Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUKUM KEADILAN DAN HAM


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tematik
Dosen: Ustd Hamzah M.A

Disusun Oleh:

NURAINI HASANAH NIM 2023.09.0037


PUTRI NADIRUZZAHRO NIM 2023.09.0038
WANTI NADIA NIM 2023.09.0043
ZAKIA ALKAH NIM 2023.09.0045

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM DEPOK
Jl. H Amat, No 21, Rt. 06/01, Kukusan, Beji,Kota Depok, Jawa Barat
2023 M/ 1445 H
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................iii


BAB I ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2
A. Pengertian Hukum ............................................................................................................. 2
B. Sumber Hukum Islam ........................................................................................................ 5
C. Bentuk Hukum Islam ......................................................................................................... 6
D. Keadilan Dalam Al-Qur’an ................................................................................................ 7
E. Macam-Macam Keadilan ................................................................................................... 9
G. Menegakkan Keadilan Dalam Hukum ............................................................................. 11
H. Pengertian Hak Asasi Manusia ........................................................................................ 12
I. Hak Asasi Dan Ruang Lingkupnya.................................................................................. 13
BAB III ........................................................................................................................................ 16
PENUTUP.................................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

ii
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas diucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT atas
beribu rahmat dan karunia-Nya, hingga Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat dan Salam tak lupa kami haturkan kepada pembawa
cahaya risalah, seorang yang jujur lagi terpercaya, juga adil dan bijaksana yakni Baginda
Nabi Besar Muhammad SAW.
Kami ucapkan banyak terimakasih kepada kedua orangtua kami yang telah
banyak memberikan dukungan dalam proses pembelajaran kami ini. Juga terkhusus kami
ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu: Ustd Hamzah Ma, yang telah banyak
membantu serta membina kami. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada seluruh
teman-teman juga para rekan yang telah banyak berkontribusi didalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu sebagaimana salah seorang pepatah menyebutkan “tiada gading
yang tidak retak” dan sejatinya kesempurnaan hanya milik tuhan semata. maka dari itu
kami sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca guna memperbaiki juga
menyempurnakan serta menjadi pembelajaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Kami harapkan kurang lebihnya makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca.

Depok, 02 Oktober 2023

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum islam adalah hukum yang di bangun berdasarkan dengan nash al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW guna mengatur pola kehidupan manusia
pada setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia. Hakikat hukum islam
ini ialah sebagai agama universal, maksudnya agama yang subtansi ajarannya
tidak dibatasi oleh ruang dan lingkup manusia, melainkan berlaku bagi semua
umat islam dimanapun dan kapanpun.
Hukum islam ini merupakan inti sari dari terjemahan al- fiqh al-
islamiyyah atau assyariah al-islamiyyah, dan dapat dikatakan”keseluruhan khitab
Allah yang mengatur kehidupan kaum muslim dalam segala aspeknya.” Dari
pengertian ini dapat kita simpulkan bahwa hukum islam itu mendekati pengertian
syari’at islam. Dari al-Qur’an dan as-Sunnah ini lahirlah sebuah syariat dimana
dalam salah satu penjabarannya tedapat ilmu fiqih, dari sinilah kita dapat
memahami bahwa hukum islam adalah seperangkat aturan hukum islam yang
dijadikan sebagai agama, yang bersumber pada kitabullah (alQur’an), Sunnah
Rasulullah, dan Ijtihad para Ulil Amri.
B. Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud dengan hukum, sumber dan bentuknya?
2) Apakah yang dimaksud dengan keadilan, macam, prinsip dan
penegakkannya dalam hukum?
3) Apakah yang dimaksud dengan hak asasi manusia dan berbagai macam
aspeknya?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian hukum, asal sumber dan macam- macam
bentuknya
2) Untuk mengetahui pengertian keadilan, macam – macam bentuk, prinsip
dan penegakkan keadilan dalam hukum
3) Untuk mengetahui pengertian hak asasi manusia dan berbagai macam
aspek yang termuat didalamnya

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum
Kata hukum secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu ‫ حكما‬- ‫حكم – يحكم‬,
lafadz ‫ الحكم‬adalah bentuk tunggal dari bentuk jamak ‫االحكام‬. dari kata ‫ حكم‬maka lahirlah
kata ‫ الحكمة‬yang memiliki arti kebijaksanaan. Maksudnya ialah apabila ada seseorang
yang mengetahui suatu hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maka
orang tersebut dianggap bijaksana. Kalimat al-Hikmah juga memiliki arti “Kendali atau
Kekangan Kuda” yang berarti keberadaan hukum pada hakikatnya ialah untuk
mengendalikan atau mengekang seseorang dari hal-hal yang dilarang oleh agama”
Makna “mencegah atau menolak” juga merupakan salah satu makna dari lafadz
tersebut. Contohnya seperti: mencegah ketidakadilan, mencegah kedzaliman,
mencegah penganiayaan dan lain-lain.
Menurut Muhammad daud ali, kata hukum yang berasal dari bahasa arab tersebut
memikili arti sebagai kaidah, tolak ukur, aturan, norma, yang digunakan untuk menilai
dan meihat karakter serta tingkah laku manusia dan sekitarnya1. Sebagian besar para
ahli hukum (barat) menilai bahwa hukum islam sebagai hukum yang menolak
positivisme, kecuali J.N.D. Anderson. Misalnya Coulson dalam “history dalam Islamic
law”, mengatakan: “eksposisi klasik menggambarkan puncak suatu proses dimana
istilah- istilah spesifik hukum dijadikan sebagai kehendak tuhan yang tidak dapat
dibatalkan.”2 Dalam konsepsi hukum barat ini yang diatur oleh hukum hanyalah
hubungan antara manusia dengan benda dalam masyarakat. Disamping itu masih ada
konsep lain yaitu, hukum islam. Dalam hukum islam konsep nya telah di atur oleh Allah
subhanahu wata’ala. Yang meliputi hubungan antara manusia dengan tuhan, hubungan
antara sesama manusia dan hubungan benda serta alam semesta.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan
Hukum Islam adalah Firman Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan orang
mukallaf yang bersifat memerintahkan terwujudnya kemaslahatan dan mencegah
terjadinya kejahatan, firman tersebut berupa amar (perintah), nahyi (larangan), takhyir
(pilihan), atau menjadikan suatu sebab, secara garis besar hukum terbagi menjadi 2
jenis:
1. Hukum taklif
Yaitu hukum yang mengandung perintah, larangan atau memberi pilihan
terhadap seorang mukallaf. teks ayat hukum dan hadis hukum yang berkaitan
dengan hukum taklifi terbagi kepada lima bentuk, Yaitu.
a. Ijab (Mewajibkan), yaitu ayat atau hadist dalam bentuk perintah yang
mengharuskan untuk melaksanakan perbuatan bagi seorang mukallaf, dan
apabila dilaksanakan akan mendapat pahala akan tetapi jika tidak dilaksanakan
maka akan mendapat dosa. Misalnya ayat yang memerintahkan untuk

