Anda di halaman 1dari 20

Biografi Khalifah Utsman Bin

Affan dan Proses Pengangkatannya


serta Strategi Pemerintahan

KELOMPOK 3
X IPA 2

Kelompok 3
Elsa Akbar Wati
Haaniyah Marzuqoh
Khumayroh
Nicky Nafisah Aksam
Nida Azizah
Nur Afifah Q.
Nurul Fadhillah D.
Ratih Purnama
Syarifah Rihanna
Wanda Putri

BIOGRAFI USMAN BIN AFFAN


Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin al- Ash bin Umayyah bin Abdu Syams
bin Abdu Manaf bin Qushay al-Amawi Al- Quraisy dilahirkan pada tahun 573 M dari
kelahiran Rasulullah SAW. Ibunya bernama al-Baida binti Abdul al- Muthalib, bibi
Rasulullah SAW, yakni saudari kembar Abdullah ayah Rasulullah SAW.[3]
Berdasarkan silsilah ini, Utsman bin Affan masih memiliki jalinan keluarga dengan
Rasulullah, yakni silsilah keturunan yang bertemu pada Abdul al-Manaf bin Qushay
al- Amawi al-Quraisy.
Bahkan jalinan kekerabatan ini diperkuat lagi dengan tali pernikahan yang
menempatkan Dia sebagai menantu Rasulullah. Karena itu, hubungannya dengan
Rasulullah bukan hanya dalam hal keagamaan,tetapi juga Dia dihadapan Rasulullah
adalah seorang keluarga, menantu dan saudara seagama. Utsma bin Affan masuk
Islam melalui Abu Bakar dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam.
Rasulullah sangat mengaguminya karena keserderhanaan, kesalehan, kedermawaan
dan kepandaiannya menjaga kehormatan diri (Iffal), serta dikenal sebagai dahabat
yang terbaik dalam bacaan al-Quran menurut kaca mata Rasulullah SAW, sehingga
Rasulullah memberikan dua putrinya untuk dinikahi secara olehnya berurutan.
Setelah istrinya yang pertama dan ke dua meninggal dunia, Rasulullah berkata,
Seandainya beliau mempunyai putri yang lain, pasti Dia telah menikahkannya
dengan Utsman bin Affan.

Kesetiaan dan pengorbanan Utsman bin Affan terhadap


pengembangan Islam tidak dapat diragukan, demikian pula kepada
Rasulullah cintanya amat mendalam. Dia melaksanakan tugastugasnya dengan baik bagi tujuan Islam. Ia menderita penganiyaan
bersama Nabi di tangan orang-orang Quraisy, dan Dia menyertai
emigran ke Abesinia bersama istrinya, Utsman adalah orang yang
sangat kaya, dan dia menyerahkan kekayaan itu kepada Rasulullah
untuk melayani Islam, di antaranya mendanai pembangunan mesjid,
sumur di Madinah dan memberikan bantuan keuangan yang paling
besar dalam peperangan Islam setelah Abu Bakar, sehingga Dia
memproleh kedudukan yang terhormat di antara para sahabat
Rasulullah. Selama kedudukan Abu Bakar dan Umar bin Khattab,
Utsman merupakan salah seorang dari penasehat dan pembantu
utama di dalam urusan negara.
Pengorbanan Utsman bin Affan terhadap Islam dan kaum muslimin
tidak hanya dalam bentuk harta, melainkan lebih dari itu, jiwa dan
pikirannya dicurahkan demi pengembangan syiar Islam dan
keselamatan kaum muslimin sehingga beliau beberapa kali ikut perang
bersama Rasulullah SAW kecuali perang Badar. Karena sedang sibuk
melayani dan merawat isterinya yang sakit keras sampai ia wafat dan

