Disusun Oleh :
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat yang telah diberikannya, penulis diberi kesempatan untuk menyusun
laporan praktikum dengan judul “ Teknologi Bahan Konstruksi ”. Penulis juga
ucapkan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan oleh senior selama
proses praktikum berlangsung sehingga praktikum berjalan sesuai dengan harapan
dan laporan ini tidak akan selesai dengan sempurna.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih atas pihak yang tidak
dapat disampaikan satu per satu dalam pembuatan laporan praktikum tersebut.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Semen secara garis besar dibagi menjadi tiga : semen abu, semen
campur, dan semen putih. Ketiga semen tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa macam sehingga masing-masing jenis semen memiliki
kegunaan.masing-masing dan penggunaan setiap jenis semen harus
disesuaikan dengan situasi yang ada. Contoh, semen yang digunakan
untuk membuat tiang pada tanah akan berbeda dengan membuat tiang
pada laut. Hal ini disebakan oleh semen untuk air laut bersifat tahan
dengan kadar ion yang tinggi. Oleh karena itu, penulis melaksanakan
praktikum mengenai “ Teknologi Bahan Konstruksi ” untuk meneliti
karakterisktik masing-masing bahan sehingga tidak menimbulkan
kekeliruan dalam memilih dan menggunakan bahan.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2.2. Beton
a. Beton Mortar
Beton jenis ini dibuat dengan campuran dari material seperti mortar,
pasir dan air. Untuk bagian mortar, beton jenis ini biasa menggunakan
semen, kapur dan lumpur yang dipasangi anyaman tulangan baja di
dalamnya atau disebut dengan ferro cement dengan kekuatan tarik dan
daktilitas yang baik.
b. Beton Ringan
d. Beton Hampa
g. Beton Pra-Cetak
i. Beton Siklop
Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler
atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)
limestone murni.
b. Semen Sumur Minyak ( Oil Well Cement )
c. Semen Portland
Jenis semen ini bisa dipakai pada konstruksi rumah dan irigasi
dengan struktur beton maksimal K225. Selain itu, jenis Super Masonry
Cement juga dimanfaatkan pada pembuatan paving block, hollow brick,
genteng beton dan tegel.
a. Pasir Merah
b. Pasir Elod
Ciri ciri dari pasir elod ini adalah apabila dikepal dia akan
menggumpal dan tidak akan puyar kembali. Pasir ini masih ada campuran
tanahnya dan warnanya hitam. Jenis pasir ini tidak bagus untuk bangunan.
Pasir ini biasanya hanya untuk campuran pasir beton agar bisa digunakan
untuk plesteran dinding, atau untuk campuran pembuatan batako.
c. Pasir Pasang
Yaitu pasir yang tidak jauh beda dengan pasir jenis elod lebih halus
dari pasir beton. Ciri-cirinya apabila dikepal akan menggumpal dan tidak
akan kembali ke semula. Pasir pasang biasanya digunakan untuk campuran
pasir beton agar tidak terlalu kasar sehingga bisa dipakai untuk plesteran
dinding.
d. Pasir Beton
Yaitu pasir yang warnanya hitam dan butirannya cukup halus,
namun apabila dikepal dengan tangan tidak menggumpal dan akan puyar
kembali. Pasir ini baik sekali untuk pengecoran, plesteran dinding, pondasi,
pemasangan bata dan batu.
e. Pasir Sungai
a. Batu split
Batu Split adalah salah satu jenis batu matreal bangunan yang
diperoleh dengan cara membelah atau memecah batu yang berukuran besar
menjadi ukuran kecil-kecil. Batu Split juga sering disebut dengan nama
batu belah, karena disesuaikan dengan proses mendapatkannya yaitu
dengan cara membelah batu.
Secara umum fungsi utama batu split adalan sebagai bahan
campuran utama untuk pembuatan beton cor. Selaian batu split, bahan
pembuatan beton cor adalah pasir dan semen. Proses pembuatan beton cor
ini adalah dengan mencampur batu split, pasir dan semen dengan
menggunakan media air. Setelah tercampur maka adonan ini dicetak sesuai
dengan peruntukannya. Namun demikian setelah melihat jenis ukuran batu
split, ternyata fungsinya tidak hanya sebagai bahan campuran beton cor
saja tetapi juga berfungsi untuk keperluan yang lain.
b. Kerikil murni
2.6. Agregat
a. Agregat halus
1. Pasir galian.
Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara
menggali. Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas
dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran
tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu.
