Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HADIST DITINJAU DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATANNYA


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist
Dosen Pengampu : Aam Amaliatus Sholihah, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Anca (2111101158)
Nur Avifah (2111101153)
Dea Nita Saputri (2111101218)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Kaerna berkat rahmat taufik
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliah Ulumul
Haditsini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Baginda
Rasulullah, Muhammad SAW.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tigas mata kuliah Ulumul Hadits yang
berjudul "Hadist Ditinjau dari Segi Kualitas Sanad dan Matannya". Kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran pembuatan makalah ini
terutama kepada Ibu Aam Amaliatus Sholihah M.Pd, telah yang memberikan tugas ini kepada
kami,maka kami akan mengekerjakan dengan baik dan semaksimal mungkin. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan dan memberkahi. Aamiin.

Akhirnya penyusunan makalah ini terselesaikan. Kami menyadari kekurangan


makalah ini masih sangat banyak. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun untuk mengubahnya dan kami dapat belajar dari kesalahan untuk
bisa menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Samarinda, 23Maret 2022


Penyusun

Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................I
DAFTAR ISI......................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Pengertian Hadist Shahih.........................................................................................3
1. Macam-macam Hadist Shahih..........................................................................3
2. Syarat-syarat Hadist Shahih..............................................................................5
B. Pengertian Hadist Hasan..........................................................................................9
1. Macam-macam Hadist Hasan............................................................................10
2. Syarat-syarat Hadist Hasan................................................................................12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................13
A.Kesimpulan..............................................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan
kajian ilmu keislaman, terutama dalam hadits banyak sekali bahasan dalam
ilmu hadits yang sangat menarik dan penting sekali untuk dibahas dan
dipelajari.
Hadits dalam ajaran agama Islam adalah sumber hukum kedua dan
pedoman bagi Muslim setelah Al-Qur’an. Ada beberapa macam hadits yang
perlu diketahui Muslim, seperti yang akan dibahas pada makalah ini yaitu
Hadits Shahih dan Hadits Hasan.
Dalam mempelajari hadits, yang sering menjadi persoalan adalah
tentang kebenaran isi serta sumbernya. Benarkan Rasul pernah melakukan
atau mengucapkannya? Sebab itu, mengetahui kebenaran sebuah informasi
yang mengatasnamakan Rasulullah (hadits) sangatlah penting. Para ulama
hadis membagi hadis berdasarkan kualitasnya menjadi Hadits Shahih dan
Hadits Hasan.
Oleh karena itu, dibuatnya makalah ini agar pembaca dapat lebih
mengetahui hadits-hadits dari segi kualitas sanad dan matannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hadist Shahih ?
2. Sebutkan macam-macam Hadist Shahih !
3. Apa saja syarat-syarat Hadist Shahih ?
4. Apa yang dimaksud Hadist Hasan ?
5. Sebutkan macam-macam Hadist Hasan !
6. Apa saja syarat-syarat Hadist Hasan ?

1
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui apa yang dimaksud Hadist Shahih.
2. Mengetahui macam-macam Hadist Shahih.
3. Mengetahui syarat-syarat Hadist Shahih.
4. Mengetahui apa yang dimaksud Hadist Hasan.
5. Mengetahui macam-macam Hadist Hasan.
6. Mengetahui syarat-syarat Hadist Hasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Shahih


