UJI BAHAN I
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
Jln. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang 30139
Telp. 0711-353414 Fax 0711-355918 Email.Info@mail.polsriwijaya.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
URAIAN KERJA
3.2 Bahan
Agregat kasar
3. Susun saringan secara berurutan dari atas ke bawah dengan diameter terbesar berada
diatas dan pan berada pada dasar saringan.
5. Getarkan agregat pada alat penggetar selama 15 menit, pastikan pengunci di kedua
sisinya terpasang dengan baik.
= 7,924
Besar butir maximum = 40 mm
VI. Pembahasan
Dari Hasil pengujian yang telah dilakukan di dapat nilai Modulus Halus Butir
(MHB) untuk agregat kasar sebesar 7,924, maka agregat kasar tersebut layak untuk
digunakan. Pada pengujian agregat kasar menggunakan saringan atau ayakan yang lebih
banyak dengan nomor saringan yang besar dikarenakan ukuran butir agregat kasar lebih
besar. Nilai Modulus Halus Butir (MHB) menunjukkan ukuran dari agregat tersebut.
Semakin kecil nilai Modulus Halus Butir (MHB), maka semakin kecil butir agregatnya
dan begitu pula sebaliknya. Semakin besar nilai Modulus Halus Butir (MHB) maka
semakin besar butir agregatnya.
VII. Kesimpulan
Dari pengujian analisa saringan agregat kasar dapat disimpulkan bahwa nilai
Modulus Halus Butir (MHB) agregat kasar adalah 7,924. Hal ini menunjukkan bahwa
agregat kasar tersebut layak untuk digunakan.
VIII. Referensi
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2, Bandung
- SNI 03 – 1969 – 1990, Metode pengujian tentang analisis saringan agregat kasar.
3.2 Bahan
Pasir
3. Saring benda uji tersebut dengan menggunakan susunan 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm;
0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; 0,075 mm; pan. Susunannya dari yang terbesar ke
terkecil.
5. Penyaringan ini dilakukan dengan meletakkan susunan saringan pada alat penggetar,
dan digetarkan selama 15 menit.
7. Bersihkan masing-masing saringan, dimulai dari saringan teratas dengan kuas cat
yang lemas.
Perhatian!
Penyikatan jangan terlalu keras, sekedar menurunkan debu yang mungkin masih
melekat pada saringan.
8. Hitung persentasi berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing saringan
terhadap berat total.
= 3,344
120
100
80
% agregat lolos
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ukuran mata ayakan (mm)
VI. Pembahasan
Dari Hasil pengujian yang telah dilakukan, di dapat nilai Modulus Halus Butir
(MHB) untuk agregat halus sebesar 3,344 maka agregat halus tersebut layak untuk
digunakan. Pada pengujian agregat halus menggunakan saringan/ayakan yang lebih
sedikit dengan nomor saringan yang besar dikarenakan ukuran butir agregat halus lebih
kecil. Nilai Modulus Halus Butir (MHB) menunjukkan ukuran dari agregat tersebut.
Semakin kecil nilai Modulus Halus Butir (MHB), maka semakin kecil butir agregatnya
dan begitu pula sebaliknya. Semakin besar nilai Modulus Halus Butir (MHB) maka
semakin besar butir agregatnya.
VII. Kesimpulan
Dari pengujian analisa saringan agregat halus dapat disimpulkan bahwa nilai
Modulus Halus Butir (MHB) agregat halus adalah 3,344. Gradasi butir agregat halus
tersebut berada pada zona 2. Hal ini menunjukkan bahwa agregat halus tersebut layak
untuk digunakan.
VIII. Referensi
- ASTM C-33- 82-Standard Specification for Concrete Aggregates.
- BS-812-Pengujian analisa ayak untuk mengetahui gradasi.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2, Bandung.
- SII 0052-80-Mutu dan Cara Uji Agregat Beton.
- SK SNI T-15-1990-03:1-Pengertian agregat halus dan kasar.
- SNI-03-1750-1990-Mutu dan cara uji agregat beton.
- SNI-03-1968-1990-analisa saringan agregat halus kasar.
b. Oven
Oven yang digunakan dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi.
c. Cawan
Ukuran 250 x 250 mm
Ukuran 300 x 300 mm
Ukuran 300 x 400 mm
d. Gelas Ukur
Kapasitas 1000 ml dan kapasitas 500 ml. Fungsinya untuk menakar air yang
dibutukan untuk pengujian.
e. Density Spoon
3.2 Bahan
a. Agregat Kasar
b. Air
2. Keringkan benda uji pada oven dengan suhu ( 110 ± 50 )C sampai berat tetap.
5. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan agregat hilang (agregat ini dinyatakan dalam keadaan jenuh air kering
permukaan atau SSD).
Perhatikan:
Untuk butiran yang besar, pengeringan
dengan lap satu per satu.
6. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan. (BJ)
7. Masukan benda uji ke dalam bejana gelas dan tambahkan air hingga benda uji
terendam dan permukaan air pada tanda batas (pada bejana diberi tanda batas).
8. Timbang berat bejana yang berisi benda uji+air (W1).
9. Bersihkan bejana dari benda uji dan masukkan air lagi, sampai permukaannya ada
pada batas air.
10. Timbang beratnya (W2).
Perhitungan:
𝐵
a. Berat Jenis Kering = (𝐵+𝐵 𝑘−𝐵𝑡)
𝑗
488,8
= 1293,2+500,8−1601,2
= 2,535
𝐵
b. Berat Jenis SSD = (𝐵+𝐵 𝑗−𝐵𝑡)
𝑗
500,8
= (1293,2+500,8−1601,2)
= 2,598
(𝐵𝑗 −𝐵𝑘 )
c. Penyerapan = 𝑥 100%
𝐵𝑘
(500,8−488,8)
= 𝑥 100%
488,8
= 2,455
Dimana:
Bk = Berat benda uji kering oven
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh air (SSD)
W1 = Berat bejana berisi benda uji + air
W2 = Berat bejana berisi air
VI. Pembahasan
Dari hasil pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar, nilai berat jenis
kering, berat jenis SSD (Saturated Surpace Dry) agregat kasar lebih besar di -
bandingkan nilai berat jenis kering, berat jenis SSD agregat halus. Hal tersebut di-
pengaruhi oleh porositas yang dimiliki agregat kasar lebih kecil dibandingkan dengan
porositas yang dimiliki oleh agregat halus. Kemudian perbandingan agregat pada
penyerapan agregat kasar lebih kecil dari pada penyerapan air agregat halus di-
karenakan porositas agregat kasar lebih besar.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, didapatkan berat jenis kering
agregat kasar sebesar 2,535. Berat jenis kering SSD agregat kasar sebesar 2,598 dan nilai
penyerapan air agregat kasar sebesar 2,455. Hasil pengujian tersebut telah memenuuhi
standar berat jenis agregat kasar yang berkisar 2,5 – 2,7. Maka pengujian ini telah me-
menuhi standarnya.
