman
senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan jika Umar bin
Khatab menunjuknya sebagai salah satu anggota Dewan syura. Lewat Dewan Syura itu
pula Usman diangkat sebagai khalifah ketiga.

 Proses Pengangkatan Usman Bin Affan


Pada hari rabu waktu Subuh, 4 Dzulhijjah 23 H, khalifah Umar yang hendak
mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Ditikam oleh seorang budak dari
Persia milik Mughirah bin Syu’bah yang bernama Abu Lu’lu’ah Fairuz.
Setelah penikaman, Umar masih bertahan selama beberapa hari . Dalam
keadaan sakit, ia membentuk sebuah dewan yang beranggotakan enam orang yaitu
antara lain Abdurrahman bin Auf , Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash, Thalhah
bin Ubaidillah, Ali bin Abu Thalib dan Usman bin Affan. Dewan inilah yang dikenal
dengan sebutan Dewan Syura. Keenam anggota Dewan Syura adalah para sahabat
Nabi paling terkemuka yang masih hidup hingga saat itu. Mereka semua harus
bersidang untuk menentukan siapa di antara mereka yang menggantikan kedudukan
Umar sebagai khalifah.
Sepeninggalan Umar bin Khatab, Dewan Syura mulai bersidang untuk
menentukan pengganti Umar. Abdurrahman bin auf ditunjuk sebagai ketua sidang.
sidang berjalan alot sehingga selama tiga hari lamanya. Pada hari terakhir,
Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin
Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon khalifah yang tersisa
hanyalah Ali bin Abu Thalib dan Usman bin Affan sebagai khalifah. Ketika dibaiat,
usia Usman bin Affan hampir 70 tahun. Ia terpilih mengalahkan Ali bin Abu Thalib
sebagian karena pertimbangan usia.
Setelah dibaiat, Usman berkhutbah di depan kaum muslimin : “Sesungguhnya
kalian berada di tempat sementara, dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk
menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan
sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang
sembarangan waktu dan keadaan baik siang maupun tidak pernah malam. ingatlah
sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya . Jangan kalian terpedaya oleh kemilau
dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah.
Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian”.
Sebelum menjadi khalifah, Usman adalah seorang dermawan. Ketika menjadi
khalifah, kedermawanan Usman tidak lantas berkurang. Ia tetap menjadi dermawan
seperti sebelum menjadi khalifah, bahkan menjadi lebih dermawan. Dia menaikkan
tunjangan untuk kaum muslimin demi kesejahteraan mereka. Harta kekayaan berupa
jizyah dan harta rampasan perang yang didapat dari daerah taklukan digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin.
Selain dermawan, Usman juga seorang yang lemah lembut. Meskipun
demikian, khalifah Usman juga seorang yang teguh hati. Misalnya, dia segera
mengirimkan pasukan untuk mengamankan wilayah-wilayah yang memberontak
terhadap kekuasaan Islam. Kelemahan Usman adalah terlalu mengutamakan
keluarganya dari bani Umayyah. Misalnya, ia mengangkat beberapa orang dari Bani
Umayyah menjadi gubernur di beberapa wilayah. Sifatnya yang lemah lembut dan
dermawan sering dimanfaatkan oleh anggota Bani Umayyah untuk mendapatkan
keuntungan. Ia kurang bisa bersikap tegas terhadap keluarganya.

 Kebijakan dan Strategi Kemimpinan Usman Bin Affan


1. Perluasan Wilayah

Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah
kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian
Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut
lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut
ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus,
Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan
Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan
terhadap para pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai,
karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.
Dalam perluasan wilayah islam, khalifah usman bin affan mengutus pemimpin untuk
memimpin peluasan kekuasaan Islam sampai ke berbagai wilayah. Diantaranya :
1. Armenia, Kaum muslimin yang berdakwah di Armenia dipimpin oleh Salman
bin Rabi’ah.
2. Afrika (Tunisia), Tripoli (sekarang Libia ) yang dipimpin oleh Abdullah bin
Sa’ad.
3. Azerbaijan, dipimpin oleh Walid bin Uqbah.
4. Kepulauan Cyprus, dipimpin oleh Mu-awiyah bin Abu Sofyan yang kemudian
merambah hingga Konstatinopel, Turky serta negeri–negeri Balkan
( Yugoslavania dan Polandia).
.
2. Kodifikasi Al – Qur’an

Latar belakang pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman tidak sebagaimana


mestinya, sebab yang melatarbelakangi pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu
Bakar. Pada masa Usman ini Islam telah tersebar luas. Kaum muslimin hidup
berpencar diberbagai penjuru kota maupun pelosok. Di setiap kampung terkenal
qira’ah sahabat yang mengajarkan Al-Qur’an kepada penduduk kampung itu.
Penduduk Syam memakai qira’ah Ubai bin Kaab. Penduduk Kufah memakai qira’ah
Abdullah bin Mas’ud, yang lainnya lagi memakai qira’ah Abu Musa Al-Asy’ari. Maka
tidak diragukan lagi timbul perbedaan bentuk qira’ah dikalangan mereka, sehingga
membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara mereka sendiri. Bahkan
terjadi sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan
qira’ah tersebut.

