Anda di halaman 1dari 16

ALI BIN ABI THALIB : PEMBERONTAKAN *

A. Pendahuluan

Khulafaur Rasyidin atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah


(pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus
kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para
sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam
membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat
khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan
konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal
tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang
ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam
akan berlangsung. Namun penganut paham Syi’ah meyakini bahwa Muhammad
dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad
menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat
Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum
Setelah berakhirnya pemerintahan khalifah Utsman bin Affan (35 H / 6565 M)
dengan kematiannya diujung pedang para pemberontak yang tidak puas terhadap
kebijakan-kebijakan politik dan pemerintahannya, umat Islam pada waktu itu
mengalami kegoncangan dan perpecahan dalam menentukan siapa pemimpin mereka
selanjutnya. Dalam suasana ini akhirnya Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi Khalifah
yang keempat menggantikan Utsman bi Affan. Walaupun Ali dipilih oleh mayoritas
umat dan sahabat baik dari kalangan Anshar dan Muhajirin, namun tidak didukung
secara bulat oleh beberapa sahabat1 dan juga dari kaum Muawiyah dan para
pengikutnya2. Hal ini tentu di kemudian hari menimbulkan problematika dalam
mengendalikan kepemimpinannya.
Sejak awal pemerintahan Ali bin Abi Thalib perpecahan di kalangan umat
Islam sudah tak terelakkan lagi. Situasi politik pun cukup rawan mengingat Ustman
1
Al-Awashim min Al-Qawashim, hal.146-147
2
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah fi Ash-Shahabah 9695/2).
 Disusun oleh EVA MARDALENA, untuk didiskusikan pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Pasca Sarjana, Hukum Tata Negara.

1
terbunuh di tangan pemberontak. Pemberontakan-pemberontakan pun banyak terjadi
pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman Biografi Ali bin Abi Thalib?
2. Apa saja konflik atau pemberontakan yang terjadi pada masa Khalifah Alin bin Abi
Thalib?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makahalah ini yaitu
1. Untuk mengetahui biografi Khalifa Ali bin Abi Thalib.
2. Untuk mengetahui pemberontakan-pemberontakan yang terjadi pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib.

D. Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib


1. Kelahiaran Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib (abdu Manaf)3 bin Abdul
Muthalib dipanggil juga dengan nama Syaibah Al-Hamd4 bin Hasyim bin Abdu
Manaf bin Qushai bi Kilab bin Luai bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadhr
bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin
Ma’ad bin Adnan5, dia adalah anak paman Rasulullah, bertemu dengan beliau pada
kakeknya yang pertama yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim, yang memiliki anak
yang bernama Abu Thalib saudara laki-laki kandung Abdullah bapak Nabi
Muhammad. Nama yang diberikan kepada Ali pada saat kelahirannya adalah Asad
(singa)6. Nama tersebut pemberian sang ibu sebagai kenangan dari nama bapaknya
yang bernama Asad bin Hasyim. Bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah
syair yang dilantunkan Ali pada peristiwa Perang Khaibar. Dimana saat itu ali
bersenandung :
Saya adalah manusia yang oleh ibuku dinamai Haidarah7 (singa)
Sebagimana sosok singa hutan yang berjalan ditakuti penuh karisma8

3
Abu Thalib nama aslinya adalah Abdu Manaf.
4
Abdul Muthalib nama aslinya adalah Syaibah Al-Hamd, Al-Isti’ab (1089/3)
5
Kitab Ath-Thabaqah Al-Kubra (19/3), Shifatu Ash-shafwah (308/1), Al Bidayah wa An-Nihayah
(337/7), Al-Ishabah (507/1), Al-Isti;ab (10891), Al-Muntazham (66/5), Al-Mu’jam Al-Kabir, Imam
Ath-thabarani (501/1)
6
Ali Muhammad Ash Shallabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2012.hlm
13.
7
Diantara nama lain dari singa
8
Ar-Riyadh An-Nadhrah fi Manaqib Al-Usyrah hlm (617)