VIII. Referensi
- American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)
- American Society for Testing and Materials (ASTM) C 127 – 68
- Laporan Teknologi Beton (BPPB)
- PB – 0202 – 76
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik ( 1987 ) Teknologi Bahan 2 Bandung
- SNI 03-1969-1990
b. Oven
Oven yang digunakan dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi.
c. Cawan
d. Piknometer
Piknometer atau gelas ukur dengan kapasitas 500ml.
e. Kerucut Terpancung
Digunakan untuk menentukan kering jenuh (SSD). Diameter diatas (40±3) mm,
diameter bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam tebal
minimum 0,8 mm.
f. Penumbuk
Dengan penampang rata, berat (340±15) gram diameter permukaan penumbuk
(25±3) mm.
h. Density Spoon
i. Corong Plastik
j. Kuas
3.2 Bahan
a. Pasir
Pasir atau agregat yang lolos saringan no.4 sebanyak 500 gram. Benda uji yang
akan digunakan terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh air kering per-
mukaan (SSD).
b. Air
SSD
Basah
……
.…
…
CHELIEN KURNIAH ARFATRIAN 32
061730100004 / 3 SA …..
LAB. UJI BAHAN I
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
Jln. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang 30139
Telp. 0711-353414 Fax 0711-355918 Email.Info@mail.polsriwijaya.ac.id
Perhatikan:
Jika keadaan agregat kering, maka agregat perlu ditambah air
Jika keadaan agregat basah, maka agregat perlu dikeringkan diudara.
b) Masukkan air bersih mencapai 90% isi piknometer. Putar stabil diguncang sampai
tak terlihat gelembung udara di dalamnya.
Proses untuk menghilangkan udara dalam piknometer dapat diproses dengan
menggunakan pompa hampa udara atau dengan merebus piknometer.
e) Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ±5º) C sampai berat
tetap. Kemudian didinginkan dalam desikator, lalu timbang beratnya. (B2)
f) Isi kembali piknometer dengan air sampai tanda batas, lalu timbang. (B3)
Perhitungan:
𝐵
a) Berat Jenis Kering = (𝐵+𝐵 𝑘−𝐵𝑡)
𝑗
487,1
= 1180,4+500−1482,2
= 2,458
𝐵
b) Berat Jenis SSD = (𝐵+𝐵 𝑗−𝐵𝑡)
𝑗
500
= (1180,4+500−1482,2)
= 2,523
(𝐵𝑗 −𝐵𝑘 )
c) Penyerapan = 𝑥 100%
𝐵𝑘
(500−487,1)
= 𝑥 100%
487,1
= 2,648
Dimana:
Bk = Berat benda uji kering oven
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh air (SSD)
W1 = Berat bejana berisi benda uji + air
W2 = Berat bejana berisi air
VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus, didapatkan
nilai berat jenis kering dan berat jenis kering SSD agregat halus lebih kecil dibandingkan
agregat kasar. Dikarenakan porositas yang dimiliki oleh agregat halus lebih besar
dibandingkan porositas yang dimiliki oleh agregat kasar. Hal ini dipengaruhi oleh berat
kering dari suatu agregat. Semakin kecil berat jenis kering suatu agregat maka akan
semakin besar nilai penyerapannya dan begitupun sebaliknya. Penyerapan agregat
dipengaruhi oleh pori-pori yang ada pada agregatnya.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, yang telah dilakukan didapatkan nilai berat jenis
kering agregat halus sebesar 2,458. Nilai berat jenis kering SSD sebesar 2,523. Dan nilai
penyerapan air agregat halus sebesar 2,648. Hasil pengujian ini belum memenuhi standar,
karena standar berat jenis agregat halus berkisar 2,5 - 2,7.
VIII. Referensi
- Pusat pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung, PEDC.
- Pusat pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2 Bandung,
PEDC.
- RSNI3 1971:2010 – Cara uji kadar air totak agrergat dengan pengeringan.
- SNI 1970:2008 – Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus.
- SNI 03-1970-1990 – Agregat halus, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan
air.
3.2 Bahan
Agregat kasar
= 2,90 %
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai kadar air pada Agregat kasar sebesar
2,90%. Standar pada agregat kasar maupun agregat halus < 3%,maka hasil dari pengujian
kadar air agregat halus telah memenuhi standar.
VII. Referensi
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2 Bandung.
- SNI 03-1971-1990
Oven pengering
3.3 Bahan
Agregat halus
Perhitungan:
𝑊3−(𝑊4−𝑊1)
Kadar Air AH = × 100%
𝑊4−𝑊1
1000−(1844,6−875,4)
= × 100%
(1844,6−875,4)
1000−969,2
= × 100%
969,2
= 3,11%
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai kadar air pada agregat halus sebesar
3,17%. Standar pada agregat kasar maupun agregat halus <3%, maka hasil dari pengujian
kadar air agregat halus belum memenuhi standar.
VII. Referensi
- PEDC Bandung, buku Pengujian Bahan, Edisi 1993
- SNI 03-1971-199
b. Timbangan
c. Oven
3.2 Bahan
a. Agregat kasar
b. Air
3. Mulailah mengelolah data yang di dapat hingga mendapatkan hasil kadar lumpur
pada masing-masing agregat.
W1−W2
Kadar Lumpur = × 100%
W1
Perhitungan:
W1−W2
Kadar Lumpur AK = × 100%
W1
971,8−886,6
= × 100%
971,8
= 8,767 %
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kadar lumpur agregat kasar adalah 8,767% .
Standar pada agregat kasar <1%, maka hasil dari pengujian kadar lumpur agregat kasar
belum memenuhi standar.
