Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN MUSLIM DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : Khalid Rahman, S.Pd.I, M.Pd.I

Kelompok 3:

Fajar Daniyal (135090400111018)

Mufid Saifullah (135090400111023)

Meri Endika Rani (135090401111013)

Nilna Amalia Hasna (135090401111037)

Diva Alfreda Hanifah. (135090407111003)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................1


1.2 Tujuan. .............................................................................................. 1.
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................1

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Hukum Islam.................................................................... 2


2.2 Sumber Hukum Islam.........................................................................3
1. Al-Qur’an...........................................................................4
2. Sunnah................................................................................6
3. Ijtihad................................................................................. 7
2.3 Prinsip Hukum Islam..........................................................................9
2.4 Fungsi Hukum Islam.........................................................................1 1
2.5 Demokrasi dalam Islam....................................................................1 2.
2.6 Hak dan Kewajiban Asasi dalam Islam..........................................1..4...

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Hukum Islam dalam Kehidupan Muslim.......................... 15


3.2 Kontribusi Umat Islam dalam Perundang-Undangan di Indonesia.. . .18

BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan......................................................................................... 21
4.2
Saran................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA
Latar
Belakang
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang terakhir yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah mencakup
segala aspek kehidupan manusia yang berlaku bagi seluruh umat manusia
di seluruh penjuru dunia. Di dalam Agama Islam mempunyai hukum-
hukum yang harus dipatuhi yaitu Hukum Islam. Hukum Islam adalah
hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist nabi. Dengan maraknya
masa modernisasi, globalisasi, dan adat/kebudayaan sekarang ini,
membuat manusia sulit untuk menelaah apakah Hukum Islam yang
berlaku di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan Hukum Islam yang
berlaku dalam Islam? Hal ini dapat menimbulkan kontraversi di dalam
kehidupan masyarakat, hal ini terjadi karena banyak para ulama’ yang
berbeda pendapat.
Oleh karena itu, tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
memberikan informasi serta wawasan kepada masyarakat khususnya Umat
Islam mengenai Apakah Hukum Islam itu, Sumber-Sumber Hukum Islam,
Asas pembinaan Hukum Islam, Fungsi dari Hukum Islam, dan prospek
penerapan Hukum Islam, semoga dengan ini masyarakat jauh lebih
mengetahui tentang Hukum Islam dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian
dari islam. Ada dua istilah yang berhubungan dengan Hukum Islam.
Pertama syari’at, kedua fiqh. Syari’at merupakan Hukum Islam yang
ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah. Sementara fiqh
merupakan hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja. Hukum ini
dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad 1. Hasil pengembangannya
inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqh.
“Hukum Islam kategori syariat bersifat konstan, tetap, maksudnya
tetap berlaku di sepanjang jaman, tidak mengenal perubahan dan tidak
boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang
menyesuaikan dengan syari’at. Sedangkan Hukum Islam kategori fiqh
bersifat fleksibel, elastis, tidak (harus) berlaku universal, mengenal
perubahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.”2
Fiqh merupakan penjelasan dari syari’at yang terang serta
pemahaman dan penggalian terhadap kandungan yari’at yang masih samar.
Sebagaimana diuraikan di atas, fiqh senantiasa berubah. Karena sifatnya
yang berubah-ubah itu, fiqh biasanya disandarkan pada ulama’ mujtahid
yang memformulasikannya, seperti fiqh hanafi, fiqh syafi’i, fiqh hanbali,
fiqh maliki, dan sebagainya. Sedangkan syari’at senantiasa disandarkan
kepada Allah dan Rasulnya.
“Mengenai sifat Hukum Islam, yakni: pertama, bidimensional,
artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan. Disamping itu,
sifat bidimensional yang dimiliki Hukum Islam juga berhubungan dengan
sifatnya yang luas atau kompeherensif. Hukum Islam tidak hanya
mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia. Kedua, adil. Sifat yang kedua ini mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan sifat bidimensional. Dalam Hukum
Islam, keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang

1
Ijtihad: (1) usaha sungguh-sungguh yg dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan
(simpulan) hukum syarak mengenai kasus yg penyelesaiannya belum tertera dl Alquran dan
Sunah; (2) pendapat; tafsiran.
2
Amrullah Ahmad,1996
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Keadilan
merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia baik sebagai
individu maupun masyarakat. Sifat yang ketiga adalah individualistik dan
kemasyarakatan yang diikat oleh nilai-nilai transendental 3, yaitu wahyu
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan sifat ini,
Hukum Islam memiliki validitas4 baik bagi perorangan maupun
masyarakat.”5
Hukum Islam, baik dalam pengertian syari’at maupun fiqh
membahas dua lapangan bidang pembahasan, yakni bidang ibadah dan
bidang mu’amalah. Bidang ibadah membaha tata cara dan upacara yang
wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah, seperti
menjalankan sholat, menjalankan puasa, menunaikan zakat, dan
melakanakan haji. Adapun mu’amalah dalam pengertian luas adalah
ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial
manusia walaupun ketetapan itu terbatas pada yang pokok-pokok saja,
seperti perdagangan, pernikahan, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad (pemikiran)
manusia yang memenuhi syarat yang melakukan hal itu ( M. Daud Ali,
1996).
2. Sumber Hukum Islam
“Sumber hukum dalam ilmu hukum dibagi menjadi dua, materiil dan
formil. Sumber hukum materiil merupakan salah satu bidang kajian filsafat
hukum yang menentukan dari mana dan apakah suatu hukum sudah dapat
dan mempunyai kekuatan yang mengikat sebagai norma yang ditaati.
Sedangkan sumber hukum formil berisi tentang aturan yang merupakan
hukum positif (yang berlaku), antara lain, perundang-undangan, kebiasaan
(adat), yurisprudensi (keputusan hakim), perjanjian (traktat) dan ilmu
pengetahuan hukum.”6

3
Transendental: (1) menonjolkan hal-hal yg bersifat kerohanian; (2) sukar dipahami; (3) gaib; (4)
abstrak.
4
Validitas: sifat benar menurut bahan bukti yg ada, logika berpikir, atau kekuatan hukum
5
M. Tahir Azhary, 1992
6
Suparman Usman, 2001
“Hukum Islam digali dari dalil-dalil yang terperinci dalam Al-
Qur’an, Sunnah dan beberapa metode yang di tafsirkan kepada dua sumber
uatama tersebut. Pada dasarnya Al-Qur’an dan Sunnah baik secara jelas
dan gamblang (eksplisit) maupun samar-samar (implisit) mengandung
keseluruhan Hukum Islam. Namun demikian, yang samar-samar perlu
digali lebih lanjut dengan menggunakan kemampuan akal, inilah yang
biasa disebut dengan ijtihad.”7
1. Al-Qur’an
Al-qur’an berasal dari kata qira’ah, artinya “bacaan”, yaitu kitab
suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad (Q.S. Al-
Qiyamah : 18). Ada juga yang berpendapat bahwa “ al-qur’an”
merupakan kata sifat dari al-qar’u yang berarti al-jam’u (kumpulan),
karena Al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat yang
memuat kisah, perintah dan larangan, selain itu juga karena Al-Qur’an
mengintisarikan kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat, Zabur dan Injil).
Menurut Imam Ghazali, kata “Al-Qur’an” adalah nama, bukan kata
bentukan. Dari pendapat diatas, maka Al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal,
membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, tertulis
dalam mushaf8; dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri surah al-
Nas.
Al-Qur’an mempunyai beberapa nama, antara lain : al-Kitab,
Kitabullah, al-Furqan, al-Dzikr, al-Mubin, al-Karim, al-Kalam, al-
Nur, dan sebagainya. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, suatu
bahasa yang kaya kosa kata dan sarat kandungna makna.
Namun demikian bukan berarti semua orang (Arab) yang mahir
bahasa Arab dapat memahami Al-Qur’an secara rinci. Menurut
Ahmad Amin, para sahabat tidak sanggup memahami kandungan Al-
Qur’an hanya dengan mendengar dari Rasullullah. Karena itu, dalam
memahaminya diperlukan berbagai ilmu yang menunjang.

7
Said Agil al-Munawwar, 2002
8
Mushaf: bagian naskah Al-quran yg bertulis tangan
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-
Qur’an, yaitu :
a. Mujamal, Al-Qur’an hanya menerangkan pokok dan kaidah
hukum saja, sedangkan perincian dijelaskan dalam Sunnah dan
ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan denga masalah-
masalah ibadah.
b. Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum jihad, undang-
undang perang ( tawanan, rampasan), hubungan umat islam
dengan umat lainnya.
c. Jelas dan terperinci, berkenaan dengan masalah hutang-piutang,
makanan halal-haram, sumpah, memelihara kehormatan wanita
dan perkawinan.

