Anda di halaman 1dari 14

KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN KUALITAS

(SHAHIH, HASAN DAN DHA’IF)

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis

Dosen Pengampu Dr. Hj. Neni Nurlaela, Lc. M.Ag.

Disusun:

Linda Karlina (21122464)

Nurindah (21122428)

Reguler 1A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AT-TAQWA CIPARAY

2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis merupakan segala sesuatu yang bersandar atau bersumber dari Nabi

Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan). Selain

itu hadis merupakan sumber pokok ajaran Islam dan sebagai rujukan umat Islam

dalam memahami syari’at-syari’at yang ada dalam ajaran agama Islam.

Kedudukan hadis dijadikan sebagai hujjah atau landasan hukum kedua setelah

kitab suci Al-Qur’an yang dijadikan sebagai pedoman untuk menetapkan suatu

hukum. Fungsi hadis tidak hanya sebagai pedoman hidup manusia, akan tetapi

hadis mempunyai beberapa fungsi antara lain menguatkan dan menegaskan

hukum yang belum jelas dalam Al-Qur’an, menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang

masih bersifat global dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadis shahih, hasan, dan dha’if?

2. Apa saja syarat hadis shahih, hasan dan dha'if?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian hadis shahih, hasan dan dha'if.

2. Menjelaskan syarat-syarat hadis shahih, hasan dan dha'if.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadis Shahih

1. Pengertian Hadis Shahih

Shahih menurut bahasa artinya benar atau sah. Sedangkan hadis shahih

menurut istilah mempunyai banyak pengertian dan perbedaan pendapat antara

ulama, namun secara umum pendapat mereka tidak berbeda jauh. Adapun

pendapat para ulama tentang pengertian hadis shahih yaitu:

‫هوما اتصل سنده بعدول الضا بطين من غير شذوذ وال علة‬

“Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh periwayat yang adil, sempurna ingatan,
sanadnya bersambung, tidak ber’illat dan tidak janggal"
Sedangkan menurut para ahli mempunyai redaksi yang berbeda pula

terhadap definisi hadis shahih secara istilah yaitu:

1. As-Suyuti

‫ما نقله عدل تام الضبط متصل السند غير معلل وال شاذ‬

“Hadis shahih ialah yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang
adil dan dhabith, tidak ditemukan kejanggalan dan tidak juga ber’illat.”
2. Ibnu Shalah

‫هو الحديث المسند الذى يتصل اسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط الى منتها ه وال يكون شاذاوال‬

‫معلال‬

“Hadis shahih ialah hadis musnad yang sanadnya bersambung dengan


periwayatan seorang perawi yang adil dan dhabit yang berasal dari orang yang
adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, serta tidak ada kejanggalan dan cacat”

2
2. Syarat-Syarat Hadis shahih

1) Sanadnya bersambung

Maksudnya adalah setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar

menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan terus berlangsung hingga akhir

sanad begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.

2) Perawinya harus adil

Yang dimaksud dengan perawinya harus adil yaitu beragama Islam dan

balig dan memenenuhi syarat seperti bertaqwa kepada Allah yaitu menjalankan

semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya, menghindari dosa-dosa

kecil dan memelihara segala ucapan dan perbuatannya dari segala sesuatu yang

dapat menodai mura’ah atau kehormatan diri serta bersikap hati-hati terhadap

perbuatan sia-sia dan perbuatan dosa.

Menurut Syuhudi Ismail, kriteria-kriteria periwayat yang bersifat adil,

adalah:

a. Beragama Islam.

b. Berstatus mukalaf (Al-Mukallaf).

c. Melaksanakan ketentuan agama.

d. Memelihara muru'ah.

3) Perawinya bersifat dhabit

Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya

dengan baik, dengan hafalan yang kuat, lalu mampu mengungkapkannya kembali

ketika meriwayatkannya (Nuruddin, 1994: 3). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani

perawi yang dhabit ialah perawi yang kuat hafalan atau ingatannya terhadap apa

3
yang pernah mereka dengar dan mampu menyampaikan hafalan tersebut ketika

diperlukan.

