Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIST DITINJAU DARI SEGI

KUALITAS HADIST ( SAHIH,HASAN DAN DHA’IF )

Dosen Pembimbing:

Dr. Mahdalena Nasrun, S.Ag, M.H.I

Disusun Oleh:

Muhammad Djardjis (220106098)

Yahya Fuad (2202106097)

Abbas Armstrong Ramadhani (220106086)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

ILMU HUKUM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Pembagian hadist ditinjau dari
segi kualitas hadist ( sahih, hasan dan dha’if ). Kami berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dalam pembagian hadist.

Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat
global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika
kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.

Banda Aceh, 16 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 2
A. PENGERTIAN HADIST................................................................................................................... 2
B. PEMBAGIAN HADIST ................................................................................................................... 2
1. HADIST SHAHIH ....................................................................................................................... 2
2. HADIST HASAN ........................................................................................................................ 4
3. HADIST DHAIF ......................................................................................................................... 5
BAB III ...................................................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................................................. 8
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadits, oleh umat Islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran Islam sesudah Al-
Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam
kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara
struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang bersifat
global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika
kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh
karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam
menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.

Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits
yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai
dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan
yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya
memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.

Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-
hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini,
maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat
dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian hadits Shahih, Hasan dan Dhaif ?


2. Apa syarat-syarat hadits Shahih ?
3. Apa penyebab hadits dhaif Serta macam-macamnya ?
4. Bagaimana tingkatan-tingkatan shahih ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIST

Secara bahasa, hadits berarti perkataan, percakapan, berbicara. Secara terminologis,


hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW. Segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan atau perilaku Nabi
Muhammad SAW.1
Didalam pembahasan ilmu mustholahul hadits ada satu pembahasan mengenai khobar
(hadits) terdapat yang maqbul dan mardud. Khobar maqbul adalah kebenaran orang
yang menyampaikan khobarnya itu lebih kuat/terpercaya (rajih) serta wajib dijadikan
sebagai hujjah (dalil) dan mengamalkannya. Sedangkan khobar mardud adalah
kebenaran orang yang menyampaikan khobarnya itu tidak kuat/terpercaya serta tidak
boleh dijadikan sebagai hujjah (dalil). Adapun khobar maqbul ditinjau dari perbedaan
derajat dibagi atas dua yaitu shahih dan hasan.

B. PEMBAGIAN HADIST

1. HADIST SHAHIH

A. Pengertian Hadist Shahih


hadist shahih menurut bahasa berarti hadist yang sah, hadist yang sehat atau
hadist yang selamat. Hadist shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah sebagai
berikut: "Hadist yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai
akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber'illat."2

1
Dikutip dari buku Memahami Ilmu Hadits oleh Asep Herdi
2
Oleh Ibnu Ash Shalah

2
Imam Al-Suyuti juga mendefinisikan hadits shahih dengan “hadits yang
bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhobit, tidak
syadz dan tidak ber’ilat”.3

B. Syarat-syarat Hadist Shahih


1. Sanadnya Bersambung
2. Perawinya Adil
3. Perawinya Dhabith
4. Tidak Syadz
5. Tidak Ber’illat

C. Tingkatan Hadits Shahih


Perlu diketahui bahwa martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan
rendahnya kepada ke dhabitan dan keadilan para perawinya. Berdasarkan
martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga
yaitu:
Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya.
seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla
budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya di
bawah tingkat pertama di atas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin
Salamah dari Tsabit dari Anas.
Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya lebih
rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari
ayahnya dari Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh
tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
1. Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
4. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari
dan Muslim,

3
Oleh Imam Al-Suyuti

3
5. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari
saja,
6. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
7. Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan
Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

D. Contoh Hadist Shahih

‫َمنْ تَ َشبَّْهَ بَِقومْ فَ ُه َْو ِمن ُه ْم‬


Artinya : “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia akan digolongkan
sebagai kaum tersebut." (HR. Abu Dawud)

2. HADIST HASAN

A. Pengertian Hadist Hasan


Menurut Imam Tirmidzi, hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi
yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan
informasinya tidak kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanad. Selain itu,
menurut Abdul Karim, hadits Hasan juga merupakan hadits yang diriwayatkan
oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits
yang tingkatannya berada di bawah hadist shahih dan berada di atas hadist dhaif.