1
Dr. rohidin, sh, m.ag” pengantar hukum islam” Yogyakarta, lintang rasi aksara books, 2016
2
M ibnu rochman”hukum islam, analisis dari sudut pandang filsafat” jurnal filsafat, 1996

2
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. (QS. al-Baqarah /2: 43). Adapun
hukum wajib ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: wajib ‘ainy dan wajib
kifa’iy.
1) Wajib ‘Ainy
Yaitu kewajiban yang diberikan kepada orang yang mukallaf tanpa
kecuali, kewajiban seperti ini tidak bisa gugur kecuali dilakukan oleh diri
sendiri seperti sholat lima waktu dalam sehari semalam, melaksanakan puasa
dibulan Ramadhan dan lain sebagainya.
2) Wajib Kifa’i (wajib kifayah)
Yaitu kewajiban yang di bebankan kepada seluruh mukallaf, namun
apabila telah dilaksanakan oleh Sebagian umat islam maka kewajiban
tersebut sudah dianggap terpenuhi atau gugurlah bagi Sebagian yang lain.
Misalnya seperti pelaksanaan shalat jenazah.
b. Mandub (Anjuran Untuk Melakukan), yaitu ayat atau hadist yang
menganjurkan untuk melakukan suatu perbuatan. Apabila mengerjakannya
maka akan mendapat pahala akan tetapi apabila tidak mengerjakannya maka
tidak berdosa (sunnah), mandub terbagi kepada beberapa tingkatan: sunnah
muakkadah, sunnah ghairu muakkadah, dan sunnah al-zawaid.
1) Sunnah Muakkadah, yakni Sunnah yang sangat dianjurkan seperti
perbuatan yang selalu dilakukan oleh rasulullah: shalat sunnah dua rakaat
sebelum fajar.
2) Sunnah Ghairu Muakkadah, yakni Sunnah biasa yang dilakukan oleh
rasulullah saw namun bukan menjadi kebiasaannya seperti: melakukkan
shalat sunnah dua kali dua rakaat sebelum dzuhur atau memberikan
sedekah sunnah kepada orang yang tidak dalam keadaan terdesak
3) Sunnah al-Zawaid, yakni mengikuti kebiasaaan sehari-hari rasulullah
sebagai manusia. Misalnya adab dalam makan, minum, bersin dan lain-
lain.3
c. Tahrim (Melarang), yaitu Ayat atau Hadist yang melarang secara tegas untuk
meninggalkan suatu perbuatan. Apabila dikerjakan maka akan berdosa,
Misalnya ayat yang menerangkan tentangn larangan berbuat zina (QS. al-Isra
/17: 32) adapun pengelompokkan hukum haram terbagi kedalam beberapa
bentuk: al-Muharram Lidzatihi dan al- Muharram Li Ghairihi.
d. Karahah, yaitu Ayat atau Hadist yang menganjurkan untuk meninggalkan
suatu perbuatan. Hukum ini dapat disebut dengan Makruh, contohnya seperti
yang telah dikemukakan oleh Wahbah az- Zuhaili dalam madzhab hambali di
jelaskan makruh hukumnya berkumur dan memasukkan air kedalam hidung
secara berlebihan Ketika sedang berwudhu’ disiang hari bulan Ramadhan
karena dikhawatirkan air tersebut akan tertelan.makruh terbagi menjadi dua:
yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih.

