MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
pada Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pembimbing:
Muhammad Syukri Ismail, S.Th.I., MA
Disusun Oleh
SARI APRIYANTI
ETI WIDIANINGSIH
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Shahih...................................................................... 2
B. Tingkatan Hadits Shahih....................................................................... 3
C. Syarat-syarat Keshahihan Suatu Hadits................................................ 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
B. Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hadits shahih?
2. Bagaimana tingkatan hadits shahih?
3. Apa saja syarat keshahihan suatu hadits?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits shahih.
2. Untuk mengetahui tingkatan hadits shahih.
3. Untuk mengetahui syarat keshahihan suatu hadits.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Ma’shum Zein, Ulumul Hadits & Musthalah Hadits, Cet-I, (Jombang:
Darul Hikmah, 2008). hlm. 13
2
Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), hlm. 100
3
Muh. Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 1.
4
Tengku Muhammad Hasbi ash–shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1988), hlm. 23.
2
3
khabar mutawatir atau ijma’ dan segala perawinya orang yang adil.5 Al
Hafidh Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits shahih ialah hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna keras ingatannya, bersambung–
sambung sanadnya kepada Nabi SAW, tidak ada sesuatu yang cacat dan tidak
bersalahan riwayat itu dengan riwayat orang yang lebih rajin dari padanya.6
Ibn Al – Shalah (wafat 643H = 1277 M ), salah seorang ulama hadits
al – muta’akhirin yang memiliki banyak pengaruh dikalangan ulama hadits
sezamannya dan sesudahnya, telah memberikan definisi atau pengertian
hadits shahih sebagai berikut: Hadits shahih ialah hadits yang nyambung
sanadnya (sampai kepada nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan
dhabith sampai akhir sanad, (didalam hadits itu) tidak terdapat kejanggalan
(syudzudz) atau cacat (ilat).7
Jadi, yang dimaksud hadits shahih yaitu hadits yang bersih dari cacat,
hadits yang benar berasal dari Rasulullah SAW. Sebagaimana para ulama
telah menyepakati kebenarannya, bahwa hadits shahih merupakan hadits yang
bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit rawi
lain yang (juga) adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak
janggal serta tidak cacat (illat).8
5
Tengku Muhammad Hasbi Ash–Shiddieqy, Pokok–Pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1981), hlm. 109.
6
Ibid., hlm. 110.
7
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
hlm.124.
8
Mujiyo, Ulum Al-Hadits 2, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.2
4
9
M. Ajjaj al-Khatib, Ushulul Hadis, Pokok-Pokok Ilmu Hadis, (Terj: M. Qadirun Nur &
Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hlm. 227-278
10
Ibid., hlm. 278-279
11
Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 1993), hlm. 118
12
Muh. Zuhri, Op.Cit., hlm. 89.
5
13
Syahudi Ismail, Op.Cit., hlm. 127
14
M. Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Hadits, (Bandung, Pustaka Setia, 2010), hlm.
128
15
Hasbi Ash–Shiddieqy, Pokok-pokok.....Op.Cit., hlm. 111.
6
19
Ibid., hlm. 137.
8
20
Muh. Zuhri, Op.Cit., hlm. 89.
21
Syahudi Ismail, Op.Cit., hlm. 139.
9
22
Ibid., hlm. 144.
23
Ibid,. hlm. 147.
24
Muh Zuhri, Loc.Cit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits shahih yaitu hadits yang bersih dari cacat, hadits yang benar
berasal dari Rasulullah SAW. Sebagaimana para ulama telah menyepakati
kebenarannya, bahwa hadits shahih merupakan hadits yang bersambung
sanadnya yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit rawi lain yang
(juga) adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta
tidak cacat (illat).
Berdasarkan martabat para perawi, para muhadditsin membagi
tingkatan sanad suatu hadits menjadi:
1. Ashhohul Asanid
2. Ahsanul al-Asanid
3. Ad’aful al-Asanid
Suatu hadits dapat dikatakan shahih apabila memenuhi unsur-unsur
berikut, yaitu:
1. Sanadnya Bersambung
2. Perawinya Bersifat Adil
3. Periwayat Bersifat Dhabith
4. Terhindar dari Syudzudz (Ke–Syadz–an)
5. Terhindar dari ‘Illat
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang syarat-syarat hadits
shahih, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih
dalam lagi tentang kedua sifat tersebut untuk mencari referensi melalui
berbagai media yang tersedia.
10
DAFTAR PUSTAKA
M. Solahudin dan Agus Suyadi. (2010). Ulum Hadits. Bandung, Pustaka Setia.
Muhammad Ma’shum Zein. (2008). Ulumul Hadits & Musthalah Hadits. Jombang:
Darul Hikmah.
Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya. (1993). Ilmu Hadis. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.