KEILMUAN
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pemikiran
Hukum Islam Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Hukum Islam
Oleh:
MUHAMMAD ADMIRAL
80100222028
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hamzah Hasan, M.H.I.
Dr. M. Thahir Maloko, M.Th.I.
Penulis,
Muhammad Admiral
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum Islam atau Syariat Islam merupakan hukum yang berasal dari
ajaran Islam, yaitu sebuah hukum yang diturunkan oleh Allah untuk kemaslahatan
hambanya didunia dan akhirat. Allah ‘azza wa jalla merupakan rabb yang
mempunyai hak dalam membuat suatu hukum yang kemudian disampaiakan
melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal tersebut dikuatkan oleh
Allah swt. dalam firmanya pada surah al-Nisa ayat 59.
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi
Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.”1
Hukum Islam tidak hanya bersumber dari Allah swt. secara langsung,
terkadang larangan atau bolehnya sesuatu dalam Islam juga disampaiakan secara
tersendiri melalui penyampaian dari Rasulullah saw., tentunya hal tersebut masih
dalam bimbingan wahyu dari Allah swt.,2 sebagaimana yang Allah konfirmasikan
melalui firmannya dalam surah al-Hasyr ayat 7:
Terjemahhnya:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya
bagimu tinggalkanlah.”3
1
Quran Kemenag Online, al-Qur’ān al-Karĭm, al-Idārah al-Markaziyah Lisyu’ūni al-
Qur’ān al-Karĭm https://quran.kemenag.go.id/surah/4/59. (15 Maret 2023).
2
Muchammad Ichsan, Pengantar Hukum Islam (Cet-I; Yogyakarta: Gramasurya, 2015),
h. 2.
3
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/59 (15 Maret 2023).
1
2
asbāb al-Wurūd bagi Hadist pada saat itu menjadi sebuah kebutuhan. Di sinilah
pola pikir Islam sangat berperan dalam menentukan hukum sehingga konteks
menentukan teks atau fakta tidak menyalahi al-Quran dan Hadist.4
Dengan munculnya berbagai problematika baru, yang bahkan belum
pernah dihadapkan oleh orang-orang sebelumnya, menjadikan ummat Islam saat
ini mempunyai tantangan tersendiri, maka muncullah para „Ulama yang kemudian
berusaha merumuskan problematika kontenporer berdasarkan pedoman yang
ditinggalkan oleh Rasulullah saw. yaitu al-Qur‟an dan Hadist. Djafar Alkatiri
menjelaskan bahwah ilmu dan teknologi memiliki kemajuan yang pesat maka hal
tersebut mempengaruhi pula pesatnya kemajuan dalam kehidupan social, budaya,
ekonomi hingga politik, sehingga jika dilihat dari perspektif aturan dalam
bersyariat maka Hukum Islam sangat perlu menyertakan paradigma baru keilmuan
dalam salah satu prosedur dalam mengeluarkan sebuah Fikih kontenporer
tentunya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai utama Syariat Islam,5 sehingga
antara Syariat dan perkembangan social manusia dapat tetap sinkron dan
menjawab kebutuhan zaman.
Seiring perkembangan zaman dan terbukanya pintu Ijtihad maka
paradigma keilmuan dalam hukum Islam terus berjalan dalam memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia dan terus beradaptasi dengan perkembangan sains modern.
Muhammad Ilham menjelaskan diantara bentuk pendekatan dalam paradigma
keilmuan ialah dengan paradigma analitis, kritis, metodologis, historis dan
empiris.6 Berdasarkan uraian pendekatan tersebut maka dalam penelitian ini
penulis berupaya menjelaskan bagaiamana dasar hukum Islam tersebut mampu
memberikan sebuah hukum yang bersifat rasional, dan bisa diuji dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta sesuai dengan fundamental dari sumbernya
yaitu al-Qur‟an dan Hadist Rasulullah saw.
4
Fadhlurrahman dan Yusuf Hanafiah, “Paradigma Ijtihad Dalam Hukum Islam; Kritik
Atas Epistemologi Berfikir Kaum Kontenporer” Journal Kalimah 18 no.02 (2020), h. 251.
5
Djafar Alkatiri, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan” al-Syir’ah 1, no.1
(2003), h. 1.
6
Muhammad Ilham, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan” Sangaji,
Jurnal Pemikiran Syariah Dan Hukum 5, no.5 (2021), h.150.
3
B. Rumusan Masalah
Berlandaskan uraian ringkas penjelasan sebelumnya maka dapat
dikeluarkan beberapa poin rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Dari Hukum Islam?
