Anda di halaman 1dari 17

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM: DINAMIKA PENERAPAN NILAI-NILAI

HUKUM ISLAM PADA HUKUM NASIONAL

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam

Disusun Oleh :

SASA DWI SEPTIYANA (220710101200)

SHELVYA MELANI PUTRI (220710101119)

ADELIENE LOUIS (220710101116)

IYAKSA TIRTA AMUKTI (220710101298)

ADDIAN ALIF FIRMANSYAH. (220710101393)

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya baik berupa sehat
fisik maupun akal pikiran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas Hukum Islam. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada
Bapak M Erfan Muktasim B, S.HI., M.HI. Selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Islam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca supaya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik.
Demikian, apabila terdapat banyak kesalahan pada penulisan makalah ini saya mohon maaf.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Terima kasih.

Jember, 17 Oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Islam adalah Syariah yang berarti aturan-aturan yang ditetapkan Allah bagi umat-
Nya melalui Nabi SAW, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan keyakinan (aqidah) dan
hukum-hukum yang berkaitan dengan amalia (perbuatan) yang dilakukan oleh seluruh umat
Islam. Berbicara tentang hukum Islam sama saja tentang Islam sebagai agama. Memang
benar apa yang mereka katakan Joseph Sachs, Tidak mungkin mempelajari Islam tanpa
mempelajari hukum Islam. Hal tersebut menunjukkan bahwa hukum sebagai lembaga
keagamaan memang memiliki posisi yang sangat penting.

Jika kita telisik dari Sejarah pada masa itu, ternyata syariah sudah ada pada zaman
Nabi/Rasulullah berlangsung selama kurang lebih 22 tahun terhitung sejak diangkatnya Nabi
Muhammad SAW. ia menjadi rasul (610 M) hingga wafatnya (632 M). Periode tersebut
termasuk dalam kategori pertama turunnya syariat (Anin & Kahlmeyer, 2015). Selanjutnya,
masa syariah pada era Khulafaur Rasyidin terhitung dari mulainya wafat Nabi Muhammad
SAW. (11 H) hingga akhir kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib. Lalu setelahnya, syariah era
Tabi’in, kekhalifahan Umayyah sejak beralihnya kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib ke tangan
Muawiyah hingga awal abad ke-2 H. Periode setelahnya adalah periode di era keemasan di
tangan Dinasti Abbasiyyah yang berlangsung kurang lebih selama 250 tahun (189 H/720 M -
430 H/961 M), periode ini termasuk dalam masa keemasan dari periodisasi pembentukan
syariah. Selanjutnya, periode kebangkitan syariah yang ditandai dengan sebuah pembentukan
mazhab dan fikih yang dilakukan oleh ahl al-ra’yi dan ahl al-hadits. Dengan demikian,
menurut Al-Faḍlī (1992), tārīkh al-tashrī' adalah mempelajari sejarah pembentukan dan
perkembangan fikih Islam, yang meliputi perkembangan dan periodisasi sejarah, konteks
yang mempengaruhi perkembangannya, pusat evolusinya, sejarah mazhabnya, serta metode
dan sumber hukum Islam menurut pesantren. Dalam era modernisasi ini, salah satu aspek
pemikiran yang ikut mengalami tuntutan respon dan perubahan adalah bidang hukum Islam,
dimana banyaknya persoalan-persoalan baru yang muncul pada abad modern ini, yang belum
dijelaskan dalam nash al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan oleh para Fuqaha. Dalam menghadapi
persoalan inilah, penafsiran dan upaya penemuan hukum dan ahli hukum Islam sangat
dituntut. Karena nash al Qur’an dan al-Hadits tidak begitu saja disosialisasikan
untukmeresponi persoalan kultural, atau berlaku hanya pada waktu tertentu saja, tapi juga
diperuntukan buat seluruh masyarakat (pada waktu tertentu), sampai hari kiamat1. Islam
masuk ke Indonesia pada abad I Hijriah atau VII Masehi yang di bawa oleh pedagang -
pedagang arab tidak berlebihan jika era ini adalah era dimana hukum islam untuk pertama
kalinya masuk ke wilayah Indonesia. Namun penting untuk di catat seperti apa yang
dikatakan oleh Martin Van Bruinessen, penekanan pada aspek fiqih benarnya adalah
fenomena yang berkembang belakangan.

