Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI

Disusun Oleh :

Sarah Nakita Simarmata 1711065


Jonathan Hanjaya 1811020
Gabriel Bryan 1811033
Jhenson 1811036
Verolio 1811038

PROGRAM SARJANA TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM
2019
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat yang telah diberikannya, penulis diberi kesempatan untuk menyusun
laporan praktikum dengan judul “ Teknologi Bahan Konstruksi ”. Penulis juga
ucapkan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan oleh senior selama
proses praktikum berlangsung sehingga praktikum berjalan sesuai dengan harapan
dan laporan ini tidak akan selesai dengan sempurna.

Penyusunan laporan praktikum “ Teknologi Bahan Konstruksi ” tidak


semudah yang dibayangkan. Hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan waktu
yang ada dan data yang tersedia harus dianalisa secara seksama. Kendala utama
penulis dalam menyusun laporan praktikum tersebut adalah kekurangan waktu
dari penulis untuk menyempurnakan laporan praktikum tersebut.

Penulis menyadari bahwa laporan praktikum tersebut masih jauh dari


sempurna. Maka dari itu, penulis menyampaikan permohonan maaf atas berbagai
kekurangan yang terdapat pada laporan praktikum tersebut. Penulis berharap
laporan praktikum tersebut dapat membawakan manfaat bagi pembaca untuk
masa yang akan datang walaupun laporan praktikum tersebut masih terdapat
banyak kekurangan. Jika seandainya ada kritik dan saran dari pihak pembaca,
penulis menerima dengan senang hati sehingga laporan praktikum berikutnya
akan lebih sempurna dari yang sebelumnya.

Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih atas pihak yang tidak
dapat disampaikan satu per satu dalam pembuatan laporan praktikum tersebut.

Batam, 13 Maret 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 3
2.1 Teknologi Bahan Konstruksi .................................................................. 3
2.2 Beton ....................................................................................................... 3
2.3 Semen ................................................................................................... 10
2.4 Pasir ...................................................................................................... 14
2.5 Kerikil ................................................................................................... 17
2.6 Agregat ................................................................................................. 18
2.7 Berat Isi dan Berat Jenis ....................................................................... 20
2.8 SSD ( Saturated Surface Dry ) ............................................................. 20
2.9 Keausan ................................................................................................ 20
2.10 Mesin Los Angeles ................................................................................ 20
2.11 Alat Vicat .............................................................................................. 21
2.12 Alat Gillmore ........................................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................... 24
3.1 Pemeriksaan Berat Isi ........................................................................... 24
3.2 Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus ......................................... 27
3.3 Pmeriksaan Bahan Lewat Saringan No. 200 ........................................ 30
3.4 Pemeriksaan Kotoran Organik.............................................................. 32
3.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agreat Halus ................................ 33
3.6 Pemeriksaan Kadar Air Agregat ........................................................... 34
3.7 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .................... 37
3.8 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus .................... 38
3.9 Pengujian Keausan Agregat ( Abrasi Test ) dengan Menggunakan Alat
Los Angeles ........................................................................................... 42
3.10 Pemeriksaan Berat Jenis Semen ............................................................ 44
3.11 Penentuan Waktu Pengikatan Semen Hidrolis ...................................... 45
3.12 Alat Gillmore ......................................................................................... 47
BAB IV PEMBAHSAN ...................................................................49
4.1 Berat Isi Agregat ..................................................................................... 49
4.2 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Halus ..... 51
4.3 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Kasar ..... 54
4.4 Bahan Lolos Saringan No. 200 ............................................................... 56
4.5 Kadar Lumpur Agregat Halus ................................................................ 58
4.6 Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat .................................................... 59
4.7 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat ................................. 61
4.8 Keausan Agregat ( Abrasi Test ) ............................................................ 63
4.9 Berat Jenis Semen ................................................................................... 64
4.10 Waktu Ikat Semen .................................................................................. 64
4.11 Perhitungan Mix Design Beton Mutu K-350 ......................................... 65
BAB V KESIMPULAN .................................................................... 70
LAMPIRAN ....................................................................................... 71
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan suatu infrastruktur diperlukan tenaga kerja dan


bahan konstruksi, tetapi untuk mebangun suatu infrastruktur yang
berkualitas tidak hanya bergantung pada tenaga kerja yang handal, tetapi
juga diperlukan bahan konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan dan
standar yang telah ditentukan sesuai dengan situasi yang ada. Pemilihan
dan penggunaan bahan konstruksi yang keliru akan menimbulkan akibat
yang fatal.

Teknologi Bahan Konstruksi adalah suatu cabang ilmu Teknik


Sipil yang mempelajari mengenai sifat suatu bahan konstruksi. Bahan
konstruksi terdiri dari semen, pasir, agregat, air, besi, kayu, dan lain
sebagainya. Masing-masing bahan memiliki karakteristik yang berbeda
sehingga pemilihan bahan menjadi bagian yang tidak boleh dianggap
remeh pada proses pembangunan suatu infrastruktur.

Semen secara garis besar dibagi menjadi tiga : semen abu, semen
campur, dan semen putih. Ketiga semen tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa macam sehingga masing-masing jenis semen memiliki
kegunaan.masing-masing dan penggunaan setiap jenis semen harus
disesuaikan dengan situasi yang ada. Contoh, semen yang digunakan
untuk membuat tiang pada tanah akan berbeda dengan membuat tiang
pada laut. Hal ini disebakan oleh semen untuk air laut bersifat tahan
dengan kadar ion yang tinggi. Oleh karena itu, penulis melaksanakan
praktikum mengenai “ Teknologi Bahan Konstruksi ” untuk meneliti
karakterisktik masing-masing bahan sehingga tidak menimbulkan
kekeliruan dalam memilih dan menggunakan bahan.
1.2 Tujuan

Tujuan penulis melaksanakan praktikum adalah untuk mengetahui


karakteristik bahan konstruksi sehingga dapat diaplikasikan pada situasi
yang tepat.

1.3 Manfaat

Beberapa manfaat dari praktikum tersebut adalah :

1. mengetahui berat isi agregat halus lepas dan padat;


2. mengetahui berat isi agregat kasar lepas dan padat;
3. dapat menentukan tingkat kehalusan suatu agregat halus;
4. dapat menentukan tingkat kekerasan suatu agregat kasar;
5. dapat menentukan kadar lumpur dalam agregat halus;
6. dapat menentukan berat jenis semen;
7. dapat menentukan nilai keausan agregat.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Teknologi bahan konstruksi

Teknologi Bahan Konstruksi mempelajari materi dan praktek


mengenai bahan bangunan untuk menghasilkan bangunan yang kuat,
kokoh, serta tahan lama, seperti mempelajari agregat halus, agregat kasar,
semen, air, besi, baja, kayu, dan zat-zat lain yang dapat menunjang proses
pembangunan.

2.2. Beton

2.2.1. Pengertian Beton

Beton merupakan suatu bahan komposit (campuran) dari beberapa


material, yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen,
agregat halus, agregat kasar, air dan atau tanpa bahan tambah lain dengan
perbandingan tertentu. Karena beton merupakan komposit, maka kualitas
beton sangat tergantung dari kualitas masing-masing material pembentuk.

2.2.2. Jenis - jenis Beton

a. Beton Mortar

Beton jenis ini dibuat dengan campuran dari material seperti mortar,
pasir dan air. Untuk bagian mortar, beton jenis ini biasa menggunakan
semen, kapur dan lumpur yang dipasangi anyaman tulangan baja di
dalamnya atau disebut dengan ferro cement dengan kekuatan tarik dan
daktilitas yang baik.
b. Beton Ringan

Seperti dengan namanya, beton jenis menggunakan agregat yang


bobotnya ringan, beberapa orang juga sering menambahkan zat aditif yang
dapat membentuk gelembung – gelembung udara di dalam beton. Apabila
pori – pori dalam beton semakin banyak maka ukuran beton tersebut juga
akan meningkat dan menghasilkan bobot beton yang lebih ringan dari pada
beton lain dengan ukuran yang sama. Karena kekuatannya yang tidak
sekuat jenis lainnya maka beton ini banyak digunakan pada dinding non-
struktur.
c. Beton Non-Pasir

Beton non-pasir dibuat dengan menggunakan agregat berupa


kerikil, semen dan air yang sama sekali tidak menggunakan pasir di
dalamnya. Dengan begitu juga akan terbentuk rongga – rongga berukuran
kecil diantara kerikil tersebut sehingga memiliki bobot yang lebih ringan
pula. Beton jenis ini juga membutuhkan semen yang lebih sedikit karena
tidak menggunakan pasir di dalamnya. Pengaplikasian beton jenis ini
adalah pada struktur ringan, kolom dan dinding sederhana, bata beton,
serta buis beton.

d. Beton Hampa

Pembuatan beton ini dilakukan dengan menyedot air pengencer


adukan beton menggunakan alat vacuum khusus sehingga disebut dengan
beton hampa. Beton ini merupakan beton dengan kekuatan yang sangat
tinggi karena air yang tersisa adalah air yang telah bereaksi dengan semen
saja. Oleh karena itu beton jenis ini banyak diaplikasikan pada bangunan –
bangunan tinggi seperti halnya gedung pencakar langit.
e. Beton Bertulang

Beton bertulang dibuat dengan paduan atau campuran beton dan


tulangan baja, beton jenis ini mempunyai sifat yaitu kuat terhadap gaya
tekan namun lemah dengan gaya tarik. Karenanya tulangan baja
ditambahkan ke dalam beton untuk menambah kekuatan beton dalam gaya
tariknya. Beton bertulang ini biasanya dipasang pada bagian pelat lantai,
kolom bangunan, jalan, jembatan dan sebagainya.
f. Beton Pra-Tegang

Secara prinsip, pembuatan beton pra-tegang dengan beton


bertulang hampir sama, perbedaannya hanya terletak pada tulangan baja
yang akan dimasukkan ke beton yang harus melewati proses penegangan
lebih dahulu. Hal ini bertujuan agar beton dapat menahan beban lenturan
yang besar dan tidak membuatnya retak. Beton jenis ini banyak digunakan
untuk menyangga struktur bangunan bentang lebar.

g. Beton Pra-Cetak

Beton pra-cetak merupakan beton yang dicetak di luar area


pengerjaan proyek pembangunan yang memang sengaja dibuat di tempat
lain agar kualitasnya lebih baik. Beton jenis ini digunakan untuk proyek
yang memeng memiliki lahan yang sempit atau terbatasnya tenaga di
lokasi proyek. Beton jenis ini juga biasanya dibuat oleh perusahaan yang
memang bergerak di bidang konstruksi.
h. Beton Massa

Beton massa merupakan beton yang dibuat dalam jumlah yang


cukup banyak dimana penuangan beton ini juga sangat besar di atas
kebutuhan rata – rata. Sama halnya untuk perbandingan antara volume dan
luas permukaannya juga sangat tinggi yang pada umumnya beton massa
memiliki dimensi yang berukuran lebih dari 60 cm dan banyak digunakan
untuk pembuatan pondasi besar, pilar bangunan dan bendungan.

i. Beton Siklop

Beton siklop merupakan beton yang menggunakan agregat cukup


besar sebagai bahan pengisi tambahannya dengan besar ukuran
penampang agregat tersebut berkisar antara 15 – 20 cm. Bahan tersebut
kemudian ditambahkan ke adukan beton normal sehingga dapat
meningkatkan kekuatannya yang banyak digunakan pada bendungan,
jembatan dan bangunan air lainnya.
j. Beton Serat

Beton serat merupakan jenis beton yang menggunakan serat – serat


tambahan ke dalam adukan beton tersebut. Serat yang biasa ditambahkan
ke dalam beton adalah asbestos, plastik, kawat baja hingga tumbuh –
tumbuhan. Penambahan serat bertujuan untuk menaikkan daktailitas pada
beton tersebut sehingga tidak mudah mengalami keretakan.
2.3. Semen

2.3.1 Pengertian Semen

Semen adalah perekat hidrolik yang dihasilkan dengan cara


menghaluskan klinker yang terdiri dari bahan utama silikat-silikat kalsium
dan bahan tambahan batu gipsum dimana senyawa-senyawa tersebut dapat
bereaksi dengan air dan membentuk zat baru bersifat perekat pada
bebatuan. Semen dalam pengertian umum adalah bahan yang mempunyai
sifat adhesif dan kohesif, digunakan sebagai bahan pengikat (bonding
material), yang dipakai bersama-sama dengan batu kerikil dan pasir.

2.3.2 Jenis-jenis Semen

a. Semen Putih (Gray Cement)

Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler
atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)
limestone murni.
b. Semen Sumur Minyak ( Oil Well Cement )

Semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam


proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di
lepas pantai.

c. Semen Portland

Semen portland ialah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara


menghasilkan klinker terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolisis (dapat mengeras jika bereaksi dengan air) dengan gips sebagai
bahan tambahan.
d. Super Masonry Cement

Jenis semen ini bisa dipakai pada konstruksi rumah dan irigasi
dengan struktur beton maksimal K225. Selain itu, jenis Super Masonry
Cement juga dimanfaatkan pada pembuatan paving block, hollow brick,
genteng beton dan tegel.

e. Special Blenden Cement

Di antara jenis-jenis semen, jenis semen yang satu ini tidak


dipasarkan secara bebas. Jenis semen ini diproduksi secara khusus untuk
proyek pembangunan jembatan Suramadu, Surabaya-Madura. Semen ini
dibuat secara khusus untuk dipakai di lingkungan air laut. Semen ini
disediakan dalam bentuk curah.

f. Semen Portland Pozzolan

Semen portland pozzolan atau PPC merupakan jenis semen untuk


pengikat hidrolis. Jenis semen ini diproduksi dengan menggiling terak,
bahan pozzolan dan gipsum. Jenis semen ini umumnya dipakai untuk
konstruksi yang membutuhkan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang.
Contohnya saja, dermaga, jembatan, bangunan irigasi dan beton massa.
g. Portland Composite Cement

Portland composite cement atau PCC adalah jenis semen bahan


pengikat hindrolis yang dihasilkan dari penggilingan terak, beberapa bahan
non organik dan gipsum. Jenis semen ini digunakan untuk beton pra cetak,
paving block, pasangan batu bata dan konstruksi beton umum.
2.4. Pasir

2.4.1 Definsi Pasir

Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran


pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 mm. Materi
pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis
dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa
tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-
rongga yang cukup besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal
pembentukannya. Dan seperti yang kita ketahui pasir juga sangat penting
untuk bahan material bangunan bila dicampurkan dengan perekat Semen.

2.4.2 Jenis-jenis pasir

a. Pasir Merah

Pasir merah atau suka disebut Pasir Jebrod kalau di daerah


Sukabumi atau Cianjur karena pasirnya diambil dari daerah Jebrod Cianjur.
Pasir Jebrod biasanya digunakan untuk bahan Cor karena memiliki ciri
lebih kasar dan batuannya agak lebih besar.

b. Pasir Elod

Ciri ciri dari pasir elod ini adalah apabila dikepal dia akan
menggumpal dan tidak akan puyar kembali. Pasir ini masih ada campuran
tanahnya dan warnanya hitam. Jenis pasir ini tidak bagus untuk bangunan.
Pasir ini biasanya hanya untuk campuran pasir beton agar bisa digunakan
untuk plesteran dinding, atau untuk campuran pembuatan batako.

c. Pasir Pasang

Yaitu pasir yang tidak jauh beda dengan pasir jenis elod lebih halus
dari pasir beton. Ciri-cirinya apabila dikepal akan menggumpal dan tidak
akan kembali ke semula. Pasir pasang biasanya digunakan untuk campuran
pasir beton agar tidak terlalu kasar sehingga bisa dipakai untuk plesteran
dinding.

d. Pasir Beton
Yaitu pasir yang warnanya hitam dan butirannya cukup halus,
namun apabila dikepal dengan tangan tidak menggumpal dan akan puyar
kembali. Pasir ini baik sekali untuk pengecoran, plesteran dinding, pondasi,
pemasangan bata dan batu.

e. Pasir Sungai

Pasir Sungai Adalah pasir yang diperoleh dari sungai yang


merupakan hasil gigisan batu-batuan yang keras dan tajam, pasir jenis ini
butirannya cukup baik (antara 0,063 mm – 5 mm) sehingga merupakan
adukan yang baik untuk pekerjaan pasangan. Biasanya pasir ini hanya
untuk bahan campuaran saja .
2.5. Kerikil

2.5.1. Pengertian Kerikil

Kerikil ialah bebatuan kecil, biasanya batu granit yang dipecahkan.


Ukuran kerikil yang selalu digunakan ialah antara 2 mm dan 75 mm.
Kerikil sering digunakan dalam pembangunan badan jalan, dan sebagai
batu campuran untuk memproduksi bata.

2.5.2. Jenis Kerikil

a. Batu split

Batu Split adalah salah satu jenis batu matreal bangunan yang
diperoleh dengan cara membelah atau memecah batu yang berukuran besar
menjadi ukuran kecil-kecil. Batu Split juga sering disebut dengan nama
batu belah, karena disesuaikan dengan proses mendapatkannya yaitu
dengan cara membelah batu.
Secara umum fungsi utama batu split adalan sebagai bahan
campuran utama untuk pembuatan beton cor. Selaian batu split, bahan
pembuatan beton cor adalah pasir dan semen. Proses pembuatan beton cor
ini adalah dengan mencampur batu split, pasir dan semen dengan
menggunakan media air. Setelah tercampur maka adonan ini dicetak sesuai
dengan peruntukannya. Namun demikian setelah melihat jenis ukuran batu
split, ternyata fungsinya tidak hanya sebagai bahan campuran beton cor
saja tetapi juga berfungsi untuk keperluan yang lain.

b. Kerikil murni

2.6. Agregat

2.6.1. Pengertian Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi


alami batubatuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan
memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada
beton, namun demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting.
Kandungan agregat dalam beton kira-kira mencapai 70%-75% dari volume
beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga
pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan
beton.

2.6.2. Jenis agregat

a. Agregat halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai disintegrasi alami dari


batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran terbesar 4,8 mm. Pasir alam dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Pasir galian.

Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara
menggali. Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas
dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran
tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu.

2. Pasir sungai.

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya
berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar
butiran agak kurang karena bentuk butiran yang bulat.