Dalam menyimpulkan suatu ayat Al-Qur’an agar dapat dipahami


dan diambil sebagai sumber hukum, diperlukan penafsiran, diantara
metode penarsiran yang berkembang antara lain:
a. Tafsir Tahlil, yaitu mengkaji Al-Qur’an dari segala segi dan
maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan
urutan dan mushaf Utsmani. Dalam metode ini ada tujuh macam:

- Tafsir bi al-Ma’tsur, adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan


hadist Rasulullah.

- Tafsir bi al-ra’yi, menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat


(akal). Metode ini ada yang menerima dan ada yang menolak.

- Tafasir Sufi, penafsiran yang dilakukan oleh para sufi yang pada
umumnya dipengaruhi oleh mistisme9 (tasawuf).

- Tafsir Fiqh, adalah penafsiran yang dilakukan oleh (tokoh) suatu


mazhab10 untuk dijadikan dalil atas kebenaran madzhabnya.

9
Mistisme: ajaran yg menyatakan bahwa ada hal-hal yg tidak terjangkau oleh akal manusia
10
Mazhab: aliran mengenai hukum fikih yg menjadi ikutan umat Islam
- Tafsir Falsafi, menafsirkan Al-Qur’an menggunakan teori-teori
filsafat, biasannya berdasarkan pada ilmu kalam dan simantik
(logika).

- Tafsir ‘Ilmi, penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu


pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang.

- Tafsir Adabi, penafsiran dengan menggunakan segi balaghah


dengan kemukjizatan Al-Qur’an. Selain menjelaskan makna,
sasaran Al-Qur’an, juga mengungkap hukum-hukum alam dan
tatanan kemasyarakatan. Tujuannya menarik dan menumbuhkan
kecintaan kepada Al-Qur’an.

b. Tafsir Ijmali, penafsiran secara singkat , global tanpa uraian


panjang lebar dengan penjelasan yang mudah dipahami.
c. Tafsir Muqaran (membanding), adalah memilih ayat Al-Qur’an
lalu mengemukakan penafsiran seorang ulama sekaligus
membandingkan penafsirannya dari sisi dan kecenderungan
masing-masing.
d. Tafsir Maudhu’I (tematik), yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-
Qur’an yang berbicara tentang suatu masalah/tema (maudhu)
yang mempunyai tujuan dan pengertian yang satu.
2. Sunnah
Secara etimologi “sunnah” berarti “jalan yang biasa dilalui”,
“cara yang senantiasa dilakukan”, “kebiasaan yang selalu
dilaksanakan”. Secara terminologi11 sunnah ( menurut ulama ushul
fiqh) adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik
perkataan, perbuatan maupun persetujuan/ penetapan (taqrir). Ada
beberapa istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan sunnah,
antara lain:
- Hadist, biasa digunakan hanya terbatas kepada apa yang datang
dari Nabi SAW.

11
Terminologi: ilmu mengenai batasan
- Khabar, digunakan terhadap apa yang datang dari selain Nabi
SAW.
- Atsar, apa yang datang dari sahabat, tabi’in dan orang sesudahnya.

Para ulama sepakat bahwa sunnah merupakan sumber hukum


kedua sesudah Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan pada Q.S. Ali Imran :
31; Al-Nisa’:59; Al-Hasyr : 7; Al- Ahzab : 21; dan Hadist Rasul yang
artinya, “Sesungguhnya padaku telah diturunkan Al-Qur’an dan
sejenisnya” (HR. Bukhari-Muslim).
Sebagai sumber hukum, sunnah mempunyai tiga fungsi :
a. Bayan ta’kid, sebagai penetap dan menegaskan hukum- hukum
yang terdapat pada Al-Qur’an.
b. Bayan tafsir, berfungsi sebagai penjelas atau memperinci atau
membatasi yang secara umum dijelaskan Al-Qur’an.
c. Bayan tasyri’ , sunnah berfungsi menetapkan suatu hukum yang
secara jelas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
3. Ijtihad
Ijtihad berarti “mencurahkan segala kemampuan” dan “memikul
beban”. Secara terinologi berarti mencurahkan kemampuan untuk
mendapatkan hukum syara’ (Hukum Islam) tentang suatu masalah dari
sumber (dalil) hukum yang tafsili/rinci (Al-Qur’an dan sunnah).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ijtihad merupakan suatu
upaya (metode) para ulama dalam merumuskan suatu hukum yang
secara rinci tidak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah.
Terlepas dari pertentangan apakah Ijma’ dan Qiyas masuk
dalam sumber Hukum Islam atau tidak, akan dijelaskan beberapa
metode ( ijtihad ) yang digunakan ulama dalam memutuskan suatu
hukum.

a. Ijma’