Rasulullah pernah menunjuk Utsman sebagai duta


Rasululah pada saat perundingan antara pemimpin
Islam dan pemuka-pemuka Quraisy pada tahun 6 H
ketika kaum mislimin hendak memasuki kota
Mekkah untuk melaksanakan umrah dan tersiar
kabar bahwa Utsman bin Affan dibunuh atau
setidaknya telah ditahan oleh orang-orang kafir
Quraisy, sebab Dia tidak kembali sampai pada
malam hari, maka kaum muslimin mengadakan
sumpah setia untuk membela Utsman bin Affan
yang terkanal dengan Baitat al-Ridwan
Jadi jelas bahwa pengorbanan dan perjuangan
Utsman bin Affan dengan segala kemampuan, harta
benda dan jiwanya adalah semata-mata dalam
rangka pengembangan risalah Islam dan

Proses Pengangkatan
Utsman Bin Affan Sebagai
Khalifah

Ketika Umar sedang sakit akibat dari tikaman seorang budak Persia
yang bernama Fairuz yang lebih dikenal dengan nama Abu Luluah,
sekelompok sahabat datang menjenguknya dan sekaligus
menanyakan dan mendiskusikan penggantinya Dia sebagai khalifah,
pertanyaan dari para sahabat ini tidak mendapatkan jawaban pasti
dari.Umar bin Khattab, sesudah itu, sahabat beranjak meninggalkan
Khalifah Umar bin Khattab.
Para sahabat Rasulullah merasa takut andai Umar wafat tanpa
meninggalkan pesan tentang penggantinya. Oleh karena itu, mereka
mendatangunya lagi untuk mendesak Umar bin Khattabmenentukan
penggantinya.

Di tempat tidurnya, Umar mengambil keputusan dengan menunjuk badan


musyawarah yang terdiri dari orang-orang yang diridhoi dan dijanjikan oleh
Rasulullah sebagai orang-orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka itu
adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Waqah, Adurahman bin
Auf, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah bin Umar. Untuk memeilih
seorang khalifah diantara mereka.[9] Namun khusus untuk Abdullah bin
Umar tidak dicalonkan apalagi dipilih berdasarkn wasiat khalifah Umar.
Adapun kriteria pemilihan telah ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab
yaitu :
Khalifah yang di pilih adalah dari anggota Syura kecuali Abdullah bin Umar
yang tidak punya hak pilih dan bertindak sebagai penasihat. Bilamana
suara dari anggota tim sama hendaknya keputusan diserahkan kepada
Abdullah bin Umar sebagai anggota tim tersebut. Jika keputusan Abdullah
bin Umar tidak disetujui oleh anggota mengikuti keputusan yang diambil
oleh Abdurrahman bin Auf. Bila ada anggoat tim yang tidak mau mengambil
bagian dalam pemilihan maka anggota tersebut harus dipenggal kepalanya.
Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama maka calon yang
didukung oleh Abdurrahman bin Auf yang dianggap menang. Apabila
seorang telah terpilih dan minoritas (satu atau dua) tidak mau
mengikutinya maka kepala mereka harus dipenggal. Jadwal pelaksanaan
musyawarah selama tiga hari ke empat sudah ada pemimpin.

*Tatkala Umar wafat, berkumpullah orang-orang yang dipilihnya

menjadi formatur dikepalai oleh Abdurrahman bin Auf di dalam salah


satu rumah kepunyaan mereka. Tiga hari lamanya musyawarah yang
amat penting itu, dan sudah tiga hari rupanya belum juga dapat
diputuskan karena sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot,
maka Abdurrahman bin Auf berusaha memperlancar dengan
himbauan agar sebaiknya mereka dengan sukarela mengundurkan
diri dan menyerah kepada orang yang lebih pantas (memenuhi
syarat) untuk dipilih sebagai khalifah. himbauan ini tidak berhasil,
tidak ada satupun yang mau mengundurkan diri, kemudian
Abdurrahman bin Auf sendiri menyatakan mengundurkan diri tetapi
tidak ada seorang pun dari empat sahabat Nabi yang mengikutinya.