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam Sejarah hukum islam dibagi
menjadi beberapa priode. Pembagian priode hukum islam ini yaitu :

1. Pada masa nabi Muhammad saw (610 M - 632 M)


2. Pada masa khulafaur rasidin (632 M - 662 M)
3. Pada masa pembinaan & pembukuan (abad VII M-X M)
4. Masa kelesuan pemikiran (abad X M-XIX M)
5. Masa kebangkitan (XIX M sampai sekarang)

Tidak dapat dipungkiri babwa umat Islam di Indonesia adalah unsur paling mayoritas. Dalam
tataran dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia bahkan dapat disebut sebagai
komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan.

1.2 Sistematika Penulisan


Dalam memahami substansi makalah ini, maka perlu dikemukakan sistematika
penulisan yang merupakan sebagai kerangka dan pedoman dalam penulisan makalah ini.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut. Yaitu pada Bab satu Pendahuluan
yaitu membahas latar belakang dan sistematika penulisan makalah.
Kemudian pada Bab dua yaitu permasalahan, berisi sub bab rumusan masalah dan sub
bab tujuan dan manfaat. Pada sub bab rumusan masalah berisi beberapa permasalahan yang
akan dibahas pada makalah ini. Dan pada sub bab tujuan dan manfaat merupakan suatau
manfaat yang diharapkan penulis bagi pembaca stelah membahas rumusan masalah.
Bab tiga pembahasan, merupakan isi pembahasan yang berisi gambaran atau
pembahasan topik tentang apa yang dibahas sesuai dengan permasalahn atau rumusan
masalah secara komprehensif dan jelas. Dan yang terakhir Bab empat penutup, yaitu berisi

1
Ahmad Munir, “TANTANGAN HUKUM ISLAM DI ABAD MODERN” (2002) 2 at 166.
penutup bagian akhir dari makalah ini yang berisi jawaban singkat atau kesimpulan dari
masalah yang dibahas.
BAB II
Permasalahan

2.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan Hukum Islam sampai pada masa kini?
2. Bagaimana dinamika pengintegrasian nilai-nilai hukum islam dalam hukum nasional?

2.2 Tujuan
1. Mengetahui perjalanan dan perkembangan hukum islam pada waktu, zaman yang silih
berganti
2. Untuk mengetahui bagaimana peluang dan tantangan hukum islam dalam penerapan,
penyatuan nilai-nilai terhadap hukum nasional di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Hukum Islam
Hukum islam di indonesia, sesungguhnya adalah hukum yang hidup, berkembang, dikenal
dan sebagainya di taati oleh umat islam di negara ini. Hukum islam masuk ke indonesia yang
menurut sebagian kalangan telah berlangsung sejak abad VII atau VIII M. Hukum islam
berawal dari hukum kekejaman dalam artian setiap orang yang melanggar aturan-aturan islam
akan dihukum secara bertahap mulai dari peringatan, kekerasan, bahkan sampai pemotongan
bagian-bagian tubuh. Akan tetapi seiiring berkembangnya peradaban islam hukum islam
menjadi lebih moderat dalam artian menyesuaikan dengan hukum-hukum yang berdasarkan
rasa kemanusiaan.
Perkembangan Hukum Islam sendiri secara umum terbagi menjadi 5 zaman, yaitu :
A). Zaman Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi Muhammad SAW, hukum Islam berkembang melalui wahyu langsung dari
Allah SWT kepada Nabi dalam bentuk Al-Qur'an. Nabi Muhammad juga memberikan
pengajaran dan praktik hukum sebagai contoh bagi umat Muslim.
B). Zaman Khalifah Rashidin
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, keempat khalifah (Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) mengembangkan hukum Islam berdasarkan Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi. Mereka juga membuat keputusan hukum berdasarkan prinsip-
prinsip Al-Qur'an dan panduan Nabi.
C). Zaman Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah
Pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, hukum Islam semakin berkembang
dengan adanya penggunaan ijtihad (upaya pemahaman dan aplikasi hukum berdasarkan Al-
Qur'an dan Sunnah) oleh para ulama. Karya-karya besar dalam bidang fiqh (ilmu hukum
Islam) juga mulai muncul seperti kitab-kitab Hadis dan Tafsir.
D). Zaman Madzhab Hukum Islam
Pada abad ke-9 hingga ke-14, berbagai madzhab didirikan oleh ulama-ulama terkemuka
seperti Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Madzhab-madzhab ini
mengembangkan pendekatan berbeda dalam penafsiran dan aplikasi hukum Islam. Hal ini
memperkaya pemahaman hukum Islam dan memberikan keragaman dalam interpretasi.
E). Zaman Modern
Pada abad ke-19 dan seterusnya, ada perubahan besar dalam perkembangan hukum Islam.
Beberapa negara Muslim mulai menggunakan hukum positif barat sebagai landasan hukum
mereka, dengan mengadopsi beberapa prinsip hukum Islam secara terbatas. Dengan pengaruh
yang diberikan oleh hukum positif barat pada zaman ini hukum islam lebih berasaskan rasa
kemanusiaan atau lebih bersifat humanistik.