VII. Referensi
- ASTM C – 556 – 67
- PB – 0210 – 76
- SNI 03-4141-1996
Dalam Standar Industri Indonesia kadar lumpur pada agregat halus maksimum 5 %.
Persyaratan ini dapat lebih ketat lagi jika dipakai untuk beton mutu tinggi.
Kadar lumpur yang tinggi pada pasir dapat menyebabkan retak dan susut pada
plesteran dinding rumah. Ibarat sebuah sawah, lumpur akan mengembang saat musim
hujan atau terkena air dan akan mengering serta menyebabkan retak yang dalam pada
musim kemarau. Berdasarkan SNI kadar lumpur paling maksimal yang masih di
perkenankan berada dalam pasir adalah 5%.
Untuk menguji kadar lumpur, coba campurkan pasir dengan air ke dalam sebuah
gelas, kemudian kocok campuran tersebut selama 1 menit, kemudian diamkan selama 2 -
3 jam hingga pasir mengendap. Endapan halus yang terbentuk dapat dilihat sebagai
lapisan lumpur di atas pasir.
b. Timbangan
c. Oven
3.2 Bahan
a. Agregat Halus
b. Air
2. Agregat yang telah dicuci dimasukkan kembali ke oven sampai mencapai berat
konstan (W2).
Perhitungan:
W1−W2
Kadar Lumpur AH = × 100%
W1
969,2−955,3
= × 100%
969,2
= 1,434%
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kadar lumpur agregat halus adalah
1,434%. Standar lumpur agregat halus adalah harus kurang dari 5%, hal ini berarti
pengujian tersebut memenuhi standar.
VII. Referensi
- ASTM C – 556 – 67
- PB – 0210 – 76
- SNI 03-4141-1996
b. Bejana Silinder
c. Batang pemadat
d. Density spoon
Untuk mengambil agregat saat dimasukkan kedalam kontainer.
e. Cawan
Cawan berfungsi sebagai wadah/ tempat Agregat
f. Jangka Sorong
3.2 Bahan
a. Agregat Kasar
h. Ulangi hingga 3 kali, dan cari rata-rata berat isi agregat gembur.
i. Berat isi agregat = W3/V.
4.2 Padat
a. Timbang dan catatlah berat bejana silinder (W1) gram.
f. Ulangi hingga 3 kali, dan cari rata-rata berat isi agregat padat.
g. Hitunglah berat agregat padat... W3 = W2 - W1.
Diameter Bejana(cm) 15
Tinggi Bejana (cm) 14.8
Volume( gr/cm3) 2615.376
Satuan I II III
Rumus
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
1. Berat isi gembur = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 1+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 3
2. Rata-rata = 3
Perhitungan
Bejana silinder = 2185.9 gr
Bejana + air = 4773.8 gr
Diameter (dalam) = 15 cm
Tinggi (dalam) = 14.8 cm
Volume = 1/4 . π . d² . t
= ¼ . π . (15)² . 14.8
= 2615.376 cm³
3318.4
1. Berat isi gembur = 2615.376 = 1.269 gram/cm3
3318.4
2. Berat isi gembur = 2615.376 = 1.269 gram/cm3
3315.9
3. Berat isi gembur = 2615.376 = 1.268 gram/cm3
1.269+1.269+1.268
4. Rata-rata = = 1.2686 gram/cm3
3
Rumus:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
1. Berat isi padat = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 1+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 3
2. Rata-rata = 3
Perhitungan
Bejana silinder = 2185.9 gr
Bejana + air = 4773.8 gr
Diameter (dalam) = 15 cm
Tinggi (dalam) = 14.8 cm
Volume = 1/4 . π . d² . t
= ¼ . π . (15)² . 14.8
= 2615.376 cm3
3873
1. Berat isi padat = 2615.376 = 1.481 gram/cm3
3866.4
2. Berat isi padat = 2615.376 = 1.478 gram/cm3
3866.4
3. Berat isi padat = 2615.376 = 1.478 gram/cm3
1.481+ 1.478+1.478
4. Rata-rata = = 1.479 gram/cm3
3
VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian Bobot Isi Agregat Kasar antara bobot isi gembur
agregat dan bobot isi padat agregat memiliki perbedaan. Hasil dari bobot isi padat
Agregat kasar akan lebih besar dibandingkan nilai bobot isi gembur Agregat kasar. Hal
tersebut dikarenakan ruang diantara butir-butir agregat pada kondisi padat lebih terisi
penuh akibat penumbukan yang dilakukan, sehingga rongga-rongga udara antara Agregat
mengecil.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan nilai rata-rata bobot isi gembur agregat
kasar sebesar 1.2686 gram/cm³ dan nilai rata-rata bobot isi padat agregat kasar sebesar
1.479 gram/cm³. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat isi gembur tersebut memenuhi
standar yaitu nilai rata-rata dari bobot isi agregat kasar maupun agregat halus tidak
kurang dari 1.2 gram/cm³.
VIII. Referensi
- American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)
- American Society for Testing and Materials (ASTM) C 29 – 71
- Collist, L. dan Fox, R.A. (1985), Aggregates: Sand, Gravel and Crushed Rock
Aggregates for Construction Purposes. The Geological Society: London.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2, Bandung.
b. Bejana Silinder
c. Batang pemadat
d. Density spoon
Untuk mengambil agregat saat dimasukkan kedalam kontainer.
e. Cawan
Cawan berfungsi sebagai wadah/ tempat Agregat.
f. Jangka Sorong
3.2 Bahan
a. Agregat Halus
h. Ulangi hingga 3 kali, dan cari rata-rata berat isi agregat gembur.
i. Berat isi agregat = W3/V
4.2 Padat
a. Timbang dan catatlah berat bejana silinder (W1) gram.
