Anda di halaman 1dari 17

Macam-Macam Hadits dari segi Kuantitas Sanad dan Matan

Makalah ini disusun untuk memenuhi penilaian akademik mata kuliah Ulumul
Hadist

Dosen Pengampu:

Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag

Disusun Oleh

Nur Azizah : 11190110000019

Siti Afiyah : 11190110000006

Muhamad Dzikrullah : 11190110000033

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan karunia-Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah ini, tidak lupa shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW.
Yang telah menjadi suri tauladan bagi kita selaku umatnya.

Sebagai pemakalah kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen-dosen dan juga
teman-teman sekalian yang telah memberikan masukannya kepada kami dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami dan umumnya bagi kita semua.

Selain itu, kami merasakan masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam peyususunan
makalah ini. Oleh Karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat makalah
ini bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Jakarta, 5 Mei 2020

penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Macam- macam, pengertian, dan kriteria hadits secara kualitas sanad dan matan........................5
B. Tingkatan kualitas hadis dan kitab-kitabnya..................................................................................11
C. Kehujjahan Hadis Shahih, Hasan dan Dhaif...................................................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................16
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................16
B. SARAN............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Sebelum
menerapkan sesuatau yang baru dalam hidup ada kalanya kita harus tau asal muasal kualitas
dari sesuatu perkataan juga perbuatan dari Nabi Muhammad ditulis dalam hadis. Hadis atau
al-hadits menurut bahasa al-Jadid yang artinya sesuatu yang baru. Hadis sering disebut
dengan al-Khabar yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang
kajian keilmuan islam, terutama dalam hadis banyak sekali bahasan dalam ilmu hadis yang
sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu
hadis. Maka sebelum memakai hadis adakalanya kita harus tau kualitas dan kuantitasnya.
Didalam makalah ini, akan di sajikan tentang pembagian hadis dari segi kualitas sanad dan
matan. Dari segi kualitas sanad mencakup : shahih, hasan dan dhaif.
Dari makalah ini diharapkan pembaca bisa mengerti dan memahami hadis dari segi
kualitas sanad matan. Jadi tidak akan terjadi keragu-raguan dalam mengikuti amalan yang di
perbuat dari hadis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam- macam, pengertian, dan kriteria hadits secara kualitas sanad dan
matan?
2. Sebutkan tingkatan kualitas hadis dan kitab-kitabnya!
3. Jelaskan kehujjahan hadis shahih, hasan, dan dha'if?

C. Tujuan
1. Mengetahui macam-macam, pengertian, dan kriteria hadits secara kualitas sanad dan
matan.
2. Mengetahui tingkatan kualitas hadis dan kitab-kitabnya
3. Mengetahui kehujjahan hadis shahih, hasan, dan dha'if.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam- macam, pengertian, dan kriteria hadits secara kualitas sanad dan matan.
Para ulama ahli hadits membagi hadits dari segi kualitasnya menjadi tiga bagian,
yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif.
1. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari sakit.
Sedangkan dari segi istilahnya, hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak awalhingga akhir sanad, tanpa
adanya syadz dan illat. Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut
: “Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan
tidak ber‟illat”.
a. Kriteria hadits shahih
Menurut ta‟rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits dapat
dikatakan shahih, apabila telah memenuhi kriteria berikut:
1) Sanadnya bersambung. Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–tiap
periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari
hadits itu.
2) Periwayatan bersifat adil. Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang
baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari
perbuatan – perbuatan maksiat.
3) Periwayatan bersifat dhabit. Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang
apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia
menghendakinya.
4) Tida Janggal atau Syadz. Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits
lain yang sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
5) Terhindar dari illat (cacat). Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang
disebabkan adanya hal – hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar – samar.

5
b. Macam-macam hadits shahih
Para ulama‟ ahli hadits membagi hadits–hadits menjadi dua macam yaitu :
1) Hadits Shahih Li-Dzatih
Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya hadits shahih yang memiliki
lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan pada persyaratan di atas, atau
hadits shahih adalah : “hadist yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang
mengharuskan kita menerimanya”.
Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya “Dari Ibnu Umar ra.
Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara : mengakui
tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul
Allah , menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan puasa
dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).1
2) Hadist Shahih Li-Ghairih.
Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah Hadist yang
keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada kategori ini pada
mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya.Sehingga dianggap tidak
memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadist shahih.
Contoh hadist shahih LiGhairihi :
Artinya : “Dari Abu Hurairah Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda:
“sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh mereka
bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat.”(HR. Bukhari dan
Tirmidzi)

2. Hadist Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh
orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan
tidak ganjil".2 Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap
hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya)
tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.

