Anda di halaman 1dari 5

NAMA:

KELAS:

Kisah Teladan Utsman Bin Affan: Orang Kaya Pemilik Dua


Cahaya

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat nabi yang kaya, sekaligus
khalifah ketiga yang memimpin umat menggantikan Umar Bin Khattab.

Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abdul Ash bin Umayyah bin
Abdusy Syams bin Abdu Manaf.

Lahir pada tahun 574 Masehi di Tha’if, Jazirah Arab dari pasangan Affan bin
Abdul Ash dan Arwa Binti Kuraiz, yang merupakan keluarga saudagar yang
kaya.

Meski begitu, Utsman bin Affan tidak pernah satu kali pun dalam hidupnya
berperilaku kasar dan buruk meski dia belum menjadi sahabat Rasul.

Dia malah dikenal sebagai sosok yang dermawan dan tidak pandang bulu
dalam membantu sesama menggunakan hartanya.]

Alkisah saat kemarau, Utsman bin Affan pernah membeli sumur seorang
Yahudi dengan harga yang sangat mahal lalu mempersilakan penduduk
sekitar untuk mengambil air dari sana secara cuma-cuma.

Bukan cuma itu, Utsman bin Affan juga pernah menyumbang 950 ekor unta,
70 kuda, dan 1000 dirham untuk para pejuang Perang Tabuk.

Sebelum masuk ke agama Islam, Utsman merupakan bagian dari golongan


Bani Umayyah, salah satu golongan yang menentang keras ajaran
Rasulullah.

Ini terjadi pada tahun 611, saat dia pulang dari perjalanan bisnis ke Suriah,
dan mengetahui misi Rasulullah untuk menyebarkan agama Islam.

Saat itu, dia berdiskusi dengan Abu Bakar, sahabatnya, dan memutuskan
untuk masuk Islam.

Kabar ini tentu membuat kawan-kawan di golongan Bani Umayyah kecewa


dan merasa dikhianati olehnya.

Sejak itu lah, Utsman menjadi salah satu golongan dari As-Sabiqun Al-
Awalun, yaitu golongan orang-orang yang pertama masuk Islam.

Kebaikan Utsman bin Affan sebelum dan setelah masuk islam sepertinya
yang menjadikan Rasulullah ikhlas menjadikan Utsman bin Affan seorang
menantu dari dua orang putrinya, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Dari situ lah muncul sebutan gelar baru yang disematkan kepada Utsman bin
Affan, yaitu “Dzun Nura’ini Wal Hijratain” alias, ‘Si Pemilik Dua Cahaya’.

Perjalanan Utsman bin Affan

Selepas Umar bin Khattab meninggal dunia, maka Utsman diutus untuk
menjadi Khalifah ketiga.

Utsman bin Affan diangkat menjadi Khalifah ketiga dalam usia yang tidak lagi
muda, yaitu 70 tahun.

Pengangkatan Utsman sebagai Khalifah tentunya tidak melewati proses


mudah dan cepat.

Sebelum meninggal dunia, Umar menunjuk enam orang sahabat nabi yang
dinilainya paling cocok untuk menggantikannya.

Adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidullah, Zubair
bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’d bin Abi Waqqash.

Selepas meninggalnya Umar, enam orang sahabat Rasulullah ini berkumpul


dan sama-sama menentukan penerus Umar bin Khattab.

“Wakilkan pilihan kalian kepada tiga orang saja.” kata Abdurrahman bin Auf
kepada lima sahabat lainnya.

Tiga orang, termasuk dirinya memilih untuk mundur, dan menyisakan Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf lalu mundur, kemudian berkata, “Siapa di antara kalian
(Utsman, Ali) yang mundur, maka kita serahkan urusan ini kepada yang
tersisa. Allah SWT pengawasnya dan Islam sebagai hakimnya. Hendaklah
orang itu melihat siapa yang terbaik di antara mereka menurut nuraninya.”

Tidak ada yang membalas ucapan Abdurrahman, membuat dia kembali


bertanya pada dua orang calon pemimpin ini.

“Apakah kalian akan menyerahkan urusan ini kepadaku? Demi Allah, aku
pasti berusaha memilih yang terbaik di antara kalian.” Katanya.