2. Pasir sungai.
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya
berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar
butiran agak kurang karena bentuk butiran yang bulat.
3. Pasir laut.
b. Agregat kasar
1. Agregat normal
2. Agregat berat
3. Agregat ringan
Berat isi adalah berat tanah utuh dalam keadaan kering dibagi
dengan volume tanah, dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc).
2.9. Keausan
g. Pembagian skala
3.1.2 Peralatan
d. Mistar perata.
e. Sekop.
3.1.3 Bahan
c. Berat isi agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1 ½”) sampai 101,1
mm (4”) dengan cara penggoyangan :
Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama
tebal.
3.2.2 Peralatan
e. Talam-talam.
Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm inchi
- 50,00 2
- 37,50 1,5 Perangkat saringan untuk
- 25,00 1 agregat kasar ukuran # 467
- 19,10 ¾ (diameter agregat antara ukuran
- 4,76 -
Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm inchi
- 25,00 1
Perangkat saringan untuk
- 19,10 3/4
agregat kasar ukuran # 67
- 12,50 1/2
(diameter agregat antara ukuran
- 9,50 3/8
25 mm – 2,38 mm)
No. 4 4,76 -
Berat minimum contoh 10 kg
No. 8 2,38 -
Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm Inchi
- 9,50 3/8
No. 4 4,76 -
No. 8 2,38 - Berat
No. 16 1,19 - minimum
No. 30 0,59 - contoh
No. 50 0,297 - 500 gram
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempatan.
Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat
kasar yang digunakan, seperti diuraikan pada tabel perangkat saringan.
3.3.2 Peralatan
f. Sekop.
3.3.3 Bahan
3.4.2 Peralatan
a. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau
bahan lainnya yang tidak bereaksi terhadap NaOH. Volume gelas =
350 ml.
3.5.2 Peralatan
a. Gelas ukur
b. Alat pengaduk
3.5.3 Bahan
3.6.2 Peralatan
a. Timbangan.
3.6.3 Bahan
d. Keringkan benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110
5) C hingga mencapai berat tetap.
e. Setelah kering, timbang dan catatlah berat talam + benda uji kering
(W4).
3.7.2 Peralatan
b. Keranjang besi diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5 “).
e. Handuk
3.7.3 Bahan
3.8.2 Peralatan
d. Cetakan kerucut pasir (metal sand cone) dan tongkat pemadat dari
logam.
Gambar 6 : Aparatus untuk analisis specific gravity dan absorbsi agregat halus
3.8.3 Bahan
2
5
3.9.2 Peralatan
a. Mesin Abrasi Los Angeles, yaitu mesin yang terdiri dari silinder
baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) dan
panjang 50 cm (20”). Silinder ini bertumpu pada dua poros pendek
tidak menerus yang berputar pada poros mendatar. Silinder
mempunyai lubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang
terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu.
Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh
setinggi 8,9 cm (3,56”).
3.9.3 Bahan
Benda uji harus bersih. Bila benda uji masih mengandung kotoran,
debu, bahan organik atau terselimuti oleh bahan lain, maka benda uji harus
dicuci dahulu sampai bersih kemudian dikeringkan dalam suhu (110 ±5)°C.
a. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles
dan mesin diputar dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm sebanyak
500 1 putaran.
3.10.2 Peralatan
a. Botol Le Chatelier.
3.10.3 Bahan
c. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca
skala pada botol (V1).
g. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca
skala pada botol (V2).
3.11.2 Peralatan
a. Semen portland.
a. Dalam test vicat, waktu pengikatan terjadi apabila jarum vicat kecil
(jarum D), membuat penetrasi sedalam 25 mm ke dalam pasta
setelah mapan selama 30 detik.
Hentikan alat aduk selama 15 detik dan koreklah semua pasta dari
sisi mangkuk.