Secara istilah menurut Shubhi al-Shalih, hadits shahih adalah hadits
yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan
dhâbith hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir
berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan)
ataupun ‘illat (cacat).1
Maka hadist shahih dianggap sebagai hadist yang kuat karena memiliki
aspek-aspek sanad serta rawinya jelas dan terpercaya. Disamping itu,
hadist shahih merupakan hadist yang memiliki kedudukan paling tinggi.
Menurut keterangan dalam (Pendidikan Agama Islam Al Qur’an Hadist)
karya (Moh Matsna) (2008: 144), hadist shahih umumnya diriwayatkan
oleh mam Bukhari dan Imam Muslim.2
1. Macam-Macam Hadits Shahih
Hadits shahih ada 2, yakni shahih lidzatihi dan shahih lighairihi.
a. Hadist Shahih Lidzatihi
Ialah hadis Shahih yang memenuhi secara lengkap syaratsyarat hadis
yaitu bersambung terus sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang
yang adil, yang sukup kuat ingatannya dari orang yang seumpama
juga yang berturut- turut sampai penghujung sanad dan terhindar
dari hal yang mengganjal dan cacat. Maksud sanad yang

Shubhi al-Shalih, ‘Ulûm al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-‘Ilm li al-Malayin,


1

Beirut, tahun 1988, hal. 145.


2
Kumparan, “Pengertian Hadist Dhaif dan Hadist Shahih” https://kumparan.com/berita-
update/pengertian-hadist-dhaif-dan-hadist-shahih-1vecALdLC31, Diakses pada tgl. 24 Maret pukul
22.25

3
bersambung ialah selamat sanadnya dari terputus- putus dan gugur
seorang perawi ditengah- tengahnya.
Contoh hadits shahih lidzatihi:

“telah mengabarkan kepadaku yahya bin yahya, ia berkata: aku


membacakan kepada malik, dari safwan bin sulaim, dari atha’ bin
yasar, dari sa’id al-khudri, bahwasanya Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “mandi pada hari jum’at hukumnya
wajib, yakni bagi yang telah bermimpi (yang telah balig)” (HR.
Muslim)
b. Hadist Shahih Lighairihi
Hadis Shahih li ghairih artinya, yang Shahih karena yang lainnya,
yaitu yang jadi sah karena dikuatkan dengan jalan sanad atau
keterangan yang lain. Hadis Shahih li ghairih ialah hadis yang
tingkatannya berada dibawah tingkatan hadis Shahih li dzatihi,
hadis ini menjadi Shahih karena diperkuat dengan hadis- hadis
lain. Sekiranya kalau hadis yang memperkuat itu tidak ada maka
hadis tersebut hanyalah menjadi hadis hasan.3
Contoh hadist lighairihi:

3
Mansyur Syah, “Pengertian Hadits Shahih Beserta Contohnya”
https://www.arobiyahinstitute.com/2021/03/pengertian-hadits-shahih-beserta-contohnya.html Diakses
pada tgl. 24 Maret pukul 22.15

4
Telah menyampaikan sebuah hadits kepada kami Abu Kuraib,
iaberkata: Telah menyampaikan sebuah hadits kepada kami Abdah
bin Sulaiman dari Muhammad bin ‘Amru dari Abu Salamah dari
Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Sekiranya tidak memberatkan umatku, sungguh akan
aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR.
Tirmidzi)4

2. Syarat-Syarat Hadits Shahih


Hadits Shahih bisa dikatakan shahih apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung (iitishal al-sanad)
Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah setiap periwayat
hadits dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari periwayat
yang terdekat sebelumnya; keadaan semacam itu terus berlangsung
demikian sampai akhir sanad hadis.Artinya adalah sanad tersambung
mulai dari mukharrij hadits sampai pada periwayat pertama (kalangan
sahabat) yang memang lansung bersangkutan dengan Nabi. Dalam
istilah lain, sanad bersambung sejak sanad pertama hingga sanad yang
terakhir (kalangan sahabat) hingga Nabi, atau dibalik, sanad pertama
sejak dari Nabi sebagai periwayat pertama hingga berakhir pada
periwayat terakhir (mukharrij hadits).Namun atas bersambungnya
sanad masih belum bisa serta-merta dikatakan hadis shahih. Sebab ada
yang mengistilahkan hadis yang bersambung sanadnya tersebut dengan
istilah hadis musnad.Menurut Ibn Abd al-Barr hadis musnad adalah
hadis yang didasarkan pada hadis Nabi (sebagai hadis marfu’), sanad