3.2 Dinamika Dalam Intergrasi Nilai-Nilai Hukum Islam Pada Sistem Hukum Nasional
Di Indonesia banyak sekali warna corak yang mewarnai dalan dunia hukum. Hukum
nasional yang ada di Indonesia pada saat ini merupakan suatu bentuk konstruksi dari
beberapa hukum yang ada di Indonesia.Sistem hukum yang mempengaruhi hukum nasional
tersebut yaitu terbentuk oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu hukum barat, hukum adat, dan
sistem hukum islam, yang mana ketiga sistem hukum tersebut menjadi sub sistem hukum
dalam sistem hukum yang ada di Indonesia. Problematika penerapan hukum islam di
Indonesia dipengaruhi Kultur masyarakat.2 Sistem hukum barat yang mana merupakan suatu
hukum warisan dari kolonial penjajah Belanda yang pada saat itu menajajah Indonesia dalam
kurun waktu 350 tahun. Disamping menjajah, Belanda juga meninggalkan banyak sekali
peninggalan-peninggalan. Salah satu peninggalan nya yaitu produk hukum HIR, Rbg,
KUHD, KUHPerdata. KUHP. Berbagai banyak warisan hukum tersebut yang kemudian
dalam berjalannya waktu terakumulasi seperti halnya asas konkordansi. Oleh karena hal
tersebut bisa dikatakan bahwa hukum barat sendiri merupakan salah satu hal yang sangat
menjadi sub sistem hukum berlaku di Indonesia. Kemudian sistem hukum adat, sistem hukum
adat yang berlandaskan pada keadaan, perilaku masyarakat adat. Bersendikan pada dasar-
dasar alam pikiran bangsa Indonesia, dan juga dasar dasar alam pikiran yang hidup di dalam
masyarakat Indonesia. Hukum adat sendiri merupakan sebuah hukum yang biasa dikatakan
sebagai hukum kebiasaan yang mana hukum adat sendiri merupakan hukum yang didalamnya
memiliki aturan yang dibuat atau dirumuskan berdasarkan pada tingkah laku masyarakat
yang didalamnya tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah peraturan yang harus
ditaati dalam sendi kehodupan masyarakat Indonesia. Hukum Adat sendiri juga diakui oleh
negara sebagai wujud bentuk hukum yang sah dibuktikan dengan dijadikannya salah satu dari
beberapa aturan yang dibuat dan terdapat pada UUD 1945 setelah Indonesia merdeka. Lalu

2
Norcahyono Norcahyono, “PROBLEMATIKA SOSIAL PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA” (2019) 18:1
JURIS J Ilm Syariah 23 at 27.
kemudian Hukum Islam yang memiliki mana bersumber pada Al-Quran, Hadist & Ijtima’
para ulama. Hukum islam memiliki peran sangat krusial dalam pembangunan hukum nasional
yang sekarang digunakan di Indonesia. Oleh karena hukum islam yang bersumber pada Al-
Quran dan Hadist kemudian dikonkretkan oleh para mutjahid dengan ijtihadnya. Maka
melihat gejala sosial hukum tersebut sebagai perbenturan antara tiga sistem hukum, yang
direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda dulu yang hingg kini masih belum bisa
diatasi, seperti terlihat dalam sebagian kecil pasal pada UU No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.3

