Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang Maha Kuasa yang telah memberikan kami
begitu banyak nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, terutama nikmat yang hanya
diberikan kepada manusia, yakni nikmat berakal untuk menyelam lebih dalam ilmu pengetahuan.
Shalawat serta salam tiada hentinya kami lantunkan kepada satu-satunya manusia pilihan-Nya
untuk memberi petunjuk bagi seluruh manusia di muka bumi, yaitu Rasulullah SAW yang telah
memberikan tauladan terbaik dalam berukhuwa yang kami nantikan syafa'atnya di yaumul
qiyamah nanti.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih banyak kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini.
Kami sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
mendukung dan membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua Aamiin.
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan ...................................................................................................................1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembaharuan pemikiran hukum Islam di masa abad modern umumnya berbentuk tawaran-
tawaran metodologi baru yang berbeda dengan metodologiklasik. Paradigma yang digunakan
cenderung menekankan wahyu dari sisikonteksnya.Hubungan antara teks wahyu dengan
perubahan soisal tidak hanya disusundan dipahami melalui interpretasi literal tetapi melalui
interpretasi terhadap pesan universal yang dikandung oleh teks wahyu. Walaupun tawaranme
todologi hukum Islam tersebut memiliki model yang berbeda-beda antarasatu tokoh dengan
yang lainnya, namun secara umum mereka memiliki kecenderungan rasional-filosofis atau
dengan kata lain menggunakan paradigma nalar burhani (rasio) sebagai pijakan pemikiran
mereka.Rasionalitas yang dibangun oleh ulama fikih ingin melakukan penalaran yang sesuai
dengan tuntunan Allah swt. yang ujungnya adalah tercapainya kemaslahatan manusia pada
umumnya di dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem hukum Islam dibangun dengan landasan wahyu ilahi tradisiketuhanan dan sangat erat
dengan nilai-nilai penghormatan terhadapkemanusiaan, yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad untuk seluruhumat manusia dan seluruh alam, originalitas dan internalisasinya
ditaati olehseluruh umat Islam, dan hukum islam telah melewati perjalanan sejarah
yang panjang seiring perkembangan zaman.
Hukum Islam adalah hukum yang dibuat untuk kemaslahatan hidupmanusia. Hukum
Islam sudah seharusnya mampu memberikan jalan keluar dan petunjuk terhadap kehidupan
manusia baik dalam bentuk sebagai jawa banter hadap suatu persoalan yang muncul maupun
dalam bentuk aturan yang dibuatuntuk menata kehidupan manusia.Hukum Islam dituntut
untuk dapat menyahuti persoalan yang munculsejalan dengan perkembangan dan perubahan
yang terjadi di masyarakat.
Hal itu dilakukan agar hukum Islam mampu mewujudkan kemaslahatandalam setiap
aspek kehidupan manusia di segala tempat dan waktu. Dalam teorihukum Islam kebiasaan
dalam masyarakat (yang mungkin saja timbul sebagaiakibat adanya modernitas) dapat
dijadikan sebagai hukum baru (al-adahmuhakkamah) selama kebiasaan tersebut sejalan
dengan prinsip-prinsip ajaranIslam.
Berdasarkan prinsip tersebut dapat dipahami bahwa modernisasi yangterkait dengan segala
macam bentuk muamalah diizinkan oleh syariat Islamselama tidak bertentangan dengan
prinsip dan jiwa syariat Islam.Berbeda dengan bidang muamalah, hukum Islam dalam bidang
ibadah tidakterbuka kemungkinan adanya modernisasi melainkan materinya
2
harus berorientasi kepada nas al-Qur’an dan hadis yang telah mengatur secara jelas tentang
tata cara pelaksanaan ibadah tersebut. Namun modernisasi dalam bidang sarana dan
prasarana ibadah mungkin untuk dilakukan.
Menurut Harun Nasution sejarah Islam terbagi ke dalam tiga periode yaitu periode klasik
(650-1250 M.), periode pertengahan (1250-1800 M.) dan periodemodern (1800 M.- dan
seterusnya). Persepsi muslim tradisional (pra modern),hukum Islam menyajikan sebuah
sistem yang ditakdirkan Tuhan yang tidak adakaitannya dengan berbagai perkembangan
historis.Muslim tradisional berpendapat bahwa al-Qur’an dan sunah telah memberikan uraian
rinci tentang segala sesuatu. Menurut muslim tradisional hanya ada satu sumber yang
terdapat aturan-aturan hukum yang dikembalikanyaitu wahyu Tuhan. Ide tentang hukum
natural tidak dikenal. Coulsonmenyimpulkan bahwa pemahaman tradisional tentang
perkembangan hukumIslam tidak memiliki historis.
Abad ke-20 merupakan masa kelanjutan dari kecenderungan ke arah modernisasi melalui
pengabsahan di berlakukanya hukum hukum barat di beberapa Negara islam. Dalam
kenytaannya, bangsa bangsa muslim justru hanya berhasil mengembangkan system system
modern secara terbatas pada hukum keluarga saja. Di pihak lain, muncul wacana
menghendaki cara sekuler yang menyatakan perlunya di kembangkan islam modern
dengan cara memisahkan agama dari persoalan politik dan hukum. Di dunia Islam sekarang
timbul tuntutan-tuntutan baru untuk kembali lagikepada pandangan hidup yang Islami.
Kebangkitan kembali Islam dibidang politik harus dibarengi tuntutan bagi pembinaan
sistem hukum yang Islami,yang dilakukan oleh orang-orang yang meyakini bahwa syariahlah
yangseharusnya memberikan cirri khas Islam pada negara dan rakyatnya. Subhi Mahmasami
mengemukakan perlunya reinterpretasi dan adaptasihukum Islam sejalan dengan
3
perkembangan dunia modern saat ini. SubhiMahmasami menambahkan bahwa untuk
mengobati penyakit taklid buta dan fanatisme terhadap mazhab dperlukan adanya
ijtihad.Pintu ijtihad harus terbuka lebar bagi siapa saja yang memiliki kemampuanyang dapat
diandalkan di bidang hukum. Memberikan kebebasan kepada kaummuslimin untuk
menafsirkan hukum Islam, kebebasan berpikir dan menjadikan pikiran itu mampu
menciptakan karya karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Maksud dari dengan tidak sesuai dengan keadaan dan kemaslahatan manusia masa
sekarang adalah ketentuan hukum lama yang merupakan hasil ijtihad para ulama terdahulu
sudah tidak mampu lagi merealisasikan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat masa kini.
Sejalan dengan hal tersebut, Umar Shihab mengemukakan metode ijtihad yang cocok
dengan kondisi saat ini sebagai berikut:
4
Upaya untuk mengantisipasi permasalahan ini tidak akan tercapai apabila mujtahid sekarang
hanya terpaku pada pendapat ulama salaf,sebab para mujtahid belum mengalami kasus-kasus
itu dan berijtihad dalam hal tersebut.
Pada masa sekarang ini dan paling relevan serta dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya
secara ilmiah dan akademik adalah dilakukan dengan cara kolektif (jama’i), yaitu ijtihad
yang melibatkan beberapa ahli lintas profesi. Sebenarnya apa yang disebut dengan ijtihad
kolektif (dalamBahasa Arab sering disebut al-ijtihad al-Jama’i) tidak jauh bedanya dengan al
-ijtihad al-fard (ijtihad personal). Bedanya hanya kalau dalam ijtihad kolektif,ijtihad
dilakukan secara bersama-sama oleh sejumlah ulama. Sedangkan al-ijtihad al-fard, ijtihad
dilakukan secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, pengertian ijtihad kolektif dapat
dimaknai dengan : “Usaha sungguh-sungguh sejumlah ulama dalam memahami hukum syar’i
dari dalil-dalil yang mu’tabar, kemudian mereka sepakat terhadap sebuah keputusan hukum
setelah terjadi dialoq di antara mereka. ”Perkataan “sejumlah ulama” dalam devinisi di atas,
supaya dipahami bahwa ijtihad kolektif ini tidak temasuk dalam katagori ijmak. Karena
syarat ijmak sebagaimana dimaklumi dalam kajian ushul fiqh harus merupakan kesepakatan
semua ulama mujtahid yang hidup pada suatu masa tanpa kecuali. Sedangkan ijtihad kolektif
hanya diikuti oleh sekelompok ulama yang bisa saja dibatasi oleh letak geografi tertentu
seperti Indonesia atau organisasi tertentu.
Dr Wahbah Zuhaili menyebut pengertian ijtihad kolektif ini dengan lebihrinci, yakni sebagai
berikut :
Hukum yang disepakati oleh sejumlah ulama yang diakui kafasitasnya setelah melakukan
kajian terhadap objek tertentu dan mendahulukan kajian atasnya serta dengan mengkaji
pendapat-pendapat yang didapati dari ulama-ulama terdahulu. Kemudian mendatangkan
dalil-dalil ulama-ulama tersebut serta mendiskusikannya, kemudian melakukan tarjih di
antara pendapat pendapat tersebut, sehingga menghasilkan suatu pendapat berdasarkan dali
l yang kuat dan kepastian masalahnya.
Ijtihad yang dilakukan secara secara bersama-sama dari orang yang memiliki dan
menguasai disiplin beragam akan bisa menyerap seluruh persoalan yang dihadapi. Hasil
ijtihadnya pun diharapkan mampu memberikan jawaban secara utuh dan menyeluruh.
5
Qaradhawi mengatakan bahwa fikih harus berkaitan dengan kenyataan dan menjelaskan
hikmahnya. Bahkan seyogyanya fikih kontemporer memanfaatkan hasil istinbat hukum para
fuqaha yang bersifat umum dan kaidah yang berkaitan dengan perusahaan yang mereka
tetapkan dalam rangka bergiat fikih perusahaa kontemporer.
Contoh, pembahasan zakat ternak seperti unta, kambing dan sapi masih berpedoman
pada kitab-kitab klasik yang belum menyentuh ranah perusahaanseperti perbankan,
perusahaan sekurites, pasar saham, pasar uang, indeks saham dan sejenisnya yang membuat
kaum muslimin bertanya tentang hukumnya dimana-mana.
Searah dengan pendapat tersebut, reformasi serta renovasi bahasa kitab-kitab klasik
yang dikemas ke dalam bahasa modern agar cepat dipahami dengandengan bahasa masa kini,
seperti mereformasi kata qullah, hasta, bintu labun,mud dan sejenisnya dengan ukuran
standar masa kini seperti kilogram, metermeter kubik, dollar dan lain-lain.Rasionalitas
hukum Islam modern tidaklah sepenuhnya benar. Membuang atau menghilangkan pemikiran
klasik tidaklah sepenuhnya salah.Menyandingkan dan menyelaraskan keduanya sangat
diperlukan dalam kearifan hukum.Rasionalitas yang terbingkai oleh nas menjadi rambu bagi
pemikir-pemikir hukum Islam modern untuk menjaga keaslian hukum agar tidak lepas dari
maqasid syari’ah yang sesungguhnya.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep dasar pemikiran hukum Islam modern mengedepankan modernitas yang realistis
sesuai kebutuhan dan tuntutan persoalan yang diharapkan mampu menjawab segala
persoalan dari segala aspek.
2. Pemikiran hukum Islam terus mengalami perkembangan seiring dengan persoalan yang
makin kompleks. Pemikiran ulama terdahulu dianggap sudah relevan dalam menyahuti
segala persoalan. Merubah paradigm taklid buta dengan rasionalitas.
3. Mayoritas ulama mendukung akan perkembangan pemikiran hukum Islam tetapi berbeda
dalam penerapan sistem. Para ulama sepakat mengedepankan rasional tanpa harus
meninggalkan nas. Hal ini dilakukan agar maqasid Tuhan tetap terjaga.
7
DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Fathurrahman. 1997. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Muallim, Amir dan Yusdani, 1999.Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Yogyakarta: UII
Pres,Mustafa dan Abdul Wahid. 2009.Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: SinarGrafika.
Zuhaili Wahbah. 2011. Al- Ijtihad fi ‘Asrina haza min Haitsu al -Nadhriyah wa al-Tathbiiq,
Majalah Dirasaat al-Alam al-Islami. Maret.
Mustafa dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: SinarGrafika.
https://www.academia.edu/44410295/HUKUM_ISLAM_DI_MASA_ABAD_MODERN