Artinya konsensus atau kesepakatan. Menurut ahli ushul


fiqh adalah kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat
islam tentang Hukum Islam pada suatu masa setelah Rasulullah
SAW wafat. Ijma harus memenuhi empat unsur, yaitu:
- Sejumlah mujtahid terlibat langsung dalam menetapkan suatu
konsensus,
- konsensus lahir tanpa memandang perbedaan,
- konsensus didiringi dengan pendapat masing-masing secara jelas,
baik secara tertulis, perkataan dan tindakan.
- konsensus semua mujtahid dapat diwujudkan dalam suatu
keputusan berbentuk hukum.
b. Qiyas
Secara etimologi qiyas berarti ukuran, membandingkan (
menyamakan sesuatu dengan yang lain). Arti terminologinya,
menyamakan sesuatu yang tidak disebut oleh nash (Al-Qur’an dan
sunnah) dengan sesuatu yang tidak disebut oleh nash.

c. Istishlah (al- mashlahah al-mursalah)


Adalah sifat-sifat yang sejalan dengan tindakan perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya serta sejalan dengan tujuan syara tetapi
tidak terdapat ketentuan yang pasti baik mendukung atau menolak
masalah tersebut oleh nash secara rinci.
d. Istihsan
Berarti memandang dan meyakini baiknya sesuatu. Salah
satu metode penetapan hukum yang dipakai oleh madzhab Hanafi,
Maliki dan hanbali, sedangkan madzahb Syafi’I menolak.
e. ‘urf
Yaitu kebiasaan mayoritas umat dalam menilai suatu
perkataan atau perbuatan dijadikan salah satu dalil dalam
menetapkan hukum.
f. Sad- al-dzara’i
Yaitu menutup segala cara (jalan) yang menuju kepada
suatu perbuatan yang dilarang/merusak.
g. Istishhab
Arti etimologinya “meminta barsahabat” atau
“membandingkan sesuatu dan mendekatinya” yaitu
memberlakukan hukum yang sudah ditetapkan sebagaimana adanya
sampai ada dalil yang menunjukan bahwa hukum itu diubah.
h. Madzhab shahabi
Adalah pendapat para sahabat (baik berupa fatwa maupun
ketetapan hukum di pengadilan) tentang sauatu kasus yang menjadi
dasar ulama daalm menentukan hukum.
i. Syar’u man qabalana
Merupakan hukum syari’at sebelum islam datang yang
berkenaaan dengan syari’at islam.
3. Prinsip Hukum Islam
Terhadap masalah-masalah sosial kemanusiaan yang memerlukan
jawaban hukum, Hukum Islam bertitik tolak prinsip-prinsip hukumnya,
yakni:
1. Prinsip tauhid
Tauhid adalah prinsip umum Hukum Islam. Prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah satu ketetapan
yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dengan kalimat
la ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah). Berdasarkan prinsip
ini, maka pelakanaan Hukum Islam merupakan ibadah. Ibadah
dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada
Allah sebagai manifestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan
demikian, tidak boleh terjadi saling menuhankan sesama manusia
dan atau sesama makhluk lain. Pelaksanaan Hukum Islam adalah
ibadah dan penyerahan diri kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid ini melahirkan prinsip-prinsip khusus yang berlaku
dalam fiqh ibadah, yakni:
a. prinsip berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara.
Prinsip ini berarti bahwa tidak seorangpun manusia dapat
menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib disembah. Nabi dan
rasul pun hanyalah manusia pilihan yang bertugas menyampaikan
firman-firman Allah. Allah sangat dekat dengan manusia
walaupun dia tetap transenden.
b. Beban Hukum (taklif) ditujukan untuk memelihara akidah dan
iman, pensucian jiwa, dan pembentukan pribadi yang luhur. Atas
dasar prinsip ini, manusia dibebani ibadah sebagai tanda
kesyukuran atas nikmat Allah, seperti shadaqah dan sebagainya
semata-mata ditujukan demi terpeliharanya akidah dan iman serta
pensuciannya.
2. Prinsip Keadilan
Keadilan berarti keseimbangan. Prinsip keadilan meliputi
keadilan dalam berbagai hubungan antara manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan
masyarakatnya, dan hubungan manusia dengan pihak yang terkait.
Dalam Hukum Islam keadilan berarti keseimbangan antara
kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan
manusia untuk melaksanakan kewajiban itu.
3. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf berarti Hukum Islam digerakkan untuk
merekayasa manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang
dikehendaki dan diridhai oleh Allah. Nahi munkar berarti fungsi
kontrol sosialnya. Atas dasar prinsip inilah dalam Hukum Islam
mengenal istilah hukum yang lima (al-ahkamul khamsah). Yakni:
wajib/fardhu, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
4. Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan
Kebebaan dalam arti luas mencangkup berbagai jenis, baik
kebebasan individu maupun kebebaan kelompok/golongan. Prinsip
kebebasan ini menghendaki agar agama dan Hukum Islam tidak
disiarkan berdasarkan paksaan, akan tetapi berdasarkan penjelasan,
argumentasi, dan pernyataan yang meyakinkan.
5. Prinsip Persamaan atau Egaliter
Pelaksanaan prinsip ini adalah islam menentang perbudakan.
Kemuliaan manusia bukan terletak pada ras dan warna kulit.