1
Zainnudin Hamidy et al, Terjemah Hadist Shahih Bukhari, Widjaya, Jakarta, Jilid I, 1992, Hal.16.
2
Zufran Raman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam, Pedoman Ilmu Jaya, Cet- Ke-1,
Jakarta, 1995, hal.40

6
Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa hadist hasan hampir sama dengan
hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi. Pada hadist
shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna, sedangkan pada hadist hasan,
ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna.
a. Kriteria hadis hasan
Adapun kriteria yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang dikategorikan
sebagai hadist hasan, yaitu:
1) Para perawinya yang adil,
2) Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,
3) Sanad-sanadnya bersambung,
4) Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
5) Tidak mengandung illat.
b. Macam-macam hadis hasan
Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu :
1) Hadist Hasan Li-Dzatih
Yang dimaksud hadist hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan dengan
sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan hadist hasan yang lima.
Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal
kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum
sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut :
Artinya :”Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa menuntut
ilmu pengetahuan karena selain Allah atau bertujuan selain Allah maka,
tempatnya di dalam Neraka”.
2) Hadist Hasan Li-Ghairih
Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari
seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak
tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik
berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain”. 3

3
Fathur Rahman, Iktisar Mushthalahu‟l Hadist, Al-Ma‟arif, Bandung, Cet.V, 1987, hal.111.

7
Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan yang bukan dengan
sendirinya, artinya Hadist yang menduduki kualitas Hasan, karena dibantu oleh
keterangan Hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang pertama itu
terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan yang pertama itu disebut Hadist
Hasan. Contoh sebagai berikut :
Rasulullah SAW, bersabda :”Hak bagi seorang Muslim mandi di hari
Jum'at, hendak mengusap salah seorang dari mereka wangi-wangian keluarganya,
jika ia tidak memperoleh airpun cukup dengan wangiwangian”.(H.R.Ahmad).

3. Hadits Dha'if
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang
kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist yang lemah,
yang sakit atau yang tidak kuat. Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara
berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-
Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-
syarat Hadist Hasan.”
a. Macam-macam hadis dha'if
1) Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua macam,
yaitu:
a) Hadits Mauquf, ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa
perkataan, perbuatan dan taqrirnya. Sebagai contoh Ibnu Umar berkata: Bila
kau berada diwaktu sore, jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan
bila kau berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore hari,
Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu
hidupmu untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari).
b) Hadits Maqhtu, ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa
perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-
Tsaury, seorang Tabi‟in: “Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan sembahyang
12 rakaat setelah sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat sembahyang idul Adha.
2) Dhaif dari sudut matannya.

8
Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang
tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya bertentangan dengan
(kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat
ketsiqahannya. Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai sembahyang
sunnat dua rakaat fajar, beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.”
Hadits Bukhari diatas yang bersanad Abdullah bin Yazid, Said bin Abi Ayyub,
Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a dan riwayat dari rawi-rawi yang
lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan atas dasar fiil (perbuatan Nabi).
3) Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut kadang-
kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk hadits
yaitu:
a) Hadits Maqlub, ialah Hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahkan hadits
lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan. Tukar menukar yang
dikarenakan mendahulukan sesuatu pada satu dan mengakhirkan pada tempat
lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan adakalanya terjadi pada sanad
hadits.
Contoh: Tukar menukar yang terjadi pada matan , Hadits Muslim dari Abu
Hurairah r.a Artinya: “... dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang
sedekah yang disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-
apa yang telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”.
Hadits ini terjadi pemutarbalikan dengan Hadits riwayat Bukhari atau
riwayat Muslim Sendiri, pada tempat lain, yang berbunyi. “(hingga tangan,
kirinya tak mengetahui apa-apa yang dibelanjakan tangan kanannya.)”. Tukar
menukar pada sanad dapat terjadi, misalnya rawi Ka‟ab bin Murrah bertukar
dengan Murrah bin Ka‟ab dan Muslim bin Wahid, bertukar dengan Wahid
dan Muslim.
b) Hadits Mudraf. Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang disisipkan.Secara
terminologi hadits mudraf ialah hadits yang didalamnya terdapat sisipan atau
tambahan.