3. Pasir laut.

Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya


halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang jelek
karena mengandung banyak garam. Garam ini menyerap kandungan air
dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak basah serta menyebabkan
pengembangan volume bila dipakai pada bangunan. Selain dari garam ini
mengakibatkan korosi terhadap struktur beton, oleh karena itu pasir laut
sebaiknya tidak dipakai.

b. Agregat kasar

Agregat kasar berupa pecahan batu, pecahan kerikil atau kerikil


alami dengan ukuran butiran minimal 5 mm dan ukuran butiran maksimal
40 mm. Ukuran maksimum dari agregat kasar dalam beton bertulang
diatur berdasarkan 17 kebutuhan bahwa agregat tersebut harus dengan
mudah dapat mengisi cetakan dan lolos dari celah-celah yang terdapat di
antara batang-batang baja tulangan Berdasarkan berat jenisnya, agregat
kasar dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan (Kardiyono Tjokrodimulyo,
2007), yaitu:

1. Agregat normal

Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5-2,7


gr/cm3 . Agregat ini biasanya berasal dari agregat basalt, granit, kuarsa dan
sebagainya. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3
gr/cm3 .

2. Agregat berat

Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih


dari 2,8 gr/cm3 , misalnya magnetik (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang
dihasilkan mempunyai berat jenis tinggi sampai 5 gr/cm3 . Penggunaannya
dipakai sebagai pelindung dari radiasi.

3. Agregat ringan

Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang


dari 2,0 gr/cm3 yang biasanya dibuat untuk beton non struktural atau
dinding beton. Kebaikannya adalah berat sendiri yang rendah sehingga
strukturnya ringan dan pondasinya lebih ringan.
2.7. Berat Isi dan Berat Jenis

2.7.1. Berat isi (Bulk Density)

Berat isi adalah berat tanah utuh dalam keadaan kering dibagi
dengan volume tanah, dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc).

2.7.2. Berat jenis

Berit jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah


zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau
1000 kg/m³. Menurut Simpson et al. (1964) berat jenis adalah rasio antara
kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4oC).
Berat jenis tidak mempunyai satuan atau dimensi.

2.8. Ssd (saturated surface dry)

Jenuh dan Kering Permukaan (Saturated Surface Dry, SSD) yaitu


kondisi agregat jenuh air tetapi permukaannya kering. Pada kondisi ini
agregat tidak menyerap air dan juga tidak menambah air pada campuran.

2.9. Keausan

Keausan adalah penguraian ketebalan permukaan akibat gesekan


yang terjadi pada pembebanan dan gerakan. Keausan umumnya
dianalogikan sebagai hilangnya materi sebagai akibat interaksi mekanik
dua permukaan yang bergerak slidding dan dibebani.

2.10. Mesin los angeles

Mesin Los Angeles merupakan salah satu mesin untuk pengujian


keausan / abrasi agregat kasar, fungsinya adalah kemampuan agregat
untuk menahan gesekan, dihitung berdasarkan kehancuran agregat tersebut
yaitu dengan cara mengayak agregat dalam ayakan no.12.
2.11. Alat vicat

Vicat harus terdiri dari rangka yang mempunyai batang B yang


dapat digerakkan, beratnya 300 gram, salah satu ujung torak C berdiameter
10 mm, berjarak sekurang kurangnya 50 mm, dan ujung lainnya jarum D
yang dapat dibongkar pasang berdiameter 1 mm dan panjang 50 mm.

Batang B dapat dipergunakan secara bolak balik dan dapat


dipasang dalam beberapa posisi dengan pengatur sekrup E dan mempunyai
indikator F yang dapat diatur, dapat bergerak pada skala (ditunjukkan
dalam mm) yang skalanya dilekatkan pada rangka A. Pasta semen yang
akan diuji dimasukkan ke dalam cincin G, yang kaku berbentuk kerucut,
diletakkan di atas pelat datar H yang tidak menyerap air, lebar masing-
masing sisinya ± 100 mm. Batang B terbuat dari baja tahan karat
mempunyai kekerasan tidak kurang dari 35 HRC dan harus lurus dengan
ujung torak yang tegak lurus terhadap sumbu batang.

Cincin terbuat dari bahan tidak korosi, tidak menyerap air


mempunyai diameter dalam bagian bawah 70 mm dan bagian atas 60 mm
dengan tinggi 40 mm. Disamping ketentuan tersebut diatas, alat vicat
harus sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Berat batang yang dapat bergerak (B) (300 ± 0,5) gram.

b. Diameter ujung batang torak (C) (10 ± 0,05) mm.


c. Diameter jarum (1 ± 0,005) mm.

d. Diameter dalam cincin bagian bawah (70 ± 3) mm.

e. Diameter dalam cincin bagian atas (60 ± 3) mm.

f. Tinggi cincin (40 ± 1) mm.

g. Pembagian skala

Pembagian skala, bila dibandingkan dengan skala standar yang


ketelitiannya 0,1 mm pada setiap titik, tidak boleh menunjukkan
penyimpangan lebih besar dari 0,25 mm.

2.12. Alat gillmore

Alat gillmore yang harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Jarum pengikatan awal:

 Berat : (113,4 ± 0,5) gram,

 Diameter : (2,12 ± 0,05) mm.

b. Jarum pengikatan akhir:

 Berat : (453,6 ± 0,5) gram,

 Diameter : (1,06 ± 0,05) mm.

Jarum harus berbentuk silinder dengan panjang (4,8 ± 0,5) mm.


Ujung jarum harus rata dan terletak tepat pada sumbu dan batangnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Pemeriksaan Berat Isi

3.1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan berat isi


agregat yang didefinisikan sebagai perbandingan antara berat material
kering dengan volumenya.

3.1.2 Peralatan

a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh.

b. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.

c. congkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm, yang ujungnya


bulat, terbuat dari baja tahan karat.

d. Mistar perata.

e. Sekop.

f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat


pemegang, berkapasitas sebagai berikut :

Tebal wadah Ukuran butir


Kapasitas Diameter
Tinggi (mm) minimum (mm) maksimum
(liter) (mm)
dasar sisi agregat (mm)

2,832 152,4  2,5 154,9  2,5 5,08 2,54 12,70

9,435 203,2  2,5 292,4  2,5 5,08 2,54 25,40

14,158 254,0  2,5 279,4  2,5 5,08 3,00 38,10

28,316 355,6  2,5 284,4  2,5 5,08 3,00 101,60


Gambar 1 : Aparatus pemeriksaan berat volume agregat

3.1.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah agregat kasar dan agregat halus.

3.1.4 Prosedur Praktikum

Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak


kapasitas wadah sesuai tabel di atas; keringkan dengan oven dengan suhu
(110 5) C sampai berat menjadi tetap, untuk digunakan sebagai benda
uji.

a. Berat isi lepas :

 Timbang dan catatlah berat wadah (W1).

 Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi


pemisahan butir-butir, dari ketinggian 5 cm di atas wadah
dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.

 Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar


perata.

 Timbang dan catatlah berat wadah + benda uji (W2).

 Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).

b. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1 ½”) dengan


cara penusukan :

 Timbang dan catatlah berat wadah (W1)


 Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama
tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang
ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata.

 Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar


perata.

 Timbang dan catatlah berat wadah + benda uji (W2).

 Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).

c. Berat isi agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1 ½”) sampai 101,1
mm (4”) dengan cara penggoyangan :

 Timbang dan catatlah berat wadah (W1)

 Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama
tebal.

 Padatkan setiap lapis dengan cara menggoyang-goyangkan


wadah dengan prosedur sebagai berikut :

o Letakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan


datar, angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi
5 cm kemudian lepaskan.

o Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan


lapisan sebanyak 25 kali untuk setiap sisi.

 Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar


perata.

 Timbang dan catatlah berat wadah + benda uji (W2).

 Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).


3.2 Analisa Saringan Agregat Kasar Dan Halus

3.2.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan pembagian


butir (gradasi) agregat. Data distribusi butiran pada agregat diperlukan
dalam perencanaan adukan beton. Pelaksanaan penentuan gradasi ini
dilakukan pada agregat halus dan agregat kasar. Alat yang digunakan
adalah seperangkat saringan dengan ukuran lubang (jaring-jaring) tertentu.

3.2.2 Peralatan

Jenis peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Timbangan dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji.

b. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.

c. Alat pemisah contoh (sample splitter).

d. Alat penggetar saringan (shieve shaker).

e. Talam-talam.

f. Kuas, sikat kuningan, sendok

g. Seperangkat saringan dengan ukuran :


untuk agregat kasar :

Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm inchi

- 76,20 3 Perangkat saringan untuk


- 63,50 2,5 agregat kasar ukuran # 2
- 50,80 2 (diameter agregat antara ukuran

- 37,50 1,5 100 mm – 19 mm)

- 25,00 1 Berat minimum contoh 35 kg

- 50,00 2
- 37,50 1,5 Perangkat saringan untuk
- 25,00 1 agregat kasar ukuran # 467
- 19,10 ¾ (diameter agregat antara ukuran

- 12,50 ½ 50 mm – 4,76 mm)

- 9,50 3/8 Berat minimum contoh 20 kg

- 4,76 -

Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm inchi

- 25,00 1
Perangkat saringan untuk
- 19,10 3/4
agregat kasar ukuran # 67
- 12,50 1/2
(diameter agregat antara ukuran
- 9,50 3/8
25 mm – 2,38 mm)
No. 4 4,76 -
Berat minimum contoh 10 kg
No. 8 2,38 -

- 12,50 1/2 Perangkat saringan untuk


- 9,50 3/8 agregat kasar ukuran # 8

No. 4 4,76 - (diameter agregat antara ukuran


12,5 mm – 1,19 mm)
No. 8 2,38 -
Berat minimum contoh 2,5 kg
No. 16 1,19 -

untuk agregat halus :

Ukuran lubang
Nomor saringan Keterangan
mm Inchi

- 9,50 3/8
No. 4 4,76 -
No. 8 2,38 - Berat
No. 16 1,19 - minimum
No. 30 0,59 - contoh
No. 50 0,297 - 500 gram

No. 100 0,149 -


No. 200 0,075 -

Gambar 2 : Aparatus untuk analisis saringan agregat kasar dan halus


3.2.3 Bahan

Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempatan.
Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat
kasar yang digunakan, seperti diuraikan pada tabel perangkat saringan.

