DOSEN PENGAMPU:
Awang Mukhlis, M.Pd. I
DISUSUN OLEH:
Serhli Adellia (2230202276)
Kuswatun Hasana (2230202259)
Leo Ardinata Pratama (2230202270)
Penulis
I
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Kritik Dan Saran ........................................................................................ 9
II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis-hadis Nabi Muhammad Saw yang ada pada masa sekarang ini telah
melewati beberapa masa hingga akhir nya sampai kepada kita. Selama beberapa
masa itu tentu saja hadits-hadits tersebut tidak melalui metode yang sama untuk
sampai kepda kita. Misalnya para sahabat meriwayatkan langsung dari
Rasulullah, selanjutnya para tab’in meriwyatkan hadis dari para sahabat dan
akhirnya kita mengetahui hadis dari literatur-literatur hadis baik secara langsung
maupun tidak langsung.1
1
Ikrima Azkuri Nabila, ‘PENGANTAR STUDI HADITS’, 1 (p. 1).
2
Jati Agung, ‘MACAM-MACAM HADITS DARI SEGI KUALITASNYA’, p. 346.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hadits Shahi?
2. Apa Saja Syarat Hadits Shahi?
3. Bagaimana Tingkatan Hadits Sahih?
4. Bagaimana Hukum Mengamalkan Hadits Shahih?
5. Ada Berapa Pembagian Hadits Sahih?
6. Contoh Hadits Shahi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Arti Hadits Shahi.
2. Mengetahui Syarat Hadits Shahi.
3. Mengetahui Tingkatan Hadits Shahi.
4. Mengetahui Hukum Mengamalkan Hadits Shahih
5. Mengetahui Pembagian Hadits Shahi.
6. Mengetahui Contoh Hadits Shahi.
2
PEMBAHASAN
3
M A Dr. H. Kamaruddin, Studi Hadits (Deepublish, 2023), p. 126.
3
bahwa syaz adalah kondisi sebuah hadis yang bertentangan dengan yang
lebih baik kualitasnya dari hadis itu sendiri.
4. Perawinya Adil
Imam Ibnu Hajar mengatakan perawi yang adil adalah perawi yang
menjaga ketakwaan dan menjauhi dosa kecil. Artinya orang adil adalah
orang yang senatiasa menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau yang
mengikuti hawa nafsunya. Ada lima syarat perawi disebut adil, yaitu:
1) Muslim
2) Menjauhi perbuatan fasiq
3) Bukan orang yang teledor adil
4) Mukallaf (balig dan berakal)
5) Menjaga muru’ah. Muru’ah di sini artinya sngat lokalistik, sesuai
dengan ada dan kebiasaan daerah perawi hidup.
5. Perawinya dhabith
Dhabit ada dua jenis dhabith shadr dan dhabit kitab.Yang
diamksud dengan dhabit shadr adalah kuat hafalanya. Ukuran kuat
hafalannya adalah ia yakin akan apa yang dia ingat dan apabila diminta
untuk menyebutkan dia tidak butuh bantuan lainnya, seperti buku.
Sedangkan dhabith kita adalah tulisan yang bener bener dijaga oleh
penulis dan itu ditulis langsung dari asalnya.
4
sebagaimana dijelaskan diatas. Adapun makna mu’tamidun fi dhabthihi
wa naqlihi adalah penguat, sebagaimana dijelaskan di atas. 4
4
Lc Abdul Hamid, ‘HADITS SHAHIH’, 3–4 (pp. 3–4).
5
Musnadnya, Imam Malik dalam Muwattha’nya, kitab sunan 4,
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan lainnya.
5
A Umar, Ilmu Hadits Dasar (LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2021), p. 65.
6
Tajul Arifin, ‘Ulumul Hadits’ (Sunan Gunung Djati Press dan Civic Education Center (CEC), Bandung,
2014), p. 116.
6
"Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: "Dasar (pokok) Islam itu
ada lima perkara : mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku
bahwa Muhammad adalah Rasul Allah menegakkan Sholat (sembahyang),
membayar zakat, menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan
ibadah haji" (HR. Bukhari dan Muslim).7
b. Haids Shahih Li-Ghairih
Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah Hadist yang
keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada kategori ini
pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya.Sehingga
dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadist
shahih. Contoh hadist shahih Li-Ghairihi:
Artinya: "Dari Abu Hurairah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda:
"sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh
mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat." (HR.
Bukhari dan Tirmidzi)
7
Zainnudin Hamidy et Al, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, 1st edn (Widjaya, 1992), p. 16.
8
Ahmad Sarwat, ‘Hadits Shahih Tidak Harus Selalu Diamalkan’, 2019, 9–10 (pp. 9–10).
7
PENUTUP
A. Kesimpulan
A. Pengertian Hadits Shahih
Sahih menurut bahasa berarti “sah, benar, sempurna, tidak ada
celanya”. Secara istilah, beberapa ahli memberikan definisi antara lain
sebagai berikut:
1. Menurut Subhi al-Shalih, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya
bersambung (muttasil) melalui periwayatan orang yang adil dan dhabit,
sampai akhir sanad tidak ada kejanggalan dan tidak berillat.
2. Menurut Imam al-Nawawi, hadis sahih adalah hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabit, tidak syaz, dan
tidak ber-illat.
B. Syarat Hadits Shahih
1. Sanadnya Bersambung
2. Tidak ada syaz
3. Tidak ada illat
4. Perawinya adil
5. Perawinya dhabit
C. Pembagian Hadits Shahih
a. Hadis Shahih Li-Dzatih
b. Hadis Shahih Li-Ghairih
8
B. Kritik dan Saran
Demikianlah pembahasan dari kelompok kami, tentang Hadits Shohi yang
dapat penulis sampaikan dan penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu penulis mohon kritik dan
sarannya dari bapak/ibu dosen dan teman-teman sekalian untuk membangun
makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, Lc, ‘HADITS SHAHIH’.
Agung, Jati, ‘MACAM-MACAM HADITS DARI SEGI KUALITASNYA’.
Al, Zainnudin Hamidy et, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, 1st edn (Widjaya, 1992).
Arifin, Tajul, ‘Ulumul Hadits’ (Sunan Gunung Djati Press dan Civic Education Center
(CEC), Bandung, 2014).
Dr. H. Kamaruddin, M A, Studi Hadits (Deepublish, 2023).
Nabila, Ikrima Azkuri, ‘PENGANTAR STUDI HADITS.
Sarwat, Ahmad, ‘Hadits Shahih Tidak Harus Selalu Diamalkan’, 2019.
Umar, A, Ilmu Hadits Dasar (LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2021).
10