3
Dr. misbahuddin, s. ag., m.ag”ushul fiqih 1” alauddin university press, makassar, 2013

3
e. Ibahah, yaitu ayat atau hadist yang memberi pilihan seseorang untuk
melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. hukum ini dapat disebut
dengan mubah.
2. Hukum Wad’i
Hukum wad’I merupakan ketentuan syari’at dalam bentuk menetapkan sesuatu
sebagai sebab, syarat, dan mani’.
a. Sebab menurut bahasa berarti “Sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang
kepada sesuatu yang lain” misalnya keadaan gila yang menjadi sebab (alasan)
keharusan adanya pembimbing, serta Tindakan perampokkan sebagai sebab
kewajiban mengembalikan benda yang dirampok kepada pemiliknya.
b. Syarat merupakan sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain dan
berada diluar dari hakikat sesuatu itu. Misalnya wudhu merupakan salah satu
syarat sahnya shalat dalam arti adanya shalat tergantung kepada adanya wudhu,
namun pelaksanaan wudhu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanan
sholat.
c. Mani’ merupakan sesuatu yang ditetapkan syarat sebagai penghalang bagi
adanya atau bagi berfungsinya suatu sebab. Contohnya akad pernikahan yang sah
menjadi salah satu penyebab telah tercukupinya syarat dan rukun dalam masalah
ahli waris mewarisi akan tetapi hal itu bisa terhalang disebabkan sang suami yang
membunuh istrinya.
Sementara itu, menurut Sebagian ulama’ ada yang berpendapat bahwa hukum
wadh’I tidak hanya mengandung sebab, syarat dan mani’ tetapi juga azimah,
rukhsah, sah dan batal.4
Adapun ayat hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an menurut ‘Abdul –
Wahhab Khalaf, terbagi ke dalam 7 bagian:
a. al- Ahkam al- Ahwal asy-syakhsiyyah; yaitu hukum yang berhubungan dengan
keluarga, hubungan antara suami – istri, family serta antara satu dengan yang
lainnya. Hal ini disebutkan dalam surah al-Baqarah / 2: 221, 230, 232, dan 235,
an- Nisa /4: 3, 4, 22, 23, 24, 25 dan 129, an-Nur: 32, 33, dan al-Mumtahanah /60:
10 dan 11 serta at-Talaq /65: 1 dan 2.
b. Al- ahkam al-madaniyyah (hukum perdata); yaitu hukum yang berhubungan
dengan muamalah antar individu, masyarakat, dan kelompok. misalnya sewa
menyewa, pegadaian, koperasi, memenuhi janji. Adapun ayat yang menerangkan
tentang harta benda, kekayaan atau memelihara hak masing-masing terdapat
dalam surah al-Baqarah /2: 282, 283, an-Nisa /4:29.
c. al-Ahkam al-jinayat (hukum pidana); hukum yang menjelaskan tentang
kejahatan yang dilakukan oleh seorang mukallaf dan sanksi pidana. Hukum ini
bermaksud untuk memelihara ketentraman hidup manusia kehormatan dan
kewajiban. Hukum ini termaktum dalam surah al-Baqarah / 2: 178 dan 179, an-
Nisa / 4: 92 dan 93, an-Nur /24:2 dan sad / 42: 40.
d. al-Ahkam al-murafa’at (hukum acara); yaitu hukum yang berhubungan dengan
Lembaga pengadilan, masalah saksi serta sumpah yang telah termaktum dalam

4
Nurul mahmudah, Muhammad syakir al-kautsar, murni fatmawati, dan khelvin neralis “hukum
wadhi’ dalam sinkronisasinya dengan hukum taklif”, (El Ahli: jurnal hukum keluarga islam, 2020), vol 1

4
surah al-baqarah /2: 282, an-Nisa’/4: 65 dan 105, al-maidah /5 :8, dan surah sad
/38:26
e. al-Ahkam ad-Dusturiyyah (hukum perundang-undangan), yaitu hukum yang
berkaitan dengan aturan undang-undang dan dasar-dasarnya serta memberikan
ketentuan bagi hakim dan terdakwa. Hal tersebut telah termaktum dalam surah
Ali ‘imran / 3: 104, 110, 159, an-Nisa’/4: 59 dan asy-syura /42:38
f. al-Ahkam ad-Dauliyyah (hukum ketatanegaraan); hukum yang membicarakan
tentang hubungan antara negara-negara islam dan negara nonmuslim yang
bertujuan untuk memberikan segala batasan dan ketentuan antar negara tersebut.
Ayat yang menjelaskan tentang ini telah temaktum dalam surah al-baqarah
/2:190, 191, 192, dan 193, al-Anfal /8: 39 dan 41, at-Taubah /9:29 dan
123, al-Hajj /22: 39 dan 40.
g. al-Ahkam al-iqtisadiyah wal-maliyah (hukum ekonomi dan harta benda); hukum
yang membicarakan tentang hak orang miskin, kewajiban mengeluarkan infak
bagi orang kaya, sedekah, dan zakat. Hal ini telah termaktub dalam surah al-
baqarah /2: 275, 282, dan 284, Ali Imran /3:130, an-Nisa’ /4: 29 dan al-
muthaffifin /83: 1-3.
Menurut penelitian para ahli, ayat-ayat al-qur’an yang berhubungan dengan
ibadah dan hukum keluarga sudah sangat terperinci dan jelas, hukum keluarga yang
memasuki perkawinan dan ahli waris juga terperinci dan jelas dalam al-qur’an.
Jumlahnya pun lebih banyak (70 ayat) jika dibandingkan dengan hukum perkara di
bidang yang lain misalnya, hukum internasional (25 ayat), hukum tata negara (10
ayat), hukum perdata (70 ayat), hukum pidana (30 ayat), hukum ekonomi keuangan
(10 ayat), dan hukum acara (13 ayat), ketentuan ini masih bersifat dasar dan umum.
B. Sumber Hukum Islam
1. Sumber Hukum Islam Yang Disepakati
a. Al-Qur’an, adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
saw, dari surah al-Fatihah sampai surah an-Nas. Al-Qur’an merupakan
petunjuk bagi seluruh umat muslim serta menjadi sumber utama dalam
memutuskan sumber hukum dan masih bannyak lainnnya.5
b. Hadits, adalah suatu perkataan atau informasi dari rasulullah saw, sedangkan
sunnah adalah jalan hidup yang biasa di lakukan oleh rasulullah baik berupa
perkataan atau perbuatan rasulullah saw.
c. Ijma’, adalah kesepakatan dari seluruh ulama mujtahid tentang suatu hukum
syara’ mengenai suatu permasalahan setelah rasulullah wafat.6
d. Qiyas, menurut Abu Hasan al-Bashri sebagaimana telah dikutip oleh Amir
Syarifuddin, Qiyas adalah Menetapkan hukum ashal pada furu’ karna
keduanya sama dalam ‘illat hukum menurut mujtahid.7
2. Sumber Hukum Islam Yang Tidak Disepakati

5
Muannif ridwan dkk, “sumber-sumber hukum islam dan implementasinya”, borneo: journal of
Islamic studies, 2021, vol 1, no 2
6
Kuntarto dkk, “Pendidikan agama islam” (Universitas Jendral Soedirman, 2019), cet 1
7
Dosen tetap stain,”qiyas sebagai dalil hukum syara’”, journal: ahkam, 2006, vol 8, no 1