Dari ketiga sub sistem yang menjadi bahan pembangunan hukum nasional di
Indonesia tersebut dapat dinilai bahwa hukum islam yang dominan memeberi peluang
memberi masukan bagi pembentukan hukum nasional. Oleh karena mayoritas masyarakat
Indonesia yang beragama Islam maka nilai-nilai yang ada pada hukum islam tidak terlalu
asing dan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Kemudian hukum islam juga dianggap
atau dinilai objektif. Lalu hukum adat juga berpeluang besar bagi pembangunan hukum
nasional, namun yang menajadi harapan utama dalam pembentukan hukum nasional yaitu
sumbangsih terhadap hukum Islam. Terbukti bahwa hukum islam memilki peran sangat
penting terhadap pembangunan hukum nasional. Ada beberapa hal yang menjadikan hukum
islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu:

1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti : UU Perkawinan, UU
Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU
Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lain,
baik yang secara langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah
dengan prinsip syari'ahnya atau UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang
semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 90 persen beragama Islam
akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi
kepentingannya.

3
Ratni Kasmad, “Peluang Dan Tantangan Integrasi Nilai-Nilai Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional”
01:01 at 62.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas
keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran
mereka menjalankan syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya
kemauan politik dari pemerintah untuk mengadopsi Hukum Islam maka cukup berat
untuk menjadi bagian dari Tata Hukum di Indonesia

Kemudian kalau dilihat pada realitas politik dan perundang-undangan yang ada di Indonesia
bahwa nilai-nilai hukum islam yang ada dalam pembangunan hukum nasional patut untuk
diperhitungkan seperti terlihat pada beberapa paraturan perundangan yaitu:

1. Undang-Undang Perkawinan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di


Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 No.Tambahan Lembaran
Negara Nomer 3019).

2. Undang-Undang Peradilan Agama

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan diundangkan
di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1989
No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal
20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Yang melegakan dari UU ini adalah semakin luasnya
kewenangan Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di
bidang ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di atas Dewan
Syari'ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan ekonomi
syari'ah yang sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 fatwa. Fatwa tersebut dapat
menjadi bahan utama dalam penyusunan kompilasi tersebut. Sehubungan dengan tambahan
kewenangan yang cukup banyak kepada pengadilan agama sebagaimana pada UU No. 3
tahun 2006 yaitu mengenai ekonomi syari'ah, sementara hukum Islam mengenai ekonomi
syari'ah masih tersebar di dalam kitab-kitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional,
kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA
Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10 September 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari'ah, menjadi pedoman dan pegangan kuat bagi para Hakim Pengadilan Agama
khususnya, agar tidak terjadi disparitas putusan Hakim, dengan tidak mengabaikan
penggalian hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sebagaimana maksud
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

3. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3832), yang digantikan
oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69 pasal dari sebelumnya 30
pasal. UU ini menitik beratkan pada adanya pengawasan dengan dibentuknya Komisi
Pengawasan Haji Indonesia (KPHI). Demikian juga dalam UU ini diiatur secara terperinci
tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Aturan baru tersebut diharapkan dapat
menjadikan pelaksanaan ibadah haji lebih tertib dan lebih baik

4. Undang-Undang Pengelolaan Zakat

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan dan


diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3885).

5. Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh

Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah


Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun1999 No. 172, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No.3893)

6. Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh

Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa
Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 114,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4134).

7. Kompilasi Hukum Islam

Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman


yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi perdebatan di kalangan para
ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan
hukum Islam.Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang
saat ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan
Agama.Sebabselama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan
pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden
menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk memasyarakatkan
KHI

Demikian beberapa argumen dan beberapa sumbangsih peraturan yang bersumber pada
hukum islam yang memberikan peluang kepada hukum Islam untuk berkembang dan layak
dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan hukum nasional, karena bangsa Indonesia
perlu menformulasikan hukum sesuai dengan filsafat hukum Indonesia, sebab aturan hukum
yang ada sekarang ini masih banyak yang merupakan warisan bangsa Belanda. Contohnya
sistem Hukum Pidana yang kita berlakukan sampai saat ini merupakan warisan Belanda yang
diperuntukkan berlakunya terutama bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah. Pada
waktu itu sistem hukum demikian sesuai dengan keadilan menurut versi penjajah. Setelah
Indonesia merdeka tentu perlu ditinjau kembali dan kalau tidak sesuai dengan kebutuhan
bangsa serta rasa keadilan kiranya tidak perlu dan tidak akan dipertahankan.