Kemuliaan manusia adalah karena zat manusianya itu sendiri dan
pada tinggi rendahnya ketaqwaan seseorang.
6. Prinsip Ta’awun
Prinsip ta’awun berarti tolong-menolong antara sesama
manusia. Prinsip ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid,
terutama dalam meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada
Allah.
7. Prinsip Toleransi (tasamuh)
Hukum Islam mengharuskan umatnya hidup rukun dan damai
di muka bumi ini tanpa memandang ras dan warna kulit. Toleransi
yang dikehendaki islam adalah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak islam dan umatnya. Toleransi hanya dapat
diterima apabila tidak merugikanagama islam.
4. Fungsi Hukum Islam
Tujuan ditetapkannya Hukum Islam ada lima, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan Agama
Agama islam harus dipelihara dari ancaman orang-orang
yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusak akidah,
ibadah akhlaknya. Agama islam memberi perlindungan dari
kebebasan bagi penganut agama lain untuk meyakini dan
melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya.
2. Memelihara Jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan
diancam hukuman qishash (pembalasan yang seimbang), sehingga
diharapkan agar sebelum orang mau melakukan pembunuhan, dia
berpikir dua kali, karena apabila orang dibunuh meninggal, maka
pembunuh juga akan menerima hal serupa.
3. Memelihara Akal
Akal sangat penting peranannya dalam kehidupan di dunia
ini. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan itu manusia dapat mengelola
dan memakmurkan dunia dengan sebaik-baiknya.
4. Memelihara keturunan
Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan zina. Islam
menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini. Hal ini
dilakukan sebagai upaya pemurnian dan pemeliharaan keturunan.
5. Memelihara harta benda
Pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah,
namun islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena
manusia itu sangat tamak pada harta benda, maka islam mengatur
supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain.
Islam mensyari’atkan peraturan-peraturan mengenai jual beli,
sewa menyewa, gadai dan sebagainya. Islam melarang penipuan,
pencurian, dan riba.
5. Demokrasi Dalam Islam
Perbincangan agama dalam konteks demokrasi, sering kali
behadapan dengan persoalan yang bersifat empirik 12. Masalahnya, bukan
karena pada basis empirik nya, agama dan demokrasi terdapat perbedaan.
Agama berasal dari wahyu, sementara demokrasi berasal dari kumpulan
pemikiran filosofis manusia. Persoalannya adalah kesulitan mencari bukti-
bukti historis, misalnya dalam kehidupan politik, yang secara eksplisit
mampu menjalaskan adanya hubungan simbiosis mutualisme antara
agama dan demokrasi. Dalam kaitan yang bersifat dialektis13, agama
memberikan dukungan yang positif terhadap demokrasi dan sebaliknya.
Alasan dipilihnya demokrasi sebagai paradigma sosial politik dalam
kehidupan masyarakat adalah karena hakikat etika. Dalam konteks sosial
politik, demokrasi dilihat sebagai satu-satunya bentuk kenegaraan yang

12
Empirik: berdasarkan pengalaman (terutama yg diperoleh dr penemuan, percobaan,
pengamatan yg telah dilakukan)
13
Dialektis: hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu
masalah
memiliki legitimasi14 etika. Sedangkan agama, menyediakan formulasi-
formulasi etika dan moral yang dapat dikembangkan dalam konteks
demokrasi.
Untuk melihat hakikat etis agama dan demokrasi, dapat ditinjau dari
awal munculnya demokrasi dan muatan teologis-etis 15 dari agama. Dalam
sejarahnya, demokrasi muncul sebagai bentuk reaksi dan dekonstruksi
terhadap system sebelumnya yang cenderung totaliter, diktator, dan
otoriter. Demokrasi pertama-tama menawarkan kerangka pandang
filosofis, sebelum dikembangkan dalam suatu sistem politik, pandangan
ilosofis yang paling pokok dari demokrasi adalah pengakuan terhadap
harkat dan martabat manusia, yang berimplikasi pada adanya pengakuan
ham.
Sementara itu dalam islam, kedaulatan mutlak dan keesaan tuhan
yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang
terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya
para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat diangggap demokratis. Didalamnya tercakup definisi khusus
dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat
manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Demokrasi Islam dianggap sebagai system yang mengukuhkan
konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura),
persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihad).
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan
manusia. Masalah musyawarah ini dengan jelas juga disebutkan dalam Al-
Qur’an surat al-Syura : 28, yang isinya berupa perintah kepada para
pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka
yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian tidak
akan terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap
rakyat yang dipimpinnya.