4
Ahda Bina, “Hadits Shahih Lighairihi: Pengertian, Contoh dan Statusnya”,
https://www.ahdabina.com/hadits-shahih-lighairihi-pengertian-contoh-dan-statusnya/ , Diakses pada
tgl. 24 Maret pukul 22.00

5
hadis musnad ada yang bersambung (muttashil) dan ada pula yang
terputus (munqathi’).Hadis ini bisa dijadikan patokan menetukan
keshahihan hadis, para ulama hadis bersepakat bahwa hadis musnad
pasti marfu’ dan bersambung sanadnya, tapi hadis marfu’ belum tentu
hadis musnad.Ada pula yang mengistilahkan dengan sebutan hadis
muttashil atau mawshul.Ibn al-Shalah dan al-Nawawi memberikan
pengertian bahwa hadits muttashil atau mawshul adalah hadits yang
bersambung sanadnya, baik bersambung sampai kepada Nabi (marfu’)
maupun hanya mentok pada sahabat Nabi (mawquf) saja. Selain
keterputusan terdapat pada sahabat Nabi hadis muttashil atau mawshul
ada juga yang maqthu’(disandarkan pada tabi-tabiin). Dengan
demikian hadis ini tidak bisa dijadikan patokan untuk menentukan
keshahihan hadis beda dengan hadis musnad. Dari keterputusan
tersebut di khawatirkan adanya keterputusan informasi dari Nabi.Para
ulama biasanya menempuh tata kerja penelitian sebagai berikut:
a. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat yang
dilakukan; hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah periwayat
tersebut dikenal sebagai orang yang tsiqah (adil dan dhabith), serta
bukan termasuk dari orang yang tadlis. Juga untukmendeteksi ada
hubungan sezaman antara guru-murid dalam periwayatan hadis.
c. Meneliti kata yang menghubungkan antara perawi dengan perawi
yang terdekat dalam sanad. Misalnya berupa: haddatsana,
haddatsani, akhbarani, akhbarana, sami’tu, an, anna, dan banyak
lagi yang lainnya.
Melalui cara diatas dapat diketahui ketersambungan sanad hadis.
Dengan mengetahui kedekatan perawi antara perawi satu dengan
perawi sebelumnya.
2. Perawinya bersifat adil („adalat al-rawi)

6
Tentang perawi yang bersifat adil ini ada banyak pandangan ulama
hadits. Salah satunya Ar-Razi, menurutnya adil adalah tenaga jiwa
yang mendorong untuk selalu bertaqwa, menjauhi dosa-dosa besar,
menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah; makan sambil
berdiri di jalanan, buang air kecil di tempat yang bukan disediakan
untuknya, dan bergurau yang berlebih-lebihan. Ada pula yang
menyatakan bahwa, adil itu:

Adil adalah orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik


akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat muruah.Para ulama
menetapkan untuk menetukan hal tersebut berdasarkan:
a. Popularitas keutamaan periwayat tersebut di kalangan ulama hadis
tersebut
b. Penilaian dari para kritikus periwayat hadits penilaian ini
mencakup kelebihan atau kekurangan yang terdapat pada
periwayat hadis tersebut, hal ini bisa ditelaah melalui ilmu al-jarh
wa al-ta’dil
c. Penerapan ilmu al-jarh wa al-tad’il di pakai apabila dari kalangan
kritik hadis tidak menemukan kesepakatan tentang kualitas pribadi
periwayat tertentu.
3. Perawinya bersifat dhabit (dhabth al-rawi)
Dhabit menurut bahasa mempunyai makna kokoh, yang kuat, yang
hafal secara sempurna.Seorang perawi mempunyai daya ingat yang
kuat dan sempurna terhadap hadis yang diriwayatkan. Ibn Hajar Al-
Asqolani berkomentar bahwa perawi yang dhabit itu adalah dia yang
kuat hafalannya terhadap apa yang pernah di dengarnya, kemudian
mampu menyampaikan hafalan tersebut pada saat dibutuhkan.Artinya,
seorang perawi mempunyai kualitas kesehatan yang maksimal mulai

