Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HADITS HASAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mustholah Hadits

Dosen pengampu : Ust. M. Fikri, Lc., MA.

Oleh :

Jaelani Naro 2023090018

Kanzai Abdillah 2023090019

M. Sufyan Abd. Hamid 2023090098

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM DEPOK

Jl. H. Amat No.21, Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat
1445H/2023M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT atas limpahan rahmat
taufiq dan hidayahnya, kami dapat menyelasikan tugas makalah mata kuliah
mustholah hadits yang berjudul: “Hadis Hasan” dengan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapakan terima kasih kepada Ust. M. Fikri, Lc., MA.
selaku dosen pengampu mata kuliah mustholah hadits yang telah memberi
kepecayaan kepada kami untuk membuat tugas makalah ini. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan saran dan
masukan dalam penyusunan makalah ini.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami


semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah mustholah hadits dan semoga
segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan
makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan
tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.

Mungkin di dalam penyusunan ini masih banyak kesalahan dan


kekurangan yang di akibatkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan
kami. Oleh karna itu, kami selaku penyusun makalah ini kami harap
dimaklumi, dan supaya memberi saran dan kritikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Depok, 21 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. iv
A. Latar Belakang .................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah ................................................................................ v
C. Tujuan .................................................................................................. v
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 1
A. Pengertian Hadits Hasan ...................................................................... 1
B. Pembagian Hadits Hasan ..................................................................... 3
C. Syarat-syarat Hadits Hasan .................................................................. 7
D. Latar Belakang Hadits Hasan............................................................... 7
E. Istilah-istilah Hadits Hasan ................................................................ 10
F. Kitab-kitab yang Memuat Hadits Hasan ............................................ 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15
A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat islam telah mengakui bahwa hadits Nabi SAW itu dipakai
sebagai pedoman hidup yang utama setelah al-Qur’an. Ajaran-ajaran
islam yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, itdak rinci menurut
petunjuk dalil yang masih utuh, tidak diterangkan cara pengalamannya
dan atau tidak dikhususkan menurut petunjuk dalil yang masih utuh,
tidak diterangkan cara pengalamannya dan atau tidak dikhususkan
menurut petunjuk al-Qur’an, maka hendaknya dicarikan penyelesaiannya
dalam hadits.

Hadits sebagai sumber ajaran islam kedua menempati posisi


sangat penting dan strategis di dalam kajian-kajian keislaman,
setidaknya dengan hanya melihat lika-liku perjalanan historis para ulama
itu dalam mencari dan menelusuri hadits-hadits yang dipandang otentik.

Semua ulama’ islam sepakat akan pentingnya peranan hadits


dalam berbagai disiplin ajaran islam, termasuk tafsir, fiqih dan akhlak
dan lain-lain. Kajian terhadap hadits Nabi sampai saat ini masih tetap
menarik, meski tidak semarak yang terjadi dalam studi pemikiran
terhadap al-Qur’an. Faktor utama yang menjadi pemicu adalah
kompleksitas problem yang ada, baik menyangkut otensitas teks,variasi
lafadz (jumlah hadits bil ma’na), maupun rentang waktu yang cukup
panjang antara Nabi dalam realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi
ke dalam teks hadits. Namun semangat koleksitas hadits banyak
dilakukan oleh ulama’ demi menjaga eksistensi sumber hukum kedua
umat islam ini. Untuk itu dalam makalah ini akan membahas salah satu

iv
pembagian hadits, yaitu hadits hasan serta hal-hal yang berkaitan dengan
hadits hasan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadits hasan?


2. Apa saja pembagian hadits hasan?
3. Apa saja syarat-syarat hadits hasan?
4. Apa latar belakang hadits hasan?
5. Apa saja istilah-istilah hadits hasan?
6. Apa kitab yang memuat hadits-hadits hasan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian hadits hasan.