14
Legitimasi: pernyataan yg sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-undang)
15
Teologis-etis: pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah
dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci)
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam
masalah demokrasi, yakini konsensus atau ijma’. konsensus memainkan
peranan yang menentukan dalam perkembangan Hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum atau tafsir
hukum. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem
yang mengakui suara mayoritas. Beberapa cendekiawan kontemporer
menyatakan bahwa dalam sejarah islam, karena tidak ada rumusan yang
pasti mengenai stuktur Negara dalam Al-Qur’an, legitimasi Negara
bergantung pada sejauhmana organisasi dan kekuasaan Negara
mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernah ditekankan oleh
pada ahli hukum klasis, legitimasi pranata-pranata Negara tidak berasal
dari sumber tekstual tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma’ . atas
dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam
suatu demokrasi islam.
Selain syura’ dan ijma’ ada konsep yang yang sangat penting dalam
konsep demokrasi islam, yaitu ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya
ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan disuatu
tempat atau waktu.
6. Hak dan Kewajiban Asasi dalam Islam
Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah : 56 Allah menyatakan secara
implisit bahwa pada hakekatnya jin dan manusia diciptakan untuk
mengemban kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban mereka yang
utama adalah menyembah Allah. Manusia diciptakan oleh Allah untuk
menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan apabila kewajiban-kewajiban
itu telah dipenuhi maka dengan sendirinya ia akan memperoleh hak-
haknya. Pada hakekatnya hak-hak manusia itu merupakan imbalan
daripada kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Salah satu ciri
khas Hukum Islam adalah memberikan kepada setiap manusia kewajiban-
kewajiban sebagai tugasnya yang pertama dan utama, berlainan dengan
sistem hukum Barat yang mengutamakan hak-hak seseorang.
B. PEMBAHASAN
1. Penerapan Hukum Islam dalam Kehidupan Muslim
Allah SWT telah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah secara
bertahap sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Karena seperti yang
telah dijelaskan dalam Surat Al-Anbiya ayat 107,

´ i¸ ´¹´ ˚¸ ˝ ´ ˚ 3 ¹ 3˚ ´ ¹ ´
¸! ´: p
˚
~

”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat


bagi semesta alam.”

Ketika satu ayat diturunkan, maka segera beliau menyampaikannya.


Apabila ayat itu berisi suatu perintah, maka beliau dan kaum muslimin
segera melaksanakannya. Apabila berisi larangan, maka beliau dan kaum
muslimin juga segera meninggalkan dan menjauhinya. Sehingga, beliau
segera menerapkan hukum-hukum tersebut, begitu ayat-ayat tentang
hukum itu turun. Tanpa menunggu-nunggu barang sejenak, maupun
menangguhkannya.

Itulah penerapan Hukum Islam pada zaman Rasulullah. Penerapan


Hukum Islam yang turunnya dari Allah hukumnya adalah wajib sesuai
firman-Nya dalam Surat Al-Maidah ayat 49,

˚ t´ ´ : ˚ ´ ¹ ´ ´
¸ ˚ ´ ˚ ´ ´ p˚:¸ ˚ ´i ˚ ˚ ˚œ3˚ :´ 'p´ ˚
˚œ›´ 'p´ œ˚ ´ ˚ ¸ ´ ´ p´ ˚ ´ :˚ ´ 't´ ¹ ´ ¸ ˚ ˚ ´:i˚ ´ ˚ ˚ ' ¸ ´

´ p˚ ~ ´ ˚i ˚
¹ ¹:' 3˝ i¸ ´ ' ˚ ¸ ˚´¸ ˚i ¹ ´ : ¹´ 'p˚ p´ i˚ ´
´ ´ ¸!p ¸ ˚˚´i ´˚ ˚ ´˚´ ´˚¸´ ¸!
p˚:: i
3

“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut


apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti keinginan
mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka
memperdayakan kamu terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa
mereka. Sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Sedangkan penerapan Hukum Islam pada zaman sekarang lambat
laun mengalami degradasi16 penggunaan Hukum Islam secara menyeluruh.
Banyak hukum yang digunakan tidak berasal dari hukum Allah, melainkan
dipadu-padankan dengan hasil pemikiran manusia. Penerapan Hukum
Islam sekarang lebih mengedepankan pendapat masing-masing individu
yang terkadang juga dituliskan dalam perundang-undangan.