4) Tidak ditemukan kejanggalan (syadz)

Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis

yang saling bertentangan dengan periwayat hadis lain yang lebih kuat atau tsiqah.

5) Tidak ‘illat atau cacat

Maksudnya bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat

kesahihannya dan terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat,

meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut

(Nuruddin, 1994: 4).

3. Klasifikasi Hadis Shahih

Hadis shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan shahih li

ghairih. Shahih li dzatihi adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya

secara maksimal, seperti yang telah disebutkan di atas. Adapun hadis shahih li

ghairih adalah hadis sahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara

maksimal. Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dhabit-

annya(kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain

semisal, ia menjadi shahih li ghairih. Dengan demikian, shahih li ghairih adalah

hadis yang kesahihannya disebabkan oleh faktor lain karena tidak memenuhi

syarat-syarat secara maksimal (Al-Khathib, 1989:277).

4
4. Tingkatan-tingkatan Hadis Shahih

Tingkatan atau derajat hadis shahih bertingkat-tingkat karena tingkatan

sifat perawinya seperti sifat dhabit, adil ataupun sifat-sifat yang menjadi syarat

atau sebab kesahihannya. Jika perawi hadis shahih memiliki sifat adil, dhabit dan

sifat-sifat lainnya yang menjadi sebab sifat kesahihahannya menjadi tinggi maka

hadis tersebut lebih shahih derajat atau tingakatannya. Karena itulah banyak

ulama hadis yang menyusun tingkatan-tingkatan dari hadis shahih yaitu:

a. Muttafaqu ‘alaih yaitu hadis yang telah disepakati keshahihannya oleh Imam

Bukhari dan Muslim.

b. Hadis Shahih Al-Bukhari atau hadis yang disahihkan oleh Imam Bukhari.

c. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

d. Hadis shahih yang tetap mengikuti syarat-syarat shahih Al-Bukhari dan

Muslim akan tetapi diriwayatkan selain dari Al-Bukhari dan Muslim.

e. Hadis shahih menurut syarat Bukhari, sedangkan Imam Bukhari sendiri tidak

men-takhrij-nya.

f. Hadis shahih menurut syarat Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri tidak

men-takhrij-nya.

g. Hadis shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari

dan Muslim. Akan tetapi, hadis yang di-takhrij-kan tersebut disahihkan oleh

Imam-imam hadis yang kenamaan. Misalnya hadis-hadis sahih yang terdapat pada

Shahih Ibnu Huzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Shahih Al-Hakim.

5
5. Kedudukan Hadis Shahih

Semua ulama telah sepakat menerima hadis shahih sebagai sumber ajaran

Islam dalam berbagai bidang baik dalam bidang hukum, akidah maupun dalam

bidang akhlak dan hadis shahih mempunyai kedudukan lebih tinggi dari hadis

hasan dan dha’if.

B. Hadis Hasan

1. Pengertian Hadis Hasan

Secara bahasa hasan berarti bagus atau baik. Sedangkan secara istilah

hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, akan tetapi

kurang dhabith, bersambung sanadnya, tidak syadz dan tidak pula cacat atau

‘illat. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai definisi dari hadis hasan, yaitu:

‫الحديث الحسن هو الحديث الذي رواه عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل وال شاذ‬

“Hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tetapi kurang

dhabith, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak pula janggal.”

2. Syarat-syarat hadis Hasan

1) Sanadnya harus bersambung;

2) Perawinya harus adil;

3) Perawinya harus dhabith, akan tetapi di sini ke-dhabit-an perawinya di

bawah ke-dhabit-an perawi hadis shahih;

4) Tidak syadz/janggal;

5) Tidak cacat.

6
Jadi dari syarat-syarat hadis hasan tersebut mempunyai syarat yang sama

dengan hadis shahih kecuali syarat ke-dhabit-annya, dimana dalam hadis shahih

tingkatan ke-dhabit-annya lebih tinggi dari kedabitan hadis hasan.