Dalam kondisi macet itu, Abdurrahman bin Auf


berinisiatif melakukan musyawarah dengan sahabat
dan tokoh-tokoh masyarakat selain yang termasuk
dalam anggota badan musyawarah, dan suara
terbelah menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali dan
pendukung Utsman. Pada pertemuan berikutnya,
Abdurrahman bin Auf menempuh cara dengan
menanyakan masing-masing angggota formatur dan
di dapatlah skor suara tiga banding satu, dimana
Zubair, dan Ali mendukung Utsman, sedangkan
Utsman mendukung Ali.

Meskipun suara terbanyak dari anggota formatur jatuh


pada Utsman, namun Abdurrahman tidak serta merta
membaiat Utsman. Tetapi pada subuh hari sesudah
semalaman ia berkaliling memantau pendapat
masyarakat, ia berdiri setelah kaum Muslimin memenuhi
mesjid dan menyampaikan pengantar tentang
pelaksanaan pemilihan khalifah. Di sini terlihat kembali
persaingan dua kubu yaitu kubu Ali dan kubu Utsman.
Pada saat itu Abdurrahman menunjukkan keahliannya
menghadapi masalah yang sulit ini. Dia memanggil Ali dan
Utsman secara terpisah untuk dimintai kesanggupannya
bertindak berdasarkan al- Quran dan sunnah Rasul-Nya
serta berdasarkan langkah-langkah yang diambil oleh dua
khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib bertindak sesuai
dengan pengetahuan dengan kekuatan yang ada pada
dirinya, sedangkan Utsman bin Affan menyanggupinya,

Orang keenam tim formatur, Thalhah bin


Ubaidillah tiba di Madinah setelah pemilihan itu
berakhir. Dia juga menyatakan sumpah setia
kepada Utsman bin Affan.[15]
Mencermati proses pemilihan tersebut, nampak
dengan jelas upaya pemilihan khalifah dilakukan
secara musyawarah dengan memperhatikan
suara dari berbagai pihak, dan hal ini pula yang
membedakan antar proses pengangkatan Abu
Bakar al-Siddiq, Umar bin Khattab dan Utsman
bin Affan.
Karena itu Utsman bin Affan ditetapkan menjadi
khalifah, pada hari Senin, akhir bulan Dzulhijjah
tahun 23 H. dan resmi menjadi khalifah yang
ketiga dari Khulafa al-rasyidin pada tanggal 1
Muharram tahun 24 H.

Perluasan Wilayah Islam

Kebijakan dan
Strategi
Kepemimpinan

Kodifikasi Al-Quran

Armada
Pembentukan
Pembentukan Armada
Pertama
Laut
Laut Islam
Islam Pertama

Pembangunan Saranasarana Kepentingan


Umum

Administrasi
Pemerintahan

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah Utsman bin


Affan mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau
propinsi. Pada masanya wilayah kekuasaan kekhalifahan Madinah dibagi
menjadi 10 (sepuluh) propinsi dengan masing-masing gubernur/amirnya, yaitu:

1)

Nafi bin al-Haris al-Khuzai, Amir wilayah Makkah;

2)

Sufyan bin Abdullah al-Tsaqafi, Amir wilayah Thaif;

3)

Yala bin Munabbih Halif Bani Naufal bin Abd. Manaf, Amir wilayah Shanaa;

4)

Abdullah bin Abi Rabiah, Amir wilayah al-Janad;

5)

Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, Amir wilayah Bahrain;

6)

Al-Mughirah bin Syubah al-Tsaqafi, Amir wilayah Kuffah;

7)

Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asyari, Amir wilayah Basrah;

8)

Muawiyah bin Abi Sufyan, Amir wilayah Damaskus;

9)

Umair bin Saad, Amir wilayah Himsh; dan

10) Amr bin Ash al-Sahami, Amir wilayah Mesir.[21]

Setiap Amir atau Gubernur adalah wakil khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas
administrasi pemerintahan dan bertanggungjawab kepadanya. Seorang amir diangkat
dan diberhentikan oleh Khalifah. Kedudukan gubernur disamping sebagai kepala
pemerintahan di daerah juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer,
menetapkan undang-undang, dan memutuskan perkara, yang dibantu oleh katib
(sekretaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (Baitul Mal), dan pejabat kepolisian.
Sedangkan kekuasan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majlis Syura,
tempat Khalifah mengadakan musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat Nabi
terkemuka. Majelis ini memberikan saran, usul, dan nasihat kepada Khalifah tentang
berbagai masalah penting yang dihadapi Negara.[22] Akan tetapi pengambil
keputusan terakhir tetap berada di tangan Khalifah. Artinya berbagai peraturan dan
kebijaksanaan, di luar ketentuan al-Quran dan Sunnah Rasul, dibicarakan di dalam
majelis itu dan diputuskan oleh Khalifah atas persetujuan anggota Majelis. Dengan
demikian, Majelis Syura diketuai oleh Khalifah.
Jadi, jika Majelis Syura ini disebut sebagai lembaga legislatif, maka ia tidak sama
dengan lembaga legislatif yang dikenal sekarang yang memiliki ketua tersendiri.
Namun bagaimanapun, dengan adanya Majelis Syura ini mencerminkan telah adanya
pendelegasian kekuasaan dari Khalifah untuk melahirkan berbagai peraturan dan
kebijaksanaan. Dari cerminan fungsi ini, Majelis Syura masa kekhalifahan Utsman bin
Affan tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga legislatif untuk zamannya.[23]
Dengan demikian, Khalifah Utsman sebagaimana pendahulunya tetap melaksanakan
prinsip musyawarah dengan mengajak beberapa pihak untuk memecahkan masalahmasalah kenegaraan yang dihadapi. Ia tidak bertindak otoriter dalam memerintah
bahkan sangat lunak dalam bertindak yang justru dikemudian hari menjadi boomerang
bagi dirinya.

Perluasan Wilayah Islam

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwasanya Utsman


harus bekerja lebih keras lagi dalam mempertahankan dan
melanjutkan perjuangan panji Islam sebab berbagai ancaman dan
rintangan semakin berat untuknya mengingat pada masa
sebelumnya telah tersiar tanda-tanda adanya negeri yang pernah
ditaklukkan oleh Islam hendak berbalik memberontak padanya.
Namun demikian, meski di sana-sini banyak kesulitan beliau
sanggup meredakan dan menumpas segala pembangkangan
mereka, bahkan pada masa ini Islam berhasil tersebar hampir ke
seluruh belahan dunia[24] mulai dari Anatolia, dan Asia kecil,
Armenia, Kaukus, Bulukhistan, Afganistan, Azarbaijan, Kurdistan,
Heart, Tus, Naisabur, Samarkand, Tashkent, Turkmenistan,
Khurasan dan Thabrani Timur hingga Timur Laut seperti Libya,
Aljazair, Tunisia, Maroko dan Ethiopia. Maka Islam lebih luas
wilayahnya jika dibandingkan dengan Imperium sebelumnya
yakni Romawi dan Persia karena Islam telah menguasai hampir
sebagian besar daratan Asia dan Afrika.

Pembentukan Armada Laut Islam Pertama


Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam

sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn


khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir akan
membebani kaum muslimin pada saat itu. Setelah
kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman maka gagasan
itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil menjadi
kesepakatan bahwa kaum muslimin memang harus ada
yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan
syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan
sukarela. Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah
luas setelah berhasil menaklukkan tentara Romawi di
Cyprus dipimpin Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 27
Hijrah meski harus melewati peperangan yang melelahkan.

Pembangunan Saranasarana Kepentingan Umum

Kegiatan pembangunan berbagai sarana di wilayah-wilayah


kekhalifahan Islam masa pemerintahan Utsman bin Affan yang
luas itu tumbuh pesat. Pembangunan sarana-sarana
kepentingan umum itu meliputi pembangunan daerah-daerah
pemukiman, jembatan-jembatan, jalan-jalan, mesjid-mesjid,
wisma-wisma tamu, serta pembangunan kota-kota baru yang
kemudian tumbuh dengan pesat sebagai sentra perekonomian
masa itu.
Jalan-jalan yang menuju ke Madinah dilengkapi dengan berbagai
fasilitas bagi para pendatang. Tempat-tempat persediaan air
dibangun di Madinah, di kota-kota padang pasir, dan di ladingladang peternakan unta dan kuda.[26] Pembangunan berbagai
sarana kepentingan umum ini menunjukkan bahwa Utsman bin
Affan sebagai Khalifah sangat memperhatikan kemaslahatan
publik, disamping juga Masjid Nabi di Madinah yang diperluas