Kemudian Abdurrahman memegang tangan Ali dan berucap,”Seperti


diketahui, engkau mempunyai hubungan kerabat dengan Rasulullah SAW
dan terlebih dahulu masuk Islam. Maka, Allah benar-benar akan
mengawasimu. Jika terpilih menjadi khalifah, engkau harus berbuat adil;
bahkan jika aku memilih Utsman, engkau harus mendengar dan menaatinya.”
Katanya.

Ucapan ini juga Abdurrahman sampaikan pada Utsman. Setelah itu,


Abdurrahman berseru,
“Angkatlah tanganmu wahai Utsman!” Katanya, sebagai tanda terpilihnya
Utsman sebagai khalifah selanjutnya.

Kemudian, Utsman bin Affan secara resmi memerintah selama 13 tahun dari
644-655 Masehi atau 23-35 Hijriyah.

Selama masa pemerintahannya, Utsman bin Affan memiliki gaya militer


otonom, karena ia mendelegasikan wewenang militer kepada orang-orang
yang dipercayainya.

Selain itu, dalam masa pemerintahannya, dia banyak melakukan ekspansi


kekuasaan di beberapa benua.

Afrika (Barqah, Tripoli Barat, dan bagian selatan negeri Nubah), Asia
(Armemia, Tabaristan, Amu Daria, negeri-negeri Balkha, Harah, Kabul, dan
Haznah di Turkistan).

Hingga benua Eropa pun tak luput dari ekspansi kekuasaannya, yaitu di
negara Cyprus.

Bukan cuma itu, selama pemerintahan Utsman bin Affan, konon umat Islam
memiliki era paling makmur dan sejahtera.

Hal ini ditandai dengan rakyatnya yang mampu naik haji berkali-kali, bahkan
budak pun dijual berdasarkan berat timbangannya.

Seolah ber-paralel, semakin sering rakyat naik haji, semakin banyak pula
rakyat yang masuk Islam.

Melihat hal ini, Utsman kemudian memutuskan untuk memperluas Masjidil


Haram yang ada di Mekkah, dan Masjid Nabawi yang ada di Madinah.

Jasanya selama memerintah juga sangat tinggi pada peradaban baru kitab
Al-Qur’an.

Pada masa kepemimpinannya, dia merintis penulisan Al-Qur;an dalam bentuk


mushaf dari lembaran-lembaran yang tersebar sejak pemerintahan khalifah
pertama.

Meski begitu, tidak sedikit pula kebijakan yang menuai kontroversi di antara
rakyat yang dipimpinnya.

Salah satunya adalah ketika rakyat tidak suka melihat Utsman mendahulukan
keluarganya untuk diberikan jabatan tinggi pada pemerintahannya.

Banyak hal lainnya yang ditentang dan menimbulkan keributan seperti


pembelotan yang terjadi di pemerintahannya, hingga kelompok oposisi yang
bereskalasi.
Akhirnya, muncul-lah sebuah usaha pengepungan Utsman yang terjadi dalam
beberapa babak.

Yang terparah adalah babak terakhir, yaitu pada 17 Juni 656 di mana para
pembelot memanjat dinding belakang dan merayap masuk.

Kemudian ramai-ramai membunuh Utsman bin Affan yang berpasrah diri


menghadapi para pembelot.

Mimpi Terakhir

Saat pagi hari sebelum terjadinya pengepungan terakhir yang terparah itu,
Utsman mengatakan pada penjaganya, “Biarlah mereka itu membunuhku.
Aku melihat Nabi SAW dalam mimpi, bersama Abu Bakar dan Umar.”

Dalam mimpinya dikatakan kalau Rasulullah mengajak Utsman untuk berbuka


bersama mereka yang muncul di mimpinya.

“Wahai Utsman, berbukalah bersama kami.” Katanya.

Saat itu, adalah hari Jumat, 12 Djulhijjah tahun 35 Hijriyah, saat di mana
Utsman mengusir para sahabat yang berniat untuk melindunginya, dan
membuka pintu rumah lebar-lebar untuk memberikan kesempatan para
pembelot masuk ke rumahnya.

Utsman kemudian melawan semua serangan dan tebasan pedang seorang


diri. Membuat tangannya terputus dan bagian tubuh lainnya bersimbah darah.