3.2.4 Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dikeringkan di dalam oven pada suhu (110 5) C


hingga mencapai berat tetap.

b. Contoh dicurahkan pada perangkat saringan. Susunan saringan


dimulai dari saringan paling besar di atas. Perangkat saringan
diguncang-guncang dengan tangan atau alat penggetar saringan,
selama 15 menit.

3.3 Pemeriksaan Bahan Lewat Saringan No. 200

3.3.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan jumlah bahan


yang terdapat dalam agregat yang lolos saringan No. 200 dengan cara
pencucian.

3.3.2 Peralatan

Jenis peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Saringan No. 16 dan No. 200.

b. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar


sehingga pada waktu diguncang-guncangkan benda uji / air
pencuci tidak tumpah.

c. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.

d. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat benda uji.


e. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh
agregat.

f. Sekop.

Gambar 3 : Aparatus pemeriksaan bahan lolos saringan No. 200

3.3.3 Bahan

Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum,


dengan batasan sebagai berikut :

Ukuran maksimum Berat minimum

2,36 mm No. 8 100 Gram

1,18 mm No. 4 500 Gram

9,50 mm 3/8 “ 2000 Gram

19,10 mm 3/4 “ 2500 Gram

38,10 mm 1½“ 5000 Gram

3.3.4 Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum yang dilakukan meliputi:

a. Masukkan contoh agregat yang beratnya 1,25 kali berat minimum


benda uji ke dalam talam. Keringkan di dalam oven pada suhu (110
5) C hingga mencapai berat tetap.
b. Masukkan benda uji agregat ke dalam wadah, dan diberi air
pencuci secukupnya sehingga benda uji terendam.

c. Guncang-guncangkan wadah dan tuangkan air cucian ke dalam


susunan saringan No. 16 dan No. 200.

d. Masukkan air pencuci baru, dan ulangilah pekerjaan di atas sampai


air pencuci jernih.

e. Masukkan kembali semua bahan yang tertahan saringan No. 16 dan


No. 200 dalam wadah; kemudian masukkan seluruh bahan tersebut
ke dalam talam yang telah diketahui beratnya (W2). Keringkan
dalam oven, dengan suhu (110 5) C hingga mencapai berat
tetap.

f. Setelah kering timbang dan catatlah beratnya (W3).

g. Hitunglah berat bahan kering tersebut (W4 = W3 – W2).

3.4 Pemeriksaan Kotoran Organik

3.4.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan adanya


kandungan bahan organik dalam agregat halus. Kandungan bahan
organik yang berlebihan dapat mempengaruhi kualitas hasil
penggunaan pasir untuk campuran, misalnya beton.

3.4.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses ini adalah sebagai berikut:

a. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau
bahan lainnya yang tidak bereaksi terhadap NaOH. Volume gelas =
350 ml.

b. Standar warna (organics plate).

c. Larutan NaOH 3%.


3.4.3 Bahan

Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol)

3.4.4 Prosedur Praktikum

Prosedur yang digunakan dalam proses ini adalah sebagai berikut:

a. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam botol.

b. Tambahkan senyawa NaOH 3%. Setelah dikocok, total volume


menjadi kira-kira ¾ volume botol.

c. Botol ditutup erat-erat, dan botol dikocok kembali. Diamkan botol


selama 24 jam.

d. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan yang terlihat dengan


warna standar No. 3 (apakah lebih tua atau lebih muda).

3.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur Dalam Agregat Halus

3.5.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan prosentase


kadar lumpur dalam agregat halus. Kandungan lumpur < 5% merupakan
ketentuan dalam peraturan bagi penggunaan agregat halus untuk
pembuatan beton.

3.5.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses ini adalah:

a. Gelas ukur

b. Alat pengaduk

3.5.3 Bahan

Contoh pasir secukupnya (kondisi lapangan) dengan bahan pelarut


air biasa.
3.5.4 prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan adalah:

a. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur.

b. Tambahkan air pada gelas ukur guna melarutkan lumpur.

c. Gelas dikocok untuk mencuci pasir dari lumpur.

d. Simpan gelas pada tempat yang datar dan biarkan lumpur


mengendap setelah 24 jam.

e. Ukur tinggi pasir (V1) dan tinggi lumpur (V2).

Gambar 4 : Pemeriksaan kadar lumpur dengan gelas ukur

3.6 Pemeriksaan Kadar Air Agregat

3.6.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar air


agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat adalah perbandingan
antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan berat agregat
dalam keadaan kering.

3.6.2 Peralatan

a. Timbangan.

b. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.


c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat
pengeringan contoh benda uji.

Gambar 5 : Aparatus untuk pemeriksaan kadar air agregat

3.6.3 Bahan

Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran


maksimum, dengan batasan sebagai berikut :
Berat
Berat
Ukuran maksimum minimu Ukuran maksimum
minimum
m

6,30 mm (1/4 “) 0,50 K 50,80 mm (2 “) 8,00 kg


g

9,50 mm (3/8 “) 1,50 K 63,50 mm (2 ½ “) 10,00 kg


g

12,70 mm (1/2 “) 2,00 K 76,20 mm (3 “) 13,00 kg


g

19,10 mm (3/4 “) 3,00 K 88,90 mm (3 ½ “) 16,00 kg


g

25,40 mm (1 “) 4,00 K 101,60 mm (4 “) 25,00 kg


g

38,00 mm (1 ½ “) 6,00 K 152,40 mm (6 “) 50,00 kg


g

3.6.4 Prosedur Praktikum

a. Timbang dan catatlah berat talam (W1).

b. Masukkan benda uji ke dalam talam, kemudian timbang dan


catatlah berat talam + benda uji (W2).

c. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).

d. Keringkan benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110
5) C hingga mencapai berat tetap.

e. Setelah kering, timbang dan catatlah berat talam + benda uji kering
(W4).

f. Hitung berat benda uji kering (W5 = W4 – W1).


3.7 Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar

3.7.1 Tujuan Percobaan

Menentukan “bulk dan apparent” specific gravity dan penyerapan


(absorbsi) agregat kasar menurut prosedur ASTM C-127. Nilai ini
diperlukan untuk menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam
adukan beton.

3.7.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram yang mempunyai kapasitas


5 kg.

b. Keranjang besi diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5 “).

c. Alat penggantung keranjang.

d. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.

e. Handuk

f. Talam logam tahan karat untuk tempat pengeringan benda uji


absorbsi.

3.7.3 Bahan

Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan


kering muka (SSD = Saturated Surface Dry). Contoh diperoleh dari bahan
yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan. Butiran agregat
yang lolos saringan No. 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.

3.7.4 Prosedur Praktikum

Prosesdur yang dilakukan dalam proses ini adalah:

a. Benda uji direndam selama 24 jam.


b. Benda uji di-kering muka-kan (kondisi SSD) dengan
menggulungkan handuk pada butiran agregat.

c. Timbang contoh. Hitung berat contoh kondisi SSD (Bj).

d. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam keranjang dan direndam


kembali di dalam air. Tempertur air dijaga (73,4 3) Fahrenheit,
dan kemudian ditimbang setelah keranjang digoyang-goyangkan
dalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap. Hitung berat
contoh kondisi jenuh (Ba).

e. Contoh dikeringkan pada temperatur (212 130) Fahrenheit.


Setelah didinginkan, contoh ditimbang. Hitung berat contoh
kondisi kering (Bk).

3.8 Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus

3.8.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan “bulk dan


apparent” specific gravity dan penyerapan agregat halus menurut
prosedur ASTM C-128.

3.8.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah:

a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gr dengan kapasitas minimum


1000 gram.

b. Oven dengan pengatur suhu sampai pemanasan (110 5) C.

c. Piknometer dengan kapasitas 500 gram.

d. Cetakan kerucut pasir (metal sand cone) dan tongkat pemadat dari
logam.
Gambar 6 : Aparatus untuk analisis specific gravity dan absorbsi agregat halus

3.8.3 Bahan

Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 1000 gram. Contoh


diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara
perempatan.

3.8.4 Prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan dalam proses iniadalah sebagai berikut:

a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi


dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.

b. Sebagian dari contoh dimasukkan pada “metal sand cone mold”.


Benda uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah
tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD (Saturated Surface Dry)
contoh diperoleh jika cetakan diangkat, butiran-butiran pasir
longsor/runtuh.

c. Contoh agregat halus seberat 500 gram dimasukkan ke dalam


piknometer. Isilah piknometer tadi dengan air sampai 90% penuh.
Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang-
goyangkan piknometer tadi. Rendamlah piknometer dengan suhu
air (73,4  3)  Fahrenheit selama 24 jam.

Ukuran saringan Berat dan gradasi benda uji (gram)

Lewat (mm) Tertahan (mm) A B C D

37,5 (1 ½”) 25,0 (1”) 1250  25 - - -

25,0 (1”) 19,0 (3/4”) 1250  25 - - -

19,0 (3/4”) 12,5 (1/2”) 1250  25 2500  25 - -

12,5 (1/2”) 9,5 (3/8”) 1250  25 2500  25 - -

9,5 (3/8”) 6,3 (1/4”) - - 2500  25 -

6,3 (1/4”) 4,75 (No.4) - - 2500  25 -

4,75 (No.4) 2,36 (No. 8) - - - 5000  10

Total 5000  10 5000  10 5000  10 5000  10


Jumlah bola 12 11 8 6
Berat bola (gram) 5000  25 4584  25 3330  25 2500 

2
5

d. Pisahkan contoh benda uji dengan piknometer dan keringkan pada


suhu (213 ± 230)  Fahrenheit. Langkah ini harus diselesaikan
dalam waktu 24 jam.

e. Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan


kapasitas kalibrasi pada temperatur (73,4 ± 4)° Fahrenheit, dengan
ketelitian 0,1 gram.