9
c) Hadits Mushahhaf. Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat perbedaan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat
beberapa huruf yang diubah. Pengubahan ini juga bias terjadi pada lafadz atau
pada makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna, dan
maksud semula.
4) Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama.
Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara
bersama-sama yaitu:
a) Hadits Maudhu, ialah hadis yang disanadkan dari Rasululah SAW secara
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan
menetapkan.
b) Hadits Munkar. Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang terpercaya/jujur”.
5) Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut
persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits Mungqathi‟, hadits
Mu‟dhal, dan Hadits Mudallas.
a) Hadits Mursal
Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi‟in. Yang
dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir, yakni nama sahabat tang
tidak disebutkan, padahal sahabat adalah oang pertama menerima Hadits dari
Rasulullah SAW.
b) Hadits Mungqathi‟
Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi atau pada
sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal namanya.
c) Hadits Mu‟dhal
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut, baik
(gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau antara tabi‟in dengan
tabi‟in.4

4
Hasbi Ash-Shiddiqie, Dirayah Hadits, Bulan Bintang Jakarta, 1986, hal.257.

10
B. Tingkatan kualitas hadis dan kitab-kitabnya
Dengan menggunakan berbagai undang-undang, kaidah dan ketentuan sebagaimana
terdapat dalam ulum al-hadits dengan berbagai cabangnya tersebut, maka ulama melakukan
pembagian macam-macam hadits dengan berdasarkan pada ketentuan yang berbeda-beda
sebagai salah satunya berdasarkan tingkatan kualitas perawinya. Tingkatan hadits
berdasarkan kekuatan perawinya ini ditujukan pada Hadits yang tergolong ahad atau
masyhur. Hadits ahad atau masyhur ini dibagi mengadi tiga tingkatan, yaitu shohih, hasan,
dha’if. Dengan penjelasan sebagai berikut:5
1. HADITS SHOHIH
.‫ ولم يكن شادا أو معلال‬, ‫الحديث المسند الذى يتصل سنده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط الى منتهاه‬
Hadits shohih adalah hadits yang bersambung dengan cara apenukilan yang adil, kuat
ingatannya yang berasal dari perawi yang kuat pula ingatannya hingga terakhir serta
tidak ada terdapat keraguan dan kecacatan didalamnya.

Para ulamabiasa menyebut kata shahih itu sebagai lawan kata dari kata saqim
(sakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau
hadits yang selamat.Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai
berikut: “Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada
kejanggalan dan tidak ber‟illat”. Ibnu Hajar al-Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas
yaitu:“Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna kedzabittannya,
bersambung sanadnya, tidak ber‟illat dan tidak syadz”6

Kitab-Kitab Yang memuat Hadts Shahih


Manna’ Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa
diantara kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah
a. Shahih Bukhari d. Shahih Ibn Huzaimah
b. Shahih Muslim e. Mustadrak Al Hakim

5
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2018) Cet Ke 3 , Hal. 197 - 198
6
An-Nur, Sekolah Tinggi Agama Islam STAI, and Jati Agung. "macam-macam hadits dari segi
kualitasnya."http://e-journal.metrouniv.ac.id/

11
c. Shahih Ibn Hibban
Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih
adalah:
a. Shahih Bukhari e. Sunan an- Nasa’i
b. Shahih Muslim f. Sunan Ibn Majah
c. Sunan Abu Daud g. Musnad Ahmad ibn Hanbal
d. Sunan at-Tirmidzi
Nuruddin ‘Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan
bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih antara lain.
a. Al – Muwattha’ e. Shahih Ibn Hibban
b. Shahih Bukhari f. Al-Mukhtarah
c. Shahih Muslim
d. Shahih Ibn Khuzaimah7

2. HADITS HASAN
Menurut imam Abu Sulaiman Al-Khitabiy dalam kitab Ma’alim al-Sunan, yang
dikutip dalam buku Study Islam Komprehensif yang ditulis oleh Guru besar Ilmu
Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatuulah Jakarta Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Yaitu:8
‫ما عرف حخرجه واشتهر رجاله‬
Hadits hasan dapat diketahui melalui sumber dan perawi yang meriayatkannya.
Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh
orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan
tidak ganjil.”
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut :“Tiap-tiap hadist yang
pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada
kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.
Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.