2
Ketika putranya lahir, abu Thalib saat itu tidak ada di tempat. Setelah ia
tahu nama pemberian sang isteri adalah Asad (Haidar) dia merasa kurang tertarik
dengan nama tersebut, maka kemudia menggantinya dengan nama Ali9
Ali Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13
Rajab. Terjadi perselisihan di antara para penulis sejarah tentang tahun kelahiran
Ali bin Abi Thalib. Menurut Al-Hasan Al-Bashri, kelahiran Ali bin Abi Thalib
terjadi 15 atau 16 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad sebagai nabi10.
Sedangkan menurut Ibnu Ishaq, Ali bi Abi thalib dilahirkan 10 tahun
sebelum diutusnya Nabi Muhammad menjadi nabi. Pendapat Ibnu Ishaq ini
didukung dan dikuatka oleh Ibnu Hajar dan didukung oleh Al-Baqir Muhammad
Ibnu Ali11.
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad
merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali merupakan keturunan
Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi
Muhammad karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga
Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi Muhammad bersama istri beliau
Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus
untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau
kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.

Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti


bin Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu
tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada
waktu itu Ali berusia sekitar 10 tahun.

2. Pembaiatan Ali bin Abi Thalib


Pengukuhan Ali menjadi khalifah berlangsung setelah terjadi pembunuhan
terhadap Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak yang datang dari
berbagai daerah. Mereka membunuh Utsman secara zhalim, keji dan penuh
kebenciaan. Terjadi pada malam hari Jumat tangal 18 Dzulhijjah tahun 35 H.
9
Gharibul Hadits, Al-Khathabi (170/2), Khalifa Ali biun Abi Thalib, Abdul Hamid bin Ali Nashir,
hlm. (18)
10
Al-Mu’jam Al-Kabir, Imam Ath-Thabarani, (54/1), no 163 dengan sanad mursal
11
Ali Muhammad Ash Shallabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2012.hlm
15.

3
Semua sahabat Rasulullah yang ada di Madinah secara sukarela mebmaiat
Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Mereka memandang pada saat itu tidak ada
yang lebih utama dan lebih brhak untuk menjadi khalifah dibandingkan dengan
Ali. Tidak ada seorang pun yang berani mengaku (menklaim) bahwa dirinya layak
menjadi khalifah menggantikan Utsman termasuk Ali bin Abi Thalib sendiri.
Karena itu, Ali menolak untuk dibaiat menjadi khalifah,dengan alasan
kekhawatiran akan bertambahnya fitnah di tengah -tengah kaum muslimin dan
tersebarnya fitnah diantara mereka.
Dalam riwayat dari Salim bin Abu Ia’ad dari Muhammad bin Al-Hanafiyah
dikatakan “ Ali didatangi para sahabat Rasulullah lalu mereka mengatakan
kepadanya, “Wahai Ali , Utsman telah meninggal dunia, sementara manisia (kaum
muslimin) membutuhkan adanya seorang pemimpin. Kami tidak menemukan
seorang pun yang lebih berhak dari pada engkau; orang yang lebih dahulu masuk
Islam (membaca syahadat) dan lebih dekat dkepada Rasulullah” ali menjawab “
Jangan kalian lakukan itu , sesungguhnya aku menjadi wazir bagi kalian itu lebih
baik daripada saya menjadi amir bagi kalian”. Mereka kembali menjawab “ Tidak,
demi Allah kami tidak akan melakukan apapun hingga kami membaiatmu”. Ali
menjawab “Jikalau memang begitu, maka hendaknya baiat terhadap diriku
dilangsungkan di masjid, jangan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, dan harus
dengan kerelaan segenap kaum muslim”12.
Para sahabat Rasulullah dan golongan Muhajirin dan Anshar membaiat Ali
menjadi khalifah, karena melihat adanya keutamaan-keutaman yang ada pada diri
Ali, yang melebihi keutamaan-keutamaan yang ada pada diri sahabat-sahabat
Rasulullah lainnya.
Ali adalah sabat Rasulullah yang pertama-tama masuk Islam. Ali adalah
sahabat Rasulullah yang luas ilmunya., paling dekat nasabnya dengan Rasulullah,
paling berani diantara mereka, paling dicintai Allah dan Rasul-Nya, paling tinggi
derajatnya, paling mulia kedudukannya, dan paling mirip mukanya dengan
Rasulullah. Karena itulah Ali berhak untuk terpilih menjadi khalifah daripada
sahabat yang lain.