Jarak antara setiap penetrasi pada pasta tidak boleh lebih kecil dari
6 mm, untuk semen tipe I, percobaan dilakukan dengan segera
setelah diambil dari ruang lembab dan setiap 15 menit sesudahnya
sampai tercapai penetrasi sebesar 25 mm atau kurang. Untuk
semen tipe III, percobaan dilakukan segera setelah diambil dari
ruang lembab dan setiap 10 menit sesudahnya sampai tercapai
penetrasi sebesar 25 mm atau kurang.
Hentikan alat aduk selama 15 detik dan koreklah semua pasta dari
sisi mangkuk.
Bila jarum tekanan rendah tidak memberi bekas pada pasta, maka
pasta telah mencapai waktu ikat mula. Bila jarum tekanan tinggi
tidak memberi bekas pada pasta, maka pasta telah mencapai waktu
ikat akhir.
𝑀𝑐 −𝑀𝑚
Density = ............................................................................................ (1)
𝑉𝑚
Berat benda uji pada tabel di atas dapat ditentukan dengan A-B.
Jika dicocokkan dengan rumus SNI, maka rumus berat isi adalah :
( 𝐴−𝐵)
E= 𝐷
atau
𝐶
E=𝐷
𝐶
E = 𝐷,
4400 𝑔𝑟
E= = 1,554 gr/c𝑚3
2832 𝑐𝑚3
4.2 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Halus
Persentase Berat Tertinggal Komulatif = 100% − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 ..... (3)
Pada saringan no.50 terdapat 804,9 gram agregat halus yang
tersangkut. Nilai persentase berat tertinggal pada saringan tersebut dapat
ditentukan dengan rumus (2) dengan hasil sebagai berikut.
804,9 𝑔𝑟
=66,737% − 1949,5 𝑔𝑟 × 100%
= 25,458 %
Nilai MBH pada sampel yang diuji oleh tim penulis adalah :
0+0+0,215+1,118+7,236+21,76+33,263+74,542+98,589
MBH = 100
= 2, 36723
4.3 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Kasar
Jumlah Persentase
Berat Tertahan
No. Saringan Berat Tertahan Lolos Keterangan
(gram)
(gram) (%) (%)
1 1/2" = 40 mm 0 0 0 100
Persentase Berat Tertinggal Komulatif = 100% − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 ..... (3)
1701,4 𝑔𝑟
=92,031% − 2001,6 𝑔𝑟 × 100%
= 7,029 %
Nilai MBH pada sampel yang diuji oleh tim penulis adalah :
100+99.93+99,905+99,905+99,885+98,911+92,971+7,969+0
MBH = 100
= 6,99476
Halus Kasar
Berat benda uji kering (W1) (gram)
1000 1000
Data benda setelah disaring dengan air, kemudian dikeringkan dengan oven
3,51 0
Jumlah bahan lewat saringan no. 200
(𝐵−𝐶)
A= × 100% .................................................................................................. (5)
𝐵
C = Berat kering benda uji setelah pencucian dan pengeringan ( W4, dalam
satuan gr )
( 𝑊1−𝑊4)
A= × 100%
𝑊1
(1000−964,9 )
= × 100%
1000
= 3,51 %
pasir
SP = Kadar lumpur
Contoh, pada uji coba kadar lumpur pasir DBS diperoleh tinggi
pasir 220 ml dan lumpur 20 ml, kadar lumpur pasir DBS dapat ditentukan
menggunakan rumus (6).