7
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-dan-maudhu.html
8
Abuddin Nata, loc. cit

12
Disamping itu pula hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih, perbedaannya hanya
mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya.9

Kitab-Kitab Yang memuat Hadts HASAN


Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if adalah
Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki peran dalam
menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis hasan adalah.
1. Sunan at-Tirmidzy
2. Sunan Abu Daud
3. Sunan ad-Dar Quthny10

3. HADITS DHA’IF
Pengertian Hadits Dha’if menurut Imam Al-Nawawi, , yang dikutip dalam buku
Study Islam Komprehensif yang ditulis oleh Guru besar Ilmu Pendidikan Islam UIN
Syarif Hidayatuulah Jakarta Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Yaitu11:
‫الحديث الضعيف هو الحديث الذى لم يجمع صفة الصحيح او الحسن‬
Hadits yang tidak memiliki ciri-ciri hadits shohih dan Hadits hasan.

Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi pada
dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-Nawawi : “Hadist yang
didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.12

Kitab-Kitab Yang memuat Hadts Dha’if


1. Ketiga Mu’jam at-Thabrani: al-Kabir, al-Awsat, as-Shagir
2. Kitab al-Afrad, karya ad-Daruquthny
3. Kumpulan karya al-Khatib al-baghdadi
4. Kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, karya abu Nu’aim al-Asbahani.13

9
An-Nur, loc. cit, http://e-journal.metrouniv.ac.id/
10
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-dan-maudhu.html
11
Abuddin Nata, loc. cit
12
An-Nur, loc. cit,http://e-journal.metrouniv.ac.id/
13
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-dan-maudhu.html

13
C. Kehujjahan Hadis Shahih, Hasan dan Dhaif
Kehujahan Hadis (hujjiyah hadis) adalah keadaan Hadis yang wajib dijadikan hujjah
atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil
syariah yang menunjukkannya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili orang yang pertama kali
berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) dalam
kitabnya Ar-Risalah wa Al-Umm.

Kehujahan hadis sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’iy
yang menuturkan tentang kenabian Muhammad saw. Selain itu, keabsahan hadis sebagai
dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan, bahwa beliau saw., tidak
menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang telah
diwahyukan. Semua perkataan beliau saw., adalah wahyu yang diwahyukan. Oleh karena itu,
hadis adalah wahyu dari Allah swt, dari sisi maknanya saja, tidak lafadznya. Hadis adalah
dalil syariat tak ubahnya dengan al-Quran. Tidak ada perbedaan antara al-Quran dan Hadis
dari sisi wajibnya seorang Muslim mengambilnya sebagai dalil syariat. Sebagaimana firman
Allah dalam Surah An Nahl ayat 44 :

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al


Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan”.14

Jika sekiranya, hadis itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan
penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan, bagaimana cara
kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an. Sabda Nabi
SAW : "Ingat! Bahwa saya diberi al-Quran dan yang seperti al-Quran (Hadis)." (H.R. Abu
Daud). Karena itu, hadis, baik ia menjelaskan al-Qur'an atau berupa penetapan sesuatu
hukum, umat Islam wajib mentaatinya.

Sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al Qur’an, kedudukan Al Hadis menjadi
sangat penting dalam menjembatani atau menjelaskan berbagai pesoalan yang masih bersifat
global didalam Al qur’an. Namun demikian adanya perbedaan periwatan antara Al Qur’an
dan Al Hadis telah memunculkan ketidaksempurnaan terutama tingkat keabsahan /validitas
hadis setelah wafat Nabinya Muhammad SAW. Oleh karena itu tingkat kehujjahan hadis-
hadis tersebut sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur’an diuraikan sebagai berikut :

1. Kehujjahan Hadis Shahih dalam Hukum Islam

14
Ahmad Sutarmaji, Al Imam Al Tirmidzi, Peranannya dalam Hadits dan Fiqih,(Jakarta, 1998,hlm. 93.

14
Para ulama termasuk ahli hadis dan ushul fiqh yang pendapatnya dapat dijadikan
pegangan, hadis shahih dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan, baik rawinya
seorang diri, atau ada rawi lain yang meriwayatkan bersamanya, atau masyhur dengan
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. Hadis
shahih wajib diamalkan dan dijadikan sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al
Qur’an.