2. Untuk mengetahui pembagian-pembagian hadits hasan.
3. Untuk mengetahui syarat-syarat hadits hasan.
4. Untuk mengetahui latar belakang hadits hasan.
5. Untuk mengetahui istilah-istilah hadits hasan.
6. Untuk mengetahui kitab-kitab yang memuat hadits hasan

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Hasan

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus.1 Dijelaskan dalam


kitab Taisir Mustholah al-Hadis kata hasan merupakan sifat musyabahah,
dari kata “al-husni” yang berarti bagus. 2 Sedangkan menurut istilah,
terdapat perbedaan dalam mendefinisikan hadits hasan. Diantaranya
adalah:

1. Imam al-Khotobi

‫وهوالذي يقبله أكثر‬,‫وعليه مدار أكثرالحديث‬,‫واشتهر رجاله‬,‫هوماعرف مخرجه‬

‫ويستعمله عامة الفقهاء‬,‫العلماء‬

“Hadits hasan adalah hadits yang diketahui jalur periwayat


haditsnya, dan diketahui rowi haditsnya, dan hadits tersebut menjadi
subjek sebagian besar pembicaraan, dan diterima oleh kebanyakan
ulama’ dan dipakai oleh para fuqoha’ secara umum”.3

2. Imam at-Tirmidzi

,‫ ولايكون الحديث شاذا‬,‫ لايكون في إسناده من يتهم بالكذب‬,‫كل حديث يروى‬

‫ فهو عندنا حديث حسن‬,‫ويروى من غير وجه نحو ذلك‬

1
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits (Kalimedia: Yogyakarta), 2020, hlm. 136.
2
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh), 2010,
cet. 11, hlm. 57.
3
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh), 2010,
cet. 11, hlm. 57.

1
“Tiap-tiap hadits yang tidak terdapat pada sanadnya perawi yang
tertuduh dusta, pada matanya tidak terdapat kejanggalan, dan
hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan yang sepadan
dengannya”.4

3. Imam Ibnu Hajar

‫ هو‬,‫ ولا شاذ‬,‫ غير معلل‬,‫ متصل السند‬,‫وخبرالآحاد بنقل عدل تام الضبت‬

‫ فالحسن لذاته‬,‫ فإن خف الضبط‬,‫الصحيح لذاته‬

“Khabar ahad dinukil oleh orang yang adil, kurang semprna


hafalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz, itu
adalah shahih lidzatihi, apabila kedhabitannya kurang maka dia
hasan lidatihi”.5

Dari beberapa pengertian seperti yang dipaparkan diatas,


pengertian yang dipilih oleh sebagian ulama’ ialah pengertian yang
dikemukakan oleh Ibnu Hajar. Berdasarkan pengertian Ibnu Hajar, dapat
kita definisikan bahwasanya hadits hasan adalah hadits yang
bersambung sanadnya, diriwayatkan dengan rawi yang adil yang lemah
kedhabitannya dari padanannya dan tidak ada kejanggalan serta tidak
ada ‘illat.6

4
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh), 2010,
cet. 11, hlm. 57.
5
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh), 2010,
cet. 11, hlm. 57.
6
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh), 2010,
cet. 11, hlm. 58.

2
B. Pembagian Hadits Hasan

Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan kepada dua macam,
yaitu:

1. Hadits hasan lidzatihi


Hadits hasan lidzatihi, artinya hadits hasan karena dzatnya
atau dirinya. Secara terminologi, hadits hasan lidzatihi sebagaimana
pengertian diatas, yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari
permulaan sampai akhir, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil,
tetapi ada yang kurang dhabith, serta tidak ada syudzudz dan illat.7

Ibnu al-Shalah memberikan batasan hadits jenis ini dengan;


“bahwasanya para perawinya mayshur/terkenal dengan kejujurannya,
amanah, meskipun tidak mencapai derajat perawi hadits shahih,
karena keterbatasan dan kekuatan dan kebagusan hafalannya.
Meskipun demikian, hadits yang diriwayatkannya tidak termasuk
kedalam golongan yang munkar.8

Contoh hadits hasan lidzatihi yaitu:

a. Hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi, Imam Ibnu Majah,


dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharabi dari
Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah,
bahwa Nabi bersada:

‫إعمار أمتي ما بين الستين الى السبعين وأقلهم من يجوزذلك‬

7
Imam al-Hakim Al-Naisaburi, Ma’rifah Ulumu al-Hadits (Kaior: Maktabah al-
Mutanabih), hlm. 53.
8
Abu ‘Amar ‘Utsman ibn ‘Abd Rahman ibn Shalah, Ulumul Hadits (Makdinah: al-
Maktab al-Islamiyyah, 1972), hlm. 48.

3
“Usia umatku sekitar 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali
melebihi yang demikian itu”.