Tinggi (cm) 18
Satuan I II III
Rumus:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
1. Berat isi gembur = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 1+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 3
2. Rata-rata = 3
Perhitungan
Bejana silinder = 840.9 gr
Bejana + air = 2718.9 gr
Diameter (dalam) = 11.5 cm
Tinggi (dalam) = 18 cm
Volume = 1/4 . π . d² . t
= ¼ . π . (11.5)² . 18
= 1869.640 cm3
2470.6
1. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.321 gram/cm3
2472.4
2. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.322 gram/cm3
2471.2
3. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.322 gram/cm3
1.321+1.322+1.322
4. Rata-rata = = 1.3216 gram/cm3
3
Tinggi (cm) 18
Satuan I II III
Rumus:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
1. Berat isi padat = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 1+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 3
2. Rata-rata = 3
Perhitungan
Bejana silinder = 840.9 gr
Bejana + air = 2718.9 gr
Diameter (dalam) = 11.5 cm
Tinggi (dalam) = 18 cm
Volume = 1/4 . π . d² . t
= ¼ . π . (11.5)² . 18
= 1869.64 gram/cm3
2669.3
1. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.428 gram/cm3
2662.4
2. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.424 gram/cm3
2665.9
3. Berat isi gembur = 1869.640 = 1.426 gram/cm3
1.428+1.424+1.426
4. Rata-rata = = 1.426 gram/cm3
3
VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian bobot isi padat agregat kasar dan agregat halus, dapat
dilihat bahwa bobot isi rata-rata agregat kasar lebih besar dibandingkan bobot isi padat
rata-rata pada agregat halus. Hal ini dipengaruhi oleh proses pengisian, penumbukan serta
proses perataan agregat pada bejana silinder. Jika dibandingkan dengan pengujian bobot
isi gembur, nilai rata-rata bobot isi gembur lebih kecil dari pada bobot isi padat. Hal ini
dikarenakan ruang antar butir-butir agregat pada kondisi padat lebih terisi penuh akibat
penumbukan, sehingga rongga-rongga udara mengecil.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan nilai rata-rata bobot isi gembur agregat
kasar sebesar 1.3216 gram/cm³ dan nilai rata-rata bobot isi padat agregat kasar sebesar
1.426 gram/cm³. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat isi gembur tersebut memenuhi
standar yaitu nilai rata-rata dari bobot isi agregat kasar maupun agregat halus tidak
kurang dari 1.2 gram/cm³.
VIII. Referensi
- American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)
- American Society for Testing and Materials (ASTM) C 29 – 71
- Collist, L. dan Fox, R.A. (1985), Aggregates: Sand, Gravel and Society: London.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
b. Timbangan
c. Ayakan standar
d. Alat Tekan
3.2 Bahan
Agregat kasar (split/krikil) yang akan diuji dalam keadaan jenuh air kering
permukaan atau dalam keadaan kering yaitu dengan mengeringkannya dalam oven pada
suhu 110 ± 50 selama 4 jam.
Perhatikan !
Tinggi jatuh dari batang baja tersebut adalah 50 mm di atas permukaan agregat.
3. Ratakan permukaan agregat.
4. Keluarkan benda uji dari bejana dan timbang beratnya (A gram)
5. Lakukan pekerjaan no. 2 & 3 sekali lagi.
6. Letakkan stempel penekan di dalam bejana.
7. Tekan bejana berikut stempelnya dengan tekanan 40 kN yang dicapai dalam waktu
10 menit.
Perhitungan:
A = Berat benda uji = 3000 gr
B = Berat benda uji yang tertahan di atas ayakan 2,36 mm = 2983,4 gr
A B
Benda uji yang menembus lubang ayakan 2,36 mm = x 100 %
A
(A−B)
% Hancur = × 100%
A
3000−2983,4
= × 100%
3000
= 0,553%
VI. Pembahasan
Berdasarkan pengujian kekerasan agregat kasar menggunakan bejana Rudolf yang
telah dilakukan dapat dianalisa bahwa tujuannya untuk dapat mengetahui seberapa besar
kekuatan agregat untuk campuran beton. Semakin besar nilai kekerasannya untuk bahan
campuran beton. Begitupun sebaliknya, apabila persentase kehancuran semakin
mendekati persyaratan kekerasan, maka kekerasan agregat akan semakin mengecil. Bila
agregat yang tertahan ayakan 2,36 mm adalah <30%, maka agregat tersebut dapat
digunakan untuk campuran beton. Sedangkan bila >30% maka agregat tersebut hanya
dapat digunakan untuk beton normal saja.
VII. Kesimpulan
Dari hasil pengujian, diperoleh benda uji yang menembus ayakan 2,36 mm sebesar
0,553% dengan waktu tekan 10 menit. Standar nilai persentase kekerasan agregat kasar
yaitu < 30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai persentase kekerasan agregat kasar
tersebut telah memenuhi standar agregat untuk beton tahan aus.
VIII. Referensi
- BS 812: Part 3: 1975
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2 Bandung,
PEDC.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung, PEDC.
Le Chatelir flask
Corong
3.2 Bahan
a. Semen
b. Minyak tanah/kerosin bebas air atau naphta dengan berat jenis 62 API.
2. Isi botol Le Chatelir flask dengan kerosin atau naptha sampai antara skala 0 dan 1,
bagian dalam botol di atas permukaan cairan dikeringkan.
3. Masukkan botol ke dalam bak air dengan suhu yang ditetapkan pada botol 20⁰C
untuk menyamakan suhu cairan dalam botol dengan suhu yang ditetapkan pada botol
4. Setelah suhu cairan dalam botol sama dengan suhu yang ditetapkan pada botol, baca
skala botol (V1).
5. Masukkan semen Portland sebanyak 64 gram sedikit demi sedikit kedalam/botol Le
Chatelir yang telah diisi minyak tadi,hindarkan penempelan semen pada dinding
dalam botol di atas cairan.
6. Putar botol dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara
tidak timbul lagi pada permukaan cairan.
7. Ulang pekerjaan No.2, setelah suhu cairan dalam botol sama dengan suhu yang
ditetapkan pada botol, baca skala pada botol (V2). Diamkan benda uji selama
beberapa menit, lihat menunjukkan angka berapa volume semen dan minyak yang
ada dalam tabung Le Catelir.
8. Hitung berat jenis semen Portlan dengan rumus:
beratsemen
Berat jenis =
(v2 v1)
Dimana:
V 1 = pembacaan pertama pada skala botol sebelum semen dimasukkan.
Perhitungan:
Wpc
𝐵𝑗 = (V2−V1).d
64 gram
= (21,8−0,5).1
= 3,005 gram/ml
VI. Pembahasan
Untuk menghasilkan campuran beton dengan mutu baik, semen harus memenuhi
standarisasi yang harus di syaratkan adalah dengan mengetahui berat jenis itu sendiri.