Jika penerapannya diserahkan kepada setiap individu, setiap orang


akan menyatakan dirinya sebagai hakim, mujtahid 17, dan munafik18, yang
berakibat terjadinya kekacauan struktur sosial. Sebab itu, pemerintah
merupakan jalur terbaik untuk menerapkan hukum-hukum itu. Jika cara ini
tidak terwujud, maka umat Islam harus turun tangan bekerja sama dengan
ikhlas untuk melakukan munasabah19, amar ma'ruf nahi munkar kepada
mereka. Jika mereka tidak menghiraukannya, maka umat Islam harus
membentuk sebuah lembaga (as-sulthah) yang memiliki kekuatan hukum
sebagai wacana mewujudkan hukum-hukum itu.

Sebagai contoh diterapkannya perda syariat Islam di Bulukumba


yang sukses menurunkan kriminalitas hingga 85%. Mantan Bupati
Bulukumba, Andi Partabai Pobokori, mengungkapkan, penerapan perda
syariat Islam di wilayahnya disambut umat non-Muslim. Mereka merasa
tenteram dengan diberlakukannya perda-perda Syariat Islam. “Umat non
Muslim juga mendukung penerapan Perda-perda bernuansa syariah di
Bulukumba. Ketika ada Kongres Umat Islam di sana, mereka ikut
membentangkan spanduk dukungan”.20

Diungkapkan juga, sejak diterapkannya Perda syariat Islam pada


2001, tingkat kriminalitas di Bulukumba turun hingga 85%. Tidak ada lagi
warung yang menjual minuman keras serta tidak ada lagi perkelahian

16
Degradasi: kemunduran, kemerosotan, penurunan
17
Mujtahid: ahli ijtihad
18
Munafik: berpura-pura percaya atau setia kpd agama dsb, tetapi sebenarnya dalam hatinya
tidak;
19
Munasabah: sesuai; tepat benar
20
(Andi Partabai Pokobori, 2013).
pelajar. Angka pembunuhan dan pemerkosaan yang dulu tinggi, sekarang
menurun drastis.

Keinginan masyarakat untuk menerapkan syariah Islam semakin


meningkat. Terbukti dari berbagai survei dan penelitian ilmiah oleh
beberapa peneliti di berbagai daerah, diantaranya :

a. Lukman bin Ma’sa, melalui penelitian berjudul Penerapan Syari’at


Islam melalui Peraturan Daerah (Studi Kasus Desa Padang
Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi
Selatan). Dalam skripsi setebal 142 halaman yang diajukan pada 11
April 2007 untuk meraih gelar sarjana strata satu pada Sekolah
Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, Jakarta, ini, Lukman
mengemukakan dampak positif Perda Syariat di Desa Padang.
Misalnya membuat lenyap penjualan miras dan mabuk-mabukan.
Bahkan angka kriminalitas setempat dalam setahun terakhir turun
drastis hingga 99% dari sebelum penerapan perda tersebut.
b. Irfan Noor, peneliti pada Lembaga Kajian Keislaman dan
Kemasyarakatan Banjarmasin, dalam hasil penelitiannya bertajuk
Perda Syariat Islam: Kajian tentang Penerapan Syariat Islam di
Indonesia mengungkapkan, maraknya gerakan formalisasi syariat
Islam di berbagai daerah ke dalam perda bernuansa syariat Islam
menunjukkan kegagalan pelayanan negara demokrasi. Masyarakat
kemudian menghendaki Syariat Islam yang mencerminkan
keadilan dan ketegasan hukum.
c. Hasil survey Roy Morgan Research pada Juni 2008 yang
menunjukkan: 52% rakyat Indonesia menuntut penerapan syariah
Islam. Juga senafas dengan hasil Survei World Public Opinion.org
bekerjasama dengan University of Maryland Amerika di empat
negara Islam (Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Maroko) pada
Desember 2006 hingga Februari 2007. Khusus di Indonesia, survei
menunjukkan 53% responden menyetujui pelaksanaan syariah
Islam.
d. Hasil survei Gerakan Mahasiswa Nasionalis di kampus-kampus
utama di Indonesia tahun 2006 juga membuktikan, bahwa 80%
mahasiswa menginginkan syariah Islam diterapkan.
2. Kontribusi Umat Islam dalam Perundang-Undangan di Indonesia
a. UUD 1945
i. “Dilihat dari segi naskah dan isinya, UUD 1945 tidak
bertentangan dengan islam (islami), sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Subardja, bahwa kedudukan
agama dalam UUD 1945 cukup mantap dan terhormat,
suasana keagamaan di Indonesia cukup baik dan
“semarak”, ibadah dapat dilaksanakan tanpa ada rintangan
dari pemerintah, bahkan memberi jaminan dan dorongan.”21
ii. “Teuku Muhammad Radhi mengemukakan, salah satu
syarat agar hukum dapat berlaku dengan baik dalam
masyarakat antara lain, hukum tersebut harus sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Bisa dipahami bila
masyarakat Indonesia yang mayoritas islam menghendaki
agar dalam penyusunan hukum nasional hendaknya
memperhatikan Hukum Islam dan tidak bertentangan
dengan Hukum Islam.”22
b. Perundangan Lainnya
i. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, menyatakan bahwa
Piagam Jakarta menjiwai dan merupakan suatu rangkaian
kesatuan dengan UUD 1945. Dalam Piagam Jakarta,
redaksi sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknya.”
ii. Intruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 (Pedoman
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980)
tentang Perjanjian Bagi Hasil. Pada pasal 4 ayat 2