5
a. Istihsan, menurut bahasa adalah Mengembalikan sesuatu kepada yang baik,
sedangkan menurut istilah ushul yaitu, Memperbandingkan, yang dilakukan
oleh para mujtahid, dari qias jalli (jelas) kepada qias khafi (tersembunyi), atau
dari hukum kulli kepada hukum istina’i.8
b. Maslahah Mursalah, kalimat ini memiliki pengertian yang berbeda dan satu
sama lain saling berkaitan. Maslahah menurut bahasa bermanfaat, dan kata
mursalah berarti lepas. Gabungan dua kata tersebut dapat diartikan dengan
sesuatu yang dianggap maslahat namun tidak ada ketegasan hukum untuk
merealisirnya dan tidak ada pula dalil tertentu baik yang mendukung maupun
menolaknya, sehingga oleh karna itu disebut maslahah mursalah yakni
maslahah yang lepas dari dalil secara khusus.
c. Istishab,menurut istilah ushul fikh,”Abdul Karim Zidan”, istishab yaitu
menganggapnya tetapnya status sesuatu seperti keadaannya semula selama
terbukti belum ada sesuatu yang merubahnya. Sedangkan Ibnu al-Qayyim al-
Jawziyah (W.751), yang merupakan tokoh ushul fikih imam hambali, yaitu
Menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau Meniadakan
sesuatu yang memang tiada sampai ada suatu bukti yang merubah
kedudukannya.
d. ‘Urf (Adat Kebiasaan), yaitu Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu
masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dalam kehidupan
baik berupa perkataan juga perbuatan.
e. Syar’u Man Qablana, yaitu syari’at atau ajaran-ajaran nabi-nabi sebelum
islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at nabi Ibrahim, nabi
musa, nabi isa, a.s.
f. Mazhab Sahabi, yaitu pendapat sahabat rasulullah saw. Tentang suatu kasus
dimana hukumnya tidak dijelaskan sescara tegas dalam al-Qur’an dan sunnah
rasulullah saw
g. Sadduz-Zari’ah, yaitu menutup jalan pada suatu tujuan, sedangkan menurut
istilah ushul fikih, seperti yang telah dikemukakan oleh abdul karim zaidan,
sadd al-zari’ah berarti yang membawa kepada kebinasaan atau kejahatan.
C. Bentuk Hukum Islam
Dalam Literatur Fikih Para Ulama Mengelompokkan Hukuman (‘Uqbah) Melalui
Beberapa Aspek Tinjauan Yang Menghasilnkan Berbagai Bentuk Hukuman
Diantaranya:
1. Ditinjau Dari Aspek Bentuk Hukuman
a. Hukuman Pokok Atau Asli
b. Hukuman Pengganti
c. Hukuman Tambahan
d. Hukukman Penyempurna
2. Hukuman Ditinjau Dari Aspek Wewenang Hakim Dalam Menetapkan Hukuman.
a. Yang Berrsifat Terbatas
b. Hukuman Yang Memiliki Alternatif

8
Muhammad luthfi cahyadi dkk,”sumber hukum yang tidak disepakati”, karawang,(universitas
singaperbangsa), 2021

6
3. Ditinjau Dari Aspek Kewajiban Melaksanakan Hukuman.
a. Hukuman Yang Telah Ditetapkan Syarat, Jenis, Bentuk dan Jumlahnya Tidak
Boleh Dikurangim Ditambah Atau Diubah Oleh Hakim.
b. Hukuman Yang Materinya Untuk Setiap Tindak Pidana Belum Ditentukan
Syarak.
4. Ditinjau Dari Aspek Objek Hukuman.
a. Hukuman Yang Bersifat Fisik
b. Hukuman Yang Bersifat Psikis
c. Hukuman Harta
5. Ditinjau Dari Aspek Berat Dan Ringannya Tindak Pidana Yang Dilakukan.
a. Hukuman Hudud9
b. Hukuman Qias Atau Diah
c. Hukuman Kafarat
d. Hukuman Ta’zir
D. Keadilan Dalam Al-Qur’an
Keadilan berasal dari kata dasar “adil” yang diserap dari kata berbahasa arab
‘adl. Secara literal, kata ‘adl adalah bentuk masdar dari fi’il ‘adala - ya’dilu - ‘adlan –
wa’udu^lan – wa’ada^latan. Fi’il ini berakar pada huruf-huruf ‘ain, da^l, dan la^m, yang
makna pokoknya adalah al-istiwa^’ (posisi lurus) dan al-i’wija^t (posisi bengkok).
Kata ‘adl dalam al-qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula
pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl itu sendiri.
Menurut penelitian M. Quraish Shihab, kata ‘adl sedikitnya mempunyai empat makna
berbeda.
1. ‘Adl Yang Berarti “Sama”
Dalam firman Allah SWT Q.S an-Nisa’:58 dijelaskan:10

ْ َْ ُ َْ ْ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ٰٓ ٰ ٰ َ ْ ُّ َ ُ ْ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ ‫َّ ه‬
‫اس ان تحك ُم ْوا ِبالعد ِل‬ِ ‫الن‬ ‫ن‬‫ي‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ح‬ ‫ا‬‫ذ‬ ِ‫ا‬‫و‬ ۙ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ل‬
ِ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ا‬ِ ِ ‫۞ ِان اّٰلل يأمركم ان تؤدوا الام‬
‫ت‬ ‫ن‬

ً َ َ َ ‫َّ ه‬ ُ ُ َّ َ ‫َّ ه‬
‫اّٰلل كان َس ِم ْيعاۢ َب ِص ْي ًرا‬ ‫اّٰلل ِن ِعما َي ِعظك ْم ِب ٖه ِان‬ ‫ِان‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya.
Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan
secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Maksudnya yang mana bahwa adil sama dalam sikap memperlakukan setiap
orang, dengan definisi persamaan perilaku terhadap semua orang dan tidak
membeda-bedakan hak-haknya.

9
Rini apriyani “sistem sanksi dalam hukum islam” (Journal of Islamic law Studies: 2019), vol.2
no.2
10
Syaikh Abdurrahman, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, (PT. Karya Agung, Surabaya,2010) hal,
51

7
2. ‘Adl yang berarti “Seimbang”
Dalam firman Allah SWT Q.S al-Infithar: 6-7:

َ ََ َ َ َ َ َ ََ َ َّ َ ْ َ َ َ ُ ْ ْ َ َ
ۙ‫يٰٓايُّها ال ِان َسان َما غَّرك ِب َر ِبك الك ِر ْي ِمۙ ال ِذ ْي خلقك ف َس هوىك فعدلك‬
“Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (berbuat durhaka)
terhadap Tuhanmu Yang Maha Mulia,yang telah menciptakanmu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang.”

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam makna keseimbangan


ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat macam-macam bagian
untuk menuju satu tujuan tertentu.
3. ‘Adl yang berarti “Perhatian Terhadap Hak Individu Dan Memberikan Hak Itu
Kepada Setiap Pemiliknya”
4. ‘Adl di dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah.
Keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa Rahmat Allah SWT tidak
tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.
Disamping itu, kata ‘adl juga digunakan dalam beberapa arti, yakni:
1. Kebenaran, seperti di dalam al-Baqarah/2: 282.
2. Menyandarkan perbuata kepada selain Allah atau menyimpang dari kebenaran,
seperti di dalam an-Nisa’/4: 135.
3. Tidak mempersekutukan Allah (musyrik), seperti di dalam surah al-An’a^m/6: 1 dan
150.
4. Menebus, seperti di dalam surah al-Baqarah/2: 48, 123 dan al-An’a^m/6: 70.
Di sinilah kita mendapatkan mengapa al-Qur’an sangat menganjurkan umat
islam untuk berinteraksi dengan umat lain atas dasar keadilan. Di dalam al-Qur’an Allah
SWT berfirman:
َ ُ ُ َ ُ َ َّ ُ
ْ‫اّٰلل َعن الذيْ َن ل ْم ُي َقات ُل ْوك ْم فى الديْن َول ْم ُيخْر ُج ْوك ْم م ْن د َيارك ْم ا ْن َت َب ُّر ْو ُهم‬
ُ ‫َلا َي ْن ٰهىك ُم ه‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ْ ُ َ ‫َ ُ ْ ُ ْ َ ْ ْ َّ ه‬
‫يح ُّب ال ُمق ِس ِط ْين‬ ِ ‫اّٰلل‬ ‫وتق ِسطوْٓا ِالي ِهم ِان‬
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung
halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Ringkasnya, ketika hubungan muamalah dalam islam menuntut bahwa setiap


pihak harus menjadi saksi yang adil tanpa dipengaruhi oleh suatu perasaan apa pun atau
karena perbedaan apa pun, kecuali kebenaran. Islam menuntut untuk tetap berlaku adil,
walau terhadap musuh sekali pun. Dalam konteks ini dapat ditarik isyarat Al-Qur’an
dalam surah al-Maidah/5: 8:

8
ََّ
ٰٓ َ َ ُ ٰ َ َ ُ َّ ْ َ َ ْ َ ُ ‫ٰٓ َ ُّ َ َّ ْ َ ٰ َ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ََّ ْ َ ه‬
‫ّٰلل ش َهدا َۤء ِبال ِق ْس ِطِۖ َولا يج ِر َمنك ْم شنان ق ْوم على الا‬
ِ ِ ‫يايها ال ِذين امنوا كونوا قو ِامين‬
ْ َّ َْ ُ ُ ْ ُ َْ
ِۖ‫تع ِدل ْوا ِاع ِدل ْوا ه َو اق َر ُب ِللتق ٰوى‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena
Allah, (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu
lebih dekat kepada takwa.” (al-Maidah/5: 8)11

Dalam ayat ini dapat dibentuk suatu “garis hukum” dalam aktivitas manusia,
yaitu larangan bagi orang-orang yang beriman untuk bersikap tidak adil. Secara
mafhu^m mukha^lafah, ayat ini dapat ditafsirkan bahwa, manusia dilarang bersikap tidak
adil karena motivasi emosional yang positif.
E. Macam-Macam Keadilan
Adapun macam-macam keadilan yang secara pengklarifikasinya dapan menjadi
empat bagian, yaitu:
1. Berlaku adil kepada Allah SWT
Sebagaimana firman Allah dalam surah adz-Zariat:56
ْ ُ ُ ْ َ َّ َ ْ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ َ
‫الجن وال ِانس ِالا ِليعبدو ِن‬
ِ ‫وما خلقت‬
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
2. Berlaku adil kepada dirinya sendiri
3. Berlaku adil terhadap orang lain
Sebagaimana dalam firman Allah surah al-Maidah:8
ََّ َ
ٰٓ ْ َ ُ ٰ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ
ْ
َ َ َ ُ ‫ٰٓ َ ُّ َ َّ ْ َ ٰ َ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ََّ ْ َ ه‬
‫ّٰلل شهداۤء ِبال ِقس ِطِۖ ولا يج ِرمنكم شنان قوم على الا‬ ِ ِ ‫يايها ال ِذين امنوا كونوا قو ِامين‬
َ ُ َْ َ َ َ ‫ه َ َّ ه‬ ُ َّ ْ َّ َْ ُ ُ ْ ُ َْ
‫اّٰلل خ ِب ْيرۢ ِبما تع َمل ْون‬ ‫تع ِدل ْوا ِاع ِدل ْوا ه َو اق َر ُب ِللتق ٰوىِۖ َواتقوا اّٰلل ِان‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah
(dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil)
itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
4. Berlaku adil terhadap makhluk lain12
F. Prinsip-Prinsip Keadilan
Proses penegakan keadilan di segala bidang harus berlandaskan pada beberapa
prinsip, yaitu:

11
QS. al-Mumatahanah /60:08
Rendra Widyakso, “Konsep Keadilan Menurut Al-Qur’an” (Pengadilan Agama, Semarang) hal,
12

9
1. Al-Musa^wa^h dan at-Taswiyah
Al-Musa^wa^h adalah memperlakukan semua pihak secara sejajar di depan
hukum atau peradilan. Prinsip yang tidak kalah pentingnya adalah at-Taswiyah,
yaitu upaya menyamakan antara hak yang satu dengan yang lain.
Dalam sebuah hadist dinyatakan:
“Rasulullah memberi hak kepada orang yahudi di khaibar untuk bekerja dan
bercocok tanam, dan bagi mereka separuh dari hasil panen yang dihasilkan.”
(Riwayat al-Bukha^ri^ dari ‘Abdulla^h bin ‘Umar)
Hadist ini secara jelas menyatakan bahwa siapapun berhak mendapatkan
haknya secara sempurna, walaupun ia berasal dari agama yang berbeda.
2. Proporsional
Yaitu meletakkan sesuatu pada posisi yang sesuai dengan proporsinya
atau memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Dengan mengacu
pada prinsip ini, maka hakim bukanlah satu-satunya pihak yang dituntut untuk
berbuat adil. Semisal orang yang dikaruniai banyak harta, maka ukuran
keadilannya adalah bagaimana ia mendapatkan kekayaan itu dan kemana ia harus
membelanjakannya.
Dalam kaidah fikih dinyatakan, bahwa:
“Kebijakan pemimpin kepada rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan
umum.”
Kaidah ini dapat dilihat dari pada kasusnya Fir’aun. Al-Qur’an
melukiskan Fir’aun sebagai sosok raja atau penguasa yang sangat ditakuti. Ini
tercantum dalam firman Allah:
ٰ َ ٗ َّ َ َ ٰ َ ْ
ࣖ ‫ِاذه ْب ِالى ِف ْرع ْون ِانه طغى‬
“Pergilah kepada Fir‘aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas.” (Tha^ha^/20:
24)
Dari kisah Fir’aun ini diketahui bahwa Al-Qur’an tidak begitu saja
mengancam kekuasaan. Kecaman Al-Qur’an dialamatkan kepada setiap bentuk
kekuasaan yang mengarah pada pemaksaan dan pemasungan hajat hidup orang
lain. Ini adalah wujud ketidakadilan, meletakkan sesuatu bukan pada tempat
semestinya.
Ada kisah seorang laki-laki dari bani israil yang bernama Bal’am bin
13
Ba’ura. Kisah ini dapat dilihat dari firman Allah:
َ ْ َ َ َ َ ُ ٰ ْ َّ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ٰ ٰ ُ ٰ ْ َ ٰ ْ َّ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ
‫او ْي َن‬
ِ ‫ي اتينه اي ِتنا فانسلخ ِمنها فاتبعه الشيطن فكان ِمن ال‬
‫غ‬ ْٓ ‫واتل علي ِهم نبا ال ِذ‬

13
Ibnu Kasir, “Tafsirul-Qur’an Al-‘Azim”, (Al-Maktabah Asy-Syamilah), Jilid 3. Hal.508

10
ْ َْ ْ ْ َ ْ َ َ ٗ ُ َ َ ُ َ َّ َ ْ َ َ َ ْ َ ٗ َّ ٰ ُ ٰ ْ َ َ َْ َ
‫َول ْو ِشئنا ل َرفعنه ِب َها َول ِكن ْٓه اخلد ِالى الا ْر ِض َوات َب َع ه ٰوىهُۚف َمثله ك َمث ِل الكل ِبُۚ ِان تح ِمل‬
َّ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ٰ ََّ َ ْ َّ َ ْ ُ َ َ ٰ ْ ْ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ ََ
‫عل ْي ِه َيل َهث ا ْو تت ُركه َيل َهث ذ ِلك َمثل الق ْو ِم ال ِذين كذ ُب ْوا ِبا ٰي ِتناُۚفاقص ِص القصص لعل ُه ْم‬
َ ْ ُ َّ َ َ َ
‫يتفكرون‬
“Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka (tentang) berita orang yang telah
Kami anugerahkan ayat-ayat Kami kepadanya. Kemudian, dia melepaskan diri
dari (ayat-ayat) itu, lalu setan mengikutinya (dan terus menggodanya) sehingga
dia termasuk orang yang sesat.”
“Seandainya Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan
(ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung pada dunia dan mengikuti hawa nafsunya.
Maka, perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, ia menjulurkan
lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia menjulurkan lidahnya (juga).
Demikian itu adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
Dalam kisahnya, ia adalah seorang ulama besar yang sangat mustajab
do’anya. Namun sayang, kekuatan do’anya itu justru digunakannya untuk
mencelakai orang lain, yakni Musa dan pengikutnya, demi menuruti hawa
nafsunya untuk memperoleh kenikmatan duniawi. Akhirnya ia mati dalam
kehinaan dan kenistaan.
G. Menegakkan Keadilan Dalam Hukum
Untuk menegakkan keadilan, setiap orang harus menjadi saksi demi Allah
walaupun itu mungkin akan berdampak negatif bagi kepentingannya sendiri, kerabat,
sahabat dan orang-orang yang disayangi. Seperti peribahasa latin menyampaikan,
“Keadilan harus tetap berjalan meski langit akan runtuh.” Keadilan islam menembus
lubuk perasaan terdalam. Kita harus bersikap adil tanpa harus merasa takut atau
terbawa perasaan. Kaya maupun miskin, dua-duanya ada di bawah kekuasaan dan
perlindungan Allah. Dua-duanya harus sama-sama di bela asal kepentingan mereka
sah, tanpa mengorbankan pihak lain.14
Ada beberapa komponen yang harus ada dalam upaya penegakan hukum dan
keadilan dalam masyarakat:
1. Peraturan hukum yang sejalan dengan aspirasi masyarakat.
2. Aparat penegak hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang
terpuji.
3. Kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan upaya penegakan hukum
tersebut terlaksana.

14
Abdullah Yusuf Ali, “Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya”, hal, 223

11
Komponen yang terakhir ini adalah komponen yang paling dominan. Sebagai
penyeimbangnya, kecintaan, kesadaran, dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum
juga harus ditingkatkan. Sebagaimana firman Allah:
ً َ َُْ ُ َ َ ُ َْ َ َ َ َ َُ ‫َ َ ْ ُ َ َ ه‬ َ َ
‫فلا َو َر ِبك لا ُيؤ ِمن ْون حتى يح ِك ُم ْوك ِف ْيما شج َر َبين ُه ْم ثَّم لا ِيجد ْوا ِف ْ ْٓي انف ِس ِه ْم ح َرجا‬

ً َ ُ َ ْ َ َ َّ
‫ِّما قضيت َوي َس ِل ُم ْوا ت ْس ِل ْيما‬
“Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga bertahkim kepadamu (Nabi
Muhammad) dalam perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Kemudian, tidak
ada keberatan dalam diri mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka
terima dengan sepenuhnya.” (an-Nisa’/4: 65)
H. Pengertian Hak Asasi Manusia
HAM dari istilah yang di temukan dalam literatur terjemahan dari “Droits De
Thomme” yang berarti Hak Manusia.15 Pengertian Hak Asasi Manusia menurut
Deklarasi universal HAM adalah hak yang melekat pada setiap diri manusia,
kebebasan, dan kepemilikan yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat di
cabut atau di kurangi oleh negara.16 Artinya seburuk-buruk dan sebengisnya perlakuan
orang, dia tidak akan berhenti menjadi manusia yg berarti tidak bisa di ambil hak hak
nya tersebut. setiap umat manusia memiliki nya bukan karna di berikan oleh
masyarakat atau hukum, melainkan semata-mata karna martabatnya sebagai manusia.
Dari segi sejarah perjuangan HAM secara terpadu di mulai dari negara Inggris
pada piagam magna charta pada tahun 1215. yang isinya adalah kewenangan harus
mewujudkan dan memberikan atas hak hak asasi, baik hak politik, ekonomi, sosial,
dan individu. Generasi hak pada garis-garis besarnya di elaborasi lebih lanjut, yaitu:17
1. Generasi pertama hak asasi manusia
Untuk mewakili hak hak sipil dan politik, yakni hak hak asasi manusia
yang “klasik” Hak hak generasi pertama juga di sebut dengan “hak hak negatif “,
yang artinya tidak terkait dengan nilai nilai buruk, melainkan merujuk kepada
tidak adanya campur tangan hak dan kebebasan individual.
2. Generasi kedua hak asasi manusia
Hak hak ini muncul dengan tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan
terhadap kebutuhan dasar dari setiap orang. Karna, hak hak generasi yang kedua
ini bisa di katakan hak hak positif yang artinya bahwa pemenuhan hak hak
tersebut memerlukan peran aktif negara.
3. Generasi ketiga hak asasi manusia
Hak ini muncul dari tuntunan gigih dari negara-negara yang berkembang
atau dunia ketiga atas tatanan internasional yang adil.
4. Keberkaitan dan kesalingtergantungan

15
Sunarso , Pendidikan Hak Asasi Manusia, (Surakarta: CV. INdotama) Hal. 1
16
Ricky Santoso Muharam,dkk, Hukum Dan Ham, (Bandung: Widina Bhakti
Persada,2023)Hal.44
17
Rhona.K. M. Smith, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yokyakarta, Pusat Studi Hak Asasi
Manusia, 2008) Hal. 16

12
Antonio cassese pernah mengatakan bahwa Deklarasi universal hak asasi
manusia merupakan buah dari beberapa ideologi, yakni suatu titik temu antara
berbagai konsep mengenai manusia dan lingkungannya. Adapun Hak asasi
manusia memiliki tiga unsur, yakni:18
a. Hak adalah memiliki, kepunyaan, wewenang.
b. Asasi adalah dasar dan pokok kehidupan.
c. Manusia adalah makhluk yang memliki akal
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat paada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Mahakuasa, dan
merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.19
Dalam diri setiap individu manusia ada hak-hak asasi tertentu yang tidak
dapat dihilangkan. Hak asai manusia, karna bersifat pelaksanannya yang
universal, mewajibkan semua individu dan Lembaga masyarakat untuk
menghormati hak-hak orang lain. Dalam diri manusia kodratnya mempunyai hak
yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, dan karna itu bersifat suci.
I. Hak Asasi Dan Ruang Lingkupnya
Hak asasi manusia mencakup hak-hak bidang sipil, politik, ekonomi, social dan
budaya, serta hak-hak atas pembangunan. Hak-hak tersebut bersifat individual dan
kolektif.
Hak-Hak Bidang Sipil:
a. Hak untuk menentukan nasib sendiri.
b. Hak untuk hidup
c. Hak untuk tidak dihukum mati
d. Hak untuk tidak disiksa
e. Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang
f. Hak atas peradilan yang adil
Hak-Hak Bidang Politik
a. Hak untuk menyampaikan pendapat
b. Hak untuk berkumpul dan berserikat
c. Hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan didepan hukum
Hak-Hak Bidang Social Dan Ekenomi:
a. Hak untuk bekerja
b. Hak untuk memilih dan dipilih
c. Hak untuk mendapat upah yang sama
d. Hak untuk tidak dipaksa bekerja
e. Hak untuk cuti
f. Hak atas makanan
g. Hak atas perumahan
h. Hak atas Kesehatan

18
Sudarsono, “Kamus Hukum”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 1999) hal, 168
19
Khamami Zada, “Hak Asasi Manusia, dalam membangun demokrasi dari bawah” (Jakarta:
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia UIN Jakarta, 2006) hal, 66