Perbedaan tersebut ialah:


1) Perbedaan mengenai susunan surat. Naskah-naskah yang mereka miliki itu tidak
sama susunan atau tertib urut surat-suratnya. Hal ini disebabkan karena Rasulullah
sendiri memang tidak memerintahkan supaya surat-surat Al-Qur’an itu disusun
menurut tertib umat tertentu, karena masing-masing surat itu pada hakikatnya
adalah berdiri sendiri, seingga seolah-olah Al-Qur’an itu terdiri dari 114 kitab.
Rasulullah hanya menetapkan tertib urut ayat dalam masing-masing surat itu.
2) Perbedaan mengenai bacaan. Asal mula pertikaian bacaan ini adalah karena
Rasulullah sendiri memang memberikan kelonggaran kepada qabilah-qabilah Islam
di Jazirah Arab untuk membaca dan melafadzkan ayat-ayat Al-Qur’an itu menurut
dealek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Rasulullah agar
mudah bagi mereka untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’an itu, tetapi
kemudian kelihatanlah tanda-tanda bahwa pertikaian tentang qiraat itu, kalau
dibiarkan berlangsung terus, tentu akan mendatangkan perpecahan yang lebih luas
dikalangan kaum kuslimin, terutama karena masing-masing qabilah menganggap
bahwa bacaan merekalah yang paling baik dan ejaan merekalah yang paling betul.
Lebih berbahaya lagi apabila mereka menuliskan ayat-ayat itu dengan ejaan yang
sesuai dengan dealek mereka masing-masing.
Orang yang mula-mula mensinyalir dan menumpahkan perhatian kepada keadaan ini
ialah seorang sahabat bernama Hudzaifah Al-Yamani. Ia ikut dalam pertempuran,
ketika kaum muslimin menaklukkan Armenia dan Azarbaijan. Di dalam perjalanan ia
pernah mendengar perbedaan qiraat kaum muslimin, bahkan ia pernah menyaksikan
dua orang muslim sedang bertengkar mengenai bacaan tersebut, di mana yang seorang
berkata kepada yang lain:‫ن من قراءتك‬JJJ‫راءتي أحس‬JJJ‫” ق‬Bacaanku lebih baik dari pada
bacaanmu”. Hudzaifah merasa khawatir melihat kenyataan ini, sebab itu ketika ia
kembali ke Madinah, ia menghadap khalifah Usman dan melaporkan apa-apa yang
telah dilihat dan didengarnya. Mengenai perbedaan qiraat itu Hudzaifah berkata (Al-
Suyuti, I, 1979:61):
‫أدرك اآل مة قبل أن يختلفوا إختالف اليهود و النصاري‬
“Tertibkanlah umat, sebelum mereka berselisih seperti perselisihannya orang-
orang Yahudi dan Nasrani.”
Usul Hudzaifah ini diterima khalifah Usman. Itulah sebabnya, Usman kemudian
berpikir dan merencanakan untuk membendung sebelum kegilaan itu meluas. Beliau
akan mengusir penyakit sebelum kesulitan mencari obat. Kemudian beliau
mengumpulkan para sahabat yang alim dan jenius serta mereka yang terkenal pandai
memadamkan dan meredakan fitnah dan persengketaan itu. Usman r.a. telah
melaksanakan ketetapan yang bijaksana ini. Beliau memilih empat orang tokoh handal
dari sahabat pilihan. Mereka adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin
‘Ash dan Abdurrahman bin Hisyam. Mereka dari suku Quraisy golongan Muhajirin,
kecuali Zaid, ia dari golongan Anshar. Usaha yang amat mulia ini berlangsung pada
tahun 24 H. Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur’an, yaitu menuliskan atau
menyalin kembali ayat-ayat Al-Qur’an itu dari lembaran-lembaran yang telah ditulis
pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushhaf yang lebih sempurna yang akan
dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai sumber bacaan dan hafalan
mereka.

Kepada panitia ini khalifah Usman memberikan patokan-patokan sebagai


berikut:
1. Supaya panita itu berpedoman kepada bacaan orang-orang yang hafal Al-Qur’an,
di samping tulisan-tulisan yang ada pada mushhaf Abu Bakar.
2. Jika terjadi pertikaian, antara panitia itu sendiri tentang bacaan Al-Qur’an, maka
panitia hendaklah menuliskannya menurut dealek suku Quraisy, karena Al-Qur’an
itu diturunkan menurut dealek mereka.
Setelah panitia itu selesai mengerjakan tugasnya, maka naskah yang dipinjam dari
Hafsah dikembalikan kepadanya. Kemudian Usman memerintahkan untuk
mengumpulkan dan membakar semua lembaran-lembaran yang bertuliskan ayat-ayat
Al-Qur’an, selain dari lembaran-lembaran yang ada pada mushhaf, dan naskah-naskah
yang baru ditulis oleh panitia. Panitia tersebut menulis sebanyak 5 buah mushhaf. 4
buah di antaranya dikirimkan ke daerah-daerah, yaitu Mekkah, Syiria, Basrah, Kufah,
dan yang satu lagi tetap di Madinah untuk khalifah Usman. Inilah yang dinamakan
mushhaf Usman atau mushhaf Al-Imam.
Kini tinggal satu lagi usaha, yaitu membakar mushhaf lainnya. Ia khawatir, kalau-
kalau mushhaf yang bukan salinan “Panitia Empat” itu tetap beredar. Padahal pada
mushhaf-mushaf yang peredarannya dikhawatirkan itu terdapat kalimat yang bukan
Al-Qur’an. Karena merupakan catatan khusus sahabat-sahabat tertentu. Di situ terdapat
juga beberapa kalimat yang merupakan tafsiran dan bukan Kalam Allah.