3.9 Pengujian Keausan Agregat (Abrasi Test) dengan Menggunakan Alat


Los Angeles

3.9.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan ketahanan
agregat kasar yang lebih kecil dari 37,5 mm (1 ½”) terhadap keausan
menggunakan alat Los Angeles.

3.9.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Mesin Abrasi Los Angeles, yaitu mesin yang terdiri dari silinder
baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) dan
panjang 50 cm (20”). Silinder ini bertumpu pada dua poros pendek
tidak menerus yang berputar pada poros mendatar. Silinder
mempunyai lubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang
terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu.
Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh
setinggi 8,9 cm (3,56”).

b. Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm (1 7/8”) dan


berat masing-masing antara 400 gram sampai 440 gram.

c. Saringan mulai ukuran 37,5 mm (1 ½”) sampai 2,38 mm (N0. 8).

d. Timbangan dengan kapasitas 5000 gram dan dengan ketelitian 1


gram.

e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu, memanasi sampai


(110 ±5)°C.

3.9.3 Bahan

Benda uji harus bersih. Bila benda uji masih mengandung kotoran,
debu, bahan organik atau terselimuti oleh bahan lain, maka benda uji harus
dicuci dahulu sampai bersih kemudian dikeringkan dalam suhu (110 ±5)°C.

Pisahkan benda uji ke dalam masing-masing fraksi kemudian


digabungkan sesuai dengan daftar berikut.
3.9.4 Prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan dalam proses ini adalah sebagai beriku:

a. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles
dan mesin diputar dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm sebanyak
500 1 putaran.

b. Setelah selesai putaran, benda uji dikeluarkan, disaring dengan


saringan 4,75 mm (No. 4) dan 1,7 (No. 12). Butiran yang lebih
besar dari 1,7 mm (tertahan di kedua saringan tersebut) dicuci
bersih, dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 5) C sampai
berat menjadi tetap. Kemudian timbang dengan ketelitian 5 gram.

3.10 Pemeriksaan Berat Jenis Semen

3.10.1 Tujuan Percobaan

Percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis semen


Portland. Berat jenis semen adalah perbandingan antara berat isi kering
semen pada suhu kamar dengan berat isi kering air suling pada 4 °C yang
isinya sama dengan isi semen.

3.10.2 Peralatan

Peralatan yang digukan adalah sebagai berikut:

a. Botol Le Chatelier.

b. Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API.


Gambar 7 : Bahan dan alat percobaan berat jenis semen

3.10.3 Bahan

Contoh semen portland sebanyak 64 gram

3.10.4 Prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan dalam proses ini adalah sebagai berikut:

a. Isi botol Le Chatelier dengan kerosin atau naptha sampai


antara skala 0 dan 1; bagian dalam botol di atas permukaan
cairan dikeringkan.

b. Masukkan botol ke dalam bak air dengan suhu konstan


dalam waktu yang cukup untuk menghindarkan variasi
suhu botol lebih dari 0,2 C.

c. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca
skala pada botol (V1).

d. Masukkan benda uji sedikit demi sedikit ke dalam botol;


jangan sampai terjadi ada semen yang menempel pada
dinding dalam botol di atas cairan.

e. Setelah semua benda uji dimasukkan, putar botol dengan


posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung-
gelembung udara tidak timbul lagi pada permukaan cairan.
f. Masukkan botol ke dalam bak air dengan suhu konstan
dalam waktu yang cukup untuk menghindarkan variasi
suhu botol lebih dari 0,2 C.

g. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca
skala pada botol (V2).

3.11 Penentuan Waktu Pengikatan Semen Hirolis

3.11.1 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan waktu pengikatan


semen hidrolis (dalam keadaan konsistensi normal) dengan alat vicat dan
alat gillmore.

3.11.2 Peralatan

Peralatan yang diperlukan adalah sebagai seberikut:

a. Mesin aduk (mixer) dengan daun-daun pengaduk dari baja tahan


karat serta mangkuk yang dapat dilepas.

b. Alat vicat (dengan memakai jarum D seperti pada gambar).

c. Alat gillmore dengan jarum tekanan rendah (diameter 1/12 inch ¼


lb) dan jarum tekanan tinggi (diameter 1/24 inchi 1 lb).

d. Timbangan dengan ketelitian sampai 1,0 gram.

e. Alat pengorek (scrapper) dibuat dari karet yang agak kaku.

f. Gelas ukur dengan kapasitas 150 atau 200 ml.

g. Sendok perata (trowel).

h. Sarung tangan karet.

i. Ruang lembab yang mampu memberikan kelembaban relatif


minimum 90%.
3.11.3 Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan adalah:

a. Semen portland.

b. Air bersih (dengan suhu kamar).

3.11.4 Prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan dalam proses ini adalah sebagai berikut:

a. Dalam test vicat, waktu pengikatan terjadi apabila jarum vicat kecil
(jarum D), membuat penetrasi sedalam 25 mm ke dalam pasta
setelah mapan selama 30 detik.

b. Dalam test Gillmore, waktu pengikatan awal terjadi apabila jarum


rekanan rendah tidak memberikan bekas yang tampak (jelas) pada
pasta, sedang waktu pengikatan akhir terjadi apabila jarum tekanan
tinggi tidak memberikan bekas yang tampak (jelas) pada pasta.

3.12. Alat Vicat

 Tempatkan sudu serta mangkuk (kering) pada posisi mengaduk


pada alat aduk.

 Tempatkan bahan-bahan untuk satu “BATCH” ke dalam mangkuk


dengan cara sebagai berikut :
o Masukkan semua air pencampur yang jumlahnya telah
ditetapkan sebelumnya dalam pembuatan pasta semen
dengan konsistensi normal untuk semen 500 gram.

o Tambahkan 500 gram semen pada air tersebut dan biarkan


menyerap untuk 30 detik.

 Jalankan alat aduk dengan kecepatan rendah (140 5 rpm) selama


30 detik.

 Hentikan alat aduk selama 15 detik dan koreklah semua pasta dari
sisi mangkuk.

 Jalankan alat aduk dengan kecepatan sedang (248 10 rpm) dan


aduklah selama 1 menit.

 Segera ambil pasta semen dari mangkuk dan bentuklah sebagai


bola, dan tekankan ke dalam cincin konis sesuai cara dalam
penentuan konsistensi normal.

 Segera masukkan benda coba tersebut ke dalam ruang lembab dan


biarkan di sana terus kecuali bila mau dipakai untuk percobaan.

 Setelah 30 menit di dalam ruang lembab, tempatkan benda coba


pada alat vicat. Turunkan jarum D sehingga menyentuh permukaan
pasta semen. Keraskan sekrup E dan geser jarum penunjuk F pada
bagian atas dari skala dan lakukan pembacaan awal.

 Lepaskan batang B dengan memutar sekrup E dan biarkan jarum


mapan pada permukaan pasta untuk 30 detik. Adakan pembacaan
untuk menetapkan dalamnya penetrasi. Apabila pasta ternyata
terlalu lembek, lambatkan penurunan batang B untuk mencegah
melengkungnya jarum.

 Jarak antara setiap penetrasi pada pasta tidak boleh lebih kecil dari
6 mm, untuk semen tipe I, percobaan dilakukan dengan segera
setelah diambil dari ruang lembab dan setiap 15 menit sesudahnya
sampai tercapai penetrasi sebesar 25 mm atau kurang. Untuk
semen tipe III, percobaan dilakukan segera setelah diambil dari
ruang lembab dan setiap 10 menit sesudahnya sampai tercapai
penetrasi sebesar 25 mm atau kurang.

 Gambarkan dalam suat grafik, besarnya penetrasi jarum vicat


sebagai fungsi dari waktu untuk semen-semen tipe I atau III.

 Catat semua hasil percobaan penetrasi. Tentukan waktu


tercapainya penetrasi sebesar 25 mm. Inilah waktu ikat.

3.13 Alat Gillmore

 Tempatkan sudu serta mangkuk (kering) pada posisi mengaduk


pada alat aduk.

 Tempatkan bahan-bahan untuk satu “BATCH” ke dalam mangkuk


dengan cara sebagai berikut :

o Masukkan semua air pencampur yang jumlahnya telah


ditetapkan sebelumnya dalam pembuatan pasta semen dengan
konsistensi normal untuk semen 500 gram.

o Tambahkan 500 gram semen pada air tersebut dan biarkan


menyerap untuk 30 detik.

 Jalankan alat aduk dengan kecepatan rendah (140 5 rpm) selama


30 detik.

 Hentikan alat aduk selama 15 detik dan koreklah semua pasta dari
sisi mangkuk.

 Bentuklah suatu lingkaran pipih dari pasta dengan diameter 75 mm


dan tebal 12 mm. Ditengah-tengah lingkaran pipih tersebut datar
ditengah dan menipis ke arah pinggir.