13
i. Hak atas Pendidikan
Hak-Hak Bidang Budaya:
a. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
b. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
c. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)
Hak-Hak Bidang Pembangunan:
a. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
b. Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
c. Hak untuk memperoleh pelayanan dan Kesehatan yang memadai.
Hak-hak yang sudah disebutkan di atas, sepuluh yang termasuk dalam
Undang-undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Ham. Yaitu:20
1. Hak Hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan
taraf hidupnya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dana
batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak Berkeluarga Dan Melanjutkan Keturunan
Seperti orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
3. Hak Mengembangkan Diri
Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik
secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
4. Hak Memperoleh Keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi berhak memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi, serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara obyektif oleh hakim yang jujur dan adil unutk memeroleh
putusan adil dan benar.
5. Hak Memeroleh Kebebasan Pribadi
Setiap orang bebas memelih mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan
pendapat di muka umum, memeluk agama, tidak diperbudak, memilih
kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah, dan
bertempat tinggal di wilayah republik indonesia.
6. Hak Atas Rasa Aman
Setiap orang berhak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan,
martabat, hak milik, rasa aman dan tentram, serta perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak Atas Kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa, dan masyarakat
dengan tidak melanggar hukum, serta mendapatkan jaminan yang layak, dan
mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan
kehidupannya.

20
Lihat Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an hal, 279

14
8. Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan secara
langsug atau melalui perataraan wakil yang di pilih secara bebas dan dapat
diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak Wanita
Seorang wanita berhak memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan profesi,
dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan. Di
samping itu, wanita berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya dari hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan atau kesehatan.
10. Hak Anak
Setiap anak berhak atas perlindungan dari orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara, serta memeroleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan diri, dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan
hukum.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata hukum secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu ‫حكم – يحكم‬
‫ حكما‬, lafadz ‫ الحكم‬adalah bentuk tunggal dari bentuk jamak ‫االحكام‬. dari kata ‫حكم‬
maka lahirlah kata ‫ الحكمة‬yang memiliki arti kebijaksanaan. Maksudnya ialah
apabila ada seseorang yang mengetahui suatu hukum lalu mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari maka orang tersebut dianggap bijaksana. Sedangkan,
Keadilan berasal dari kata dasar “adil” yang diserap dari kata berbahasa
arab ‘adl. Secara literal, kata ‘adl adalah bentuk masdar dari fi’il ‘adala - ya’dilu
- ‘adlan – wa’udu^lan – wa’ada^latan. Fi’il ini berakar pada huruf-huruf ‘ain, da^l,
dan la^m, yang makna pokoknya adalah al-istiwa^’ (posisi lurus) dan al-i’wija^t
(posisi bengkok).
Keadilan adalah sebuah perbuatan atau tindakan yang tidak didasarkan pada
kesewenang-wenangan. Yaitu yang di perlakukan dengan sama sesuai dengan hak
dan kewajiban masing-masing. Keadilan juga sangat bersinambung dengan hak
asasi manusia.
Hak Asasi Manusia menurut Deklarasi universal HAM adalah hak yang
melekat pada setiap diri manusia, kebebasan, dan kepemilikan yang merupakan
milik mereka sendiri dan tidak dapat di cabut atau di kurangi oleh negara. Artinya
seburuk-buruk dan sebengisnya perlakuan orang, dia tidak akan berhenti menjadi
manusia yg berarti tidak bisa di ambil hak hak nya tersebut.

B. Saran
Pemakalah menyadari makalah ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan di dalamnya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, agar kedepannya kami bisa membuat makalah
dengan lebih baik lagi. Apabila ada kesalahan baik dari segi penyampain materi
dan segi penulisan makalah, kami dengan sangat senang hati untuk menerimanya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, “Hukum, Keadilan Dan Hak Asasi Manusia”,
(Kementerian Agama RI:2010) Hal.2

Rohidin,” Pengantar Hukum Islam” Yogyakarta, lintang rasi aksara books, 2016

Rochman Ibnu”Hukum Islam, Analisis Dari Sudut Pandang Filsafat” jurnal filsafat,
1996

Misbahuddin”Ushul Fiqih 1” alauddin university press, makassar, 2013

Mahmudah Nurul, dkk “Hukum Wadhi’dalam Sinkronisasinya Dengan Hukum Taklif”,


(El
Ahli: jurnal hukum keluarga islam, 2020).

Ridwan Muannif dkk, “Sumber-Sumber Hukum Islam Dan Implementasinya”, borneo:


journal of Islamic
studies, 2021, vol 1, no 2

Kuntarto dkk, “Pendidikan Agama Islam” (Universitas Jendral Soedirman, 2019), cet 1

Dosen tetap stain,”Qiyas Sebagai Dalil Hukum Syara’”, journal: ahkam, 2006, vol 8
, no 1

Cahyadi Muhammad Luthfi dkk,”Sumber Hukum Yang Tidak Disepakati”


karawang,(universitas singaperbangsa), 2021

Apriyanti Rini “Sistem Sanksi Dalam Hukum Islam” (Journal of Islamic law Studies:
2019), vol.2 no.2

Abdurrahman, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, (PT. Karya Agung, Surabaya,2010) hal, 51

Widyakso Rendra,“Konsep Keadilan Menurut al-Qur’an” (Pengadilan Agama,


Semarang) hal, 7

Katsir Ibnu, “Tafsirul-Qur’an al-‘Azim”, (al-Maktabah asy-Syamilah), Jilid 3.


Hal.508

Ali Abdullah Yusuf, “Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya”, hal, 223

Sunarso,” Pendidikan Hak Asasi Manusia”, (Surakarta: CV. INdotama) Hal. 1

Muharram Ricky Santoso,dkk,” Hukum Dan Ham”, (Bandung: Widina Bhakti


Persada,2023) Hal.44

Rhona.K. M. Smith, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yokyakarta, Pusat Studi Hak

17
Asasi Manusia, 2008) Hal. 16
Sudarsono, “Kamus Hukum”, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 1999) hal, 168

Khamami Zada, “Hak Asasi Manusia, Dalam Membangun Demokrasi Dari Bawah”
(Jakarta: Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia UIN Jakarta, 2006)

18

Anda mungkin juga menyukai