2. Bagaimana Efektifitas Hukum Islam Merespon Paradigma Keilmuan
Modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam berasal dari dua kata dasar yaitu Hukum dan Islam, dalam
KBBI kata hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, atau patokan kaidah, ketentuan mengenai peristiwa tertentu.7 Secara
sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau
norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan
oleh penguasa. Jika digabungkan dengan kata Islam maka menurut Marzuki
bahwah Hukum Islam merupakan seperangkan norma atau aturan yang bersumber
dari Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku manusia.8
Dalam literature Arab penamaan Hukum Islam lebih dikenal dengan
sebutan Syariat, sedangkan istilah Hukum Islam sendiri merupkan serapan dari
penamaan Barat yaitu Islamic Law9. Kata Syariat berasal dari bahasa arab yiatu
شسعyang secara etimologis berarti jalan ke sumber air. Syariat diartikan jalan air
karena siapa saja yang mengikuti syariat akan mengalir dan bersih jiwanya.10
Adapun defenisi Syariat yang biasa dipakai oleh sebgaian para Ulama diantaranya
ialah bahwah syariat merupakan wahyu yang turun kepada Rasulullah Muhammad
saw. yang membahas hukum-hukum yang mengatur keidupan manusia baik di
dunia dan akhirat baik itu berupa dalam perkara Akidah, Muamalah, maupun
Ahlak, sehingga dapat memperkuat hubungan antara hamba dengan rabbnya serta
7
KBBI Daring, Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hukum , (15 Maret 2023).
8
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam: Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep
Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia (Cet-II; Yogyakarta: Ombak, 2017), h. 12.
9
Rohidin, Pengantar Hukum Islam, Dari Semenanjung Arab Hingga Indonesia (Cet-I;
Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016), h. 1.
10
Ibnu Manżūr, Lisān al-‘Arab, Jilid-8 (t.Cet; Beirut: Dar Sādir, t.th), h. 175.
4
5
11
Mannā‟ al-Qaṭṭān, al-Tasyrī’u wa al-Fiqhu fī al-Islām (Cet-V; Kairo: Maktabah
Wahbah, 2001), h. 13.
12
Muhammad Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4 (Cet-I; Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1994), h. 469.
6
13
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam: Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep
Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia, h. 80.
14
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam: Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep
Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia, h. 86.
7
dan Sunnah Rasulullah saw. merupakan sumber hukum para Ulama Mujtahidīn
dalam Istinbāṭ hukum-hukum syariat yang akan dikeluarkan, sehingga dapat
dikatakan bahwah Hadist atau Sunnah Rasulullah saw. meruapakan sumber kedua
dalam pengambilan Hukum setelah al-Qur‟an.15
Para Ulama mengelompokkan fungsi Sunnah dalam hubungannya dengan
al-Qur‟an kedalam tiga kelompok, yaitu16:
1. Menetapkan dan menguatkan hukum-hukum yang sudah ditetapkan
oleh al-Qur‟an, seperti Ibadah Sholat, Zakat, Haji, dan larangan
berbuat Syirik
2. Menjelaskan secara rinci serta menafsirkan ayat al-Qur‟an yang masih
bersifat universal, juga mengikat ayat Qur‟an yang masih bersifat
bebas, atau mengkhususkan apa yang masih umum disebutkan oleh al-
Qur‟an
3. Menetapkan hukum baru yang bersifat khusus berdasarkan sumber dari
al-Qur‟an.
Adapun kedudukan Hadist ialah para Ulama menyimpulkan bahwah hadist
dan sunnah dari Rasulullah saw. dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan
sebuah hukum hal tersebut dikuatkan dengan dalil dari al-Qur‟an dan Ijma‟ para
sahabat.17
3. Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Dalam Islam
Setelah berkembangnya zaman banyak dari aspek kehidupan yang juga
ikut mengalami perubahan yang signifikan, tidak terkecuali dengan persoalan
Hukum yang diharapkan dapat menjawab permasalahan dan dinamika baru
modern, maka hadirlah para Ulama yang berusaha menjawab kebutuhan zaman
tersebut dengan melalui ranah Ijtihad.
15
Mannā‟ al-Qaṭṭān, al-Tasyrī’u wa al-Fiqhu fī al-Islām, h. 73.
16
Abdul Wahhāb Khallāf, ‘Ilmu Uṣūl Fiqh (Cet-II; Kairo: Maktabah al-Da‟wah al-
Islamiyyah, 1956), h. 39.
17
Wahbah al-Zuhīlī, Uṣūl Fiqh al-Islāmī Jilid-I (Cet-I; Dar al-Fikr: Damaskus, 1986), h.
455.
8
َش أى ٍء فَ ُس ُّدوهُ إِلَى ٱّللِ َوٱلسسُى ِل إِى ُكنتُ أن تُ أؤ ِهنُىىَ بِٱّللِ َوٱ أل ٍَىأ ِم ٱلأ َءا ِخ ِس
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Hal tersebut juga digambarkan oleh Rasulullah saw. kepada sahabatnya yaitu
Mu‟az ibn Jabal saat hendak mengutusnya ke Yaman:
Artinya:
“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus
Mu‟adz ke Yaman, beliau bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukum
apabila datang kepadamu satu perkara?”. Mu‟adz menjawab : “Saya akan
menghukum dengan Kitabullah”. Rasulullah bersabda: “Bagaimana bila
tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab: “Saya akan menghukum
18
Abu Daud, Sunan Abī Dāud Jilid-V, Bab-Ijtihād al-Ra’yi fī al-Qaḍā’ Hadist no.3592
(t.Cet: Beirut: Dar al-Risalah al-“Alamiyah, 2009), h. 443.