Kemudian Hukum Islam juga memiliki beberapa tantangan dalam keberlakuan sistem
hukum nasional Indonesia, terdapat beberapa tantangan baik secara internal masyarakat Islam
di Indonesia maupun eksternal hukum islam. Tantangan dalam aktualisasi hukum islam di
Indonesia terdapat beberapa realitas yaitu:

1. Tantangan Struktural
Secara struktural, gagasan aktualisasi hukum Islam di Indonesia sampai saat ini masih

diperdebatkan di kalangan kaum muslimin di Indonesia, ada yang mendukung dan


sebagian menolak. Sebagaimana tergambar dalam beberapa teori aktualisasi hukum
Islam di Indonesia yaitu melalui pendekatan formalistik-legalistik, melalui
pendekatan strukturalistik dan kulturalistik, melalui pendekatan akademik bahkan
kelompok yang lebih ekstrim mengatakanbahwa metode yang tepat dalam aktualisasi
hukum Islam adalah dengan mewujudkan negara Islam. Tetapi, pihak lain lebih
mementingkan perjuangan politik dan mengkritik perjuangan kultural dengan
membina pemahaman masyarakat. kelompok formalisasi hukum Islam berpandangan
bahwa pendekatan struktural akan lebih memiliki kekuatan yang mengikat, legitimasi
hukum dan kekuasaan bagi pelaksanaan hukum Islam dinilai lebih efektif terhadap
upaya perbaikan sistem kehidupan yang dewasa ini cenderung destruktif. Di samping
itu, hukum Islam juga memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat yang berpijak
pada asumsi bahwa hukum Islam memiliki karakteristikseperti takamul, tasamuh dan
harakah yang mampu mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat

2. Tantangan Substansial
Substansi hukum Islam meliputi materi hukum yang sangat luas dan kompleks. Bagi
sebagian kalangan hukum Islam dinilai sebagai sebuah sistem hukum yang kaku
bahkan menakutkan bagi sebagian kalangan apalagi sikap militansi (jihad) yang
ditunjukkan oleh sebagian pemeluk agama Islam garis keras yang biasa disebut
dengan kelompok teroris. Untuk kepentingan legislasi hukum Islam dalam hukum
nasional, maka proses
transformasi substansi hukum Islam yang sebagian kalangan memahaminya secara
negatif perlu diarahkan pada pengkajian aspek dinamika dan elastisitas hukum Islam
dalam kontekstualisasi materi-materi hukum Islam sehingga koheren dengan konteks
kekinian dan konteks sosial Indonesia.Untuk itu, maka materi hukum Islam yang akan
dilegislasi meliputi materi hukum bukan di bidang publik karena dikawatirkan dapat
menimbulkan benturan dengan materi hukum agama lain. Materi privat atau
keperdataan tidak mencakup pada semua bidang karena ada sebagian materi privat
hukum Islam yang sangat peka dan jika ini dilegislasi dapat menimbulkan konflik
sosial, agama dan sara. Sekalipun demikian, upaya legislasi materi hukum Islam tetap
diperlukan karena sentimen ini merupakan tuntutan obyektif sebagai bukti
implementasi hukum Islam di Indonesia
3. Tantangan Kultural

Penerapan hukum Islam di Indonesia juga mendapatkan tantangan dari segi kultur
masyarakat Indonesia sendiri. Fakta sejarah menunjukkan bahwa kultur masyarakat
Indonesia yang berbeda disebabkan oleh adanya beberapa sistem hukum yang berlaku di
Indonesia. Karena itu, secara kultural aktualisasi hukum Islam di Indonesia menemui
beberapa kendala dan tantangan yaitu; Sistem hukum nasional bersumber pada tiga
sistem hukum yang terdiri dari hukum adat, hukum Islam dan hukum warisan barat.
Pemberlakuan ketiga sistem hukum ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu;
a. Adanya pluralitas penduduk yang memberlakukan suatu sistem hukum yang lahir dari
kebiasaan dan adat istiadat masyarakat Indonesia yang diyakini dan dipatuhi. Sistem
hukum ini kemudian disebut oleh pihak penjajah sebagai hukum adat yang berlaku
secara formal dan ilmiah.
b. Faktor agama, ketika agama Islam masuk ke Indonesia dan terjadi tranpormasi
keyakinan
dan keperca-yaan dari paham animisme dan dinamisme masyarakat ke agama Islam
sehingga mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam, maka sejak itu hukum
Islam diyakini dan dianut serta dipatuhi oleh masyarakat Islam sehingga hukum Islam
menjadi sebuah sistem hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
c. Faktor penjajah, Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 350
tahun, maka sistem hukum yang diterapkan adalah sistem hukum kolonial Belanda dan
sistem hukum inilah yang dikenal dengan sistem hukum Barat