7
dari kesehatan pendengaran, otak, psikis, dan oral. Hal ini sangat
menjadi bagian penting bagi perawi sebab dengan pendengaran yang
kuat ia mampu mendengarkan secara utuh isi apa yang didengar,
mampu memahami dengan baik, tersimpan dalam memori otaknya,
kemudian mampu menyampaikan dengan fasih dan benar kepada
orang lain. Lebih spesifik lagi dhabit dibelah menjadi dua macam
diantaranya adalah dhabit hati dan dhabit kitab. Dhabit hati maksudnya
ialahseorang perawi mampu menghafal setiap hadits yang di
dengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa mengungkapnya atau
sederhanya terpelihara periwayatan dalam ingatan sejak menerima
hadis sampai menyampaikan kembali kepada orang lain, sedangkan
dhabit kitab ialah seorang perawi yang ketika meriwayatkan hadits
secara tertulis, tulisannya sudah mendapatkan tashhih dan selalu
terjaga.Sifat-sifat kedhabitan itu bisa dideteksi melalui; kesaksian para
ulama dan berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat orang
lain yang telah dikenal kedhabitannya.
4. Terhindar dari syadz (adam al-syadz)
Syadz disini berarti hadis yang diriwayatkan tidak mengalami
kerancuan atau terjadi sangsi dengan hadis yang diriwayatkan oleh
orang lain yang tingkat adil dan dhabitnya lebih tinggi. Mukhalafat
Para ulama sepakat berikut adalah syarat syudzudz:
a. Periwayat hadis tersebut harus tsiqah
b. Orang tsiqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan yang lebih
tsiqah baik dari segi hafalan, jumlah orang yang diriwayatkan atau
yang lainnya
c. Perbedaan tersebut bisa berupa penambahan atau mengurangi
dalam hal sanad dan matan
d. Periwayat tersebut menimbulkan kerancuan yang begitu pelik
sehingga tidak bisa dikompromikan
e. Adanya kesamaan guru dari hadis yang diriwayatkan.

8
5. Terhindar dari illat (adam illat)
Maksudnya adalah bahwa hadits yang bersangkutan terbebas dari cacat
kesahihannya. Yakni hadits tersebut terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat, meskipun secara kasat mata hadits tersebut tidak
menujukkan adanya cacat. Menurut Ibn al-Shalah, an-Nawawi, dan
Nur al-Din Itr menyatakan bahwa illat merupakan sebab yang
tersembunyi yang menjadi benalu (merusak) kualitas hadits, yang
menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih
menjadi tidak shahih. Menurut Mahmud al-Thahhan, hadits yang
mengandung illat bisa dilacak ketika mengandung kriteria berikut:
a. Periwayatnya menyendiri
b. Periwayat lain bertentangan dengannya
c. Qarinah-qarinah lain yang berkaitan dengan keduanya. Detailnya
untuk mengetahui adanya illat hadis bisa melakukan: Menghimpun
seluruh sanad, dengan maksud untuk mengetahui ada tidaknya
tawabi’ dan/atau syawahid. melihat perbedaan di antara para
periwayatnya danmemerhatikan status kualitas para periwayat baik
berkenaan dengan keadilan, maupun ke-dhabitan masing-masing
periwayat.5