Melalui pengujian berat jenis semen ini maka kita dapat mengetahui dan menentukan
kelayakan semen tersebut untuk digunakan dalam campuran beton.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapat berat jenis semen sebesar 2,990
gram/ml, sedangkan standar untuk berat jenis semen sekitar 3-3,2 gram/ml dan hasil
pengujian yang telah dilakukan dianggap sudah memenuhi standar karena dianggap
sangat mendekati 3 gram/ml.
VII. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, didapat berat jenis semen sebanyak
3,005 gram/ml. Hal ini membuktikan bahwa pengujian yang dilakukan telah memenuhi
standar, dimana standar untuk berat jenis semen adalah 3.00 – 3,20 gram/ml.
VIII. Referensi
- ASTM C-150-1985, Semen portland.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
- SII.0013-81, Syarat semen Portland yang digunakan di Indonesia.
- SNI 15-2531-1991, Semen Portland, Metode pengujian berat jenis.
- SNI 15-2049-1994, Semen Portland.
- SK SNI-T-15-1990-03:2, Pembagian semen portland.
- http://www.ferryndalle.com/2011/08/pengujian-berat-jenis-semen-pb-0102-07.html
- http://www.scribd.com/doc/59174861/Pengujian-BJ-Semen-Portland
Untuk pasta semen dalam keadaan konsistensi penurunan harus sama dengan 10 ± 1
mm. Jika diluar dari ketentuan itu maka dinyatakan belum dalam keadaan konsistensi.
Hal ini bisa dicapai dengan menambahkan air atau mengurangi air pada percobaan
berikutnya sampai tercapai konsistensi normal semen.
Spatula
3.2 Bahan
1. Semen Portland
2. Air
5. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik. Sementara itu bersihkan pasta yang
menempel di dinding tromol.
6. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan (285 ± 10) rpm selama 1 menit.
7. Bentuklah pasta semen seperti bola dengan tangan, kemudian dilemparkan 6 kali dari
satu tangan ke tangan lain dengan jarak kira-kira 15 cm.
8. Pegang bola pasta dengan satu tangan, kemudian tekankan ke dalam cincin konik
yang dipegang dengan tangan lain melalui lubang konik. Sehingga cincin konik
penuh dengan pasta.
9. Kelebihan pasta pada lubang konik, diratakan dengan sendok perata yang digerakkan
dalam posisi miring pada permukaan cincin, hingga permukaan pasta rata benar
tinggi konik.
10. Letakkan cincin konik di bawah jarum besar vicat dan sentuhkan jarum dengan
bagian tengah permukaan pasta.
Hasil pengujian:
Pengujian I :penurunan 3,5 mm
Pengujian II :penurunan 8 mm
Pengujian III :penurunan 9,5 mm
Berat air
Konsistensi = × 100 %
Berat semen
132,5 ml
= 500 gram × 100%
= 26,5%
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan,didapat nilai konsistensi sebesar
9,5 mm yang memenuhi standar (10±1 mm) dengan menggunakan kadar air sebanyak
26,5% dari berat semen.
VII. Referensi
- AASHTO – T – 129 – 74
- ASTM C – 187 – 71
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2 Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
- SII – 0013 - 81
- Jarak antara titik-titik setiap menjatuhkan jarum adalah 6,4 mm dan jarak titik
terdekat dengan tepi bagian dalam cincin konik 9,5 mm.
- Buatlah grafik penurunan terhadap waktu.
3.2 Bahan
Semen Portland sebanyak 500 gram.
Air
3. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan (140±5) putaran per menit selama 30
detik.
4. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik, sementara itu bersihkan pasta yang
melekat pada dinding tromol.
5. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan (285±10) putaran per menit selama 1
menit.
6. Buat pasta berbentuk seperti bola dengan tangan, kemudian dilemparkan 6 kali dari
satu tangan ke tangan yang lain dengan jarak kira-kira 15 cm.
7. Pegang bola pasta dengan satu tangan, kemudian tekankan kedalam cincin klonik
yang dipegang dengan tangan lain melalui lubang, sehingga konik terisi penuh
dengan pasta.
8. Kelebihan pasta pada lubang besar diratakan dengan spatula yang digerakkan dalam
posisi miring terhadap permukaan cincin.
9. Letakkan pelat kaca pada lubang besar, balikkan kemudian kelebihan pasta pada
lubang kecil cincin konik diratakan dan dilicinkan dengan spatula.
10. Letakkan cincin konik yang berisi pasta di ruang yang lembab selama 30 menit,
tanpa terjadi kerusakan.
11. Letakkan cincin konik dibawah jarum vicat berdiameter 1 mm dan kontakkan jarum
dengan bagian tengah permukaan pasta.
12. Jatuhkan jarum setiap 15 menit hingga mencapai penurunan dibawah 25 mm setiap
menjatuhkan penurunan catat penurunan yang berlangsung selama 30 detik.
25
20
15
10
5
0
30 45 60 75 80 90 95 110 126 140
VI. Pembahasan
Hasil dari pengujian waktu ikat semen dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil ini
dapat disimpulkan bahwa semen yang diuji memenuhi syarat standar ASTM C191 yang
menyatakan bahwa waktu ikat awal pada semen berada diantara menit 75-80. Diperoleh
juga waktu ikat akhr pada menit ke 140 dan sesuai dengan syarat standar ASTM
C191yaitu tidak lebih dari 8 jam.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa waktu ikat akhir adalah
menit ke 140 dengan penurunan 0 mm. Waktu ikat tersebut memenuhi syarat standar
ASTM C191.
VIII. Referensi
- ASTM C 191 – 92, Waktu Pengikatan dan Pengerasan Semen.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, (1987) Teknologi Bahan 2 Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan Bandung.
- SNI 03-6827-2002, Metode pengujian waktu ikat awal semen portland dengan meng-
gunakan alat vicat untuk pekerjaan sipil.
- www.google.co.id/waktu+pengikatan.