12
Ali Muhammad Ash Shallabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2012.hlm
221.

4
Ada banyak Nash yang bias dipahami sebagai dalil yang mejelaskan lebih
berhaknya Ali bin Abi Thalib memegang jabatan khalifah sepeninggal Khalifah
Utsman bi Affan, antara lain13;
a. Firman Allah, yang artinya “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah
mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang yang fasik” Q.S An-Nur, ayat 55. Poin yang dapag kita ambil dari dalil
ayat tersebut adalah hakekat khalifah yang pernah diemban Ali bin Abi Thalib
bahwa ia adlah salah seorang yang pernah diamanhi menjadi khalifah di muka
bumi ini yang dengan amanah itu Allah mengkokohkan agama-Nya bagi kaum
muslimin.
b. Sabda Rasulullah yang mengatakan, “jagalah oleh kalian sunnahku dan sunnah
para kgukafaur rasyidin setelahku. Berpengganglah kalian kepadanya dan
gigitlah dengan gigi graham kalian dengan sekuat-kuatnya.” Titik focus yang
bias dijadikan dalil keutamaan Ali bin Abi Thalib untuk memegang jabatan
khalifah disbanding dengan yang lainnya dari hadist ini bahwa Ali bin Abi
Thalib nyata-nyata merupakan seorang khalifah dari para khalifah kaum
muslimin yang tekah mendapat petunjuk dari Allah, mewajibkan amar
kewajiban amar makruf nahi munkar, menjalankan hokum-hukum-Nya,
menegakkkan shalat, menunaikan zakat, meniti jalan yang ditunjukkan
Rasulullah dalam menegakkan keadilan dan menjalankan kebenaran.
c. Sabda Rasulullah yang mengatakan “ Khalifa kenabian selama 30 tahun setelah
itu Allah akan memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki’.
Pada isi hadits ini menunjukkan adaanya keutamaan Ali untuk menjadi
khalifah. Karena masa kekhalifahan Ali tepat berada pada kurun waktu 30
tahun terakhir dari masa khilafah kenabiaan sebagaimna dijelaskan dalam
hadist Rasulullah tresebut.

13
Ali Muhammad Ash Shallabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2012.hlm
224-228.

5
d. Sabda Rasulullah “ Duhai kasihan anak sumayyah, ia dibunuh oleh kelompok
yang sewenang-wenang”. Para ulama mengatakan hadits ini menjadi hujjah
(bukti) yang nyata bahwa Ali merupakan khalifah yang sah dan benar. Dan
pihak yang melawannya dianggap sebaai kelompok pemberonak. Hadist ini
sekaligus mengandung nilai mukjizat yang nyata dari Rasulullah. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa sisi, yaitu Ammar benar-benar meninggal dunia dalam
keadaan terbunuh sebagaimana disinyalir beliau. Kemudian, kematian Ammar
karena dibunuh oleh orang Islam sendiri, yaitu mereka yang bergabung dalam
berisan pemberontak. Para sahabat saling berperng dan mereka tebelah menjadi
dua kelompok.