21
Ahmad Subardja, 1995
22
Teuku Muhammad Radhi, 1983
disebutkan adanya kewajiban mengeluarkan zakat sebelum
dilakukan pembagian dalam perjanjian bagi hasil tersebut.
iii. Undang-Undang Perkawinan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan
di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara
Tahun '1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3019).
iv. Undang-Undang Peradilan Agama Undang-Undang No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
3400).
v. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU ini
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari'ah yang antara lain meliputi: bank
syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, asuransi
syari'ah, reasuransi23 syari'ah, reksadana syari'ah, obligasi24
syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah,
sekuritas25 syari'ah, pembiayaan syari'ah, pegadaian
syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan
bisnis syari'ah.
vi. Undang-Undang Pengelolaan Zakat Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September
1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3885).

23
Reasuransi: pengasuransian balik (oleh perusahaan asuransi) atas sesuatu yg telah
diasuransikan oleh pihak lain (kpd perusahaan asuransi tsb) kepada perusahaan asuransi
lainnya
24
Obligasi: surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yg dapat diperjualbelikan
25
Sekuritas: (1) bukti utang atau bukti pernyataan modal, misal saham, obligasi, wesel, sertifikat,
dan deposito; (2) surat berharga
vii. Kompilasi Hukum Islam Perwujudan hukum bagi umat
Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman
yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering
terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu
diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan
bagi kesatuan Hukum Islam.
viii. Undang-undang tentang Wakaf Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459).
ix. Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998,
menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai
memberlakukan sistem ganda duel system banking di
Indonesia, yaitu sistem perbankan konvensional dengan
piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-
akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
C. KESIMPULAN
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian
dari agama Islam. Konsepsi Hukum Islam, dasar, dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
Hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur
kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus
dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan,
dan larangan agama. Banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial
dari Hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang
berlaku. Adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di
kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan Hukum
Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan terwujudnya Hukum
Islam yang sesuai dengan sumber hukum islam.
Apabila umat Islam Indonesia mau melakukan pengkajian hukum
Islam, maka kontribusi umat Islam dalam perumusan hukum nasional yang
bernafaskan hukum Islam semakin besar. Di samping itu, berbagai
problematika hukum Islam yang muncul dalam kehidupan sosial dapat
dipecahkan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen PAI. 2012. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas
Brawijaya. Editor cet VII; Subky Hasbi. Malang: Pusat Pembinaan Agama.

http://www.slideshare.net/moufiedsay/savedfiles?s_title=umat-islam-dan-
kontribusi-umat-islam-indonesia&user_login=ayusefryna

http://lusiya191110.blogspot.com/2013/10/makalah-agama-hukum-islam-
dalam.html

https://www.facebook.com/permalink.php?id=458127690912621&story_fbid=46
4982463560477

http://cyberdakwah.com/2014/01/hasil-survei-penerapan-perda-syariah-di-
indonesia/#

http://ppitunisia.150m.com/artikel/Hukum%20Islam.htm

Anda mungkin juga menyukai