- www.scribd.com/doc/77012668/32/Dasar/Teori
diukur dengan suatu alat tertentu yang sering disebut dengan flow table, dimana mortar
itu harus memiliki derajat kecairan (flow) yang tertentu. Alat yang dipakai berupa suatu
plat datar dari logam, yang dapat diangkat dan dijatuhkan bebas setinggi kurang lebih ½
inchi, sebanyak 25 kali dalam waktu 15 detik. Diameter mortar sebelum dan sesudah plat
tadi dijatuhkan 25 kali diukur kembali. Mortar yang sifat lecaknya baik, perlu memilki
derajat kecairan (flow) antara 105 % - 115 %. Didalam praktek, biasanya flow dari mortar
yang dipakai berkisar antara 120 % - 130 %.
d. Gelas ukur
e. Stopwatch
f. Cawan
h. Spatula
3.2 Bahan
a. Semen portland
b. Agregat halus
c. Air
d. Tambahkan semen ke dalam air dan jalankan mesin pengaduk pada kecepatan
rendah selama 30 detik.
f. Hentikan mesin pengaduk dan pindahkan ke kecepatan sedang (285±10) rpm lalu
aduk selama 30 detik.
g. Hentikan mesin pengaduk, biarkan mortar dalam bejana dan tunggu selama 1,5
menit sambil dorong ke bawah mortar yang menempel pada dinding bejana
dengan spatula.
h. Aduk kembali pada kecepatan sedang selama 1 menit, kemudian mortar yang
menempel pada dinding didorong ke bawah.
d. Gerakkan flow table dengan cara memutar tuas penggerak, sehingga terjadi
ketukan sebanyak 25 kali dalam waktu 15 detik. Oleh ketukan ini, mortar di atas
meja akan bergerak melebar mengisi permukaan meja sampai diameter tertentu.
Dimana:
D0 = diameter mortar pada waktu dicetak = diameter bawah cetakan (± 10cm)
D1 = diameter mortar setelah selesai ketukan, diukur pada 4 posisi dan dihitung
harga rata-ratanya.
Catatan!
Mortar yang konsistensi standar mempunyai flow antara 110 – 120%
VI. Pembahasan
Dari hasil percobaan, untuk mendapatkan konsistensi normal dilakukan sebanyak 3
kali percobaan dengan kadar air yang berbeda. Pada percobaan pertama dan kedua tidak
memperoleh penurunan konsistensi normal sesuai standar yaitu (10±1 mm). Akan tetapi
di percobaan ketiga diperoleh untuk jumlah air sebanyak 187 ml didapatkan penurunan
sebesar 10,5 mm dan memenuhi standar konsistensi normal dan sesuai dengan standar
yaitu (10±1 mm).
Semen sebagai perekat hidrolis memerlukan air untuk proses hidrasi. Banyaknya air
untuk proses hidrasi tersebut kurang,maka tidak semua butiran semen akan terhidrasi,
demikian pula jika air terlalu banyak, maka kekuatan pasta semen akan menurun. Untuk
itulah perlu dicari berapa kebutuhan air yang optimum sehingga proses hidrasi dapat
berjalan sempurna dan kekuatan semen dapat mencapai maksimum.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian laboratorium dapat disimpulkan bahwa keadaan
konsistensi untuk 500 gram semen diperlukan air sebanyak 37,4% dari berat semen
dengan pembacaan vicat 10,5 mm, jadi pada percobaan tersebut konsistensi semen
memenuhi syarat karena ketentuan pada konsistensi semen yaitu 10±1 mm.
VIII. Referensi
- ASTM C-305-82
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan, Bandung.
b. Mesin pengaduk
c. Spatula
d. Mesin penekan
e. Piknometer
f. Cetakan kubus
Cetakan kubus yang digunakan berukuran 5×5×5cm.
g. Alat pemadat
3.2 Bahan
Adapun Benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan mortar adalah
sebagai berikut:
a. Semen Portland
b. Pasir
c. Air
tromol pengaduk.
c. Jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan (140 ± 5) putaran per menit selam 30
detik.
f. Hentikan mesin pengaduk, segera bersihkan mortar yang menempel pada dinding
tromol pengaduk selama 15 detik, selanjutnya tromol ditutup selama 75 detik.
g. Jalankan tromol pengaduk dengan kecepatan (285±10) putaran per menit selama 1
menit.
i. Jalankan tromol pengaduk dengan kecepatan (285 ± 10) putaran per menit selama
15 detik.
d. Bukalah cetakan dan rendam mortar dalam air bersih ± selama 24 jam.
Luas
Beban Kuat
Berat Bidang Tanggal Tanggal Umur
No maks tekan
(gr) Tekan Pembuatan Pengujian (hari)
(kg) (kg/cm2)
(cm²)
1 279.6 25 10-10-2018 17-10-2018 7 5900 236
Beban maksimum
Kekuatan tekan mortar =
Luas permukaan benda uji
5900 kg
1. Kuat tekan = = 236 kg/cm²
25 cm²
9000 kg
2. Kuat tekan = = 360 kg/cm²
25 cm²
7700 kg
3. Kuat tekan = = 308 kg/cm²
25 cm²
(236+360+308)kg / cm²
∑ Kuat tekan = = 301,3 kg/cm²
3
VI. Pembahasan
Pengaruh kekuatan semen dapat menentukan kekuatan adukan mortar. Proses
pengadukan mortarpun dapat mempengaruhi nilai kuat tekan mortar. Berdasarkan hasil
pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh nilai rata-rata kuat tekan mortar pada
umur 7 hari adalah 301.3 kg/cm². Hal ini berarti mortar hanya mampu menahan daya
tekan sebesar 301.3 kg atau 0.3013 KN beban maksimum tiap 1 cm² luasan.
Kekuatan tekan mortar sangat dipengaruhi oleh proposisi campurannya. Selain itu,
air sangat mempengaruhi kuat tekan mortar. Semakin rendah factor air semen, maka
semakin tinggi nilai kuat tekannya. Apabila faktor air semen rendah, maka sulit dalam
pengujiannya.
Adapun faktor lainnya adalah kekuatan semen yang di gunakan, proses pengadukan
mortar, proses pemadatan ketika memasukkan kecetakan, dan factor umur. Semakin lama
umur mortar maka semakin kuat pula kuat tekannya.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan mortar dapat disimpulkan bahwa nilai rata-
rata kuat tekannya sebesar 301.3 kg/cm² untuk umur 7 hari. Hal ini berarti mortar hanya
mampu menahan beban gaya tekan sebesar 301.3 kg atau 0.3013 KN tiap 1 cm² luasnya.
b. Density spoon
c. Bak aduk
d. Penumbuk baja
e. Cangkul aduk
f. Sendok spesi
3.2 Bahan
a. Agregat kasar
b. Agregat halus
c. Semen portland
d. Air
5. Setelah rata, ambil sebagian hasil adukan tadi untuk mengukur slump.
7. Isi cetakan dengan adukan beton dalam 3 lapis, setiap lapis berisi kira–kira 1/3 isi
cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali secara
merata.