E. Pemberontakan Yang Terjadi Pada Masaa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang pada waktu itu kurang
dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan
(akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah
oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan,
menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan terjadinya
beberapa pemberontakan.
1. Perang Jamal / Perang Unta

Selama masa pemerintahannya, Ali menghadapi berbagai pergolakan, tidak


ada sedikitpun dalam pemerintahannya yang dikatakan stabil. Setelah menduduki
Khalifah, Ali memecat gubernur yang diangkat oleh Utsman. Ali yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka. Selain itu
Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan oleh Utsman kepada penduduk
dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara. Dan mememakai
kembali sistem distrtibusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam. Sebagaimana
pernah diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khatthab. Menyikapi berbagai kebijakan
dan masalah-masalah yang dihadapi Ali, kemudian pemerintahannya digoncangkan
oleh pemberontakan-pemberontakan. Diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang merupakan keluarga Utsman sendiri
dengan alasan:
- Ali harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Khalifah Ustman

6
- Wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di daerah-
daerah baru.
Oleh karena itu hak untuk menentukan pengisian jabatan tidak lagi
merupakan hak pemimpin yang berada di Madinah saja. Namun, karena situasi
politik yang gawat pada waktu itu sehingga permintaan mereka merupakan tuntutan
yang tidak mungkin dipenuhi dalam waktu dekat. Suasana politik pada saat itu
memanas dikarenakan adanya rongrongan dari berbagai pihak, terutama pihak-
pihak yang tidak menyetujui dan tidak mengakui Ali menjabat sebagai khalifah
keempat. Melihat keadaan sedemikian rumit, maka hal pertama yang memerlukan
penanganan serius yang dilakukan Ali adalah memulihkan, mengatur, dan
menguatkan kembali posisinya sebagai khalifah dan berusaha mengatasi segala
kekacauan yang terjadi. Setelah itu baru melakukan pengusutan atas pembunuhan
Utsman. Namun, sejak tahun 35 H/656 M, tahun pengangkatan Ali sebagai khalifah
sampai tahun 36 H/657 M, Ali tidak juga memperlihatkan sikap yang pasti untuk
menegakkan hukum syariat Islam terhadap para pembunuh Utsman. Sehingga
Aisyah bergabung dengan Thalhah dan Zubair menggerakkan kabilah-kabilah Arab
untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Setelah dirasa mempunyai kekuatan
yang besar, Aisyah dan pasukannya memutuskan menyerang pasukan Ali di Kufah,
yang sebetulnya pasukan Ali dipersiapkan untuk menghadapi tantangan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan di Syiria. Ali sebenarnya ingin menghindari peperangan. Beliau
mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar mereka mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak. Akhirnya
pertempuran dahsyat antara keduanya pecah, yang selanjutnya dikenal dengan
“Perang Jamal”. Pertempuran tersebut dipimpin oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair.
Pertempuran inilah yang terjadi pertama kali diantara kaum muslimin. Dan yang
memperoleh kemenangan pada perang jamal adalah pasukan Ali, karena pasukan
Ali lebih berpengalaman dibanding pasukan Aisyah. Walaupun pasukan Aisyah
mengalami kekalahan, Aisyah tetap dihormati oleh Ali dan pengikutnya sebagai
Ummul Mu’minin.
Bahkan setelah pertempuran usai, Khalifah Ali mendirikan perkemahan
khusus untuk Aisyah. Dan keesokan harinya Aisyah dipersilahkan pulang kembali
ke Madinah yang dikawal oleh saudaranya sendiri, Muhammad bin Abi Bakar.

7
Demikianlah sejarah terjadinya perang jamal yang merupakan perang pertama
antara sesama umat Islam dalam sejarah Islam.

