HADIS SHAHIH
Oleh :
Jl. H. Amat, No.21. Rt/Rw.01, Kukusan, Beji, Kota Depok, Jawa Barat
16245
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt. Yang dengan segala nikmat dan
karunia-Nya, Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang "Hadis Shahih" ini. Shalawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada sosok Rahmatan lil 'Alamin, manusia sempurna yang
menyampaikan agama islam, cahaya di atas cahaya, Baginda Nabi
Muhammad saw.
Dan tidak lupa juga kami ucapkan banyak terimakasih kepada Ust.
M. Fikri, Lc, Ma. Selaku dosen mata kuliah Musthalah Hadis. Dan juga
beserta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan
motivasi untuk membantu suksesnya penyusunan makalah ilmiah ini.
Terlepas dari semua itu, kami sepenuhnya menyadari bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ilmiah tentang "Hadis
Shahih" ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber ajaran islam yang kedua sebelum Al-
Qur'an, secara resmi ditulis dan dikumpulkan dalam suatu kitab pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Azis oleh karena itu ummat islam
wajib menjadikan hadis sebagai pedoman segala aktifitas, baik dalam segala
aktifitas maupun dalam pengabdiannya sebagai hamba Allah maupun
khalifah di muka bumi ini.
Dari tahun wafatnya Rasulullah saw, sampai tahun ditulisnya hadis,
sangat mendukung munculnya pemalsuan-pemalsuan hadis. Hal inilah yang
mendorong ulama untuk mencari dan mengumpulkan hadis-hadis. Para
ulama dalam melakukan penelitian menitik beratkan perhatiannya pada
sanad dan matan hadis. Oleh karena itu para ulama menetapkan kaedah
kaedah yang berkenaan dengan kedua hal tersebut sebagai syarat yang
diterimanya suatu hadis.
Suatu hadis dikategorikan shahih apabila memenuhi ketentuan-
ketentuan atau kaedah-kaedah keshahihan sanad dan matan hadis. Oleh
sebab itu kami akan memaparkan tulisan mengenai hadis shahih untuk
pengetahuan lebih lanjut.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadis Shahih?
2. Apa syarat-syarat Hadis Shahih>?
3. Ada berapa pembagian Hadis Shahih?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Hadis Shahih
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Hadis Shahih
3. Untuk mengetahui pembagian Hadis Shahih
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Shubhi al-Shalih, 'Ulum al-Hadits wa Musthalahah", Dar al-'Ilm li al-Malayin, Beirut,
tahun 1998 hal.145.
2
Abu 'Amr 'Utsman ibn 'Abd al-Rahman Ibn al-Shalah, "Ulum al-Hadits" , al-Maktabah
al-Islamiyah al-Madinah al-Munawwarah, tahun 1972, hal.10.
3
Sarbanun, "Macam-Macam Hadits Dari Segi Kualitasnya", Hal. 346.
3
B. Syarat-Syarat Hadis Shahih
Suatu hadis bisa dikatakan shahih apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.
1. Sanad Bersambung (Ittishal al-Sanad)
Sanad yang bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad
hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya,
keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad hadis itu.4
Persambungan sanad itu terjadi semenjak penghimpun riwayat hadis
dalam kitabnya sampai pada periwayat pertama dari kalangan sahabat
yang menerima hadis tersebut dari Nabi Saw. Dengan kata lain, sanad
hadis bersambung sejak sanad pertama sampai sanad terakhir dari
kalangan sahabat hingga Nabi Muhammad Saw. atau persambungan itu
terjadi mulai dari Nabi Saw. pada periwayat pertama sampai periwayat
terakhir (mukharrij hadis).
Hadits yang sanadnya bersambung, dikalangan ulama hadis dinamai
dengan sebutan yang beragam. Al-Khathib al-Baghdadi (wafat 463
H/1072 M) menamainya dengan hadits musnad. Hadis musnad menurut
Ibn ‘Abd al-Barr, adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi Saw
(sebagai hadits marfu’), sanad hadis musnad ada yang bersambung
(muttashil) dan ada pula yang terputus (munqathi’). Pendapat ini,
menurut al-Sakhawi (wafat 902 H/ 1497 M), merupakan pendapat yang
diikuti oleh mayoritas ulama hadis.5 Dengan demkian, menurut
kebanyakan ulama hadis, hadis musnad pasti marfu’ dan bersambung
sanadnya, sedangkan hadis marfu’ belum tentu hadis musnad. Hadis
marfu’ dapat disebut sebagai hadis musnad bila seluruh rangkaian
sanadnya bersambung, tiada yang terputus sejak awal sampai akhir.
Berkaitan dengan ketersambungan sanad ini, dikenal pula istilah
4
Muhammad al-Shabbagh, al-Hadits al-Nabawi, al-Maktab al-Islami , ttp., tahun1975,
hal. 162
5
Syam al-Din Muhammad ibn ‘Abd al-Rahman al-Sakhawi, Fath al-Mughts Syarh Alfiyah
al-Hadits li al- ‘Irâq, al-Maktabah al-Salafiyah, al-Madinah al-Munawwarah, juz I, tahun
1968), hal. 99.
4
hadis muttashil atau maushul. Menurut Ibn al-Shalah dan al-Nawawi,
yang dimaksud dengan hadis muttashil atau maushul adalah hadis yang
bersambung sanadnya, baik persambungan itu sampai kepada Nabi Saw
maupun hanya sampai kepada sahabat Nabi Saw saja.6 M. Syuhudi Ismail
menyimpulkan bahwa hadis muttashil atau maushul ada yang marfu’
(disandarkan pada nabi), ada yang mauquf (disandarkan pada sahabat),
dan ada juga yang maqthu’(disandarkan pada tabi’in). jika dibandingkan
dengan hadis musnad, maka dapat dinyatakan bahwa hadis musnad pasti
muttashil atau maushul, tetapi tidak semua hadis muttashil atau maushul
pasti musnad.7
6
Abu Zakariya Yahya ibn Syarf al-Nawawi, al-Taqrib al-Nawawi Fann Ushul al-Hadits,
‘Abd al-Rahman Muhammad, Kairo, tth., hal. 6.
7
M. Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Sanad Hadits. Bulan Bintang. Jakarta. tahun
1995. hal. 127-128.
8
M. Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Sanad Hadits. Bulan Bintang. Jakarta. tahun
1995. hal. 128.
9
Al-Hakim al-Naysaburi, Ma’rifah ‘Ulum al-Hadits, Maktabah al-Mutanabbih, Kairo, tth.,
hal. 53.
5
Ibn al-Shalah menetapkan lima kriteria seorang periwayat disebut ‘adil,
yaitu beragama Islam, baligh, berakal, memelihara maru’ah dan tidak
berbuat fasik.
Untuk mengetahui adil atau tidaknya periwayat hadis ulama telah
menetapkan beberapa cara yaitu:
a) Melalui popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadis
b) Penilaian dari para kritikus periwayat hadis. Penilaian ini berisi
pengungkapan kelebihan (al-Ta’dil) dan kekurangan (al-Tarjih)
yang ada pada diri periwayat hadis.
c) Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil. Cara ini ditempuh apabila
para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi
periwayat tertentu.
6
a) Periwayat memahami dengan baik riwayat hadis yang telah
didengar
b) Periwayat hafal dengan baik riwayat hadis yang telah didengar atau
diterimanya
10
Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, al-
Mathba’ah al- Mishriyyah, Mesir, juz I, tahun 1987, hal. 50.
7
periwayat yang lebih tsiqah. Suatu hadis tidak dinyatakan mengandung
Syâdz bila hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah sedang
periwayat lain yang tsiqah tidak meriwayatkannya.
Jadi, bagi as-Syafi’i, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila:
a) Hadits itu memiliki lebih dari satu sanad;
b) Para periwayat hadits seluruhnya tsiqah;
c) matan dan/atau sanad hadis itu mengandung pertentangan.
11
Mahmud al-Thahan, Taysîr Musthalah al-Hadits, Syirkah Bungkul Indah, Surabaya,
tth., hal. 100-101.
12
Muhammad ibn Mukarram Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arâb, Dar al-Mishriyah, Mesir, juz
XII, tth., hal. 498 dan Ahmad ibn Muhammad al-Fayyumi, al-Mishbâh, juz II, hal. 509.
13
Abu Zakariya Yahya ibn Syarf al-Nawawi dan Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum
al-Hadits al-Nabawi, Dar al-Fikr, Damaskus, tahun 1997. hal. 447.
8
sanad. Masing-masing hadis, baik ‘illatnya terjadi pada sanad, matan atau
pada sanad dan matan sekaligus dapat disebut dengan hadis mu’allal.
Baik hadis shahih maupun hadis hasan telah dikodifikasikan oleh
para ulama dalam kitab-kitab karya mereka. Di antara kitab itu ada yang
hanya memuat hadis-hadis shahih saja seperti kitab Shahih al-Bukhari
karya al-Imam al-Bukhari (194-256 H) dan kitab Shahih Muslim oleh
Muslim Ibn al-Hajjaj (204-261 H). Ada pula kitab-kitab yang disamping
memuat hadis-hadis shahih juga memuat hadits hasan dan hadits dha’if
seperti kitab-kitab sunan yang empat, yaitu Sunan Abi Dawud karya Abu
Dawud al-Sijistani (202-275 H), Sunan al-Turmudzi karya Abu ‘Isa al-
Turmudzi (209-279 H), Sunan al-nasa’i karya Abu ‘Abd al-Rahman al-
Nasa’i (215-303 H), Sunan Ibn Majah karya Ibn Majah al-Qazwini (209-
273 H). Hadis- hadis shahih terdapat pula dalam Musnad Ahmad karya
Ahmad ibn Hanbal dan dalam al-Muwaththa’ karya Imam Malik ibn
Anas.
14
M. syuhudi ismail, Pengantar ilmu hadis,(bandung:angkasa tt), hal 180
9
(orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang
dilarang Allah SWT”. (HR. Mutafaqqun Alaih).
Berikut contoh dari hadist shahih li-dzatihi yang lain:
حدثنا عبدهللا ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن ابن شهاب عن:مااخرجه البخاري في صحيحه قال
. سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قرأفي المغرب بالطور:محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال
Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab
Shahihnya, ia berkata “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf,
dia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari ibn Syihab dari
Muhammad ibn Jubair ibn Muth’im dari ayahnya, ia berkata, aku mendengar
Rasulullah SAW membaca at-Thur pada waktu shalat magrib”.
Hadis diatas dapat dinyatakan sebagai hadis shahih li-dzatihi karena telah
memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, yaitu:
a) Sanad hadis tersebut tersambung. Dalam hal ini masing-masing
perawinya mendengar langsung dari gurunya. Bukhari mendengar
langsung dari gurunya yaitu Abdullah ibn Yusuf, Abdullah
mendengar dari Malik, Malik mendengar dari ibn Syihab, ibn Syihab
dari Muhammah ibn Jubair, Muhammad ibn jubair menerima
langsung dari ayahnya Jubair ibn muth’im dan Jubair mendengar
langsung dari Rasulullah SAW.
b) Para perawi tersebut adalah adil dan dhabit. Hal tersebut telah diteliti
oleh para ulama’ jarh dan ulama’ ta’dil yakni:
Abdullah ibn yusuf adalah orang yang tsiqah dan mutqan.
Malik ibn anas adalah imam hafizh.
Ibn syihab adalah seorang faqih, hafizh, muttafaq ‘ala
jalalatih, dan itqanihi.
Muhammad ibn jubair adalah tsiqah.
Jubair ibn muth’im adalah sahabat, dan para ahli hadis telah
bersepakat menyatakan keadilan para sahabat.
c) tidak syadz, karena tidak dijumpai hadis lain yang lebih kuat yang
berlawanan dengannya.
d) Tidak terdapat ‘illat padanya.15
15
Alfiah,fitriadi,suja’I, Studi ilmu hadis, publishing and consulting company, 2016, hal 122
10
2) Hadis shahih li-ghairihi
Adalah hadis hasan namun diriwayatkan dari jalan lain yang
kualitasnya sama atau lebih kuat darinya. Dinamakan shahih li-ghairihi
karena keshahihannya bukan berasal dari sanad hadis itu sendiri, melainkan
datang dari penggabungan riwayat lain yang sama kedudukannya dengan
sanadnya atau yang lebih kuat darinya. Kedudukannya lebih tinggi dari
hasan li-dzatihi dan masih dibawah shahih li-dzatihi.16
Contohnya:
Diriwayatkan oleh At-tirmidzi dari hadist Muhammad bin Amr, dari
abi Salamah, dari abi Hurairah r.a bahwasanya rasulullah saw bersabda:
ْ َ لَ ْوال:حد يث محمد بن عمروعن أبي سلمة عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
أن
)اك ِعندَ ُك ّل صالة (رواه التردي ِ ش ََّق َعلَى أ َّمتِي أل َ َم ْرت ُ ُه ْم بِالس َِو
”jikalau tidaklah memberatkan atas umatku niscaya aku akan
memerintahkan merekauntuk bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat”
(HR.Turmuzi)
Hadist diatas juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui
jalan Abu Zanad dari al-A’raj dari Abu Hurairah. Hadis tersebut dinilai hasan
karena salah seorang perawinya yakni Muhammad ibn ‘Amr ibn Aqlamah
adalah dikenal dengan orang yang lemah hafalannya. Akan tetapi, karena
hadis tersebut juga melalui jalan yang lain, maka kelemahan tersebut
tertutupi, sehingga hadisnya yang melalui jalan tersebut dinyatakan sebagai
hadis shahih lighairihi.17
16
Abu izza irham maulana, Ilmu mushthalah al-hadis, jodoh publishing,hal 24
17
Alfiah,fitriadi,suja’I, Studi ilmu hadis, publishing and consulting company, 2016, hal 123
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits Shahih secara bahasa adalah hadits yang sehat, selamat, benar,
sah, sempurna dan yang tidak sakit. Secara istilah menurut Shubhi al-
Shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga bersambung
kepada Rasulullah saw atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan
sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat).
Ada lima macam kriteria hadits shahih yaitu pertama, sanadnya
bersambung; kedua, para periwayatnya ‘adil; ketiga, para periwayatnya
dhâbith; keempat, terhindar dari syâdz; dan kelima, terhindar dari ‘illat.
Ulama’ hadis membagi hadis shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih
li-dzatihi dan shahih li-ghairihi. Perbedaan antara keduanya terletak pada
segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada hadis shahih li-dzatihi
perawinya memiliki ingatan yang sempurna, sedangkan pada hadis shahih
li-ghairihi ingatan perawinya kurang sempurna (berada dibawah hadis
shahih li-dzatihi).
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas, sepenuhnya kami menyadari bahwa
makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini. Oleh karena
itu, tentunya kami sangat membutuhkan kritik dan saran dari para
pembaca, Agar makalah kami kedepannya bisa lebih baik lagi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abu 'Amr 'Utsman ibn 'Abd al-Rahman Ibn al-Shalah, "Ulum al-Hadits" ,
al-Maktabah al-Islamiyah al-Madinah al-Munawwarah, tahun 1972
Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-
Nawawi, al-Mathba’ah al- Mishriyyah, Mesir, juz I, tahun 1987,
Abu Zakariya Yahya ibn Syarf al-Nawawi dan Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-
Naqd fi ‘Ulum al-Hadits al-Nabawi, Dar al-Fikr, Damaskus, tahun
1997.
13
Muhammad ibn Mukarram Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arâb, Dar al-Mishriyah,
Mesir, juz XII, tth. dan Ahmad ibn Muhammad al-Fayyumi, al-
Mishbâh, juz II,
14