Para perawi hadits diatas adalah tsiqah kecuali


Muhammad bin Amr, dia adalah shaduq. Para ulama hadits
mengatakan bahwa nilai ta’dil shaduq tidak mencapai dhabit
tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabitannya kurang
sedikit jika dibangdingkan dengan kedhabitannya shahih seperti
tisqat (terpercaya) dan seumpamannya.9

b. Hadits riwayat at-Tirmidzi dari Muhammad bin Amr dari Abi


Salamah dari Abi Hurairah, Rasul bersabda:

‫لولا ان اشق على أمتى او على الناس لامرتهم بالسواك مع كل صلاة‬

Muhammad bin Amr bin Alqamah terkenal seorang yang


baik dan jujur, tetapi kurang dhabit, banyak ulama’ yang
melemahkan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Oleh karena
itu, hadits diatas berstatus hadits hasan lidzatihi. Akan tetapi
ada riwayat lain dari jalur al-A’raj dari Abu Hurairah, maka
hadits ini naik derajatnya menjadi hadits hasan li ghraihi.10

2. Hadits hasan li ghairihi


Hasan li ghairihi, artinya; hasan karena yang lainnya.
Maksudnya, suatu hadits menjadi hasan karena dibantu dari jalan
lain. Hasan li ghairihi menurut istliah menurut istilah ialah satu
hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur, atau perawi
yang tercampur hafalannya karena sudah lanjut usia, atau perawi

9
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits (Kalimedia: Yogyakarta), 2020, hlm. 136.
10
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, hlm. 146.

4
yang mudallis atau perawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan,
lalu dikuatkan dengan jalan lain yang sebanding dengannya.11

Sebagian ulama’ hadits mendefinisikan hadits hasan li


ghairihi, yaitu:

‫هو الحديث الضعيف إذا روي من طريق اخرى مثله او أقوى منه‬

“Hadits dho’if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain


yang sama atau lebih kuat”.12

Tingkatan hadits li ghairihi adalah tingkatan yang paling


rendah diantara hadits maqbul. Hadits hasan bukan karena dirinya
sendiri melainkan karena dibantu oleh keterangan lain, baik dari
syahid13 atau muattabi’.14 Dengan demikian, hadits hasan li ghairihi
adalah hadits yang kualitas haditsnya pada dasarnya berada dibawah
derajat hadits hasan. Ia berada pada derajat hadits dhai’f. Hadits
dhai’f yang bisa naik kedudukannya menjadi hadits hasan hanya
hadits-hadits yang tidak terlalu lemah, sementara hadits-hadits yang
sangat lemah seperti hadits maudhu’, hadits munkar dan hadits

11
Abu ‘Amar ‘Utsman ibn ‘Abd Rahman ibn Shalah, Ulumul Hadits (Makdinah: al-
Maktab al-Islamiyyah, 1972), hlm. 48.
12
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hlm. 146.
13
Syahid merupakan bentuk isim fa’il yang artinya adalah yang menyaksikan.
Sedangkan menurut istilah adalah satu hadits yang matannya sama dengan hadits lain dan
biasanya sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut berlainan. Lihat Zikri Darussamin,
Ilmu hadis (Yogyakarta: LKIS, 2010), hlm. 198.
14
Muttabi’ disebut juga dengan at-tabi’ menurut bahasa adalah isim fa’il dari
taba’a yang artinya yang mengiringi atau yang mencocoki. Sedangkan menurut istilah
adalah satu hadits yang sanadnya menguatkan hadits lain dari hadits itu juga, dan sahabat
yang meriwayatkan adalah satu. Lihat Ibid.

5
matruk, betapapun adanya syahid dan muttabi’, kedudukannya tetap
sebagai hadits dhai’f tidak bisa berubah menjadi hadits hasan.15

Beberapa contoh hadits hasan li ghairihi yaitu:

A. Hadits riwayat Ibnu Majah dari al-Hakam bin Abdul Malik dari
Qatadah dari Sa’id bin Musayyab dari Aisyah, Nabi SAW
bersabda;

‫لعن اهلل العقرب لاتدع مصليا ولا غيره فاقتلوها فى الحلال او الحرم‬

“Allah melaknat kalajengking, maka janganlah engkau


membiarkannya baik dalam keadaan shalat atau yang lain, maka
bunuhlah ia di tanah halal atau di tanah haram”.
Hadits diatas dha’if karena Al-Hakam bin Abdul Malik seorang
yang dha’if, tetapi dalam sanad riwayat lain Ibnu Khuzaimah
terdapat rawi yang berbeda perawi di kalangan tabi’in (muttabi’)
melalui Syu’bah dari Qatadah, maka ia naik derajatnya menjadi
hasan li ghairihi.
B. Hadits dari riwayat Imam at-Tirmidzi

,‫حدثنا شعبة عن عاصم بن عبيداهلل قال سمعت عبداهلل بن عامر بن ربيعة‬

‫ فقال رسول اهلل صلى‬.‫ أن امرأة من بني فزارة تزوجت على نعلين‬: ‫عن أبيه‬

‫ فأجازه‬: ‫ قال‬.‫ نعم‬: ‫اهلل عليه وسلم أرضيت من نفسك ومالك بنعلين؟ قلت‬

)‫(رواه الترمذى‬

15
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, hlm. 147.

6
Diriwaytakan oleh Imam at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari
Ashim bin ‘Ubdaidillah, dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah,
dari ayahnya bahwasanya seorang wanita dari bani Fazarah
menikah dengan mahar sepasang sandal. Kemudian Imam at-
Tirmidzi berkata, pada bab ini juga diriwayatkan (hadits yang
sama) dari ‘Umar, Abu Hurairah, Aisyah dari Abi Hadrad. Jalur
Ashim didha’ifkan karena buruk hafalannya, kemudian hadits
ini dihasankan oleh at-Tirmidzi melalui jalur riwayat yang
lain.16

C. Syarat-syarat Hadits Hasan

Secara rinci syarat-syarat hadits hasan adalah sebagai berikut:

1. Bersambung sanadnya;
2. Rawinya adil;
3. Rawinya dhabith, tetapi kualitas ke-dhabit-annya di bawah ke-
dhabit-an perawi hadits shahih;
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz ;
5. Tidak terdapat illat (cacat).17

D. Latar Belakang Hadits Hasan

Imam an-Nawawi mengatakan bahwa orang yang pertama kali


memunculkan istilah hadits hasan ialah Imam Abu Isa at-Tirmidzi (w.
279 H). Menurut Imam Nawawi, istilah hadits hasan sebagai salah satu
bagian dari pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal di kalangan

16
Manna’ Khalil al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2010), hlm. 124.
17
Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu al-Lathifu fi Ushuli al-Hadits al-Syarifi,
terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 59.

7
ulama’ hadits sebelumnya. Pada masa itu hadits hanya diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu hadits shahih dan hadits dhai’f. Pendapat yang
sama dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu’ Fatawa,
Ibnu Taimiyah berkata bahwa orang yang pertama kali memperkenalkan
pembagian hadits kepada shahih, hasan, dan dhai’f adalah Abu Isa at-
Tirmidzi dan pembagian ini tidak dikenal pada masa-masa sebelumnya.
Pada masa sebelum at-Tirmidzi, ulama hadits hanya membagi hadits itu
menjadi shahih dan dhai’f.18

Istilah hadits hasan yang diusung oleh Imam Ibnu at-Taimiyah


ini, diikuti pula oleh Imam Adz-Dzahabi dan sebagian besar ulama’
hadits. Akan tetapi pendapat ibnu taimiyah ini dikritik oleh Abdul Fatah
Abu Ghuddah yang mengatakan bahwa sesungguhnya penggunaan
istilah hasan sudah ada dan dikenal sebelum masa Imam at-Tirmidzi
dalam waktu yang lama.19 Hal itu juga dikatakan oleh Ibnu Shalah dalam
Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum al-Hadits. Ia mengatakan bahwa
ditemukan istilah hasan pada beberapa tempat yang berbeda dari
perbincangan sebagian guru-guru Imam at-Tirmidzi dan generasi
sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhari dan selain
keduanya.20

Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya


penggunaan istilah hasan sudah ada dan dikeal sebelum masa Imam at-
Tirmidzi, yaitu pada masa Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari dan lain-
lainnya.

18
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa li Ibni Taimiyah, Juz, XVII (Royadh: Dar Alam al-
Kutub,), hlm. 23 dan 25.
19
Abdul Fattah Abu Ghuddah, Al-Muqdi dhah fi Ilmi Musthalah al-Hadits (Beirut:
Dar al-Fikr, 1982), hlm. 72.
20
Ibnu Shalah, Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum al-Hadits, Jilid 1, hlm 18.

8
Sehubungan dengan perdebatan diatas, Syuhudi Ismail
mengatakan bahwa pemakaian istilah hasan memang sudah dikenal pada
masa guru-guru Imam at-Tirmidzi dan generasi sebelumnya. Akan tetapi,
penggunaan istilah hadits hasan sebagai istilah baku bagi salah satu
kualitas hadits, belum dikenal kalangan para ulama’ hadits sebelumnya.
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits dhai’f pada masa
sebelum Imam at-Tirmidzi itu terbagi menjadi dua macam; pertama,
hadits dhai’f dengan kedha’ifan yang tidak terhalang untuk
mengamalkannya dan dha’if ini menyerupai hasan dalam istilah at-
Tirmidzi; kedua, hadits dha’if dengan kedha’ifan yang wajib
ditinggalkan dan tidak boleh diamalkan. Karena itu pada masa sebelum
Imam at-Tirmidzi, hadits hasan dikategorikan ke dalam hadits dha’if,
namun dengan kedha’ifan yang tidak terlalu parah hingga layak
diamalkan. Itulah sebabnya dikalangan para ulama ada yang berpendapat
bahwa hadits dha’if boleh diamalkan pada hal-hal yang tidak bersifat
esensial, seperti shirah, tarikh, fadha’ilul ‘amal dan mengamalkan hadits
itu lebih mereka sulai daripada pendapat seseorang (ra’yu).

Menurut Ibnu Taimiyah, hadits dha’if dalam kategori boleh


diamalkan ini adalah hadits yang menempati derajat hasan pada istilah
at-Tirmidzi. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa istilah hasan
hanya tertuju untuk kualitas hadits dan kualitas sanad, serta tidak untuk
kualitas matan secara sendirian.21 Menurut Ibnu Shalah, pengelompokan
ini semata-mata ditinjau dari segi kebolehan hadits hasan untuk untuk
dijadikan hujjah. Penggunaan istilah hasan oleh Imam at-Tirmidzi

21
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa li Ibni taimiyah, Juz, XVII, hlm. 84.

9
bermaksud untuk memisahkan pengelompokan hadits hasan kedalam
hadits dhai’if oleh sebagian para ulama’.22

Berdasarkan penelitian ditemukan beberapa contoh istilah hadits


hasan yang dipergunakan oleh para ulama’ sebelum Imam at-Tirmidzi.
Imam Syafi’i (w. 204 H) dalam kitabnya Ikhtilaf al-Hadits ketika
menerangkan hadits tentang ru’yah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
beliau berkata bahwa hadits Ibnu Umar musnad (bersambung dari awal
sanad hingga akhir) dan sanadnya hasan. Dalam kitab yang sama, Imam
Syafi’i berakata; aku mendengar ada orang yang meriwayatkan dengan
sanad yang hasan, sesungguhnya Abu Bakrah memberitahu kepada Nabi
SAW bahwa ia ruku’ tidak pada shaf.23

E. Istilah-istilah Hadits Hasan

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam hadits hasan oleh


para ulama’ hadits, yaitu:

1. ‫هذا الحديث حسن الاسناد‬, yaitu hadits ini hanya sanadnya saja yang

hasan, tidak samoai mencakup kepada kehasanan matanya. Hadis


hasan yang demikian lebih rendah nilainya dari pada hadis yang
bernilai dengan ‫هذا حديث حسن‬.

2. ‫هذا حديث حسن صحيح‬, pernyataan ini mempunyai tiga kemungkinan

makna, yaitu:

22
Ibnu Shalah, Ulum al-Hadits (Madinah: Maktabah Islamiyah, 1972), hlm. 71.
23
Al-Iraqy, Taqyid wa al-Idhah, Syarh Ulum al-Hadits Muqaddimah Ibnu Shalah
(Mekkah: Al-Maktabah al-Tijariyah, 1932), hlm. 52.

10
a. Hadits ini adalah hasan lidzatihi yang naik menjadi hadits hasan
shahih lighairihi, karena mempunyai banyak sanad hasan yang
saling menguatkan satu sama lain.
b. Sebuah hadits, sebagian bernilai hasan dan sebagian lagi bernilai
shahih, karean memiliki banyak sanad.
c. Sebuah hadits yang sanad atau sebagian rawinya diperselisihkan,
sebagian ulama’ memandangnya hasan tetapi sebagian lagi
memandang shahih.24

3. ‫هذا حديث حسن غريب‬, pernyataan ini mempunyai empat

kemungkinan makna, yaitu:


a. Hadits hasan yang mempunyai satu sanad.
b. Hadits hasan yang dalam hubungannya dengan rawi tertentu
hanya mempunyai satu sanad.
c. Hadits yang mempunyai banyak sanad tetapi yang bernilai
hasan hanya satu.
d. Hadits yang mempunyai banyak sanad hasan tetapi rawi-
rawinya kesemuannya satu negeri/daerah.25

4. ‫هذا حديث حسن صحيح غريب‬, pernyataan ini mempunyai dua

kemungkinan, yaitu:
a. Hadits ini hanya memiliki satu sanad, tetapi sebagian rawinya
diperselisihkan, sebagian ulama’ memandang hasan,
sebagiannya lagi memandang shahih.

24
Daelan M. Danuri, Ulumul Hadis II (Yogyakarta: Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 1998), hlm. 84-86.
25
Daelan M. Danuri, Ulumul Hadis II (Yogyakarta: Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 1998), hlm. 85.

11
b. Hadits ini sebagian sandnya hasan, sebagian yang lain shaih
namun rawi-rawinya kesemuannya satu negri.26

5. ‫هذا حديث حسن جدا‬, yaitu hadits yang diartikan dengan hadits yang

maknanya sangat menarik hati.

6. ‫هذا حديث صحاح أو احاديث حسان‬, yaitu kedua istilah ini khusus

terdapat didalam kitab al-Mashabih karya Imam al-Baghawi. Shihah


segala hadits yang tercantum dalam kedua kitab Shahih al-Bukhari
dan al-Muslim.

7. ‫هذا حديث صالح‬, yang terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud, nilai-

nlai hadits itu terbagi kepada hadits shahih, musyabih (yang


menyerupai), muqarib (yang dekat) dan wahn syadidun (lemah
sekali). Disamping itu, masih ada hadits yang tidak ditentukan
nilainya. Hadits yang tidak ditentukan nilainya diberi nama dengan
hadits shalih. Hadits shalih ini menurut pendapatnya dapat dijadikan
hujjah apabila didukung oleh hadits lain. Kalau tidak ada
pendukungnya, hanya dapat digunakan sebagai i’tibar27 saja.

8. ‫هذا حديث مشبه‬, yaitu hadits yang mendekati hadits hasan.

9. ‫اسناده حسن‬, artinya sanadnya hasan.

26
Daelan M. Danuri, Ulumul Hadis II (Yogyakarta: Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 1998), hlm. 86.
27
I’tibar secara bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk
mengetahui jenis lain yang ada didalamnya. Sedangkan menurut istilah adalah penelitian
jalan-jalan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui apakah ada
orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak, yaitu kondisi menuju kepada muttabi’
dan syahid.

12
10. ‫اسناد حسن‬, artinya sanadnya yang hasan.

11. ‫حسن الأسناد‬, artinya yang hasan sanadnya.

12. Disamping itu juga ada gelar ta’dil para perawi digunakan dalam
hadits hasan sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Jarh wa at-
Ta’dil, yaitu:

a. ‫المعروف‬, yaitu orang yang dikenal baik.

b. ‫المحفوظ‬, yaitu terpelihara.

c. ‫المجود‬, yaitu orang baik.

d. ‫الثابت‬, yaitu orang yang teguh/kuat.

e. ‫القوي‬, yaitu orang kuat.

f. ‫المشبه‬, yaitu serupa dengan shahih.

g. ‫الصالح او الجيد‬, yaitu orang baik atau bagus.

F. Kitab-kitab yang Memuat Hadits Hasan

Diantara kitab-kitab hadits yang memuat hadits hasan, yaitu:

1. Kitab Jami’ at-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan at-Tirmidzi,


merupakan sumber untuk mengetahui hadits-hadits hasan. Kitab ini
yang mencuatkan pertama istilah hadits hasan, karena semula hadits
dari segi kualitasnya hanya dua, yakni hadits shaih dan dhai’if. Telah
masyhur dikalangan umat islam, terutama dikalangan ulama hadits
bahwa kitab Sunan at-Tirmidzi populer dengan hadits hasan, karena

13
kitab tersebut banyak memuat hadits hasan. sehingga Imam an-
Nawawi dalam kitab Taqrib yang disyarahkan oleh Imam as-Suyuthi
pernah mengatakan bahwa kitab Sunan at-Tirmidzi adalah asal
untuk mengetahui hadits hasan, ialah yang memasyhurkannya,
meskipun sebagian ulama’ dan generasi sebelumnya telah
membicarakan secara terpisah. 28 Kitab Sunan at-Tirmidzi ini
merupakan salah satu rujukan para ulama dalam menetapkan hukum
(hujjah), karena hadits shahih lebih banyak daripada hadits dha’if.
Hal ini senada dengan komentar Al-Hafidz Abu al-‘Ula Muhammad
bin Abdul Rahman bin Abdul al-Rahim bahwa walaupun dalam
Sunan at-Tirmidzi terdapat hadits yang dha’if, namun jumlah hadits
yang bernilai shahih lebih banyak dibandingkan yang dha’if,
sehingga kitab ini dapat dijadikan hujjah. Dalam kitabnya , Imam at-
Tirmidzi membagi hadits menjadi shahih, hasan, dan dha’if.29
2. Sunan Abi Dawud, didalamnya terdapat hadits shahih, hasa, dan
dhai’if dengan dijelaskan kecacatannya. Hadits yang tidak
dijelaskan kedha’ifannya dan tidak dinilai keshahihannya oleh para
ulama dinilai hasan oleh Abi Dawud.
3. Sunan ad-Daruquthni, yang dijelaskan didalamnya hadits hasan.

28
Imam al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi (Madinah: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, 1972), hlm.
54.
29
Abu al ‘Ula Muhammad bin Abdul Rahman bin Abdul al-Rahim, Muqaddimah
Tuhfat al-Ahwadzi, hlm. 368.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Sedangkan


menurut istilah, terdapat perbedaan dalam mendefinisikan hadits
hasan. Pengertian yang dipilih oleh sebagian ulama’ ialah pengertian
yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar. Berdasarkan pengertian Ibnu
Hajar, dapat kita definisikan bahwasanya hadits hasan adalah hadits
yang bersambung sanadnya, diriwayatkan dengan rawi yang adil yang
lemah kedhabitannya dari padanannya dan tidak ada kejanggalan serta
tidak ada ‘illat. Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan kepada
dua macam, yaitu hadits hasan lizdaztihi dan lighairihi. Hadits hasan
juga mempunyai berbagai macam istilah-istilah seperti yang sudah
dipaparkan diatas. Dan kitab-kitab yang memuat hadits hasan yaitu
Kitab Jami’ at-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan ad-Daruquthni.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fattah Abu Ghuddah, Al-Muqdi dhah fi Ilmi Musthalah al-Hadits


(Beirut: Dar al-Fikr, 1982).
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits.
Abu ‘Amar ‘Utsman ibn ‘Abd Rahman ibn Shalah, Ulumul Hadits (Makdinah:
al-Maktab al-Islamiyyah, 1972).
Abu al ‘Ula Muhammad bin Abdul Rahman bin Abdul al-Rahim,
Muqaddimah Tuhfat al-Ahwadzi.
Al-Iraqy, Taqyid wa al-Idhah, Syarh Ulum al-Hadits Muqaddimah Ibnu
Shalah (Mekkah: Al-Maktabah al-Tijariyah, 1932).
Daelan M. Danuri, Ulumul Hadis II (Yogyakarta: Fak. Syari’ah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 1998).
Ibnu Shalah, Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum al-Hadits, Jilid 1.
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa li Ibni Taimiyah, Juz, XVII (Royadh: Dar
Alam al-Kutub,).
Imam al-Hakim Al-Naisaburi, Ma’rifah Ulumu al-Hadits (Kaior: Maktabah
al-Mutanabih).
Imam al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi (Madinah: al-Maktabah al-‘Ilmiyah, 1972)
Mahmud Thohan, Taisir Mustholah al-Hadits (Maktbah al-Ma’arif: Riyadh),
2010, cet. 11.
Manna’ Khalil al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2010).
Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu al-Lathifu fi Ushuli al-Hadits al-
Syarifi, terj. Adnan Qohar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Munzier Suparta, Ilmu Hadits.
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadits (Kalimedia: Yogyakarta), 2020.

16

Anda mungkin juga menyukai