Kemudian, Adanya resistensi dan penentangan dari kalangan non muslim yang
menganggap formalisasi atau legislasi hukum Islam di Indonesia akan menempatkan
mereka sebagai warga kelas dua sebagaimana keberatan yang telah disampaikan oleh
kelompok Nasrani terhadap sila pertama dari Piagam Jakarta. Resistensi itu juga
ditunjukkan oleh kelompok Kristen Katolik dan Partai Demokrasi Per-juangan (PDI)
ketika akan disahkan UU No. 14 Tahun 1970 tentang Peradilan Agama sebelum
diundangkan menjadi UU No.7 Tahun 1989. Mereka menuntut agar rancangan Undang-
undang tersebut dicabut karena dianggap diskriminasi dan tidak mencerminkan kesatuan
dan persatuan.

Bagi kelompok tertentu bahwa mereka dianggap berpandangan penegakan hukum islam
janganlah sampai hanya pada kepentingan kelompok politik tertentu saja. Disamping
aktualisasi secara kultural juga tidak lepas dari pertimbangan yang melihat pada realitas
kemajumukan masyarakat yang jika dipaksakan hanya akan menajadikan permasalahan bagi
masyarakat Islam sendiri.
BAB 3
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bertahan dan berkembangnya hukum Islam pada masa kini memberikan banyak pelajaran
penting, baik bagi umat Islam maupun bagi masyarakat global pada umumnya. Entah dari
kontekstualisasi hukum islam yang cenderung diinterpretasikan dan diterapkan dengan
mempertimbangkan konteks sosial, politik, dan budaya tempat dimana umat islam tinggal.
Kemudian oleh karena hukum islam yang merupakan hukum yang bersumber pada Al-Quran
dan hadist maka perlu untuk diperhatikan juga bawasannya pada penerapan hukumnya pada
suatu negara memiliki sebuah tantangan dan peluang tersendiri. Pun juga Sistem hukum yang
memengaruhi struktur hukum nasional mencakup sistem hukum barat, hukum adat, dansistem
hukum Islam. Di masa mendatang, sistem hukum Islam memiliki potensi yang lebih besar
untuk memberikan kontribusi dalam pembentukan hukum nasional. Hal ini disebabkan tidak
hanya karena mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam, tetapi juga karena
sistem hukum barat atau kolonial telah melambat dalam perkembangannya setelah Indonesia
merdeka.

4.2 Saran
Dalam berjalannya dan berkembanya hukum islam perlu untuk disikapi dan dikaji lebih
dalam dengan maksud ketika nilai-nilai yang ada pada hukum islam yang kemudian akan di
integrasikan menjadikan sebuah kemaslahatan terhadap negara dan masyarakat. Peluang dan
juga tantangan pasti akan terjadi dalam perkembangannya. Lantas dengan adanya realitas
tersebut maka perlu untuk kemudian dijadikan sebagai pembelajaran dicari mana peluang
yang menguntungkan dalam proses pembangunan hukum di Indonesia dan juga mana
peluang yang sekiranya hanya menjadikan destruktif pada pembangunan hukum nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Kasmad, Ratni, “Peluang Dan Tantangan Integrasi Nilai-Nilai Hukum Islam Dalam Sistem
Hukum Nasional” 01:01.

Munir, Ahmad, “TANTANGAN HUKUM ISLAM DI ABAD MODERN” (2002) 2.

Norcahyono, Norcahyono, “PROBLEMATIKA SOSIAL PENERAPAN HUKUM ISLAM DI


INDONESIA” (2019) 18:1 JURIS J Ilm Syariah 23.

Anda mungkin juga menyukai