Anda di halaman 1dari 16

HADIST SHAHI HASAN & DHAIF

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


TugasMata Kuliah Ilmu Hadist pada
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar

Disusun Oleh:

GITA RAMADANA (40300123013)

Nur Syifah Abdullah (40300123012)

Intan Nur Aeni (40300123009)

Nurul Maulani (40300123010)

Hamsina Asri (40300123011)

UNIVERSITAS
NIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS AD
ADAB & HUMANIORA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya tercurah kepada Allah SWT Dzat yang
Maha Agung yang kekuasaanNya meliputi langit dan bumi serta isinya yang
membukakan jalan yang terang pada penulis sehingga dapat merampungkan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan menuntaskan mata kuliah
Studi Aqidah dengan sebuah karya berbentuk makalah, ini merupakan bentuk
campur tangan dari Allah SWT berupa Rahmat, Taufik, dan HidayahNya. Untaian
puspita salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
mengantarkan ilmu pengetahuan bagi kita manusia sehingga dapat mengantarkan
manusia menuju jenjang kehidupan yang lebih mulia. Salawat juga disampaikan
kepada para keluarga, sahabat dan orang-orang yang tetap istiqomah dijalanNya.
Penulisan makalah yang berjudul “Hadist Shahi Hasan & Dhaif”selaku
dosen mata kuliah Studi Aqidah Akhlak. Dengan penuh pengharapan, semoga
penulisan makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis khususnya, semua
pembaca pada umumnya.

Gowa, 6 Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

C. Tujuan Pembelajaran......................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN

A. Hadis Shahih...................................................................................................... 3

B. Hadis Hasan........................................................................................................ 5

C.Hadis Dhaif.......................................................................................................... 8

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 11

B.Saran..................................................................................................................12

DAFTARPUSTAKA.............................................................................................13

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang merupakan pedoman
dan pengontrol segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Untuk Alqur‟an
semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai kedudukan sebagai suatu yang
mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadis Nabi belum dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak. Namun
demikian hadis memiliki peranan dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Alqur‟an
yang turun baik yang bersifat Muhkamat maupun Mutasabihat. Sehingga hadis ini
sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam menguasai inti-
inti ajaran Islam.
Dalam kondisi faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwatannya
yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah
hadis atau yang dikenal dengan hadis maqbul (diterima); Shahih dan hasan.
Namun disisi lain terdapat hadis-hadis yang dalam periwayatannya tidak
memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadis mardud
(ditolak); dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu‟), hal ini dihasilkan setelah
adanya upaya penelitian kritik Sanad maupun Matan oleh para ulama untuk yang
memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.
Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun
meriwayatkan hadis Rasulullah. Berbagai macam hadis yang menimbulkan
kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadis
baik dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya makna dari Matan pun
bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadis.
Dari uraian diatas maka perlu mengetahui dan menindaklanjuti metode-
metode yang digunakan oleh para ulama hadis dalam menentukan kualitas sebuah
hadis, sehingga kita dapat membedakan mana hadis sahih,hasan dan dhaif ‟ serta
dapat mengetahui permasalahan-permasalahannya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan syarat-syarat, hadis shahih?
2. Bagaimana pengertian dan syarat-syarat, hadis hasan?
3. Bagaimana pengertian dan pembagian, hadis dhaif?
C. Tujuan Pembahsan
1. Untuk mengetahui pengertian dansyarat-syarat, hadis shahih
2. Untuk mengetahui pengertian dan syarat-syarat, hadis hasan
3. Untuk mengetahui pengertian dan pembagian, hadis dhaif

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist Shahih
1. Pengertian
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu –
suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan
secara istilah yaitu :

“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit (


memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz
dan tidak pula cacat”.
Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu: “Hadis shahih
ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil
lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan
tidak mu‟allal (terkena illat).1
Ajjaj al-Khatib mengemukakan syarat-syarat terhadap sebuah hadis untuk
dapat disebut sebagai hadis shahih, yaitu: pertama, muttashil sanadnya, kedua,
Perawi-perawinya adil2, ketiga, Perawi-perawinya dhabit3, keempat, yang
diriwayatkan tidak syaz, kelima, Yang diriwayatkan terhindar dari illat qadihah
(illat yang mencacatkannya).
Sebuah hadis dikatakan shahih, jika hadis tersebut memiliki sanad yang
bersambung (muttashil) sampai ke rasulullah saw. dinukil dari dan oleh orang
yang adil lagi dhabit tanpa adanya unsur syaz maupun mu‟allal (terkena illat).
Dengan demikian apabila ada hadis yang sanadnya munqathi‟, mu‟dal dan
muallaq dan sebagainya, maka hadis tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hadis
shahih. Demikian halnya dengan illat sebuat hadis, jika sebuah hadis memiliki
illat maupun syaz, maka tidak dapat disebut hadis shahih.
2. Syarat-syarat

1
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul Hadis Ulumuhu wamusthalahatuhu (Beirut: Dar al-
Fikr, 1975), h. 304
2
Kata”adil” menurut muhaddisin adalah: lurus agamanya, baik budi pekertinya,bebas
dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan perawinya.