2. Perang Shiffin

Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan Ali mengakibatkan


perlawanan dariGubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggiyang merasa kehilangan kedudukan dan
kejayaan. Selain itu, Mu’awiyah, GubernurDamaskus dan keluarga dekat
Utsman, seperti halnya Aisyah, mereka menuntut agar Alimengadili pembunuh
Utsman. Bahkan mereka menuduh Ali turut campur dalampembunuhan
Utsman. Selain itu mereka tidak mengakui kekhalifahan Ali.Hal ini bisa dilihat
dari situasi kota Damaskus pada saat itu. Mereka menggantungjubah Utsman
yang berlumuran darah bersama potongan jari janda almarhum
dimimbarmasjid. Sehingga hal itu menjadi tontonan bagi rombongan yang
berkunjung. Denganadanya peristiwa tersebut, pihak umum berpendapat bahwa
Ali yang bertanggungjawab atas pembunuhan Utsman.Pada akhir Dzulhijjah
36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan gabungan menuju keSyiria utara.
Dalam perjalanannya mereka menyusuri arus sungai Euprate, namun
arussungai tersebut telah dikuasai oleh pihak Mu’awiyah dan pihak Mu’awiyah
tidakmengijinkan pihak Ali memakai air sungai tersebut. Awalnya Ali
mengirim utusanpada Mu’awiyah agar arus sungai bisa digunakan oleh kedua
pihak, namun Mu’awiyahmenolak. Akhirnya Ali mengirim tentaranya dibawah
pimpinan panglima Asytar al-Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai
tersebut. Meskipun sungai tersebut dikuasaipihak Ali, mereka ini tetap
mengijinkan tentara Mu’awiyah memenuhi kebutuhan airnya.

Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan garis


pertahanandidataran Shiffin, dan Ali masih berharap dapat mencapai
penyelesaian dengan caradamai. Ali mengirim utusan dibawah pimpinan
panglima Basyir bin Amru untukmelangsungkan perundingan dengan pihak
Mu’awiyah. Pada bulan Muharram 37 H/658 Mmereka mencapai persetujuan
yakni menghentikan perundingan untuk sementara danmasing-masing pihak
akan memberi jawaban pada akhir bulan Muharram.Sebenarnya hal ini sangat
merugikan Ali karena akan mengurangi semangattempur tentaranya dan pihak

8
lawan bisa memperbesar kekuatannya. Namun sebagaikhalifah, Ali terikat oleh
ketetapan firman Allah surat al-hujurat ayat 9 dan surat an-nisa’ ayat59.
Dengan mengenali prinsip-prinsip hukum Islam itu maka dapat dipahami
mengapakhalifah Ali menempuh jalan damai dahulu.Jawaban terakhir dari
pihak Mu’awiyah menolak untuk mengangkat bai’at Ali dansebaliknya
menuntut Ali mengangkat bai’at terhadap dirinya. Maka bulan Saffar
37H/685M terjadilah perang siffin dengan kekuatan 95.000 orang dari pihak
Ali dan 85.000 orangdari pihak Mu’awiyah. Pada saat perang, Imar bin Yasir
(orang pertama yang masuk Islamdi kota Mekkah) tewas. Tewasnya tokoh
yang sangat dikultuskan ini membangkitklansemangat tempur yang tak
terkirakan pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak korbanpada pihak
Mu’awiyah dan panglima Asytar al-Nahki berhasil menebas pemegang panji-
panjiperang pihak Mu’awiyah dan merebutnya. Bila panji perang jatuh pada
pihak lawanmaka akan melumpuhkan semangat tempur. Pada saat terdesak
itulah pihak Mu’awiyah,Amru bin Ash memerintahkan mengangkat al-mushaf
pada ujung tombak dan berserumarilah kita bertahkim kepada kitabullah.
Namun pada saat itu Alimemerintahkan untuk tetap berperang karena beliau
tahu itu hanya tipu muslihat musuh.Tapi sebagian besar tentaranya berhenti
berperang dan berkata jikalau mereka telahmeminta bertahkim kepada
kitabullah apakah pantas untuk tidak menerimanya, bahkandiantara panglima
pasukannya Mus’ar bin Fuka al Tamimi mengancam: “Hai Ali, mariberserah
kepada kitabullah jikalau anda menolak maka kami akan berbuat terhadap
andaseperti apa yang kami perbuat pada Usman.”Akhirnya Ali terpaksa tunduk
karena beliau menghadapi orang-orang sendiri.Sejarah mencatat korban yang
tewas dalam perang ini 35.000 orang dari pihak Ali dan45.000 orang dari pihak
Mu’awiyah. Peperangan ini diakhiri dengan takhkim (arbitrase).Akan tetapi hal
itu tidak dapatmenyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan terpecahnya umat
Islam menjadi tigagolongan. Diantara ketiga golongan itu adalah golongan Ali,
pengikutMu’awiyah dan Khawarij (orang-orang yang keluar dari golongan
Ali). Akibatnya, diujungmasa pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi
tiga kekuatan politik.