3. Klasifikasi Hadis Hasan

Sebagaimana hadis sahih, hadis hasan pun terbagi atas hasan li dzatih dan

hasan li ghairih. Hadis yang memenuhi segala syarat-syarat hadis hasan disebut

hadis hasan li dzatih.

Adapun hasan li ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan

perawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan

syahid. Hadis dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya (su’u al-hifdzhi), tidak

dikenal identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik

derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena dibantu oleh hadis-hadis lain yang

semisal dan semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya (Solahudin,

2008, 146).

4. Hukum dan Ke-hujjah-an Hadis Hasan

Hukum hadis hasan sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama

seperti hadis shahih, walaupun kualitas hadis shahih lebih tinggi dari hadis hasan.

Akan tetapi jika terjadi perselisihan atau pertentangan antara keduanya (hadis

shahih dan hasan) maka harus mendahulukan hadis shahih.

Kriteria atau ciri dari hadis hasan dan dha’if hampir sama, kecuali pada

tingkat ke-dhabit-an atau kuatnya hafalan seorang rijal al-hadis. Dengan kata lain,

seorang perawi yang tercakup dalam hadis hasan dan hadis shahih keduanya

memiliki ke-dhabit-an yang sama. Akan tetapi keshahihan suatu hadis yang

7
diterima dari perawi yang dijamin ke-dhabit-annya, keasliannya lebih aman dan

terjamin. Walaupun kurangnya kesempurnaan seorang perawi dari segi ke-dhabit-

an tidak menjadi sebab keluarnya hadis hasan dari kriteria ke-dhabit-an, sifat

dhabit tetap ada namun tidak sesempurna ke-dhabit-an hadis shahih. Oleh karena

itu, seluruh fuqaha serta sebagian besar muhaddisin dan usuliyyin telah sepakat

bahawa hadis hasan dapat digunakan sebagai hujjah baik dalam bidang hukum

maupun bidang akhlak, kecuali sebagian dari kalangan yang lebih cenderung

mutasyaddidun.

C. Hadis Dha’if

Dha’if menurut bahasa berarti lemah atau tidak kuat. Sedangkan menurut

istilah hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis shohih

dan hasan dan tidak kuat untuk di jadikan hujjah. Hadis dha’if tidak bisa dijadikan

hujjah karena ada beberapa sebab antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Sanad

Hadis dha’if yang sanadnya tidak dapat dijadikan dasar/hujjah, yaitu:

1). Terdapat periwayat yang cacat, baik dari aspek keadilan atau kedhabitan.

2). Adanya sanad yang tidak bersambung karena ada periwayat yang tidak saling

bertemu dengan pemberi informasi.

b. Faktor Matan

Matan hadis dha’if yang matannya tidak bisa dijadikan dasar/ hujjah:

1). Riwayatnya bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh rijal al-hadits yang

lebih tsiqah.

8
2). Terdapat kecacatan yang samar dan dapat merusak kesahihan hadis, seperti

kata-kata yang tidak mungkin di ucapkan oleh nabi.

1. Klasifikasi Hadis Dha’if

Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua

jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan. Sebab-sebab tertolaknya

hadis dari jurusan sanad adalah:

1) Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-

dhabit-annya.

2) Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih,

yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.

Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi ada sepuluh macam,

yaitu:

1. Dusta;

2. Tertuduh dusta;

3. Fasik;

4. Banyak salah;

5. Lengah dalam menghapal;

6. Menyalahi riwayat kepercayaan;

7. Banyak waham (Purbasangka);

8. Tidak diketahui identitasnya;

9. Penganut bid’ah, dan

10. Tidak baik hafalannya.

9
a. Klasifikasi Hadis Dha’if Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-dhabit-an

Rawi

1) Hadis Maudhu’ adalah hadis dha’if yang disebabkan karena bohongnya

periwayat, seperti membuat hadis sendiri kemudian diberi sanad dari rasulullah.