Usman memutuskan agar mushhaf-mushhaf yang beredar adalah mushhaf yang


memenuhi persyaratan berikut:
1. Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
2. Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini
dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat-saat terakhir.
3. Kronologi surah dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan
mushhaf Abu Bakar yang susunan surahnya berbeda dengan mushhaf Usman.
4. Sistem penulisan yang digunakan mushhaf mampu mencakupi qiraat yang berbeda
sesuai dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an ketika turun.
5. Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan. Misalnya yang ditulis
dimushhaf sebagian sahabat, di mana mereka juga menulis makna ayat di dalam
mushhaf, atau penjelasan Nasikh-Mansukh.
Adapun manfaat dari usaha penulisan kembali Al-Qur’an di masa khalifah
Usman ini, di antaranya:
1. Kaum muslimin telah dapat disatukan dalam mushhaf-mushhaf yang seragam
ejaan tulisannya.
2. Mereka juga dapat disatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi ejaan
tulisan pada mushhaf itu, walaupun setelah wafatnya khalifah Usman sampai
sekarang ini masih tetap ada bermacam-macam qiraat, namun qiraat-qiraat itu
adalah yang telah diakui kebenarannya dan diriwayatkan dengan mutawatir dari
Rasulullah, dan tidak pula berlawanan dengan ejaan tulisan pada mushhaf Usman
itu. Adapun qiraat-qiraat yang tidak sesuai dengan ejaan tulisan itu telah dapat
dilenyapkan.
3. Kaum muslimin dapat pula disatukan mengenai susunan surat pada mushhaf-
mushhaf mereka. Dengan demikian dapatlah dihindarkan bahaya yang lebih besar,
sebab kalau susunan mushhaf itu tidak seragam di mana-mana tentulah akan timbul
keragu-raguan pada generasi yang akan datang kemudian tentang kebenaran Al-
Qur’an itu.
4. Dengan adanya 5 buah nushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah
mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca,
menghafal dan memperbanyak mushhaf-mushhaf Al-Qur’an itu, sehingga
penyiaran dan pemeliharaan Al-Quran itu lebih baik dan lebih terjamin
keasliannya.

3. Renovasi Masjid Nabawi

Seiring bertambahnya waktu, populasi kaum Muslimin di Madinah bertambah


banyak. Hal ini tentu berdampak pada kapasitas Masjid Nabawi yang tidak cukup
menampung jamaah shalat. Di sisi lain, fondasi Masjid Nabawi juga terlihat semakin
rapuh. Karena itu, Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 Hijriyah memutuskan
untuk memperluas Masjid Nabawi dan merenovasi bangunannya.
Khalifah Utsman pun membeli tanah dan bangunan yang ada di sekeliling
Masjid Nabawi, tetapi hanya sisi utara, selatan, dan barat, sedangkan sisi timur
dibiarkan karena ada rumah para istri Rasulullah. Pada masa ini, pembangunan Masjid
Nabawi dilakukan dengan lebih baik lagi. “Batu yang digunakan tidak lagi batu
seadanya, tetapi bebatuan yang sudah dipahat, diukir, dan ditata sedemikian rupa,
ditambah lagi dengan kapur batu.”
Tiang-tiangnya juga menggunakan batu yang dijejali paku dan besi sehingga
lebih kuat. Sementara itu, atap masjid menggunakan kayu-kayu berkualitas yang
disangga oleh tiang-tiang kukuh. Setelah perluasan yang dilakukan oleh Utsman, luas
masjid menjadi 4.071m2, bertambah 496m2 dari luas sebelumnya. Tinggi masjid tetap
5,5m, sedangkan serambinya bertambah, satu menjadi tujuh.
Pintu masjid tetap ada enam, sedangkan tiangnya berjumlah 55 buah. Bagian
dalam masjid tetap terkumpul menjadi satu bagian. Untuk pertama kalinya, di bagian
mihrab dibangun semacam mimbar untuk menaungi imam. Mimbar itu memiliki
lubang-lubang sehingga para jamaah tetap dapat melihat imam. Untuk menerangi
masjid pada malam hari, khalifah Utsman menyiapkan lampu-lampu minyak yang
disebar di beberapa sudut masjid.

4. Pengangkatan Pejabat Negara

Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh terakhir masa


kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini
mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya
yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum
pemberontak yang terdir dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan
Usman adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting.
Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak
dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan
bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh
Usman sendiri.

Anda mungkin juga menyukai