 Pembuatan lingkaran pipih tersebut dilakukan pada kaca datar


bersih berukuran 10 x 10 cm.
 Tempatkan benda coba (beserta kacanya) ke dalam ruang lembab,
dan biarkan di sana terus, kecuali bila akan dilakukan percobaan.

 Peganglah jarum-jarum ke dalam posisi vertikal dan letakkan


ujung-ujungnya pelan-pelan pada permukaan pasta.

 Bila jarum tekanan rendah tidak memberi bekas pada pasta, maka
pasta telah mencapai waktu ikat mula. Bila jarum tekanan tinggi
tidak memberi bekas pada pasta, maka pasta telah mencapai waktu
ikat akhir.

 Catatlah waktu-waktu ikat awal dan ikat akhir.

 Buatlah tabel yang menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam


waktu semen tipe I dan III.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Berat isi Agregat

Praktikum tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu pegujian


agregat dalam kondisi lepas / gembur, dan kondisi padat. Berdasarkan
tahap penelitian yang telah diikuti, didapatkan data sebagai berikut.

kapasitas Kapasitas Kapasitas


LEPAS / GEMBUR
2,832 9,435 14,158
A. Berat tempat + Benda uji (gr) 6600 18600 27200
B. Berat tempat (gr) 2200 4800 6400
C. Berat benda uji (gr) 4400 13800 20800
D. Isi tempat (cm3) 2832 9435 14158
E. Berat isi benda uji (gr/cm3) 1,554 1,463 1,47
kapasitas Kapasitas Kapasitas
PADAT
2,832 9,435 14,158
A. Berat tempat + Benda uji (gr) 6800 20400 30200
B. Berat tempat (gr) 2200 4800 6400
C. Berat benda uji (gr) 4600 15600 23800
D. Isi tempat (cm3) 2832 9435 14158
E. Berat isi benda uji (gr/cm3) 1,624 1,653 1,681

Tabel 1. Berat Isi Agregat Halus


kapasitas Kapasitas Kapasitas
LEPAS / GEMBUR
2,832 9,435 14,158
A. Berat tempat + Benda uji (gr) 6600 18600 27200
B. Berat tempat (gr) 2200 4800 6400
C. Berat benda uji (gr) 4400 13800 20800
D. Isi tempat (cm3) 2832 9435 14158
E. Berat isi benda uji (gr/cm3) 1,554 1,463 1,47
kapasitas Kapasitas Kapasitas
PADAT
2,832 9,435 14,158
A. Berat tempat + Benda uji (gr) 6800 20400 30200
B. Berat tempat (gr) 2200 4800 6400
C. Berat benda uji (gr) 4600 15600 23800
D. Isi tempat (cm3) 2832 9435 14158
E. Berat isi benda uji (gr/cm3) 1,624 1,653 1,681

Tabel 2. Berat Isi Agregat Kasar

Berdasarkan SNI 1973:2008, berat isi agregat dapat dikalkulasi


dengan rumus :

𝑀𝑐 −𝑀𝑚
Density = ............................................................................................ (1)
𝑉𝑚

dengan keterangan sebagai berikut.


Density = Berat Isi ( gr / cm3 ),
Mc = Berat Wadah Disertai Berat Benda Uji ( gr ),
Mm = Berat Benda Uji ( gr ), dan
Vm = Volume Wadah ( m3 ).

Berat benda uji pada tabel di atas dapat ditentukan dengan A-B.
Jika dicocokkan dengan rumus SNI, maka rumus berat isi adalah :

( 𝐴−𝐵)
E= 𝐷

atau
𝐶
E=𝐷

Contoh, bobot agregat halus pada wadah berkapasitas 2832 cm3


adalah 4400 gram, maka berat isi agregat hslus tersebut adalah,

𝐶
E = 𝐷,

4400 𝑔𝑟
E= = 1,554 gr/c𝑚3
2832 𝑐𝑚3

Pada praktikum tersebut, tim penulis menemukan bahwa terjadi


perbedaan nilai berat benda uji pada agregat dalam kondisi lepas / gembur
dengan padat. Hal ini disebabkan oleh agregat pada kondisi padat telah
dipukul-pukul sehingga sebagain agregat pecah dan terdapat rongga
kosong di dalam wadah dan mengakibatkan wadah mampu menampung
lebih banyak beban.

4.2 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Halus

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Berat Jumlah Persentase


No. Saringan Tertahan Berat Tertahan Keterangan
Lolos (%)
(gram) (gram) (%)
3/4" = 20 mm 0 0 0 100

3/8" = 10 mm 4,2 4,2 0,215 99,785

No.4 = 4,75 17,6 21,8 1,118 98,882

No.8 = 2,3 119,3 141,1 7,236 92,763

No.16 = 1,2 283,2 424,3 21,76 78,24

No.30 = 0.6 224,3 648,6 33,263 66,737

No.50 = 0,3 804,9 1453,5 74,542 25,458


No.100 = 0,15 468,9 1922,4 98,589 1,41

PAN 27,5 1949,5 100 0

Berdasarkan data tersebut, tim penulis menemukan bahwa agregat


tertahan paling banyak pada saringan nomor 50 sebanyak 804,9 gram
( 41,288 % ) dari jumlah berat total 1949,5 gram. Data yang telah
didapatkan dimasukkan ke dalam tabel penentuan Modulus Halus Butir
( MBH ) agregat halus.

Berat tertinggal Berat teringgal (%)


Saringan No. Gram Ag. Halus
Ag.Halus Persen Komulatif

1½" = 37.5mm 0 100 0


3/4" = 20mm 0 100 0
3/8" = 10mm 4,2 99,785 0,215
No.4 = 5 17,6 98,882 1,118
No.8 = 2 119,3 92,763 7,236
No.16 = 1 283,2 78,24 21,76
No.30 = 1 224,3 66,737 33,263
No.50 = 0 804,9 25,458 74,542
No.100 = 0 468,9 1,41 98,589
Sisa 27,5 0 100
Jumlah 1949,9

Persentase berat tertinggal dapat ditentukan dengan :


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 − × 100% ........................... (2)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ

Persentase berat tertinggal komulatif dapat ditentukan dari :

Persentase Berat Tertinggal Komulatif = 100% − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 ..... (3)
Pada saringan no.50 terdapat 804,9 gram agregat halus yang
tersangkut. Nilai persentase berat tertinggal pada saringan tersebut dapat
ditentukan dengan rumus (2) dengan hasil sebagai berikut.

Persentase berat tertinggal sebelum : 66,737 %

Berat Tinggal : 804,9 gr

Berat Jumlah : 1949,5 gr

Persentase berat teringgal pada saringan no.50 :

804,9 𝑔𝑟
=66,737% − 1949,5 𝑔𝑟 × 100%

= 25,458 %

Nilai persentase berat tertinggal komulatif pada saringan nomor 50


dapat ditentukan dengan rumus (3), dengan hasil 74,542 %.

Berdasarkan rumus yang (2) dan (3), perolehan seluruh persentase


berat tertinggal komulatif dapat digunakan untuk mencari nilai modulus
halus butir ( MBH ). Penentuan nilai MBH suatu agregat halus
berdasarkan SNI-03-2834-2000 adalah :

∑ 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓


MBH = ........................................................... (4)
100

Nilai MBH pada sampel yang diuji oleh tim penulis adalah :

0+0+0,215+1,118+7,236+21,76+33,263+74,542+98,589
MBH = 100

= 2, 36723

Tingkat kehalusan dapat suatu agregat halus dapat ditentukan


dengan mencocokkan persentase berat tertinggal dengan grafik zona
gradasi yang telah ditentukan oleh SNI-03-2834-2000. Berdasarkan data
yang diambil dari sampel uji, agregat tergolong dalam zona ketiga ( tertera
pada lampiran ).

4.3 Analisa Saringan Agregat dan Modulus Halus Butir Agregat Kasar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Jumlah Persentase
Berat Tertahan
No. Saringan Berat Tertahan Lolos Keterangan
(gram)
(gram) (%) (%)
1 1/2" = 40 mm 0 0 0 100

3/4" = 20 mm 159,5 159,5 7,968 92,031

3/8" = 10 mm 1701,4 1860,9 92,970 7,029

No.4 = 4,75 118,9 1979,8 98,91 1,089

No.8 = 2,3 19,5 1999,3 99,885 0,115

No.16 = 1,2 0,4 1999,7 99,905 0,095

No.30 = 0.6 0 1999,7 99,905 0,095

No.50 = 0,3 0,5 2000,2 99,93 0,07

No.100 = 0,15 1,4 2001,6 100 0

PAN 0 2001,6 100 0

Berdasarkan data tersebut, tim penulis menemukan bahwa agregat


tertahan paling banyak pada saringan 10 mm sebanyak 1701,4 gram
( 85,002% ) dari jumlah berat total 2001,6 gram. Data yang telah
didapatkan dimasukkan ke dalam tabel penentuan Modulus Halus Butir
( MBH ) agregat kasar.

Berat tertinggal Berat teringgal (%)


Saringan No. Gram Ag. Kasar
Ag.Kasar Persen Komulatif

1½" = 37.5mm 0 100 0


3/4" = 20mm 159,5 92,031 7,969
3/8" = 10mm 1701,4 7,029 92,971
No.4 = 5 118,9 1,089 98,911
No.8 = 2 19,5 0,115 99,885
No.16 = 1 0,4 0,095 99,905
No.30 = 1 0 0,07 99,905
No.50 = 0 0,5 0 99,93
No.100 = 0 1,4 0 100
sisa 0 100
Jumlah 2001,6

Persentase berat tertinggal dapat ditentukan dengan :


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ
× 100% ........................... (2)

Persentase berat tertinggal komulatif dapat ditentukan dari :

Persentase Berat Tertinggal Komulatif = 100% − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 ..... (3)

Pada saringan 10 mm terdapat 1701,4 gram agregat kasar yang


tersangkut. Nilai persentase berat tertinggal pada saringan tersebut dapat
ditentukan dengan rumus (2) dengan hasil sebagai berikut.