2) Hadis Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang

dianggap bohong karena pernak berbohong terhadap hadis.

3) Hadis Munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang fasik, bid’ah

atau jalalah.

4) Hadis Syadzdz adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorag rawi yang maqbul,

yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya

lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hapalannya.

b. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Gugurnya Rawi

1) Hadis Mu’allaq adalah hadis yang sanadnya terputus di awal, satu atau lebih

berturut-turut.

2) Hadis Mu’dal adalah hadis yang sanadnya terdapat dua orang atau lebih perawi

yang gugur secara berurutan.

3) Hadis Mursal adalah hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in langsung dari Nabi.

Sedangkan menurut sebagian muhadisin, hadis mursal adalah hadis yang putus

sanadnya di akhir sanad yaitu orang setelah tabiin. Hadis mursal dibagi menjadi

tiga yaitu sebagai berikut.

a. Mursal Shahabi adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang

masih kecil, padahal sahabat tersebut tidak menerima langsung dari Nabi.

10
b. Mursal Jali yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) jelas

sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak

hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita

c. Mursal Khafi adalah hadis yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang

meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah mendengar

sebuah hadis pun darinya.

4) Hadis Munqathi’ adalah hadis yang sanadnya ada perawi yang gugur satu atau

lebih tidak berturut-turut, baik diawal, tengah atau akhir sanad.

5) Hadis Mudallas adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang

menyembunyikan kecacatan sanadnya dan menampakkan cara periwayatan yang

baik. Hadis mudallas ada tiga macam yaitu:

a. Tadlis isnad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang satu

masa dengannya, seakan-akan dia benar-benar mendengar darinya, tetapi perawi

tersebut tidak pernah mendengar darinya.

b. Tadlis At-Taswiyah adalah hadis yang periwayatnya menggugurkan syekh yang

dha’if diantara dua orang syekh tsiqoh yang saling bertemu.

c. Tadlis syuyukh adalah hadis yang perawinya menerima hadis dari seorang

syekh, kemudian perawi tersebut mengganti nama syekh dengan nama julukan

atau nama bangsa yang tidak popular agar tidak diketahui identitasnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan

segala sesuatu yang bersandar atau bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik

berupa perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan). Klasifikasi atau pembagian

hadis dari segi kualitas perawinya dibagi menjadi tiga macam yaitu hadis shahih,

hadis hasan dan hadis dha’if. Hadis shahih dibagi menjadi dua yaitu hadis shahih

lidzatihi dan hadis shahih lighairihi dan hadis hasan dibagi menjadi dua macam

yaitu hadis hasan lidzatihi dan hadis hasan lighairi. Sedangkan hadis dha’if

dibagi menjadi banyak kategori. Secara global di bagi menjadi dua yaitu hadis

dha’if berdasarkan cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi dan berdasarkan

gugurnya rawi.

B. Saran

Alhamdulillah penulisan makalah ini terselesaikan dengan baik dan lancar,

kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan

kalimat maupun dari segi tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka

kami menerima kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun

pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, Suyadi. (2009). Ulumul Hadis. Bandung: CV PUSTAKA

SETIA

Rosidin, Mukarom Faisal, dkk. (2015). Menelaah Ilmu Hadis Untuk Kelas

XI Madrasah Aliyah Program Keagamaan. Surakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri.

Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadis. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Al-Maliki, Muhammad Alawi. (2006). Ilmu Ushul

Hadis.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Zein,Ma’sum. (2013). Ilmu Memahami Hadis Nabi Cara Praktis

Menguasai Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis.Yogyakarta:Pustaka Pesantren.

Sahrani, Sohari. (2010). Ulumul Hadis. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Idri. (2010). Studi Hadis. Jakarta: Kencana.

http://pikirdandzikir.blogspot.com/2018/11/klasifikasi-hadis-dari-segi-

kualitas.html?m=1 diakses pada 25 November 2021

13

Anda mungkin juga menyukai