2. Kehujjahan Hadis Hasan dalam Hukum Islam

Meskipun derajat keabsahannya dibawah hadis shahih, namun hadis hasan sebagai
mana halnya hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai
dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau sebagai pedoman dalam beramal.
Para ulama hadis, ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.

3. Kehujjahan Hadis Dhaif dalam Hukum Islam

Berbeda dengan hadis shahih dan hasan, hadis dhaif yang tingkat derajat keabsahannya
diragukan demikian pula tingkat kehujjahannya atau sebagai dalil hukum juga lemah.
Oleh karena mengutip pendapat dari Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa hadis
dhaif dapat digunakan sebagai dalil hukum atau sumber dengan beberapa syarat :

a. Tigkat kedhaifannya tidak parah

Menurut para ulama, masih ada di antara hadis dhaif yang bisa dijadikan hujjah,
asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadis yang level
kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadailul a’mal
(keutamaan amal).

b. Berada di bawah nash lain yang shahih.

Maksudnya hadis yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam
fadhailul a’mal, harus ada hadis lain yang mendukung tersebut dan hadis lainnya itu
harus shahih. Tidak boleh hadis tersebut

c. Ketika mengamalkan tidak boleh meyakini ke-tsabit-annya.

Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadis dhaif itu, kita tidak boleh meyakini
sepenuhnya bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Namun
hanya menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah saw.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an.Para ulama
ahli hadits membagi hadits dari segi kualitasnya menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih,
hadits hasan, dan hadits dhaif. Kemudian dapat difahami bahwa hadist hasan hampir
sama dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi.
Kemudia disusul dengan Hadist Dhoif yanng mana Secara Terminilogis, para ulama
mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud
yang sama, Pendapat An-Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat
Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”

Sebagaimana terdapat dalam ulum al-hadits dengan berbagai cabangnya tersebut,


maka ulama melakukan pembagian macam-macam hadits dengan berdasarkan pada
ketentuan yang berbeda-beda sebagai salah satunya berdasarkan tingkatan kualitas
perawinya. Tingkatannya pun ada 3 yaitu Shohi, Hasan dan Dhoif. Kemuadian
Kehujahan Hadis (hujjiyah hadis) adalah keadaan Hadis yang wajib dijadikan hujjah atau
dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil
syariah yang menunjukkannya.Kehujahan hadis sebagai dalil syara’ telah ditetapkan
berdasarkan dalil-dalil qath’iy yang menuturkan tentang kenabian Muhammad saw.
Selain itu, keabsahan hadis sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang
menyatakan, bahwa beliau saw., tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat)
kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.

B. SARAN
Apabila terdapat kekurangan dalam makalah kami, kami sangat memohon untuk
memberikan saran apapun itu guna untuk kemanjuan kita bersama

16
DAFTAR PUSTAKA

Hamidy, Zainnudin et al. Terjemah Hadist Shahih Bukhari. Widjaya. (Jakarta.) Jilid I.
1992.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. (Jakarta : Prenada Media Grup). 2018. Cet Ke
3.
An-Nur, Sekolah Tinggi Agama Islam STAI, and Jati Agung. "macam-macam hadits
dari segi kualitasnya."http://e-journal.metrouniv.ac.id/
Rahman, Fathur. Iktisar Mushthalahu‟l Hadist. (Bandung: Al-Ma‟arif). 1987. Cet.V.
Raman, Zufran. Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam. (Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya ). 1995. Cet- Ke-1.
Ash-Shiddiqie, Hasbi. Dirayah Hadits. (Jakarta: Bulan Bintang). 1986,
Sutarmaji, Ahmad. Al Imam Al Tirmidzi, Peranannya dalam Hadits dan Fiqih, (Jakarta).
1998.
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/hadis-shahih-hasan-dan-dhaif-dan-
maudhu.html

17

Anda mungkin juga menyukai