Anda di halaman 1dari 2

Nama : M.

Zikri Robit Argani

NIM : 18210159

Kelas :D

Mata Kuliah : Ilmu Falak

Dosen : Ahsin Dinal Mustafa, M.H

“Waktu Sholat Subuh di Indonesia Telalu Cepat”


Oleh Prof. Dr. K.H. Ahmad Zahro, MA

Dalam berbagai referensi kitab klasik yang beliau baca, dalam menentukan
waktu shalat diundur 2 menit dari waktu sebenarnya, agar tidak menimbulkan
keraguan. Tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan seorang pakar ilmu falak
bernama Prof. Tono Saksono beserta timnya, dari berbagai data yang dihasilkan
bahwa waktu shubuh di Indonesia terlalu cepat 26 menit. Penentuan waktu terdapat
ikhtilaf (perbedaan), maka dalam shalat alangkah lebih baik diakhirkan, karena
menghindari ikhtilaf lebih baik, selago tidak terlalu akhir dan belum keluar dari
waktu shalat. Salah satunya seperti waktu shubuh di Masjid Al-Qadr, Pepelegi -
Sidoarjo (Masjid tempat beliau ceramah ketika itu), adalah 03.54 WIB, dinilai
waktunya terlalu cepat sehingga harus diundur 6 menit menjadi jam 04.00 WIB,
kemudian diundur secara bertahap. Penelitian beliau tersebut dinilai sudah akurat,
karena mempertimbangankan serta menghitung segala aspeknya secara cermat
dengan alat-alat yang canggih, maka kesalahan yang terjadi sebelumnya dalam waktu
shalat shubuh harus dibenahi sebagaimana mestinya. Untuk Arab Saudi dan skitarnya
sudah tepat, karena berada di Lintang Utara, yang bermasalah adalah di daerah yang
berada di Equator (Khatulistiwa), seperti Indonesi, Malaysia, Brunei, Filipina, Timor
Leste, Afrika Tengah yang harus menghitung ulang secara ilmiah dengan alat-alat
canggih.
“Penjelasan Ulang Tentang Perubahan Waktu Shubuh di Indonesia”
Oleh: Prof. Dr. K.H. Ahmad Zahro, MA

Setelah mencari dan meneliti dari bergabagai sumber, beliau mengatakan


bahwa waktu shubuh di Indonesia terlalu cepat 20 menit. Terdapat kesalahan dalam
penentuan waktu selama ini, yaitu dalam penentuan derajat munculnya fajar shodiq.
Kemenag menggunakan -20 derajat untuk munculnya fajar shodiq. Hal tersebut perlu
dikoresksi, karena -20 derajat tidak dapat fajar tidak dapat dilihat. Kalaupun dapat
dilihat, itu merupakan fajar kadzib. Beliau mengatakan bahwa banyak pendapat
mengenai derajat munculnya fajar shadiq. Seperti Prof. Tono Saksono mengatakan
-13,6 derajat, Dr. H. Hasan Bashari mengatakan -15 derajat. Keputusan NU di
Lamongan mengatakan kisaran – 20 derajat sampai -18 derajat, akan tetapi hal itu
belum pasti, diperlukan kepastian derajat berapa munculnya fajar shadiq. Sulitnya
rukyah fajar ini menjadi kendala, karena penentuan derajat tersebut semuanya
merupakan hasil dari hisab (perhitungan), belum melihat secara langsung. Seorang
pakar bernama Gus Muid dapat melihat fajar tersebut, dan mengatakan bahwa fajar
shadiq muncul ketika derajat -18 derajat, K.H. Ahmad Zahro mengatakan behwa
pendapat tersebut benar, seperti halnya ketika rasulullah percaya perkataan seorang
Arab Baduwi, bahwa ia melihat hilal. Rasulullah saja mempercayai seorang Baduwi,
sedangkan yang ini jelas-jelas seorang pakar falak. Pendapat Prof. Thomas
Jamaluddin yang mengatakan melihat fajar pada -20 derajat tidak dibenarkan, karena
posisi beliau beserta timnya yang ada dibawah, sedangkan Gus Muid berana diatas
gunung, sehingga pendapatnya lebih kuat. Menurut K.H. Ahmad Zahro, Indonesia
harus segera merubah waktu shalat shubuh karena waktu yang terlalu cepat. Tetapi
secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai