Kelompok 3:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan......................................................................................... 21
4.2
Saran................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
Latar
Belakang
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang terakhir yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah mencakup
segala aspek kehidupan manusia yang berlaku bagi seluruh umat manusia
di seluruh penjuru dunia. Di dalam Agama Islam mempunyai hukum-
hukum yang harus dipatuhi yaitu Hukum Islam. Hukum Islam adalah
hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist nabi. Dengan maraknya
masa modernisasi, globalisasi, dan adat/kebudayaan sekarang ini,
membuat manusia sulit untuk menelaah apakah Hukum Islam yang
berlaku di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan Hukum Islam yang
berlaku dalam Islam? Hal ini dapat menimbulkan kontraversi di dalam
kehidupan masyarakat, hal ini terjadi karena banyak para ulama’ yang
berbeda pendapat.
Oleh karena itu, tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
memberikan informasi serta wawasan kepada masyarakat khususnya Umat
Islam mengenai Apakah Hukum Islam itu, Sumber-Sumber Hukum Islam,
Asas pembinaan Hukum Islam, Fungsi dari Hukum Islam, dan prospek
penerapan Hukum Islam, semoga dengan ini masyarakat jauh lebih
mengetahui tentang Hukum Islam dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian
dari islam. Ada dua istilah yang berhubungan dengan Hukum Islam.
Pertama syari’at, kedua fiqh. Syari’at merupakan Hukum Islam yang
ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah. Sementara fiqh
merupakan hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja. Hukum ini
dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad 1. Hasil pengembangannya
inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqh.
“Hukum Islam kategori syariat bersifat konstan, tetap, maksudnya
tetap berlaku di sepanjang jaman, tidak mengenal perubahan dan tidak
boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang
menyesuaikan dengan syari’at. Sedangkan Hukum Islam kategori fiqh
bersifat fleksibel, elastis, tidak (harus) berlaku universal, mengenal
perubahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.”2
Fiqh merupakan penjelasan dari syari’at yang terang serta
pemahaman dan penggalian terhadap kandungan yari’at yang masih samar.
Sebagaimana diuraikan di atas, fiqh senantiasa berubah. Karena sifatnya
yang berubah-ubah itu, fiqh biasanya disandarkan pada ulama’ mujtahid
yang memformulasikannya, seperti fiqh hanafi, fiqh syafi’i, fiqh hanbali,
fiqh maliki, dan sebagainya. Sedangkan syari’at senantiasa disandarkan
kepada Allah dan Rasulnya.
“Mengenai sifat Hukum Islam, yakni: pertama, bidimensional,
artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan. Disamping itu,
sifat bidimensional yang dimiliki Hukum Islam juga berhubungan dengan
sifatnya yang luas atau kompeherensif. Hukum Islam tidak hanya
mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia. Kedua, adil. Sifat yang kedua ini mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan sifat bidimensional. Dalam Hukum
Islam, keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang
1
Ijtihad: (1) usaha sungguh-sungguh yg dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan
(simpulan) hukum syarak mengenai kasus yg penyelesaiannya belum tertera dl Alquran dan
Sunah; (2) pendapat; tafsiran.
2
Amrullah Ahmad,1996
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Keadilan
merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia baik sebagai
individu maupun masyarakat. Sifat yang ketiga adalah individualistik dan
kemasyarakatan yang diikat oleh nilai-nilai transendental 3, yaitu wahyu
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan sifat ini,
Hukum Islam memiliki validitas4 baik bagi perorangan maupun
masyarakat.”5
Hukum Islam, baik dalam pengertian syari’at maupun fiqh
membahas dua lapangan bidang pembahasan, yakni bidang ibadah dan
bidang mu’amalah. Bidang ibadah membaha tata cara dan upacara yang
wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah, seperti
menjalankan sholat, menjalankan puasa, menunaikan zakat, dan
melakanakan haji. Adapun mu’amalah dalam pengertian luas adalah
ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial
manusia walaupun ketetapan itu terbatas pada yang pokok-pokok saja,
seperti perdagangan, pernikahan, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad (pemikiran)
manusia yang memenuhi syarat yang melakukan hal itu ( M. Daud Ali,
1996).
2. Sumber Hukum Islam
“Sumber hukum dalam ilmu hukum dibagi menjadi dua, materiil dan
formil. Sumber hukum materiil merupakan salah satu bidang kajian filsafat
hukum yang menentukan dari mana dan apakah suatu hukum sudah dapat
dan mempunyai kekuatan yang mengikat sebagai norma yang ditaati.
Sedangkan sumber hukum formil berisi tentang aturan yang merupakan
hukum positif (yang berlaku), antara lain, perundang-undangan, kebiasaan
(adat), yurisprudensi (keputusan hakim), perjanjian (traktat) dan ilmu
pengetahuan hukum.”6
3
Transendental: (1) menonjolkan hal-hal yg bersifat kerohanian; (2) sukar dipahami; (3) gaib; (4)
abstrak.
4
Validitas: sifat benar menurut bahan bukti yg ada, logika berpikir, atau kekuatan hukum
5
M. Tahir Azhary, 1992
6
Suparman Usman, 2001
“Hukum Islam digali dari dalil-dalil yang terperinci dalam Al-
Qur’an, Sunnah dan beberapa metode yang di tafsirkan kepada dua sumber
uatama tersebut. Pada dasarnya Al-Qur’an dan Sunnah baik secara jelas
dan gamblang (eksplisit) maupun samar-samar (implisit) mengandung
keseluruhan Hukum Islam. Namun demikian, yang samar-samar perlu
digali lebih lanjut dengan menggunakan kemampuan akal, inilah yang
biasa disebut dengan ijtihad.”7
1. Al-Qur’an
Al-qur’an berasal dari kata qira’ah, artinya “bacaan”, yaitu kitab
suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad (Q.S. Al-
Qiyamah : 18). Ada juga yang berpendapat bahwa “ al-qur’an”
merupakan kata sifat dari al-qar’u yang berarti al-jam’u (kumpulan),
karena Al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat yang
memuat kisah, perintah dan larangan, selain itu juga karena Al-Qur’an
mengintisarikan kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat, Zabur dan Injil).
Menurut Imam Ghazali, kata “Al-Qur’an” adalah nama, bukan kata
bentukan. Dari pendapat diatas, maka Al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal,
membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, tertulis
dalam mushaf8; dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri surah al-
Nas.
Al-Qur’an mempunyai beberapa nama, antara lain : al-Kitab,
Kitabullah, al-Furqan, al-Dzikr, al-Mubin, al-Karim, al-Kalam, al-
Nur, dan sebagainya. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, suatu
bahasa yang kaya kosa kata dan sarat kandungna makna.
Namun demikian bukan berarti semua orang (Arab) yang mahir
bahasa Arab dapat memahami Al-Qur’an secara rinci. Menurut
Ahmad Amin, para sahabat tidak sanggup memahami kandungan Al-
Qur’an hanya dengan mendengar dari Rasullullah. Karena itu, dalam
memahaminya diperlukan berbagai ilmu yang menunjang.
7
Said Agil al-Munawwar, 2002
8
Mushaf: bagian naskah Al-quran yg bertulis tangan
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-
Qur’an, yaitu :
a. Mujamal, Al-Qur’an hanya menerangkan pokok dan kaidah
hukum saja, sedangkan perincian dijelaskan dalam Sunnah dan
ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan denga masalah-
masalah ibadah.
b. Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum jihad, undang-
undang perang ( tawanan, rampasan), hubungan umat islam
dengan umat lainnya.
c. Jelas dan terperinci, berkenaan dengan masalah hutang-piutang,
makanan halal-haram, sumpah, memelihara kehormatan wanita
dan perkawinan.
- Tafasir Sufi, penafsiran yang dilakukan oleh para sufi yang pada
umumnya dipengaruhi oleh mistisme9 (tasawuf).
9
Mistisme: ajaran yg menyatakan bahwa ada hal-hal yg tidak terjangkau oleh akal manusia
10
Mazhab: aliran mengenai hukum fikih yg menjadi ikutan umat Islam
- Tafsir Falsafi, menafsirkan Al-Qur’an menggunakan teori-teori
filsafat, biasannya berdasarkan pada ilmu kalam dan simantik
(logika).
11
Terminologi: ilmu mengenai batasan
- Khabar, digunakan terhadap apa yang datang dari selain Nabi
SAW.
- Atsar, apa yang datang dari sahabat, tabi’in dan orang sesudahnya.
a. Ijma’
12
Empirik: berdasarkan pengalaman (terutama yg diperoleh dr penemuan, percobaan,
pengamatan yg telah dilakukan)
13
Dialektis: hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu
masalah
memiliki legitimasi14 etika. Sedangkan agama, menyediakan formulasi-
formulasi etika dan moral yang dapat dikembangkan dalam konteks
demokrasi.
Untuk melihat hakikat etis agama dan demokrasi, dapat ditinjau dari
awal munculnya demokrasi dan muatan teologis-etis 15 dari agama. Dalam
sejarahnya, demokrasi muncul sebagai bentuk reaksi dan dekonstruksi
terhadap system sebelumnya yang cenderung totaliter, diktator, dan
otoriter. Demokrasi pertama-tama menawarkan kerangka pandang
filosofis, sebelum dikembangkan dalam suatu sistem politik, pandangan
ilosofis yang paling pokok dari demokrasi adalah pengakuan terhadap
harkat dan martabat manusia, yang berimplikasi pada adanya pengakuan
ham.
Sementara itu dalam islam, kedaulatan mutlak dan keesaan tuhan
yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang
terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya
para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat diangggap demokratis. Didalamnya tercakup definisi khusus
dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat
manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Demokrasi Islam dianggap sebagai system yang mengukuhkan
konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura),
persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihad).
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan
manusia. Masalah musyawarah ini dengan jelas juga disebutkan dalam Al-
Qur’an surat al-Syura : 28, yang isinya berupa perintah kepada para
pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka
yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian tidak
akan terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap
rakyat yang dipimpinnya.
14
Legitimasi: pernyataan yg sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-undang)
15
Teologis-etis: pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah
dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci)
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam
masalah demokrasi, yakini konsensus atau ijma’. konsensus memainkan
peranan yang menentukan dalam perkembangan Hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum atau tafsir
hukum. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem
yang mengakui suara mayoritas. Beberapa cendekiawan kontemporer
menyatakan bahwa dalam sejarah islam, karena tidak ada rumusan yang
pasti mengenai stuktur Negara dalam Al-Qur’an, legitimasi Negara
bergantung pada sejauhmana organisasi dan kekuasaan Negara
mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernah ditekankan oleh
pada ahli hukum klasis, legitimasi pranata-pranata Negara tidak berasal
dari sumber tekstual tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma’ . atas
dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam
suatu demokrasi islam.
Selain syura’ dan ijma’ ada konsep yang yang sangat penting dalam
konsep demokrasi islam, yaitu ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya
ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan disuatu
tempat atau waktu.
6. Hak dan Kewajiban Asasi dalam Islam
Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah : 56 Allah menyatakan secara
implisit bahwa pada hakekatnya jin dan manusia diciptakan untuk
mengemban kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban mereka yang
utama adalah menyembah Allah. Manusia diciptakan oleh Allah untuk
menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan apabila kewajiban-kewajiban
itu telah dipenuhi maka dengan sendirinya ia akan memperoleh hak-
haknya. Pada hakekatnya hak-hak manusia itu merupakan imbalan
daripada kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Salah satu ciri
khas Hukum Islam adalah memberikan kepada setiap manusia kewajiban-
kewajiban sebagai tugasnya yang pertama dan utama, berlainan dengan
sistem hukum Barat yang mengutamakan hak-hak seseorang.
B. PEMBAHASAN
1. Penerapan Hukum Islam dalam Kehidupan Muslim
Allah SWT telah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah secara
bertahap sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Karena seperti yang
telah dijelaskan dalam Surat Al-Anbiya ayat 107,
´ i¸ ´¹´ ˚¸ ˝ ´ ˚ 3 ¹ 3˚ ´ ¹ ´
¸! ´: p
˚
~
˚ t´ ´ : ˚ ´ ¹ ´ ´
¸ ˚ ´ ˚ ´ ´ p˚:¸ ˚ ´i ˚ ˚ ˚œ3˚ :´ 'p´ ˚
˚œ›´ 'p´ œ˚ ´ ˚ ¸ ´ ´ p´ ˚ ´ :˚ ´ 't´ ¹ ´ ¸ ˚ ˚ ´:i˚ ´ ˚ ˚ ' ¸ ´
p´
´ p˚ ~ ´ ˚i ˚
¹ ¹:' 3˝ i¸ ´ ' ˚ ¸ ˚´¸ ˚i ¹ ´ : ¹´ 'p˚ p´ i˚ ´
´ ´ ¸!p ¸ ˚˚´i ´˚ ˚ ´˚´ ´˚¸´ ¸!
p˚:: i
3
16
Degradasi: kemunduran, kemerosotan, penurunan
17
Mujtahid: ahli ijtihad
18
Munafik: berpura-pura percaya atau setia kpd agama dsb, tetapi sebenarnya dalam hatinya
tidak;
19
Munasabah: sesuai; tepat benar
20
(Andi Partabai Pokobori, 2013).
pelajar. Angka pembunuhan dan pemerkosaan yang dulu tinggi, sekarang
menurun drastis.
21
Ahmad Subardja, 1995
22
Teuku Muhammad Radhi, 1983
disebutkan adanya kewajiban mengeluarkan zakat sebelum
dilakukan pembagian dalam perjanjian bagi hasil tersebut.
iii. Undang-Undang Perkawinan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan
di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara
Tahun '1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3019).
iv. Undang-Undang Peradilan Agama Undang-Undang No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
3400).
v. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU ini
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari'ah yang antara lain meliputi: bank
syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, asuransi
syari'ah, reasuransi23 syari'ah, reksadana syari'ah, obligasi24
syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah,
sekuritas25 syari'ah, pembiayaan syari'ah, pegadaian
syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan
bisnis syari'ah.
vi. Undang-Undang Pengelolaan Zakat Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September
1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3885).
23
Reasuransi: pengasuransian balik (oleh perusahaan asuransi) atas sesuatu yg telah
diasuransikan oleh pihak lain (kpd perusahaan asuransi tsb) kepada perusahaan asuransi
lainnya
24
Obligasi: surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yg dapat diperjualbelikan
25
Sekuritas: (1) bukti utang atau bukti pernyataan modal, misal saham, obligasi, wesel, sertifikat,
dan deposito; (2) surat berharga
vii. Kompilasi Hukum Islam Perwujudan hukum bagi umat
Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman
yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering
terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu
diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan
bagi kesatuan Hukum Islam.
viii. Undang-undang tentang Wakaf Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459).
ix. Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998,
menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai
memberlakukan sistem ganda duel system banking di
Indonesia, yaitu sistem perbankan konvensional dengan
piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-
akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
C. KESIMPULAN
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian
dari agama Islam. Konsepsi Hukum Islam, dasar, dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
Hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur
kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus
dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan,
dan larangan agama. Banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial
dari Hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang
berlaku. Adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di
kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan Hukum
Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan terwujudnya Hukum
Islam yang sesuai dengan sumber hukum islam.
Apabila umat Islam Indonesia mau melakukan pengkajian hukum
Islam, maka kontribusi umat Islam dalam perumusan hukum nasional yang
bernafaskan hukum Islam semakin besar. Di samping itu, berbagai
problematika hukum Islam yang muncul dalam kehidupan sosial dapat
dipecahkan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen PAI. 2012. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas
Brawijaya. Editor cet VII; Subky Hasbi. Malang: Pusat Pembinaan Agama.
http://www.slideshare.net/moufiedsay/savedfiles?s_title=umat-islam-dan-
kontribusi-umat-islam-indonesia&user_login=ayusefryna
http://lusiya191110.blogspot.com/2013/10/makalah-agama-hukum-islam-
dalam.html
https://www.facebook.com/permalink.php?id=458127690912621&story_fbid=46
4982463560477
http://cyberdakwah.com/2014/01/hasil-survei-penerapan-perda-syariah-di-
indonesia/#
http://ppitunisia.150m.com/artikel/Hukum%20Islam.htm