3
a) Sanadnya Bersambung. Rangkaian para perawi hadis shahih sejak perawi
terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima
hadis langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatnya Sanad suatu
hadis dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih
dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu
adalah seorang rawi yang dha‟if, sehingga hadis yang bersangkutan tidak
shahih.
b) Perawinya Adil. Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat
yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa
melaksanakan perintah dan meninggalkan arangan, dan terjaganya sifat
Muru‟ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan
hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.
c) Perawinya Dhabith. Seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi
tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadis yang
diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit
adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja
manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus
mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian
mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya
sebagaimana aslinya.
d) Tidak Syadz, Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadis yang
bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah
perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda
dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz
karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik
dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak,
maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut
syadz. Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadis yang
bersangkutan.

4
e) Tidak Berillat. Hadis ber‟illat adalah hadis-hadis yang cacat atau terdapat
penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak
keshahihan hadis. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi
zahirnya, hadis tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadis
tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan
demikian, yang dimaksud hadis tidak ber‟illat, ialah hadis yang di
dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. „Illat hadis dapat
terjadi baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara
bersama-sama. Namun demikian, „illat yang paling banyak terjadi adalah
pada sanad.
Adapun contoh hadis yang shahih adalah sebagai berikut;

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair
bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw
membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap hadis tersebut:
Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadis tersebut mendengar dari
gurunya.
Semua rawi pada hadis tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadis
tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
Abdullah bin yusuf :tsiqat muttaqin.
Malik bin Annas :imam hafidz
Ibnu Syihab Aj-Juhri :Ahli fiqih dan Hafidz
Muhammad bin Jubair :Tsiqat.
Jubair bin muth'imi :Shahabat.
Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadis yang lebih kuat serta
tidak cacat.
B. Hadist Hasan
1. Pengertian Hadis Hasan

5
Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang
adil namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya) serta terhindar
dari Syaz dan illat.3 Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada
dhabit yang sempurna untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis
hasan.4
Para ulama hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama
dengan hadis shahih, Hanya saja pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat
kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari perawi hadis shahih.5
2. Syarat-syarat
Kriteria hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih. Perbedaannya
hanya terletak pada sisi kedhabithannya.
Matan Mandzhumah al-Baiquniyyah:

٥–‫ت‬
ْ ‫ا ْﺷﺘَـ َﻬ َﺮ‬ ِ ‫ﺼ ِﺤ‬
‫ﻴﺢ‬ ‫ت … ِر َﺟﺎﻟُﻪُ ﻻَ َﻛﺎﻟ ﱠ‬
ْ ‫وف ﻃُْﺮﻗﺎً َوﻏَ َﺪ‬
ُ ‫ﺴ ُﻦ اﻟ َْﻤ ْﻌ ُﺮ‬
َ َ‫َوا ْﳊ‬
“Dan (hadits) hasan adalah yang dikenal jalur periwayatannya dan
masyhur…(namun) para perawinya tidak seperti (dalam hadits) shahih (dalam
kekokohan)”
Kriteria-kriteria hadits hasan dibagi menjadi lima, yakni:
a. Periwayat (sanad) bersambung.
Yang dimaksudkan dengan sanad bersambung ialah sanad yang selamat
dari keguguran. Dengan kata lain, tiap-tiap periwayat dapat saling bertemu dan
menerima secara langsung dari guru yang memberi. Keadaan bersambung sanad
ini berlaku dari awal sanad, thabaqat pertama (yakni sahabat) hingga kepada
periwayat terakhir yang menuliskan hadis tersebut ke dalam kitabnya dengan
menyebutkan nama-nama periwayat sebelumnya dari thabaqat ke thabaqat tanpa
tertinggal walaupun seorang periwayat (tidak terputus).Jadi, mulai dari periwayat
pertama hadis pada tingkatan sahabat sampai kepada periwayat terakhir atau
mukharrij, terdapat ketersambungan dalam periwayatan.
b. Diriwayatkan oleh rawi yang adil.