9
19
Terjemahan Hadist Muadz Ibn Jabal dalam Kitab Sunan Abu Daud
https://aliph.wordpress.com/2007/06/13/hadits-muadz-bin-jabal/ (17 Maret 2023).
20
Muhammad Ilham, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan” Sangaji,
Jurnal Pemikiran Syariah Dan Hukum 5, no.5 (2021), h.152.
11
21
Hamka Haq, Filsafat Ushul Fiqih (t.Cet; Makassar: Yayasan Al-Ahakam, 2000), h.
19.
22
Muhammad Ilham, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan”, h. 159.
23
Rusli Efendi, Teori Hukum (Cet-I: Ujung Pandang: Hasanuddin University Press,
1991), h. 35.
11
3. Aspek Konatif
Aspek Konatif ini berhubungan dengan penyerahan diri kedua aspek
sebelumnya, yang berkaitan dengan kehendak (untuk berbuat atau tidak berbuat),
Misalnya keserasian antara ketertiban dan keteraturan dalam perkawinan,
menghasilkan suatu kehidupan damai dalam keluarga.
C. Hukum Islam Menurut Paradigma Baru Keilmuan
Paradigma baru sebagaimana diungkapkan Harun Nasution adalah
kerangka berpikir, dan usaha untuk mengubah faham, adat istiadat, institusi-
institusi lama, disesuaikan dengan suasana bam yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.24 Menurut Yusriadi sebagiamana yang
dikutip oleh Muhammad Ilham mengenai sebuah paradigma, bahwah konsep
paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas S. Kuhn (1962) melalui
karyanya yang berjudul ‚The Structure of Scientific Revolution. se
Prinsip-prinsip dasar paradigma sains yang dimaksud adalah obyektif,
empiris, deskriptif dan rasional (logic). Prinsip inilah yang kemudian digunakan
sebagai jaminan kebenaran bagi paradigma keilmuan moderen, diantaranya ialah
sebagai berikut:25
1. Obyektif, yaitu bahwa paradigma keilmuan moderen merupakan satu-
satunya ilmu yang otentik, yaitu ilmu yang hanya bersangkut paut dengan
fenomena dan dapat berubah dalam zaman yang lain.26
2. Empiris, yaitu bahwa apa diterima oleh paradigma keilmuan moderen
hanyalah teori-teori yang dapat direduksi kepada unsur-unsur
inderawi,walaupun teori- teori itu mungkin melibatkan gagasan-gagasan
yang melampaui jangkauan pengalaman empiris. Paradigma keilmuan
yang berprinsip pada empiris ini juga selalu menyandarkan seluruh ilmu
pada fakta-fakta yang dapat diamati dan dianalisis.
24
Djafar Alkatiri, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan” al-Syir’ah 1,
no.1 (2003), h. 6.
25
Muhammad Ilham, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan”, h. 162.
12
26
Muhammad Ilham, “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan”, h. 164.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟ān al-Karīm
Alkatiri, Djafar. “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan” al-Syir’ah
1, no.1 (2003).
Al-Qaṭṭān, Mannā‟. al-Tasyrī’u wa al-Fiqhu fī al-Islām. Cet-V; Kairo: Maktabah
Wahbah, 2001.
Al-Ṭabari, Muhammad Ibn Jarīr. Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4. Cet-I; Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1994.
Al-Zuhīlī, Wahbah. Uṣūl Fiqh al-Islāmī Jilid-I. Cet-I; Dar al-Fikr: Damaskus,
1986.
Daud, Abu. Sunan Abī Dāud Jilid-V, Bab-Ijtihād al-Ra’yi fī al-Qaḍā’ Hadist
no.3592. t.Cet: Beirut: Dar al-Risalah al-“Alamiyah, 2009.
Fadhlurrahman dan Yusuf Hanafiah, “Paradigma Ijtihad Dalam Hukum Islam;
Kritik Atas Epistemologi Berfikir Kaum Kontenporer” Journal Kalimah
18 no.02 (2020).
Ichsan, Muchammad. Pengantar Hukum Islam, Cet-I; Yogyakarta: Gramasurya,
2015.
Ilham, Muhammad. “Hukum Islam Perspektif Paradigma Baru Keilmuan”
Sangaji, Jurnal Pemikiran Syariah Dan Hukum 5, no.5 (2021).
Khallāf, Abdul Wahhāb. ‘Ilmu Uṣūl Fiqh. Cet-II; Kairo: Maktabah al-Da‟wah al-
Islamiyyah, 1956.
Manżūr, Ibnu. Lisān al-‘Arab, Jilid-8. t.Cet; Beirut: Dar Sādir, t.th.
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam: Prinsip Dasar Memahami Berbagai
Konsep Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia, Cet-II;
Yogyakarta: Ombak, 2017.
Rohidin, Pengantar Hukum Islam, Dari Semenanjung Arab Hingga Indonesia.
Cet-I; Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016.
15