13. Rendam benda uji dalam bak yang berisi air agar proses pematangan beton ber-
langsung dengan baik, maka perendaman ini dilakukan sampai batas waktu
pengujian kuat tekan.
VI. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari hasil pengujian diperoleh komposisi untuk 1 m3 adalah:
Pc = 325
Ah = 708,7
Ak = 1156,3
Air = 185
Dan juga diperoleh umtuk komposisi 3 buah benda uji yang berbentuk kubus
ukuran 15×15×15 cm adalah:
Semen = 3×3,375×10-3×325×1,5 = 4,935
Agregat Halus = 3×3,375×10-3×708,7×1,5= 10,763
Agregat Kasar = 3×3,375×10-3×1156,3×1,5 = 17,561
Air = 3×3,375×10-3×185×1,5 = 2,809
VII. Referensi
- SNI 03-2834-1993
- SNI 03-1974-1990, Metode Pengujian kuat tekan beton.
- SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan benda uji beton dilapangan.
- Buku Pedoman Uji Bahan.
Uji slump yang dilakukan menggunakan standar ASTM C143. Peralatan dalam uji
slump adalah kerucut terpancung (cone), kedua ujungnya terbuka (tanpa penutup),
diisikan campuran beton dandiletakkan pada permukaan bidang datar. Kemudian cone
diangkat dengan cepat. Tinggi penurunan adalah nilai slump. Sedangkan diameter akhir
puncak pasta adalah nilai slump flow test. Uji slump banyak dilakukan karena mudahnya
variabel yang teruji pada uji ini yaitu tegangan. Pasta hanya akan bergerak bila tegangan
letehnya dibawah berat pasta. Sehingga nilai uji slump berkaitan dengan kekuatan
(tegangan) beton. Variasi nilai uji slump dipengaruhi oleh proporsi campuran beton.
Nilai slump digunakan untuk pengukuran terhadap tingkat kelecekan suatu adukan
beton, yang berpengaruh pada tingkat pengerjaan beton (worability). Semakin besar nilai
slump maka beton, semakin encer dan semakin mudah untuk dikerjakan. Sebaliknya,
semakin kecil nilai slump, maka beton anak semakin kental dan semakin sulit untuk
dikerjakan.
Tabel penetapan nilai slump adukan beton
Penetapan nilai slump untuk berbagai pengerjaan beton dapat dilihat pada tabel
diatas. Nilai slump untuk beton mutu tinggi adalah 50˗100 mm. Beton mutu tinggi
merupakan beton dengan kekuatan diatas 41,4 Mpa. Sedangkan nilai slump beton mutu
tinggi menggunakan superplastiazer dalam hitungan mix design 25˗50 mm. Tetapi dalam
pelaksanaannya dibutuhkan slump diatas 200 mm.
Timbangan Kapasitas 15 kg
Ketelitian 0,01 gr
Batang Untuk
Pemadat memadatkan
beton
3.2 Bahan
a. Semen
b. Agregat kasar
c. Agregat halus
d. Air
3. Masukkan adukan beton ke dalam cetakan dalam 3 lapis yang kira-kira sama
tebalnya. Setiap lapis dipadatkan dengan merusak- rusak dan menggunakan tongkat
pemadat sebanyak 25 kali.
Perhatikan:
Selama waktu menunggu ini, cetakan dan pelat slump dibersihkan dari jatuhan
adukan beton.
6. Ukur penurunan dari adukan beton (slump). Pengukuran dilakukan minimal pada 3
titik yaitu titik terendah, titik tengah dan titik tertinggi yang kemudian nilai
penurunan (slump) diambil dari nilai rata-rata.
VI. Kesimpulan
VII. Referensi
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987) Teknologi Bahan 2, Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan Bandung.
- SNI 1972:2008 - Cara uji slump beton.
- SNI 03-1972-1990: Metode Pengujian Slump Beton.
2) Tongkat pemadat, dengan diameter 16 mm, panjang 600 mm, ujung dibulatkan
dibuat dari baja yang bersih dan bebas dari karat.
3.2 Bahan
Pengambilan benda uji harus dari contoh segar yang mewakili campuran beton.
Adukan beton untuk benda yang diuji diambil langsung dari bak pengaduk dengan
menggunakan bahan yang tidak menyerap air. Bila perlu, adukan beton diaduk lagi
sebelum dimasukkan ke dalam takaran.
= 2426,542 kg/m³
= 2,4265 ton/m³
= 2, 427 ton/m³
b) Bobot isi beton menggunakan bahan tambah
Bejana kosong = 5297,9 gram
Bejana silinder berisi beton dan bahan tambah = 21820 gram
Berat beton dan bahan tambah = 16522,1 gram
Bejana berisi air = 12008,6 gram
Berat air / Volume bejana = 6710,9 gram
= 0.00671 m³
Berat beton dan bahan tambah
Berat isi beton = Volume bejana
16522,1 gram
= 0,00671 m3
= 2462,31 kg/m³
= 2,4623 ton/m³
= 2, 462 ton/m³
VI. Kesimpulan
Hal-hal yang mempengaruhi bobot isi beton antara lain adalah pemeriksaan bahan-
bahan campuran beton seperti semen, pasir, split, dan terutama air. Semakin teliti kita
melakukan pemeriksaan bahan-bahan campuran tersebut akan baik digunakan sebagai
campuran beton. Dari hasil pengujian bobot isi beton ini dapat diketahui jenis agregat
yang dipakai juga tergantung dari kehalusan butirnya. Ukuran dan kehalusan butiran akan
mengakibatkan perbedaan pada bobot isi saat melakukan pemadatan. Selain itu,
penambahan bahan tambah juga sangat mempengaruhi bobot isi yang dapat menentukan
tingkat pemadatan beton tersebut.
VII. Referensi
- American Society for Testing and Materials (ASTM) C–138 –71T
- PC–0102–76
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknologi Bahan 2 Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan Bandung.