Persentase berat tertinggal sebelum : 92,031 %

Berat Tinggal : 1701,4 gr

Berat Jumlah : 2001,6 gr

Persentase berat teringgal pada saringan no.50 :

1701,4 𝑔𝑟
=92,031% − 2001,6 𝑔𝑟 × 100%

= 7,029 %

Nilai persentase berat tertinggal komulatif pada saringan 10 mm


dapat ditentukan dengan rumus (3), dengan hasil 92,971 %.

Berdasarkan rumus yang (2) dan (3), perolehan seluruh persentase


berat tertinggal komulatif dapat digunakan untuk mencari nilai modulus
halus butir ( MBH ). Penentuan nilai MBH suatu agregat kasar
berdasarkan SNI-03-2834-2000 adalah :

∑ 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓


MBH = ........................................................... (4)
100

Nilai MBH pada sampel yang diuji oleh tim penulis adalah :

100+99.93+99,905+99,905+99,885+98,911+92,971+7,969+0
MBH = 100

= 6,99476

Tingkat kekasaran dapat suatu agregat kasar dapat ditentukan


dengan mencocokkan persentase berat tertinggal dengan grafik zona
gradasi yang telah ditentukan oleh SNI-03-2834-2000. Berdasarkan data
yang diambil dari sampel uji, agregat tergolong dalam zona ketiga ( tertera
pada lampiran ).

4.4 Bahan Lolos Saringan Nomor 200

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Halus Kasar
Berat benda uji kering (W1) (gram)
1000 1000

Data benda setelah disaring dengan air, kemudian dikeringkan dengan oven

Berat benda uji kering oven +


(W3) 1232,6 1305,8
talam (gram)

Berat talam (W2) 267,7 305,1


(gram)
W4 = W3
Berat benda uji tertahan saringan
- W2 964,9 1000,7
no. 200 (gram)

3,51 0
Jumlah bahan lewat saringan no. 200

Berdasarkan SNI ASTM C117:2012, jumlah bahan lewat saringan


no.200 dapat ditentukan dengan rumus :

(𝐵−𝐶)
A= × 100% .................................................................................................. (5)
𝐵

dengan keterangan sebagai berikut.

A = Persentase jumlah bahan lewat saringan no.200

B = Berat kering awal benda uji ( W1, dalam satuan gr )

C = Berat kering benda uji setelah pencucian dan pengeringan ( W4, dalam
satuan gr )

Perolehan presentase jumlah bahan lewat saringan no.200 pada


sampel yang telah diuji tim penulis dapat ditentukan dengan rumus (5).

( 𝑊1−𝑊4)
A= × 100%
𝑊1

(1000−964,9 )
= × 100%
1000

= 3,51 %

Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan, diperoleh


presentase jumlah bahan lewat saringan no.200 sebanyak 3,51%, yaitu
sekitar 35,1 g dari 1000 g.
4.5 Kadar Lumpur Agregat Halus

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Dari percobaan yang dilaksanakan didapatkan :


DBS Kuning
air V1 = tinggi pasir 220 ml 195 ml
lumpur V2 = tinggi lumpur 20 ml 50 ml

pasir

Kadar lumpur =____8,33_% =__20,408_%

Berdasarkan SNI 03-4428-1997, cara menentukan nilai kadar


lumpur dapat ditentukan dengan rumus :
𝐵
SP = 𝐴 × 100% .................................................................................................... (6)

dengan keterangan sebagai berikut :

SP = Kadar lumpur

B = Ketinggian lumpur ( V2, satuan dalam ml )

A = Ketinggian total ( V1+V2, satuan dalam ml )

Contoh, pada uji coba kadar lumpur pasir DBS diperoleh tinggi
pasir 220 ml dan lumpur 20 ml, kadar lumpur pasir DBS dapat ditentukan
menggunakan rumus (6).

𝑉
SP = 𝑉 +2𝑉 × 100% = 8,33 %
1 2

20 𝑚𝑙
= 20 𝑚𝑙+220 𝑚𝑙 × 100%
4.6 Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

HASIL UJI /
KODE KATEGORI
PERHITUNGAN

A Berat Tempat 115 gram

B Berat Tempat + Uji 2115 gram

C Berat Benda Uji ( B –A ) 2000 gram

D Berat Kering 1904,0 gram

E Kadar Air SSD 4,8 %

Tabel Praktikum Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat Halus ( Grow )

HASIL UJI /
KODE KATEGORI
PERHITUNGAN

A Berat Tempat 115 gram

B Berat Tempat + Uji 2115 gram

C Berat Benda Uji ( B –A ) 2000 gram

D Berat Kering 1870,0 gram

E Kadar Air SSD 6.5 %

Tabel Praktikum Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat Halus ( DBS )


HASIL UJI /
KODE KATEGORI
PERHITUNGAN

A Berat Tempat 115 gram

B Berat Tempat + Uji 2115 gram

C Berat Benda Uji ( B –A ) 2000 gram

D Berat Kering 1985,0 gram

E Kadar Air SSD 0,75 %

Tabel Praktikum Pemeriksaan Kadar Air SSD Agregat Kasar

Menurut SNI 1971 – 2011, penentuan kadar air pada kondisi SSD
dapat ditentukan dengan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑈𝑗𝑖−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


Kadar Air SSD = × 100% ......................................... ( 7 )
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑈𝑗𝑖

Berdasarkan hasil praktikum pada pemeriksaan kadar air ssd


agregat kasar, diketahui bahwa berat total wadah dan benda uji adalah
2115 gram dengan berat wadah 15 gram. Sehingga netto benda uji adalah
2000 gram. Setelah dimasukkan ke dalam oven, berat benda uji menjadi
1985 gram. Kadar Air pada benda uji tersebut dapat ditentukan dengan
rumus ( 7 ).

𝐶−𝐷
Kadar Air SSD = × 100%
𝐶

2000−1985
= × 100% =0,75 %
2000
4.7 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Sample 1 Sample 2 Satuan


A Berat Contoh jenuh kering permukaan
500 500 Gram
(ssd)
B Berat Contoh kering 494,5 494,5 Gram
C Berat Labu + air pada temperature
655,5 655,8 Gram
25ºC
D Berat Labu + cont (ssd) + air pada
975,5 975,3 Gram
temp 25ºC

Rata-rata
E Berat Jenis Curah Kering( Bulk ) 2,7472 2,7396 2,7234
F Berat Jenis Curah (ssd ) 2,7778 2,7700 2,7739
G Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2,8338 2,8257 2,82975
H Penyerapan ( Absortion ) 1,1122 % 1,1122 % 1,1122 %

Tabel Praktikum Pemeriksaan Berat Jenis dan Pennyerapan Agregat Halus

Sample 1 Sample 2 Satuan


A Berat Contoh jenuh kering
5000 Gram
permukaan(ssd)
B Berat Contoh kering 4976,5 Gram
C Berat contoh dalam air 3055 Gram

Rata-rata
D Berat Jenis Curah Kering ( Bulk ) 2,59
E Berat Jenis Curah ( ssd ) 2,6021
F Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2,5707
G Penyerapan ( Absortion ) 0,537 %

Tabel Praktikum Pemeriksaan Berat Jenis dan Pennyerapan Agregat Kasar

Berat jenis terbagi menjadi tiga macam, yaitu berat jenis curah
kering, berat jenis curah (ssd), dan berat jenis semu. Penentuan berat jenis
dan penyerapan agregat halus ditentukan oleh SNI 1970-2008 dengan
rumus:

𝐵
Berat Jenis Curah Kering = 𝐶+𝐴−𝐷 ..................................................................... ( 8 )
𝐴
Berat Jenis Curah = 𝐶+𝐴−𝐷 ..................................................................... ( 9 )

𝐵
Berat Jenis Semu = 𝐶+𝐵−𝐷 ..................................................................... ( 10 )

𝐴−𝐵
Penyerapan = × 100% ......................................................... ( 11 )
𝐵

dengan keterangan sebagai berikut,

A = berat benda uji dalam kondisi ssd

B = berat benda uji dalam kondisi kering

C = berat labu + air pada suhu 25°C

D = C+A

Sedangkan untuk penentuan berat jenis dan penyerapan agregat


kasar ditentukan oleh SNI 1969-2008 dengan rumus :

𝐵
Berat Jenis Curah Kering = ......................................................................... ( 12 )
𝐵−𝐶

𝐴
Berat Jenis Curah = 𝐵−𝐶 ......................................................................... ( 13 )

𝐴
Berat Jenis Semu = 𝐴−𝐶 ......................................................................... ( 14 )

𝐴−𝐵
Penyerapan = × 100% ......................................................... ( 10 )
𝐵

dengan keterangan sebagai berikut,

A = berat benda uji dalam kondisi ssd

B = berat benda uji dalam kondisi kering

C = berat labu + air pada suhu 25°C

D = C+A
4.8 Keausan Agregat ( Abrasi Test )

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Berat benda uji (a) (gram) 5000

Berat kering setelah di oven (b) (gram) 4067,9

Nilai Keausan Los Angeles 18,642

Berdasarkan SNI 2417:2008, nilai keausan dari suatu agregat kasar


dapat ditentukan dengan rumus :

𝑎−𝑏
K = × 100% .............................................................................................. (15)
𝑎

dengan keterangan sebagai berikut.