3
Nuruddin „Itr, Manhaj an-Naqd Fi „Ulum al-Hadis(Damaskus:Dar al-Fikr) yang
diterjemahkan oleh Mujiyo, „Ulum al-Hadis(Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet.II, 1997)h. 12
4
Subhi Shalih, Ulumul Hadis Wamustalahatuhu, (Beirut; Dar al„Ilm, 1988), h. 156.
5
Ahmad Umar Hasyim, Taysir Musthalah al-Hadis (t.d) h. 24

6
Mengenai masalah keadilan seorang periwayat, maka menurut Syuhudi
Ismail dapat diakumulasi dalam empat kriteria, yaitu: a) beragama Islam, b)
mukallaf, c) melaksanakan ketentuan agama, d) memelihara muru’ah.
c. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tetapi tingkat
kehafalannya masih di bawah hadits shahih.
d. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat
dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an.
Menurut Imam al-Syafi’iy, hadis tidak mengandung syadz adalah hadis itu
diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya dari Nabi saw, bukan sebaliknya, maka
disyaratkan hadis hasan itu bersih dari pertentangan periwayatan, karena apabila
bertentangan dengan riwayat yang terpercaya, maka hadis itu ditolak.
e. Tidak terdapat cacat (‘Illat).
‘Illat hadis, sebagaimana juga syadz hadis, dapat terjadi pada matan,
sanad, atau pada matan dan sanad sekaligus.Akan tetapi yang terbanyak, ‘illat
hadis terjadi pada sanad. Jadi, disamping terhindar dari syadz, maka hadis hasan
juga terhindar dari ‘illat.

Pembagian Hadis Hasan


a. Hadis hasan li dzatihi. Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan
sendirinya telah memenuhi kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan
tidak memerlukan riwayat lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan.
b. Hadis hasan li ghairihi. Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha‟if apabila jalan
(datang)-nya berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha‟ifannya bukan
karena perawinya fasik atau pendusta
Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha‟if,
yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan
berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu
masih berstatus dha‟if.
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat
Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu‟aib dari ayahnya
dari kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para

7
ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat shahih terendah.6
Contoh Hadis Hasan :

”Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami


Syu'bah berkata; telah memberitakan kepadaku Sa'ad bin Ibrahim dari Ma'bad
Al Juhani berkata;Mu'awiyah jarang menceritakan sesuatu dari Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam. Dan hanya beberapa kalimat berikut ini yang jarang
ditinggalkannya atau kerap diceritakannya dalam perkumpulan orang, yaitu dari
Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan, niscaya Allah akan pahamkan dalam masalah agama. Harta ini sangat
manis dan hijau (menyenangkan) siapa yang mengambilnya sesuai dengan
haknya maka ia dapatkan berkah darinya. Janganlah kalian saling memuji
karena hal itu sama halnya penyembelihan."
Hadis tersebut diatas bersambung sanadnya dan semua perawinya termasuk
orang-orang terpercaya kecuali Ma‟bad al-Juhany menurut adz-Zahaby,Ma‟bad
termasuk orang yang kurang ke-„adilan-nya Sedangkan contoh Hadis Hasan li
ghairihi

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu‟bah dari ashim bin


Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi‟ah, dari ayahnya bahwasanya seorang
wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal. Kemudian at-
Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan (hadis yang sama) dari „Umar,
Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad. ”Jalur „Ashim didha‟ifkan karena buruk
hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh at-Tirmidzy melalui jalur riwayat
yang lain.
C. Hadist Dhaif
1. Pengertian

6
Ibrahim Abdul Fattah, Alqaul al-Hasif Fi Bayani al-hadis ad-Dhaif (Kairo: Dar
Thiba‟ah al-Muhammadiyah, 1992) h. 6

8
Dha‟if
if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Hadis dhaif men
menurut istilah
yaitu :

“Apa
Apa yang sifat dari hadis hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat
syarat-syarat hadis hasan”.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadis itu
menjadi tidak shahih atau tidak ha
hasan. Lebih-lebih
lebih jika yang hilang itu sampai dua
atau tiga syarat maka hadis tersebut dapat dinyatakan sebagai hadis dhai
dhai‟if yang
sangat lemah. Karena kualitasnya dha
dha‟if,
if, maka sebagian ulama tidak
menjadikannya sebagai dasar hukum. Contoh hadis dhoif adala
adalahh sebagai berikut:

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al


al-atsrami
atsrami “dari abi
tamimah al-Hujaimi
Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang
menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seper
seperti ini
maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi
Muhammad saw”.
ini:“ kami
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadis ini:
tidak mengetahui hadis ini kecuali hadis dari jalur hakim al
al-atsromi,
atsromi, kemudian
hadis inii didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya
terdapat hakim al-atsrami
atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadis
hadis”.
Berkarta ibnu hajar mengenai hadis ini didalam kitab “Taqribut
Taqribut Tahdzib”
Tahdzib :
2. Pembagian
n Hadis Dhaif
Hakim al-Atsr
Atsromi
omi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.
Hadis dhaif apabila ditinjau dari segi sebab
sebab-sebab
sebab kedhaifannya, maka dapat
dibagi kepada dua bagian, pertama: Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi
syarat bersambungnya sanad. Kedua: Dhaif karen
karenaa terdapat cacat pada perawinya.
a. Dha‟if
if karena tidak bersambung sanadnya

9
1) Hadis Munqathi : Hadis yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau
pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal.7
2) Hadis Mu‟allaq : Hadis yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal
sanadnya secara berturut-turut.
3) Hadis Mursal : Hadis yang gugur sanadnya setelah tabi‟in. Yang dimaksud
dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat
adalah orang yang pertama menerima hadis dari Rasul saw.
4) Hadis Mu‟dhal : hadis yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-
turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang
sebelum shahabiy dan tabi'iy.
5) Hadis Mudallas : yaitu hadis yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadis itu tidak terdapat cacat.
b. Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya
Sebab-sebab cela pada perawi yang berkaitan dengan ke‟adalahan perawi ada
lima, dan yang berkaitan dengan kedhabithannya juga ada lima.
1) Adapun yang berkaitan dengan ke‟adalahannya, yaitu: Dusta, Tuduhan, Fasik,
bid‟ah dan al-jahalah (ketidakjelasan).
2) Adapun yang berkaitan dengan ke‟dhabithannya, yaitu: kesalahan yang, sangat
buruk,Buruk hafalan, Kelalaian, Banyaknya waham dan menyelisihi para perawi
yang tsiqah.

7
Manna‟ Khalil al-Qatthan, op.cit., h. 138

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui
periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula,
sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu‟allal (terkena illat). Syarat-syarat hadis
shahih antara lain: Muttashil sanadnya, Perawi-perawinya adil, Perawi-perawinya
dhabit, yang diriwayatkan tidak syaz, yang diriwayatkan terhindar dari illat
qadihah(illat yang mencacatkannya). Hadis shahih terbagi atas dua: shahih
lidzatihi dan hahih li ghairihi. Kitab-kitab yang memuat hadis shahih, antara lain:
Shahih bukhari, Shahih muslim, Mustadrak al-Hakim, Shahih Ibn Hibban, Shahih
Ibn Khuzaimah, Sunan Abu Daud, Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Abu Daud,
Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa‟I, Sunan Ibn Majah.
Hadis Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil
yang adil namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya) serta
terhindar dari Syaz dan illat. Kriteria hadis hasan. Sanad hadis harus bersambung,
Perawinya adil, Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih
rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis shahih, Hadis yang
diriwayatkan tersebut tidak syaz dan Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat
yang merusak (qadihah). Hadis hasan dibagi menjadi dua yaitu: hasan li dzatihi
dan hasan li ghairi. Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan: Sunan at-Tirmidzy,
Sunan Abu Daud dan Sunan ad-Dar Quthny.
Hadis dhaif adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis
shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.
B. Saran
Harapannya makalah ini dapat menjadi bahan referensi seputar hadis
shahih, dan hasan ‟. Saran dan kritikan yang membangun sangat dibutuhkan
penulis guna perbaikan serta pengembangan dari pembahasan yang ada dimakalah
ini.

11
DAFTAR PUSTAKA
al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Ushul Hadis Ulumuhu wamusthalahatuhu Beirut:
Dar al-Fikr, 1975.
al-Qatthan, Manna‟ Khalil, Mabahits Fi „Ulum al-Hadis diterjemahkan oleh
Mifdol Abdurrahman dalam judul Pengantar ilmu Hadis, jakarta: Pustaka al-
Kautsar cet.II, 2006.
as-Shiddieqy, Hasby. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta: PT.Bulan
Bintang,1987.
Nuruddin „Itr, Manhaj an-Naqd Fi „Ulum al-Hadis (Damaskus:Dar al-Fikr) yang
diterjemahkan oleh Mujiyo, „Ulum al-Hadis Bandung: Remaja Rosda Karya,
Cet.II, 1997
Rahman, Fathur. Ikhtishar Mushthalah Hadis Bandung: Al-Ma‟arif ,1991.
Sayyidi ,Taufiq Umar. Manhaj ad-Dirayah wa Mizan ar-Riwayah, [t.d]
Yuslem, Nawir. Ulumul hadis,[t.t], Mutiara sumber Widya, 2001

12

Anda mungkin juga menyukai