- SNI 03–1973–1990
b. Cetakan beton
Terbuat dari baja dengan ukuran 15×30 cm dan diameter 150 mm.
c. Mistar siku
Digunakan untuk mengukur benda uji.
d. Mesin Penekan
Digunakan untuk menguji kuat tekan beton.
e. Batang Pemadat
Terbuat dari baja dengan panjang 60 cm dan diameter 16 mm.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk pengujian kuat tekan beton yaitu Kubus Beton
ataupun Silinder Beton.
Perhatikan!
Jika pemadatannya dilakukan dengan menggunakan Vibrator penggetar, baik itu
internal vibrator atau meja getar. Pengisian adukan beton kedalam cetakan
dilakukan sekaligus. Penggetaran dihentikan apabila permukaan adukan beton
nampak mengkilap oleh air semen dan udara tidak ada yang keluar dari adukan
beton.
c) Ratakan permukaan beton.
d) Biarkan beton dalam cetakan selama ± 24 jam dan letakkan pada tempat yang
bebas getaran serta ditutup oleh bahan yang kedap air.
e) Setelah 24 jam bukalah cetakan dan keluarkan benda uji.
f) Rendam benda uji dalam bak yang berisi air agar proses pemotongan (curing)
beton berlangsung dengan baik. Maka perendaman ini dilakukan sampain batas
waktu pengujian kuat tekan.
Perhatikan !
Jika benda ujinya berbentuk silinder, sebelujm benda uji tersebut ditekan harus
diberi lapisan mortar/semen/belerang dipermukaan atas dan bawah setebal 4 mm
untuk meratakan permukaan bidang tekan.
c) Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris
d) Jalankan mesin dengan penambahan beban terutama berkisar antara 2 kg/cm2 per
detik sampai 4 kg/cm2 per detik.
e) Pembebanan ini dilakukan sampai batas maksimum dan catat hasilnya.
f) Hitung kuat tekan dan benda uji tersebut.
Semen Portland dengan 0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,20
kekuatan awal tinggi
𝑃
Kuat Tekan No Add 1 = 𝐴
950000
= 17671,459
= 11,035 MPa
𝑃
Kuat Tekan No Add 2 = 𝐴
215000
= 17671,459
= 12,167 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 1 =𝐴
325000
= 17671,459
= 18,391 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 2 =𝐴
410000
= 17671,459
= 23,201 MPa
𝑃
Kuat Tekan No Add 1 = 𝐴
265000
= 17671,459
= 14,996 MPa
𝑃
Kuat Tekan No Add 2 = 𝐴
195000
= 17671,459
= 11,035 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 1 =𝐴
355000
= 17671,459
= 20,089 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 2 =𝐴
465000
= 17671,459
= 26,314 MPa
𝑃
Kuat Tekan No Add 1 = 𝐴
270000
= 17671,459
= 15,279 MPa
𝑃
Kuat Tekan No Add 2 = 𝐴
220000
= 17671,459
= 12,449 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 1 =𝐴
495000
= 17671,459
= 28,011 Mpa
𝑃
Kuat Tekan Add 2 =𝐴
345000
= 17671,459
= 19,523 Mpa
VI. Pembahasan
Kuat tekan beton merupakan suatu hal yang sangat penting dalam beton keras
dikarenakan hal tersebut dapat mengidentifikasikan mutu darii sebuah bangunan.
Pnegujian kuat tekan beton ini sebelumnya telah dilakukan perencanaan (mix design),
lalu beton dicetak dan direndam. Lalu dilakukan uji kuat tekan beton.
Kekuatan beban beton yang tidak sesuai dengan perencanaan disebabkan oleh
penambahan air semen untuk memperbesar factor air semen (FAS). Campuran yang
terlalu cair juga menyebabkan mutu beton menjadi rendah.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton, maka didapatkan kesimpulan bahwa
Beton yang tidak menggunakan bahan tambah berumur 7 hari memiliki kekuatan tekan
rata-rata sebesar 11,601 MPa, sedangkan beton yang menggunakan bahan tambah
berumur 7 hari memiliki kekuatan tekan rata-rata sebesar 20,796. Beton yang tidak
menggunakan bahan tambah berumur 14 hari memiliki kekuatan tekan rata-rata sebesar
13,016 MPa, sedangkan beton yang menggunakan bahan tambah berumur 14 hari
memiliki kekuatan tekan rata-rata sebesar 23,202 MPa. Beton yang tidak menggunakan
bahan tambah berumur 28 hari memiliki kekuatan tekan rata-rata sebesar 13,864 MPa,
sedangkan beton yang menggunakan bahan tambah berumur 28 hari memiliki kekuatan
rata-rata sebesar 23,767 MPa.
VIII. Referensi
- ASTMC 125, Terminology yang berhubungan dengan campuran beton dan beton.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik (1987), Teknlogi Bahan 2 Bandung.
- Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Pengujian Bahan Bandung.
- SNI 03-1974-1990-Metode Pengujian kuat tekan beton.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah dilaksanakannya beberapa pengujian-pengujian dapat disimpulkan bahwa
ada pengujian-pengujian yang tidak memenuhi standar ketentuan. Akan tetapi ada juga
pengujian-pengujian yang telah memenuhi standar yang menjadi acuan pelaksanaan.
Pengujian dilakukan dengan mengacu pada beberapa standar acuan normatif seperti SNI,
ASTM, dan PBI. Kesalahan-kesalahan pada pengujian yang dilakukan dapat
menyebabkan pengujian tidak memenuhi standar. Kesalahan yang terjadi biasanya
dikarenakan kekeliruan dalam pengambilan contoh benda uji atau agregatnya ataupun
faktor eksternal, dalam hal ini suhu ruangan.
3.2 Saran
Dalam pelaksanaan pengujian-pengujian di Laboratorium Uji Bahan 1 disarankan
untuk perlunya memahami teori-teori dari suatu pengujian, begitu pula prosedur
pelaksanaannya. Jika kurang paham, sebaiknya meminta penjelasan kepada dosen
pengampu atau pun instruktur. Hal ini dikarenakan agar memperkecil tingkat kesalahan
pada saat pengujian. Konsentrasi yang penuh juga harus ditingkatkan dan kekompakan
teamwork sangat diperlukan agar pengujian dapat cepat dilaksanakan.