K = keausan ( % );

a = berat benda uji;

b = berat benda uji tertahan saringan no.12 ( 1,70 mm ) atau setelah


dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles

Pada praktikum yang telah dilakukan, berat benda uji adalah 5000
gram. Setelah dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles, terjadi perubahan
berat benda uji menjadi 4067,9 gram. Nilai keausan pada benda uji dapat
ditentukan dengan rumus (15).

5000−4067,9
K = × 100%
5000

= 18,462 %

Artinya, agregat mengalami keausan atau kehilangan bobot sebesar


18,462 % atau setara dengan 932,1 gram dari 5000 gram.
4.9 Berat Jenis Semen

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

Berat benda uji (gram) 64

Pembacaan pertama pada skala botol (V1, dalam cm3) 0,7

Pembacaan kedua pada skala botol (V2, dalam cm3) 21

3,1527
Berat Jenis Semen ( g / cm3 )

Praktikum tersebut dilakukan sesuai dengan SNI 15-2351-1991.


Berat jenis semen dapat ditentukan dengan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑛
Berat Jenis Semen = 𝑉2 −𝑉1
× 𝑑 ..................................................................... (16)

dengan keterangan sebagai berikut.

d = berat jenis air ( 1 g / cm3 )

Berdasarkan prosedur yang telah dijalankan, berat benda uji


seberat 64 gram dengan posisi awal minyak tanak 0,7 cm3, setelah 15 menit posisi
akhir minyak berubah menjadi 21 cm3. Berat jenis semen tersebut dapat
ditentukan dengan rumus (16).

64 𝑔𝑟
Berat Jenis Semen = 21−0,7
×1

= 3,1527 g/cm3
4.10 Waktu Ikat Semen

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan


prosedur yang tepat, telah diperoleh data sebagai berikut.

No Waktu (dtk) Penetrasi (mm)

1 30 3,8

2 60 3,8

3 90 3,7

4 120 3,3

5 150 3,1

6 180 2,3

Rata-rata 3,33

5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5

0,5 1 1,5 2 2,5 3

Praktikum tersebut dilaksanakan berdasarkan SNI 03-6826-2002


mengenai Metode Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland dengan
Alat Vicat untuk Pekerjaan Sipil.

Pada praktikum tersebut, terjadi penurunan jarum vicat yang cukup


signifikan, yaitu pada detik ke-150 hingga detik ke-180. Penurunan yang
signifikan tersebut disebabkan oleh ketidakmerataan saat melakukan
pengadukan campuran antara semen dan air.

4.11 Perhitungan Mix Design Beton Mutu K-350

Perhitungan mix design beton ditentukan oleh SNI 03-2834-2000.


Langkah perhitungan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Penentuan Mpa

Pengonversian satuan K ( K = kg/cm2 ) menuju Mpa dapat dilakukan


dengan mengalikan nilai K dengan 0,083.

350 x 0,083 = 29,05 Mpa

2. Penentuan Standar Deviasi ( SR )

Menurut SNI tahun 2008, nilai standar deviasi adalah 7

3. Penentuan Nilai Tambah

Penentuan nilai tambah dirumuskan sebagai berikut.

M = 1,64 x 𝑠𝑟

M = Nilai Tambah;
Sr = Standar Deviasi.

Dengan nilai Sr = 7, maka nilai tambah adalah 1,64 x 7 = 11,5 Mpa.

4. Kuat Tekan Rata-rata 28 Hari

Kuat tekan rata-rata 28 hari adalah penjumlahan dari nilai Mpa


dengan nilai tambah.
29,05 + 11,5 = 40,55 MPa

5. Penentuan Tipe Semen

Di Indonesia, rata-rata bangunan menggunakan semen portland tipe


1.

6. Penentuan Kerikil

Rata-rata tipe kerikil yang digunakan adalah kerikil batu pecah.

7. Penentuan Jenis Pasir

Jenis pasir yang digunakan adalah pasir alami.

8. Faktor Air Semen ( FAS )

Penentuan faktor air semen ditentukan berdasarkan grafik yang telah


disediakan oleh SNI 03-2834-2000. Berdasarkan grafik tersebut, nilai FAS
untuk beton 40,55 Mpa adalah 0,40.

9. Faktor Air Semen Maksimum ( FAS Maks )

Penentuan faktor air semen maksimum ditentukan berdasarkan


fungsi beton tersebut. Menurut SNI, jika digunakan untuk di luar
bangunan, maka FAS maksimum adalah 0,6.

10. Penentuan Nilai Slump

Secara umum, nilai slump yang digunakan adalah 10±2 cm.


11. Penentuan Ukuran Agregat Kasar

Penentuan ukuran diameter agregat kasar dilihat berdasarkan uji


gradasi agregat kasar. Ukuran agregat kasar yagn digunakan adalah 20
mm.

12. Penentuan Kebutuhan Air

Kebutuhan air ditentukan berdasarkan nilai slump dari beton.


Perhitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 1
Kebutuhan air = ( × 𝐾𝑒𝑏. 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠) + ( × 𝐾𝑒𝑏. 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟)
3 3

Berdasarkan SNI 03-2834-2000, kebutuhan air agregar halus adalah


195 L dan untuk agregat kasar adalah 225 L. Kebutuhan air tersebut dapat
ditentukan menggunakan rumus di atas.

2 1
Kebutuhan air = (3 × 195) + (3 × 225) = 205 𝐿

13. Penentuan Kebutuhan Semen Maksimum

Kebutuhan semen maksimum adalah hasil pembagian dari


kebutuhan air dibagi dengan FAS maksimum.

205 𝐿
Kebutuhan Semen Maksimum = = 341, 67 kg
0,6

14. Penentuan Kebutuhan Semen Minimum

Kebutuhan semen minimum ditentukan dari FAS maks dan fungsi


beton. Menurut SNI, beton yang akan diletak di luar bangunan dengan
FAS maksimum 0,6 memiliki kebutuhan semen minimum sebanyak 275
kg.
15. Penentuan Kebutuhan Semen Ideal

Berdasarkan SNI, kebutuhan semen ideal dapat ditentukan dengan


rumus berikut.

2 1
Kebuthan Semen Ideal = (3 𝑥 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚) + (3 𝑥 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)

Berdasarkan rumus tersebut, kebutuhan semen ideal untuk beton


tersebut adalah :

2 1
= (3 x 341,67) + (3 𝑥 275) = 319,447 kg

16. Penyesuaian FAS

Penyesuaian FAS didefinisikan sebagai hasil bagi dari kebutuhan air


dibagi dengan kebutuhan semen ideal.

205
= 0,6417
319,447

17. Penentuan Daerah Gradasi dan Persentase Agregat Halus

Penentuan daerah gradasi dan persentase agregat halus ditentukan


oleh grafik yang telah ditentukan oleh SNI. Berdasarkan grafik SNI,
agregat halus yang digunakan berada pada zona dua kandungan agregat
48% .

18. Berat Jenis Agregat Campuran

Menurut SNI, perhitungan berat jenis agregat campuran dapat


ditentukan dengan rumus berikut.

Berat jenis campuran = ( % Agregat Halus x 2,52) + ( % Agregat Kasar x 2,57 )


Kandungan agregat halus adalah 39%, maka kandungan agregat
kasar adalah 61%. Berat jenis campuran dari kandungan tersebut adalah:

( 39% x 2,52 ) + ( 61% X 2,57) = 2,55kg/m3

19. Kebutuhan Agregat Campuran

Menurut SNI, kebutuhan agregat campuran dapat ditentukan dengan


rumus berikut.

Kebutuhan agregat total = Berat isi beton – kebutuhan semen ideal -


kebutuhan air

Jika berat isi beton adalah 2275 kg/m3, maka kebutuhan agregat
total adalah :

= 2,275 – 205 – 319,447

= 1750,553 kg

20. Kebutuhan Agregat Halus

Kebutuhan agregat halus adalah hasil kali dari kebutuhan


agregat campuran dan persentase kandungan agregat halus.

39% × 1750,553 = 682,71567 kg

21. Kebutuhan Agregat Kasar

Kebutuhan agregat kasar adalah pengurangan dari kebutuhan


agregat total dengan kebutuhan agregat halus.

1750,553 – 682,71567 = 1067,83733 kg


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis melakukan praktikum, telah disimpulkan bahwa :

22. Berat isi pada agregat dalam kondisi padat lebih tinggi
dibandingkan dengan agregrat dalam kondisi lepas;
23. Semakin tinggi nilai MHB suatu agregat, maka agregat tersebut
semakin kasar;
24. Agregat dalam kondisi ssd memiliki berat yang berbeda
dibandingkan agregat dalam kondisi kering total;
25. Pasir yang dikenakan air dapat membersihkan pasir dari lumpur
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan beton;
26. Tingginya presentase keausan menunjukkan tingkat kekerasan
suatu agregat;
27. Waktu ikat semen dapat menentukan tingkat kekentalan suatu
campuran pasta semen.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah ada, penulis menyarankan


untuk :

1. Menggunakan agregat halus dan kasar dalam kondisi kering total


dan padat;
2. Penggunaan agregat halus dan kasar harus sesuai dengan MHB
yang telah ditentukan;
3. Wajib memastikan kadar lumpur dari suatu pasir sebelum
digunakan;
4. Komposisi campuran semen, air, dan agregat yang tidak sesuai
dapat menimbulkan hasil adukan yang tidak sesuai.

Anda mungkin juga menyukai