B. Pengertian Hadits Hasan


Hadits hasan adalah tingkatan hadits yang ada di bawah hadits shahih.
Menurut Imam Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang tidak berisi
informasi yang bohong, tidak bertentang dengan hadits lain dan Al-
Qur’an.
Selain itu menurut Abdul Karim, hadits hasan juga merupakan hadits
yang diriwayatkan oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh
sebagian besar pakar hadits.6
5
Imron Maulana, “Hadits Shahih dan Syarat-Syaratnya”, Oktober 2018, Hlm. 3-8
6
Risalah Muslim, “Hadits Hasan”, https://risalahmuslim.id/kamus/hadits-hasan/, Diakses pada
tgl. 25 Maret Pukul 12.21

9
1. Macam macam hadits hasan
Hadits hasan terbagi menjadi dua macam, yaitu: hasan lidzatihi
dan hasan lighoirihi.
a. Hadits Hasan Lidzatihi
Yang dimaksud dengan hadits hasan lidzatihi adalah hadits yang
dirinya sendiri telah memenuhi kriteria hasan sebagaimana telah
disebutkan di atas dan tidak memerlukan bantuan yang lain untuk
mengangkatnya ke derajat hasan, sebagaimana halnya pada hasan
lighoirihi.
Contoh Hadits Hasan Lidzatihi
َ‫ َران‬O‫بَ ِع ُّي ع َْن َأبِي ِع ْم‬O‫الض‬ ُّ َ‫لَ ْي َمان‬O‫ ُر بْنُ ُس‬Oَ‫ َّدثَنَا َج ْعف‬O‫ةُ َح‬Oَ‫ َح َّدثَنَا قُتَ ْيب‬:‫ما اخرجه الترمذي قال‬
َ Oَ‫و ُل ق‬OOُ‫ ُد ِّو يَق‬O‫ َر ِة ْال َع‬O ‫ض‬
‫ال‬O ْ ‫ْت َأبِي بِ َح‬ ُ ‫ْال َجوْ نِ ِّي ع َْن َأبِي بَ ْك ِر ب ِْن َأبِي ُمو َسى اَأْل ْش َع ِريِّ قَال َس ِمع‬
ِ ‫اب ْال َجنَّ ِة تَحْ تَ ِظاَل ِل ال ُّسي‬
‫ُوف‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َّن َأ ْب َو‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dia berkata, ”Telah menceritakan


kepada kami Qutaibah, ia berkata,’ Telah menceritakan kepada
kami Ja’far bin Sulaiman Adh Dhuba’i dari Abu Imran Al Jauni
dari Abu Bakr bin Abu Musa Al Asy’ari ia berkata,
”Aku mendengar ayahku berkata saat di hadapan musuh,
”Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, ”Sesungguhnya pintu-pintu surga berada
di bawah naungan pedang…”
Hadits ini dinyatakan hasan karena pada sanadnya terdapat
Ja’far bin Sulaiman adh-Dhuba’i yang menurut para ulama hadits,
Ja’far ini berada pada kualitas shaduq (tidak sempurna dhabith-
nya), sehingga tidak mencapai tingkatan tsiqat sebagai salah satu
persyaratan hadits shahih.

b. Hadits Hasan Lighoirihi


Yang dimaksud dengan hadits hasan lighoirihi adalah hadits
dha’if yang jalan (datang) nya berbilang (lebih dari satu jalan) dan

10
sebab ke-dha’if-annya bukan karena perawinya fasik atau
pendusta.
Tingkatan hadits hasan lighoirihi adalah tingkatan yang paling
rendah di antara hadits maqbul, yaitu di bawah hadits shahih,
shahih lighoirihi dan hasan lidzatihi
Contoh Hadits Hasan Lighoirihi
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dinyatakannya
hasan,

‫عن عاصم بن عبيد هللا قال سمعت عبد هللا بن عامر بن ربيعة عن أبيه أن امرأة من بني‬
‫فزارة تزوجت على نعلين فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أرضيت من نفسك ومالك‬
‫بنعلين قالت نعم قال فأجازه‬

Dari Syu’bah, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari Abdullah bin ‘Amir
bin Rabi’ah, dari ayahnya, bahwa seorang wanita dari Bani
Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal. Maka Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda, ”Apakah engkau merelakan dirimu sedangkan
engkau hanya mendapat mahar sepasang sandal?” Wanita tersebut
menjawab, ”Ya.” Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬membolehkannya.”

Pada hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ashim.


Dia dinilai oleh para ulama hadits sebagai perawi yang dha’if
karena buruk hafalannya. Tetapi At-Tirmidzi menyatakan sebagai
hadits hasan karena datangnya (dijumpai sanad lain dari ) hadits
tersebut melalui jalan lain.7

7
Syaikh Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi Ulumil Hadits, (Kairo: Maktabah Wahbah), Hlm. 107

11
2. Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir
sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan
yaitu:
a. Periwayat (Sanad) bersambung,
b. Diriwayatkan oleh rawi yang adil
c. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tetapi tingkat
kehafalannya masih di bawah hadits Shahih,
d. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat
dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,
e. Tidak terdapat cacat.
Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada
kedhabithannya. Jika hadits Shahih tingkat dhabithnya harus
tinggi, maka hadits hasan tingkat kedhabithannya berada
dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari
Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits
dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-
Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada
8
Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006), Ilmu Ushul Hadits (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar) ISBN 979-24-5855-7

12
sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan)
ataupun ‘illat (cacat). Hadits shahih ada 2, yakni shahih lidzatihi dan shahih lighairihi.
Hadits Shahih bisa dikatakan shahih apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: sanadnya bersambung (iitishal al-sanad), perawinya bersifat adil („adalat al-
rawi), perawinya bersifat dhabit (dhabth al-rawi), terhindar dari syadz (adam al-
syadz), terhindar dari illat (adam illat).
Hadits hasan adalah tingkatan hadits yang ada di bawah hadits shahih.
Menurut Imam Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang
bohong, tidak bertentang dengan hadits lain dan Al-Qur’an. Hadits hasan terbagi
menjadi dua macam, yaitu: hasan lidzatihi dan hasan lighoirihi.
Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan
syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu: periwayat (Sanad)
bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil. diriwayatkan oleh rawi yang hafal
(dhabith) tetapi tingkat kehafalannya masih di bawah hadits Shahih, tidak
bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau
Al-Qur'an, tidak terdapat cacat.

B. Saran
Dari runtutan pembahasan mengenai hadits ini kami merekomendaikan beberapa
saran yaitu:
a. Kepada seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat
islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah.

13
b. Mempelajari ilmu hadits dapat dilakukan dengan mncari referensi-referensi
yang terkait ataupun mencari pendapat kepada seorang ahli ilmu (‘ulama atau
Ustadz).
Demikian makalah ini kami buat, kami sadar makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Shubhi al-Shalih, ‘Ulûm al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-‘Ilm li al-Malayin, Beirut,


tahun 1988.

14
Kumparan, “Pengertian Hadist Dhaif dan Hadist Shahih”
https://kumparan.com/berita-update/pengertian-hadist-dhaif-dan-hadist-
shahih-1vecALdLC31
Mansyur Syah, “Pengertian Hadits Shahih Beserta Contohnya”
https://www.arobiyahinstitute.com/2021/03/pengertian-hadits-shahih-beserta-
contohnya.html
Ahda Bina, “Hadits Shahih Lighairihi: Pengertian, Contoh dan Statusnya”,
https://www.ahdabina.com/hadits-shahih-lighairihi-pengertian-contoh-dan-
statusnya/
Imron Maulana, “Hadits Shahih dan Syarat-Syaratnya”, Oktober 2018
Risalah Muslim, “Hadits Hasan”, https://risalahmuslim.id/kamus/hadits-hasan/
Syaikh Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi Ulumil Hadits, (Kairo: Maktabah Wahbah)
Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki (2006), Ilmu Ushul Hadits, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

15

Anda mungkin juga menyukai