3. Perang Tahkim (Arbitrase)

9
Setelah terjadi tahkim sebagian tentara Ali tidak terima dengan sikap
Ali yang menerima arbitrase karena itulah mereka keluar dari pihak Ali yang
selanjutnya dikenal dengan nama Khawarij. Pihak Khawarij berkesimpulan
bahwa:

1. Mu’awiyah dan Amru bin Ash beserta pengikutnya adalah kelompok kufur
karena telah mempermainkan nama Allah dan kitab Allah dalam perang
Shiffin, maka mereka wajib dibasmi.

2. Ali dan pihak-pihak yang mendukung terbentuknya majlis tahkim adalah


ragu terhadap kebenaran yang telah diperjuangkan , padahal banyak korban
yang jatuh untuk membelanya. Untuk itu Ali telah melakukan dosa besar.

3. Dan yang membenarkan pembentukan majlis tahkim adalah


mengembangkan bid’ah dan membasmi kaum bid’ah adalah kewajiban
setiap Muslim.

4. Pemuka kelompok ini adalah Abdullah bin Wahhab al Rasibi. Sebenarnya


Ali tidak ingin memerangi kelompok Khawarij tapi karena kelompok ini
keterlaluan dalam bersikap diantaranya membunuh keluarga shahabat
Abdullah bin Wahhab dengan sadis sekali hanya karena menolak untuk
menyatakan keempat khalifah sepeningggal Nabi adalah kufur, selain itu
mereka juga membunuh utusan yang diutus oleh Ali.

5. Ali menggerakkan pasukannya dan kedua pasukan bertemu pada suatu


tempat bernama Nahrawan, terletak dipinggir sungai tigris (al dajlah).
Sebelum perang diumumkan, Ali masih punya harapan untuk menyadarkan
kaum Khawarij. Dan Ali memberikan amnesti bersyarat yang berbunyi:
“Barang siapa pulang kembali ke Kufah, akan memperoleh jaminan
keamanan.”Sejarah mencatat setelah itu 500 orang diantara mereka ber-
iktijal sebagian pulang ke Kufah dan sebagian lagi pindah ke pihak Ali
sehingga kelompok Khawarij tinggal 1.800 orang. Dengan begitu pecahlah
perang Nahrawan (Tahkim), korban berjatuhan dari pihak Ali karena
keberanian kelompok Khawarij sangatlah terkenal, walaupun demikian
kemenangan berada dipihak Ali dan tokoh/pemuka Khawarij, Mus’ar al
Tamimi, Abdullah bin Wahhabtewas dalam peperangan ini. Golongan

10
Khawarij ( orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib) yang
bermarkas di Nahrawain benar-benar merepotkan Ali sehingga memberikan
kesempatan pada pihak Mu’awayah untuk memperkuat dan memperluas
kekuasannya sampai mampu merebut Mesir. Akibatnya sangat fatal pada
pihak Ali. Tentara Ali semakin lemah, sementara kekuatan Mua’wiyah
bertambah besar, keberhasilan Mu’awiyah mengambil posisi Mesir berarti
merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali.

Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung


Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan hilangnya
sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena dikuasai oleh
Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah menurun, sementara Muawiyah makin hari
makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah untuk menyetujui
perdamaian dengan Muawiyah.
Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan
kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orang-orang
yang tidak disenangi. Karena itu mereka bersepakat untuk membunuh Ali, Mu’awiyah,
Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Namun mereka hanya berhasil membunuh Ali
yang akhirnya meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H./661M, oleh
Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang yang ditugasi membunuh tokoh-tokoh
tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada Mu’awiyah dan Amr bin Ash, mereka
berdua luput dari pembunuhan tersebut.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu’awiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat
mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah
Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah
menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu,
dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (’am jama’ah). Dengan demikian
berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah
kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam

F. Kesimpulan

11
Ali bin Abi Thalib (abdu Manaf) bin Abdul Muthalib dipanggil juga dengan
nama Syaibah Al-Hamd bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bi Kilab bin Luai bin
Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah
bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan

Ali adalah orang yang pertama menyatakan imannya dari kalangan anak-anak.
Sejak kecil, Ali dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, lidahnya amat fsih
berbicara dan memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam. Didikan langsung dari
NabiMuhammad kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir atau
syariah dan bathin atau tasawuf menjadikan Ali seorang pemuda yang sangat cerdas,
berani, dan bijak.

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan


kegentingan di seluruh dunia, Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke
Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah, stabilitas
keamanan di kota Madinah menjadi rawan, disaat yang sama kebingungan melanda
kota, penduduk dihantui perasaan takut dan tidak tenang, hukum tidak berlaku, para
sahabat bertebaran di berbagai kota, apalagi pada waktu itu bertepatan dengan musim
haji, banyak diantara sahabat-sahabat terkemuka yang menunaikan ibadah haji,
diantaranya adalah Aisyah r.a. Kecuali beberapa diantaranya yang tetap berada di
Madinah di bawah pimpinan Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam.

Walaupun demikian Ali tetap dibai’at sebagai khalifah keempat oleh mayoritas
sahabat yang ada di Madinah, termasuk didalamnya Thalhah bin Ubaidillah dan
Zubair bin Awwam serta para pemberontak. Peristiwa pembai’atan ini terjadi pada hari
Jum’at,13 Dzul Hijjah 35 H./23 Juni 656 M di Mesjid Nabawi, seperti pembai’atan
para khalifah sebelumnya.

Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa


pemerintahan Ali bin Abi Thalib mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa
pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. hasutan-hasutan para
pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di
kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di
situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran
Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.

12
Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Perang Unta (Jamal). karena dalam peperangan itu Aisyah
menunggangi unta. Peperangan tersebut memakan banyak korban, kurang lebih 20.000
kaum muslimin gugur dalam peristiwa perang tersebut. Peperangan itu berhasil
dimenangkan oleh Khalifah. Thalhah dan Zubair ikut terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sementara Aisyah berhasil ditawan dan dikawal kembali ke Madinah
dengan penuh penghormatan sebagai Ummul Mu’minin, sedangkan beliau tetap
berada diatas untanya.

pemberontakan dari Mu’awiyah selaku gubernur Damaskus(Syiria) yang


diangkat oleh Utsman, Mu’awiyah enggan menyerahkan jabatannya kepada pejabat
baru. Namun sikap pembangkangan ini tidak ditindaki dengan tegas oleh khalifah
Ali, khalifah hanya mengirim surat undangan untuk datang menghadap kepada
khalifah dan sekaligus menyatakan kesetiaannya pada Ali sebagai khalifah. Tetapi
Mu’awiyah menolak hingga akhirnya berkobar lagi pertempuran antar sesama
muslim.

Pada peperangan yang terjadi pada tanggal 1 shafar 37 H./657 M. di dekat


sungai Eufrat tersebut, khalifah mengerahkan 50.000 pasukan. Setelah perang
berlangsung beberapa hari, pasukan Mu’awiyah terdesak dengan gugurnya 7.000
pasukannya dan tanda-tanda kemenangan terlihat dipihak Khalifah Ali. Pada saat
Mu’awiyah dan tentaranya terdesak Amr bin Ash sebagai penasehat Mu’awiyah yang
dikenal cerdik dan pandai berunding, meminta agar Mu’awiyah memerintahkan
pasukannya mengangkat mushaf al-Qur’an di ujung tombak sebagai isyarat berdamai
dengan cara tahkim (arbitrase) dengan demikian Mu’awiyah terhindar dari kekalahan
total.