𝑉
SP = 𝑉 +2𝑉 × 100% = 8,33 %
1 2
20 𝑚𝑙
= 20 𝑚𝑙+220 𝑚𝑙 × 100%
4.6 Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat
HASIL UJI /
KODE KATEGORI
PERHITUNGAN
HASIL UJI /
KODE KATEGORI
PERHITUNGAN
Menurut SNI 1971 – 2011, penentuan kadar air pada kondisi SSD
dapat ditentukan dengan rumus :
𝐶−𝐷
Kadar Air SSD = × 100%
𝐶
2000−1985
= × 100% =0,75 %
2000
4.7 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Rata-rata
E Berat Jenis Curah Kering( Bulk ) 2,7472 2,7396 2,7234
F Berat Jenis Curah (ssd ) 2,7778 2,7700 2,7739
G Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2,8338 2,8257 2,82975
H Penyerapan ( Absortion ) 1,1122 % 1,1122 % 1,1122 %
Rata-rata
D Berat Jenis Curah Kering ( Bulk ) 2,59
E Berat Jenis Curah ( ssd ) 2,6021
F Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2,5707
G Penyerapan ( Absortion ) 0,537 %
Berat jenis terbagi menjadi tiga macam, yaitu berat jenis curah
kering, berat jenis curah (ssd), dan berat jenis semu. Penentuan berat jenis
dan penyerapan agregat halus ditentukan oleh SNI 1970-2008 dengan
rumus:
𝐵
Berat Jenis Curah Kering = 𝐶+𝐴−𝐷 ..................................................................... ( 8 )
𝐴
Berat Jenis Curah = 𝐶+𝐴−𝐷 ..................................................................... ( 9 )
𝐵
Berat Jenis Semu = 𝐶+𝐵−𝐷 ..................................................................... ( 10 )
𝐴−𝐵
Penyerapan = × 100% ......................................................... ( 11 )
𝐵
D = C+A
𝐵
Berat Jenis Curah Kering = ......................................................................... ( 12 )
𝐵−𝐶
𝐴
Berat Jenis Curah = 𝐵−𝐶 ......................................................................... ( 13 )
𝐴
Berat Jenis Semu = 𝐴−𝐶 ......................................................................... ( 14 )
𝐴−𝐵
Penyerapan = × 100% ......................................................... ( 10 )
𝐵
D = C+A
4.8 Keausan Agregat ( Abrasi Test )
𝑎−𝑏
K = × 100% .............................................................................................. (15)
𝑎
K = keausan ( % );
Pada praktikum yang telah dilakukan, berat benda uji adalah 5000
gram. Setelah dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles, terjadi perubahan
berat benda uji menjadi 4067,9 gram. Nilai keausan pada benda uji dapat
ditentukan dengan rumus (15).
5000−4067,9
K = × 100%
5000
= 18,462 %
3,1527
Berat Jenis Semen ( g / cm3 )
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑛
Berat Jenis Semen = 𝑉2 −𝑉1
× 𝑑 ..................................................................... (16)
64 𝑔𝑟
Berat Jenis Semen = 21−0,7
×1
= 3,1527 g/cm3
4.10 Waktu Ikat Semen
1 30 3,8
2 60 3,8
3 90 3,7
4 120 3,3
5 150 3,1
6 180 2,3
Rata-rata 3,33
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
1. Penentuan Mpa
M = 1,64 x 𝑠𝑟
M = Nilai Tambah;
Sr = Standar Deviasi.
6. Penentuan Kerikil
2 1
Kebutuhan air = ( × 𝐾𝑒𝑏. 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠) + ( × 𝐾𝑒𝑏. 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟)
3 3
2 1
Kebutuhan air = (3 × 195) + (3 × 225) = 205 𝐿
205 𝐿
Kebutuhan Semen Maksimum = = 341, 67 kg
0,6
2 1
Kebuthan Semen Ideal = (3 𝑥 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚) + (3 𝑥 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
2 1
= (3 x 341,67) + (3 𝑥 275) = 319,447 kg
205
= 0,6417
319,447
Jika berat isi beton adalah 2275 kg/m3, maka kebutuhan agregat
total adalah :
= 1750,553 kg
5.1 Kesimpulan
22. Berat isi pada agregat dalam kondisi padat lebih tinggi
dibandingkan dengan agregrat dalam kondisi lepas;
23. Semakin tinggi nilai MHB suatu agregat, maka agregat tersebut
semakin kasar;
24. Agregat dalam kondisi ssd memiliki berat yang berbeda
dibandingkan agregat dalam kondisi kering total;
25. Pasir yang dikenakan air dapat membersihkan pasir dari lumpur
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan beton;
26. Tingginya presentase keausan menunjukkan tingkat kekerasan
suatu agregat;
27. Waktu ikat semen dapat menentukan tingkat kekentalan suatu
campuran pasta semen.
5.2 Saran