Kodifikasi Al-Quran
Prestasi tertinggi pada masa pemerintahan Utsman bin Affan adalah menyusun alQuran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan al-Quran, seperti yang
dikenal sekarang. Masa penyusunan Al-Quran memang telah ada pada masa
Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin Khaththab yang kemudian disimpan
ditangan istri Nabi Hafsah binti Umar. Berdasar pada pertimbangan bahwa banyak
dari para penghafal Al-Quran yang gugur usai peperangan Yamamah. Kini setelah
Utsman memegang tonggak kepemimpinan dan bertambah luas pula wilayah
kekuasaan Islam maka banyak ditemukan perbedaan lahjah dan bacaan terhadap AlQuran. Inilah yang mendorong beliau untuk menyusun kembali Al-Quran yang ada
pada Hafsah binti Umar dan menyeragamkannya kedalam bahasa Quraisy agar tidak
terjadi perselisihan antara umat dikemudian hari. Seperti halnya kitab suci umat lain
yang selalu berbeda antar sekte yang satu dengan yang lainnya.
Khalifah Utsman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan alQuran yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia dan Abdullah bin Zubair
serta Abdurrahman bin Harits sebagai anggota. Tugas yang harus dilaksanakan
panitia tersebut adalah membukukan lembaran-lembaran lepas dengan cara
menyalin ulang ayat-ayat al-Quran ke dalam sebuah buku yang disebut Mushaf yang
harus berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafalkan al-Quran (huffadz).
Khalifah Utsman mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk menyebarkan
mushaf Al-Quran hasil kodifikasinya yang telah diperbanyak sejumlah lima buah atas
persetujuan para sahabat ke beberapa daerah penting antara lain Makkah, Syiria,
Kuffah, dan Bashrah, sementara sebuah Mushaf tetap berada di Madinah.[27]
Selanjutnya naskah salinan yang ditinggalkan di Madinah ini disebut Mushaf al-Iman.

Saya heran kepada orang yang mengetahui adanya neraka, namun ia malah
berbuat dosa.
Saya heran kepada orang yang telah meyakini adanya surga, namun ia
bersenang senang dengan dunia.
saya heran kepada orang yang mengetahui setan sebagai musuh, namun ia
menaati ajakannya.
Saya heran melihat orang yang sudah tau bahwa dunia akan binasa, tetapi
masih mencintainya.
tidaklah seseorang menyembunyikan sesuatu, melainkan Allah akan
menampakkannya melalui raut muka dan ketergelinciran mulutnya.
saya heran melihat orang yang sudah tahu bahwa dia akan mati, tetapi masih
tertawa.
saya heran kepada orang yang yang akan datangnya mati, namun ia tertawa.
saya heran kepada orang yang tahu bahwa dunia ini akan rusak, namun ia
menyukainya. saya heran kepada orang yang telah mengetahui adanya hisab,
namun ia berlomba lomba mengumpulkan harta.
saya heran melihat orang yang sudah tahu bahwa diakhirat ada perhitungan,
tetapi masih sibuk mengumpulkan harta.
saya heran melihat orang yang sudah tahu bahwa di akhirat ada perhitungan,
tetapi masih sibuk mengumpulkan harta.
saya heran melihat orang yang sudah kenal dengan neraka tetapi masih
melakukan dosa.
saya heran melihat orang yang sudah mengenal Allah dengan yakin, tetapi
masih mengingat selainnya.
Saya heran melihat orang yang
sudahUtsman
mengenal
_Khalifah
Binsyaitan
Affan~ sebagai musuhnya,
tetapi masih mau mematuhinya.

Anda mungkin juga menyukai