B. Syarat-syarat Hadist Hasan


Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan
syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:
1. Periwayat (Sanad) bersambung,
2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil
3. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tetapi tingkat kehafalannya
masih di bawah hadits Shahih,
4. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya
lebih tinggi atau Al-Qur'an,
5. Tidak terdapat cacat.

4
Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada kedhabithannya. Jika hadits
Shahih tingkat dhabithnya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat
kedhabithannya berada di bawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits
yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari Salamah, dari
Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan
Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar
biasa.4

C. Contoh Hadist Hasan


ِ ِ ِ ْ ‫ال ما ظَه ْر ِرحي ْه وخ ِف ْى لَونُْه و ِط‬ ُْ ‫ِط‬
ِ ِ ‫يب‬
ُ‫يب الن َس ْاء َما ظَ َهَْر لَونُْهُ َو َخف َْى ِرحيُْه‬
ُ َ ُ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ْ ‫الر َج‬
Artinya : “Sifat parfum laki-laki, baunya nampak sedangkan warnanya
tersembunyi. Adapun sifat parfum wanita, warnanya nampak namun, baunya
tersembunyi.” (HR. Tirmidzi, no. 2787; An-Nasa’i, no. 5120)

3. HADIST DHAIF

A. Pengertian Hadist Dhaif


Hadits lemah atau Hadits Dha'if adalah hadits yang tidak memenuhi
persyaratan hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak sama dengan hadits
maudhu’, atau palsu. Hadits dhaif memang dinisbahkan kepada Rasulullah,
tetapi perawi haditsnya tidak kuat hafalan ataupun kredibilitasnya, atau ada
silsilah sanad yang terputus. Sementara hadits maudhu’ ialah informasi yang
mengatasnamakan Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya bukan perkataan
Rasulullah SAW.
Ulama sepakat bahwa mengamalkan hadits dhaif dibolehkan, selama tidak
berkaitan dengan hukum halal dan haram, akidah, dan hanya sebatas fadha’il
amal. Dengan demikian, menyampaikan hadits dhaif, seperti mengutip hadits
dhaif dalam buku atau menyampaikannya dalam pengajian dan majelis taklim
dibolehkan. Hasan Muhammad Al-Masyath dalam Al-Taqriratus Saniyyah fi
Syarahil Mandzumah Al-Bayquniyyah menjelaskan: “Sebagian ulama
membolehkan periwayatan hadits dhaif tanpa menjelaskan kedhaifannya

4
Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006). Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta

5
dengan beberapa syarat: hadits tersebut berisi kisah, nashat-nasihat, atau
keutamaan amalan, dan tidak berkaitan dengan sifat Allah, akidah, halal-
haram, hukum syariat, bukan hadits maudhu’, dan tidak terlalu dhaif.”
Setiap hadis yang tingkatannya berada dibawah hadits hasan (tidak memenuhi
syarat sebagai hadis shahih maupun hasan) maka disebut hadits dho'if dan
hadis (seperti) ini banyak sekali ragamnya.

B. Penyebab Kedhaifannya
1. Terputusnya rantai periwayatan (sanad)
2. Adanya kelemahan/cacat pada seorang atau beberapa orang penyampai
riwayat (perawi) hadis tersebut.5 (Perawi yang sering berbohong, fasiq,
pelaku bid’ah dan tidak dikenali).

C. Tingkatan Hadist Dhaif


Di antara macam-macam tingkatan hadis yang dikategorikan lemah, seperti:6
1. Mursal: Hadis yang disebutkan oleh Tabi'in langsung dari Rasulullah ‫ﷺ‬
tanpa menyebutkan siapa sahabat yang melihat atau mendengar langsung
dari Rasul. Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan
adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur riwayatnya (namun tidak
disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak
disebutkan tersebut adalah seorang sahabat maka tidak tergolong sebagai
hadis lemah.
2. Mu'dhol: Hadis yang dalam sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang
tidak dicantumkan secara berurut.
3. Munqathi (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa
melihat letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah
Munqathi, tetapi tidak sebaliknya.
4. Mudallas: Seseorang yang meriwayatkan dari rawi fulan sementara hadis
tersebut tidak didengarnya langsung dari rawi fulan tersebut, namun ia
tutupi hal ini sehingga terkesan seolah ia mendengarnya langsung dari rawi
fulan. Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad

5
Mahmûd al-Ṭaḥḥân, Taysîr Muṣṭalah al-Ḥadîts, [Riyadh: Maktabah Maarif, 2010], h. 76-155.)
6
Muqadimmah Ibnu Shalah

6
(menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan
personal).
5. Mu'an'an: Hadis yang dalam sanadnya menggunakan lafal fulan 'an fulan
(riwayat seseorang dari seseorang).
6. Mudhtharib (guncang): Hadis yang diriwayatkan melalui banyak jalur dan
sama-sama kuat, masing-masingnya dengan lafal yang
berlainan/bertentangan (serta tidak bisa diambil jalan tengah).
7. Syadz (ganjil): Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang
tsiqah (terpercaya). Atau didefinisikan sebagai hadis yang hanya
diriwayatkan melalui satu jalur namun perawinya tersebut kurang
tepercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
8. Munkar: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang
menyelisihi periwayatan rawi-rawi yang tsiqah.
9. Matruk: Hadis yang di dalam sanadnya ada perawi yang tertuduh berdusta.
10. Maudhu'(Hadis palsu): Hadis yang dipalsukan atas nama Nabi, di dalam
rawinya ada rawi yang diketahui sering melakukan kedustaan dan
pemalsuan.
11. Bathil: Sejenis Hadis palsu yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip
syariah.
12. Mudraj: Perkataan yang diucapkan oleh selain Nabi yang ditulis
bergandengan dengan Hadits Nabi. Sehingga dapat dikira sebagai bagian
dari hadis. Umumnya berasal dari perawi hadisnya, baik itu sahabat
ataupun yang di bawahnya, diucapkan untuk menafsirkan, menjelaskan
atau melengkapi maksud kata tertentu dalam lafal hadis.

D. Contoh Hadist Dhaif

‫ف ِعبَ َادةْ َوإِنْ َكا َْن ََنئِ ًما َعلَ ْى فَِر ِاشِْه‬
ْ ِ ‫لصائِ ُْم‬
َّ
Artinya : “Orang yang berpuasa itu tetap dalam ibadah meskipun dia tidur di
atas kasurnya“. (HR. Muhammad bin Ahmad bin Sahl).
Orang ini termasuk pemalsu hadits, sebagaimana diterangkan oleh Imam adz-
Dzahabi dalam kitab ad-Dhu’afa dalam kitab Silsilah ad-Dha’îfah wal
Maudhû’ah, no. 653 dan kitab Faidhul Qadîr, no. 5125.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Derajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita katakan
shahih, hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 2 hal yaitu keadaan sanadnya dan
keadaan perawinya. Akan tetapi oleh para ulama telah diberikan kemudahan bagi para
peneliti hadits untuk mengetahui derajat hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits
seperti yang paling terkenal adalah kitab “tahzibul kamal fi asmaail rijal” yang
menerangkan tentang keadaan perawinya, apakah dia itu pendusta, bid’ah, fasiq dan
yang lainnya. Akan tetapi semua ulama telah sepakat tentang keshahihan hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim sehingga kita tidak perlu lagi
untuk meneliti atas keadaan sanad dan perawinya akan tetapi yang mesti ingat hadits-
hadits selain dari Imam Bukhari dan imam muslim mesti kita telaah kembali akan
keshahihannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-hadits-menurut-bahasa-fungsi-dan-
kedudukannya
https://www.merdeka.com/jatim/mengenal-macam-macam-hadist-dan-pengertiannya-dalam-
agama-islam-kln.html
https://www.popbela.com/career/inspiration/romi-subhan/kumpulan-hadits-pendek/1
https://id.wikipedia.org/wiki/Hadits_Hasan#cite_ref-IuH_2-0
https://brainly.co.id/tugas/35068572
https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis_Daif#
https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-yang-banyak-beredar-pada-bulan-
ramadhan.html

Anda mungkin juga menyukai