Sikap khalifah Ali yang menerima tawaran berdamai dari pihak Muawiyah,
yang semula mendukung beliau dalam menumpas pemberontakan Mu’awiyah itu
kemudian keluar dari barisan dan bahkan berbalik memusuhinya. Oleh sebab itu
mereka dinamai kaum “Khawarij”(orang-orang yang keluar). Dalam keyakinan
mereka yang setuju ber-tahkim telah melanggar ajaran agama.

Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah.


Disana mereka mengangkat pemimpin sendiri, Syibis bin Rubi’it al-Tamimi sebagai

13
panglima angkatan pereang dan Abdullah bin Wahan al-Rasibi sebagai pemimpin
keagamaan. Setelah itu mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur
khalifah dan orang-orang yang menyetujui tahkim, termasuk didalamnya
Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari.

Pertempuran sengit antara pasukan khalifah dan pasukan Khawarij terjadi di


Nahrawan (di sebelah timur Baghdad) pada tahun 38 H. dan berakhir dengan
kemenangan di pihak khalifah. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan dalam
waktu singkat, hanya sebagian kecil yang dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka
Abdullah bin Wahab al-Rasibi ikut terbunuh.

Sejak itu kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan


menumbuhkan dendam di hati mereka, sehingga secara diam-diam mereka mereka
merencanakan pembunuhan terhadap tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi
perpecahan umat. Tiga orang yang dimaksud adalah Ali bin Abi Thalib, Amr bin
Ash dan Mu’awiyah. Pelaksana tugas atas rencana pembunuhan tersebut terdiri dari
tiga orang pula, yaitu: Abd. Rahman bin Muljam ditugaskan untuk membunuh
khalifah di Kufah, Barak bin Abdillah al-Tamimi ditugaskan untuk membunuh
Mu’awiyah di Syam, dan Amr bin Abu Bakar al-Tamimi ditugaskan untuk
membunuh Amr bin Ash di Mesir. Namun diantara mereka, hanya Abd.Rahman bin
Muljam saja yang berhasil menunaikan tugasnya. Ia menusuk khalifah Ali dengan
pedang beracun ketika beliau hendak shalat subuh di Mesjid Kufah. Dua hari
kemudian khalifah Ali menghembuskan nafas terakhirnya yaitu pada tanggal 19
Ramadhan 40 H./ 25 Januari 661 M. Dalam usia 63 tahun.

Dikisahkan, salah seorang pengikut Khawarij, bernama Abdurrahman


memberikan sebuah pukulan yang hebat kepada Ali bin Abi Thalib ketika ai hendak
melaksankan Adzan di Masjid. Pukulan itu membuat Khalifah Ali mengalami luka
yang fatal, dan wafat pada 17 Ramadhan 40 H. Dua hari kemudian khalifah Ali
menghembuskan nafas terakhirnya yaitu pada tanggal 19 Ramadhan 40 H./ 25
Januari 661 M. Dalam usia 63 tahun14

14
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2006

14
Daftar Pustaka

- Ali Muhammad Ash Shallabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta 2012.

- Jannah, Abu. Ali Bin Abi Thalib. Jakarta, Pustaka Al-Inabah. 2018

- Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2006

15
- Muhammad Rahmatullah al-Muhyiddiny as-Salafy, Jas Merah: Jangan Lupakan
Sejarah dalam http://ra41039mail.blogspot.com/2011/11/800x600-normal-0-
false-false-false-in-x.html?m=1 diakses tanggal 04/11/2019

- Muhtar, Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam


http://komed45.blogspot.com/2012/10/4-masa-khalifah-ali-bin-abi-thalib.html
diakses pada tanggal 04/11/2019

- Nizar A. Saputra, Analisis Sejarah Pemerintahan Ali bin Abi Tahlib dalam
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/05/analisis-sejarah-pemerintahan-
ali-bin.html diakses tanggal 11/11/2019

16

Anda mungkin juga menyukai