Hingga akhirnya dia terbunuh dengan posisi berhadap-hadapan dengan


mushaf yang sempat dibacanya.

Darah yang mengalir dari tangan yang putus, mengenai mushaf yang terbuka
dan membasahi firman Allah yang berbunyi:

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. Al-Bawarah: 137]. (Dikutip dari HR.
Khalifah dalam At-Tarikh 175).

Dengan begitu, Utsman bin Affan wafat pada usianya yang menginjak 82
tahun, pada Jumat pagi, 17 Dzulqaidah 35 H atau 17 Juni 656 Masehi.

Kisah ustman membeli sumur orang yahudi

Peristiwa itu terjadi setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, saat itu Kota
Madinah mengalami krisis air bersih dan satu-satunya sumur yang tersisa itu
milik seorang Yahudi, untuk memenuhi kebuahan air maka kaum muslimin
dan penduduk Madinah terpaksa harus mengantri membeli air bersih dengan
harga yang mahal dari seorang yahudi tersebut. Mendengar kabar dari
sahabatnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
bersabda,“Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang
menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu
menyumbangkannya untuk umat maka akan mendapat surga-Nya Allah
Ta’ala.” (HR Muslim).

Mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Utsman bin Affan


Radhiyallahu ‘anhu ke menemui seorang yahudi pemilik sumur untuk
membebaskan sumur itu demgan menawar harga sumur yang tinggi tetapi
seorang yahudi menolak dengan alasan sudah menjadi penghasilan tiap hari,
apabila sumur itu dijual maka penghasilan yang diperolehnya tiap hari dari
sumur akan berhenti, Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu tidak menyerah
karena ingin mendapat surga-Nya Allah Ta’ala dengan membebaskan sumur
itu lalu menyumbangkannya supaya kaum mulim dan penduduk Madinah
dengan mudah mendapatkan air bersih maka terjadilah negoisasi antara
Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu dengan seorang yahudi pemilik sumur
tersebut, dengan kepandaian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu menawar
dan membeli separuh dari hak sumur tersebut dengan harga tinggi dan orang
yahudi setuju karena mengira bahwa Utsman bin Affan membeli sumur untuk
mencari keuntungan dari penjualan air bersih apalagi akan mendapatkan
uang besar dari penjualan separuh sumur tanpa kehilangan sumur dan terjadi
kesepakatan antara Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu dengan seorang
yahudi bahwa satu hari sumur milik Utsman bin Affan, dan hari kemudian
menjadi milik orang Yahudi dan begitu seterusnya.

Sesuai kesepakatan maka Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mengajak


kepada kaum muslimin dan penduduk Madinah untuk mengambil air bersih
secara gratis yang bisa digunakan dalam dua hari karena besok sumur sudah
menjadi milik orang Yahudi, satu hari sumur milik Utsman bin Affan
Radhiyallahu ‘anhu dan satu hari menjadi milik orang Yahudi dan hal itu terus
selang sehari. Karena itu kaum muslimin dan penduduk Madinah mengambil
air saat hari itu sumur milik Utsman. Mereka mengambil dalam jumlah sesuai
kebutuhan selama dua hari. besoknya yang terjadi saat sumur menjadi milik
orang Yahudi penjualan air bersih menjadi sepi tanpa pembeli dikarenakan
kaum Muslimin dan penduduk Madinah mempunyai persediaan air bersih
selama dua hari dan akan mengambil air bersih lagi saat sumur itu menjadi
milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu Secara gratis.

Besoknya sumur seorang yahudi sepi pembeli air bersih karena kaum
muslimin dan penduduk Madinah mempunyai persediaan air bersih karena
rugi maka orang Yahudi menjual setengahnya dari sumurnya “Wahai Usman,
belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli
setengahnya kemarin,” kata seorang yahudi. Kemudian Utsman bin
Affan Radhiyallahu ‘anhu membeli setengah sumur, sampai saat ini sumur
yang dikenal dengan nama sumur Raumah letaknya di samping Masjid
Qiblatain. di sekitar sumur ditumbuhi pohon kurma yang dikelola Departemen
Pertanian Saudi. Hasil penjualan kurma disumbangkan untuk kebutuhan anak
yatim dan fakir miskin.

Anda mungkin juga menyukai